Faktor risiko yang mempengaruhi disfungsi tuba Eustachius pada penderita rinitis alergi persisten

dokumen-dokumen yang mirip
Faktor risiko yang mempengaruhi disfungsi tuba Eustachius pada penderita rinitis alergi persisten

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. Sejak Agustus sampai November 2010 terdapat 197 pasien dengan suspek rinitis

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) adalah penyakit yang sering dijumpai. Gejala utamanya

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 5 HASIL DAN BAHASAN. adenotonsilitis kronik dengan disfungsi tuba datang ke klinik dan bangsal THT

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN RINOSINUSITIS PADA PENDERITA RINITIS ALERGI LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher, dan bagian. Semarang pada bulan Maret sampai Mei 2013.

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah. mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan pada mukosa hidung

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung yang

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DAN DISFUNGSI TUBA EUSTACHIUS DENGAN MENGGUNAKAN TIMPANOMETRI. Tesis. Oleh: dr. Fadhlia

HUBUNGAN ANTARA PENGGUNAAN AIR CONDITIONER TERHADAP TIMBULNYA KEKAMBUHAN PADA PENDERITA RINITIS ALERGI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN ANTARA RIWAYAT ALERGI KELUARGA, LAMA SAKIT DAN HASIL TES KULIT DENGAN JENIS DAN BERATNYA RINITIS ALERGI ARTIKEL

BAB 6 PEMBAHASAN. Penelitian ini mengikutsertakan 61 penderita rinitis alergi persisten derajat

BAB 1 PENDAHULUAN. Rhinitis alergi merupakan peradangan mukosa hidung yang

RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSU PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI 2010 DESEMBER Elia Reinhard

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit alergi sebagai reaksi hipersensitivitas tipe I klasik dapat terjadi pada

Hubungan rinitis alergi dan disfungsi tuba Eustachius. dengan menggunakan timpanometri

BAB 1 PENDAHULUAN. diperantarai oleh lg E. Rinitis alergi dapat terjadi karena sistem

PROFIL PASIEN RHINITIS ALERGI DI RUMAH SAKIT PHC SURABAYA TAHUN 2013

ARTIKEL ILMIAH. Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh reaksi alergi pada penderita yang sebelumnya sudah tersensitisasi

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi (RA) merupakan suatu inflamasi pada mukosa rongga hidung

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Atopi, atopic march dan imunoglobulin E pada penyakit alergi

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh dunia telah mendorong lahirnya era industrialisasi. Dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. pada saluran napas yang melibatkan banyak komponen sel dan elemennya, yang sangat mengganggu, dapat menurunkan kulitas hidup, dan

BAB I PENDAHULUAN. bahwa prevalensi alergi terus meningkat mencapai 30-40% populasi

BAB 1 PENDAHULUAN. imunologis, yaitu akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen tertentu,

BAB I PENDAHULUAN. Mekanisme alergi tersebut akibat induksi oleh IgE yang spesifik terhadap alergen

PENDERITA TONSILITIS DI POLIKLINIK THT-KL BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO JANUARI 2010-DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN HASIL PENGUKURAN ARUS PUNCAK EKSPIRASI ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PREVALENSI GEJALA RINITIS ALERGI DI KALANGAN MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN

BAB IV HASIL PENELITIAN. Penelitian eksperimental telah dilakukan pada penderita rinosinusitis

BAB I PENDAHULUAN. imun. Antibodi yang biasanya berperan dalam reaksi alergi adalah IgE ( IgEmediated

ABSTRAK GAMBARAN ALERGEN PASIEN RINITIS ALERGI DI POLIKLINIK THT RSUP SANGLAH DENPASAR TAHUN

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU TENTANG FAKTOR RISIKO PENYAKIT SEREBROVASKULAR TERHADAP KEJADIAN STROKE ISKEMIK ARTIKEL KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH KETINGGIAN TERHADAP KONDISI TELINGA TENGAH PADA PERJALANAN WISATA DENPASAR-KINTAMANI

BAB IV METODE PENELITIAN. Telinga, Hidung, dan Tenggorok Bedah Kepala dan Leher. Tempat : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN ATAS AKUT EPISODE SERING ARTIKEL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

BAB V PEMBAHASAN. anak kelas 1 di SD Negeri bertaraf Internasional dan SD Supriyadi sedangkan

PERBEDAAN KADAR HEMOGLOBIN PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING SEBELUM dan SETELAH RADIOTERAPI (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang)

FAKTOR RISIKO RINITIS AKIBAT KERJA PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL PENGGUNA CAT SEMPROT LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1. PENDAHULUAN. hidung akibat reaksi hipersensitifitas tipe I yang diperantarai IgE yang ditandai

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Secara klinis, rinitis alergi didefinisikan sebagai kelainan simtomatis pada hidung

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN OTITIS MEDIA AKUT PADA ANAK SKRIPSI. Untuk Memenuhi Persyaratan. Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Faktor Risiko Rinitis Alergi Pada Pasien Rawat Jalan Di Poliklinik THT- KL Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh Tahun 2011

PREVALENSI TERJADINYA TUBERKULOSIS PADA PASIEN DIABETES MELLITUS (DI RSUP DR.KARIADI SEMARANG) LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

DAFTAR PUSTAKA. Adams G., Boies L., Higler P., Buku Ajar Penyakit THT. Edisi ke enam. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:

SKRIPSI GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK PADA ANAK USIA 0-12 TAHUN YANG TERPAPAR ASAP ROKOK DI RUMAH SAKITGOTONG ROYONG SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

4.3.1 Identifikasi Variabel Definisi Operasional Variabel Instrumen Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Rinitis alergi merupakan penyakit peradangan pada. sistem pernapasan yang disebabkan oleh reaksi alergi

Hubungan derajat obstruksi hidung pada pasien deviasi septum dengan disfungsi tuba Eustachius

2.3 Patofisiologi. 2.5 Penatalaksanaan

BAB VI PEMBAHASAN. Pada penelitian ini didapatkan insiden terjadinya dermatitis atopik dalam 4 bulan pertama

Hubungan Faktor Risiko Hipertensi Dan Diabetes Mellitus Terhadap Keluaran Motorik Stroke Non Hemoragik LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Higienitas Pasien Skabies di Puskesmas Panti Tahun 2014

KUESIONER PENELITIAN RINITIS ALERGI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. Rinitis alergika merupakan penyakit kronis yang cenderung meningkat

BAB I PENDAHULUAN. bahan yang sama untuk kedua kalinya atau lebih. 1. manifestasi klinis tergantung pada organ target. Manifestasi klinis umum dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengganggu aktivitas sosial (Bousquet, et.al, 2008). Sebagian besar penderita

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Rinitis alergi adalah gangguan fungsi hidung akibat inflamasi mukosa hidung yang

KESEHATAN TENGGOROK PADA SISWA SEKOLAH DASAR EBEN HAEZAR 1 MANADO DAN SEKOLAH DASAR GMIM BITUNG AMURANG KABUPATEN MINAHASA SELATAN

KATA PENGANTAR. Puji syukur kepada Allah SWT, karena atas rahmat-nya penulis dapat

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN PROLAPSUS UTERI DI RSUP Dr. KARIADI SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Pahmi Budiman Saputra Basyir 1, Teti Madiadipoera 1, Lina Lasminingrum 1 1

PREVALENSI DAN FAKTOR RESIKO TERJADINYA PITYRIASIS VERSICOLOR PADA POLISI LALU LINTAS KOTA SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

HUBUNGAN RINITIS ALERGI DENGAN KEJADIAN ASMA BRONKIAL PADA SISWA/I SMPN 1 MEDAN. Oleh: JUNIUS F.A. SIMARMATA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Rinitis Alergi adalah peradangan mukosa saluran hidung yang disebabkan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di klinik alergi Bagian / SMF THT-KL RS Dr. Kariadi

HUBUNGAN PERSENTASE LEMAK TUBUH DENGAN TOTAL BODY WATER MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG LAPORAN HASIL KARYA TULIS ILMIAH

Hubungan Otitis Media Supuratif Kronis dengan Rinitis Alergi. di RSUP H. Adam Malik Medan. di Tahun Oleh : GRACE ROSELINY P

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. endoskopis berupa polip atau sekret mukopurulen yang berasal dari meatus

GAMBARAN RINITIS ALERGI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU ANGKATAN

BAB 4 METODE PENELITIAN. 3. Ruang lingkup waktu adalah bulan Maret-selesai.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FAKTOR RISIKO RINITIS AKIBAT KERJA PADA PEKERJA PENGECATAN MOBIL PENGGUNA CAT SEMPROT (Studi pada Bengkel Pengecatan Mobil di Kota Semarang)

BAB 1 PENDAHULUAN. immunoglobulin E sebagai respon terhadap alergen. Manifestasi yang dapat

HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DENGAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI KOTA SEMARANG LAPORAN HASIL PENELITIAN KARYA TULIS ILMIAH

Rinitis Alergi sebagai Faktor Risiko Otitis Media Supuratif Kronis

PERBEDAAN KADAR ALBUMIN PADA PASIEN KANKER NASOFARING DENGAN BERBAGAI STADIUM (Studi Observasional di RSUP Dr Kariadi Semarang)

Abstract. Healthy Tadulako Journal 11. Hubungan antara pendampingan persalinan...( Abd. Halim, Fajar, Nur)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan penyebab. mortalitas dan morbiditas utama di seluruh dunia.

HUBUNGAN RIWAYAT ATOPIK ORANG TUA DAN KEJADIAN ASMA PADA ANAK USIA TAHUN DI SEMARANG JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi masyarakat yang menderita alergi. Suatu survei yang dilakukan oleh World

BAB I PENDAHULUAN. bahan kimia atau iritan, iatrogenik, paparan di tempat kerja atau okupasional

BAB I PENDAHULUAN. Prevalensi asma semakin meningkat dalam 30 tahun terakhir ini terutama di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Rinitis alergi merupakan penyakit imunologi yang sering ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KONTROL ASMA dengan KUALITAS HIDUP ANGGOTA KLUB ASMA di BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Asma bronkial terjadi pada segala usia tetapi terutama dijumpai pada usia

Risiko terjadinya rinitis akibat kerja pada pekerja yang terpajan debu terigu

Transkripsi:

Laporan Penelitian 1 Faktor risiko yang mempengaruhi disfungsi tuba Eustachius pada penderita rinitis alergi persisten Novina Rahmawati, Suprihati, Muyassaroh Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Rumah Sakit Dr Kariadi Semarang ABSTRAK Latar belakang: Rinitis alergi (RA) persisten dapat menimbulkan disfungsi tuba Eustachius. Disfungsi tuba dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Tujuan: Membuktikan bahwa derajat RA, lama sakit RA, keberadaan tonsiltis kronik dan pemakaian air conditioner (AC) merupakan faktor risiko terjadinya disfungsi tuba pada penderita rinitis alergi persisten. Metode: Penelitian dengan metode potong-lintang pada RA persisten usia 11-54 tahun. Disfungsi tuba ditentukan dengan pemeriksaan timpanometri (MEP negatif/<-25 mmh2o). Analisis hasil dengan uji Chi square dan rasio prevalensi. Hasil: Didapatkan 68 sampel. Usia terbanyak 23-34 tahun, rerata usia 27,8 tahun. Penderita RA persisten dengan disfungsi tuba 26 (38,2%). Uji Chi square didapatkan derajat RA persisten, lama sakit, keberadaan tonsilitis kronik tidak mempengaruhi disfungsi tuba (p>0,05). Analisis regresi logistik multivariate didapatkan pemakaian AC secara independen mempunyai risiko terjadinya disfungsi tuba p=0,019, RP=5,446, CI 95%= 1,321-22,575. Kesimpulan: Pemakaian AC merupakan faktor risiko terjadinya disfungsi tuba pada penderita rinitis alergi persisten. Kata kunci: rinitis alergi persisten, disfungsi tuba, timpanometri. ABSTRACT Background: Persistent allergic rhinitis (AR) can lead to Eustachian tuba dysfunction. It could be influenced by many factors. Purpose: To prove that AR s degree, duration, presence of chronic tonsillitis and the use of air conditioner are the risk factors of the Eustachean tube dysfunction in patients with persistent allergic rhinitis. Method: A cross-sectional study was conducted on patients between 11-54 years age who came with persistent AR. Tubal dysfunction

2 was detected by tympanometric examination (MEP negative <-25 mmh2o). The data analysis was analyzed using Chi square test and prevalence ratio. Results: There were 68 subjects. The largest age group was 23-34 years old with mean age is 27.8 years. Twenty-six patients (32,8%) with persistent AR had tubal dysfunction. Chi square test for persistent AR s degree, duration of AR, presence of chronic tonsillitis had no significant relationship with tubal dysfunction. The use of AC was significantly correlated with tubal dysfunction (p>0.05). Multivariate logistic regression analysis found that it became a risk factor for tubal dysfunction p= 0.019, RP= 5.446, CI 95%= 1.321-22.575. Conclusion: The use of AC becomes a risk factor for tubal dysfunction in patients with persistent allergic rhinitis. Keywords: persistent allergic rhinitis, Eustachean tube dysfunction, tympanometry. Alamat korespondensi: Muyassaroh, Bagian Ilmu Kesehatan THT FK UNDIP. Email: muyastht@gmail.com PENDAHULUAN Rinitis alergi disebabkan karena reaksi hipersensitivitas tipe 1. International rhinitis management working group dan allergic rhinitis and impact on asthma (ARIA) mengklasifikasikan rinitis alergi berdasarkan persistensinya menjadi rinitis alergi intermitten dan persisten. Berdasarkan tingkat keparahannya menjadi rinitis alergi derajat ringan dan derajat sedang berat. 1 Rinitis alergi berpotensi mengalami komplikasi seperti sinusitis, polip nasi dan disfungsi tuba. 2,3 Disfungsi tuba pada rinitis alergi diakibatkan oleh sumbatan tuba. Sumbatan menyebabkan proteksi, drainase dan aerasi telinga tengah terganggu. 3,4 Gangguan ini akan menimbulkan kelainan telinga tengah derajat ringan sampai berat, tergantung dari lama dan beratnya rinitis alergi serta faktor lainnya. 5,6 Di Eropa Barat prevalensi rinitis alergi sebesar 20% pada anak dan dewasa muda, sedangkan di Amerika Utara dan Korea 10-20%. 7 Di Semarang, oleh Suprihati (2005) pada anak sekolah usia 13-14 tahun sebesar 18,6%. 8 Fungsi tuba dapat dinilai dengan timpanometri. Fungsi tuba dianggap baik apabila MEP ± 25 mm dapa. MEP <-25mm dapa menunjukkan adanya disfungsi tuba. 9 Penelitian Saenz yang dikutip dari Wayan, 10 melaporkan 15,5% timpanogram abnormal pada kelompok rinitis alergi. Faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya

3 disfungsi tuba adalah akibat rinitis alerginya sendiri, faktor tuba/individu maupun lingkungannya. 11 Tujuan penelitian ini adalah membuktikan derajat sakit, lama sakit, keberadaan tonsilitis kronik dan pemakaian AC merupakan faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya disfungsi tuba pada penderita rinitis alergi persisten. METODE Desain penelitian adalah potong lintang pada penderita rinitis alergi persisten usia 11-54 tahun, di Klinik THT RSUP Dr. Kariadi Semarang. Variabel bebas: derajat rinitis alergi, lama sakit rinitis alergi, keberadaan tonsilitis kronik, pemakaian AC. Variabel tergantung: disfungsi tuba Eustachius. Kelainan pada liang telinga luar, deformitas berat septum hidung, rinosinusitis akut/kronik non-alergi, gejala/tanda keganasan di daerah kepala leher, palatosisis dan tuba paten dieksklusikan. Data dianalisis secara diskriptif, uji Chi square dan rasio prevalensi. Batas kemaknaan p<0,05. Variabel yang dinyatakan sebagai faktor risiko bila RP>1 dengan interval kepercayaan 95%. Pengaruh faktor risiko dianalisis dengan analisis multivariat. HASIL Tabel 1. Karakteristik umum subjek penelitian N % Jenis kelamin Laki-laki 22 32,4% Perempuan 46 67,6% Kelompok.usia 11-22 tahun 25 36,8% 23-34 tahun 26 38,2% 35-46 tahun 11 16,2% 47-58 tahun 6 8,8% Derajat RA RA Persisten ringan 15 22,1% RA Persisten sedang-berat 53 77,9% Didapatkan 68 penderita rinitis alergi yang memenuhi kriteria inklusi. Perempuan lebih banyak 46 (67,6%) dibanding laki-laki 22 (32,4%). Rerata usia 27,84 ± 11,17 tahun. Usia terendah 11 tertinggi 54 tahun. Kelompok usia terbanyak 24-34 tahun. Rinitis alergi persisten derajat sedang-berat lebih banyak dibanding rinitis alergi persisten derajat ringan 77,9% : 22,1l%. Tabel 2. Hubungan faktor risiko dengan disfungsi tuba

4 Faktor risiko Disfungsi tuba (+) Disfungsi tuba (-) Total Uji Statistik Derajat sakit : Sedang berat Ringan 19 (27,9%) 7 (10,3%) 34 (50%) 8 (11,8%) 53 (77,9%) 15 (22,1%) P = 0,44 RP = 1,56 CI95%=0,49-4,99 Lama sakit : >12 bln 12 bln 18 (26,5%) 8 (11,8%) 34 (50%) 8 (11,8%) 52 (76,5%) 16 (23,5%) P = 0,26 RP= 1,88 CI 95%=0,60-5,87 Tonsilitis kronik : + - 9 (13,2%) 17 (25%) 14 (20,6%) 28 (41,2%) 23 (33,8%) 45 (66,2%) p=0,91 RP= 1,05 CI 95%= 0,37-2,97) Pemakaian AC : + - 23 (33,8%) 3 (4,4%) 26 (38,2%) 16 (23,5%) 49 (72,1%) 19 (27,9%) p= 0.01 RP= 4,71 CI95%= 1,21-18,28) Pemakaian AC : > 20 0 C 20 0 C 6 (46,2%) 17 (47,2%) 7 (53,8%) 19 (52,8%) Tabel 2 didapatkan rinitis alergi persisten kelompok derajat sedang berat lebih banyak mengalami disfungsi tuba 19 (27,9%) dibandingkan kelompok derajat ringan 7 (10,3%). Lama sakit lebih dari 12 bulan mempunyai kecenderungan disfungsi tuba 18 (26,5%) dibandingkan kelompok lama sakit kurang dari 12 bulan 8 (11,8%). Penderita rinitis alergi persisten yang mempunyai tonsilitis kronik lebih sedikit mengalami disfungsi tuba 13,2% dibanding dengan tidak tonsilitis kronik (25%). Pemakaian AC pada penderita rinitis alergi persisten lebih banyak mengalami disfungsi tuba 23 (33,8%) dibanding yang tidak memakai AC 3 (4,4%). Sampel dengan disfungsi tuba (+) pada pemakaian suhu AC 20ºC sebanyak 73,9% dan disfungsi tuba (+) pada suhu > 20 C sebanyak 26,1%. Uji Chi square didapatkan nilai p< 0,05 RP = 4,71; CI 95%=1,21-18,28. Hasil ini menunjukkan bahwa pemakaian AC mempunyai faktor risiko terjadi disfungsi tuba sebesar 4,71 kali dibanding yang tidak memakai AC. Tabel 3. Regresi logistik multivariat untuk semua variabel risiko disfungsi tuba (n= 68) Variabel Nilai p Exp(B)=RP CI 95% Lama sakit 0,410 1,691 0,458-5,891 Derajat sakit 0,355 1,870 0,497-7,035 Tonsilitis kronik 0,655 1,288 0,424-3,910 Pemakaian AC 0,019 5,460 1,321-22,575

5 Hasil analisis regresi logistik multivariat didapatkan nilai p=0,019 RP=5,460 CI 95%=1,321-22,575. DISKUSI Hasil penelitian didapatkan 68 penderita rinitis alergi persisten dengan rerata usia 27,8 ± 11,7 tahun, usia terendah 11 dan tertinggi 54 tahun, kelompok usia terbanyak 23-34 tahun. Perempuan lebih banyak dibanding laki-laki 2:1. Hasil ini hampir sama dengan penelitian Bousquet, yang dikutip oleh Sheikh 12 perempuan lebih banyak daripada laki-laki dengan usia 18-50 tahun. Penelitian di Eropa onset tersering pada anak, remaja dan dewasa muda, 80% kasus terjadi pada usia 28 tahun. 12 Rinitis alergi persisten yang terbanyak pada penelitian ini adalah derjat sedang berat dan lebih banyak mengalami disfungsi tuba. Disfungsi tuba dapat dinilai dengan timpanometri pada MEP <-25 dapa. 9 Pada penelitian ini penderita rinitis alergi persisten yang mempunyai nilai MEP <-25 dapa sebanyak 26 (38,2%). Peningkatan prevalensi alergi diduga disebabkan oleh berbagai faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi kekambuhan dan beratnya penyakit. Faktor internal antara lain faktor genetik dan sistem imun tubuh. Pengaruh tersebut bermanifestasi dalam bentuk akumulasi sel-sel inflamasi ke tempat reaksi alergi yang terjadi. Semua sel inflamasi tersebut berinteraksi dan saling memacu fungsinya, sehingga semakin berat gejala rinitis alerginya. Faktor eksternal berupa faktor alergenik dan non-alergenik (iritan). 11 Faktor alergenik antara lain houst dust, mite, grass dan spora jamur tertentu. Faktor nonalergenik, yaitu suhu udara rendah, udara lingkungan yang lembap, perubahan gaya hidup, misalnya penggunaan sistem pengatur suhu ruangan dalam rumah disertai ventilasi yang kurang, penggunaan antibiotik spektrum luas, infeksi virus, diet dan lainlain. 11,13 Sampel dengan lama sakit lebih dari 12 bulan ditemukan disfungsi tuba lebih banyak dibandingkan kelompok lama sakit kurang dari 12 bulan. Mukosa hidung menjadi 100% lebih hiperreaktif apabila dipapar ulang alergen spesifiknya. Keadaan tersebut dapat menjelaskan bahwa gejala RA semakin meningkat seiring dengan semakin lamanya penyakit, baik terpapar oleh alergen spesifiknya ataupun oleh faktor nonalergenik. 11 Penderita rinitis alergi persisten dengan tonsilitis kronik lebih sedikit mengalami

6 disfungsi tuba dibanding dengan tanpa tonsilitis kronik. Hal ini dimungkinkan karena peran tonsil dalam sistem imunitas tubuh sangat dibutuhkan pada tahun-tahun awal kehidupan. Imunitas terhadap infeksi dimulai dari aktivasi makrofag oleh Th1 yang memproduksi IFN-γ. 7 Pada keadaan Th1 tinggi, maka ada mekanisme feedback yaitu Th2 akan tertekan, begitu pula sebaliknya. Penderita rinitis alergi persisten lebih sedikit mengalami tonsilitis kronik oleh karena adanya keseimbangan antara sel Th1 dan Th2. Th2 penting dalam regulasi sintesis IgE. 14 Efek protektif infeksi pada penderita atopi disebut sebagai hygiene hypothesis. 2 Sampel dengan pemakaian AC didapatkan disfungsi tuba lebih banyak dibanding tanpa pemakaian AC. Inflamasi pada mukosa hidung dapat disebabkan banyak stimulus, termasuk kondisi lingkungan yang ekstrim. Kondisi lingkungan dapat menjadi trigger gejala, akibat dari perbedaan suhu dan kelembapan. Udara dingin dan kering (cold dry air/cda) menyebabkan meningkatnya tonicity dan osmolarity sekresi mukosa hidung. Rangsangan hiperosmolaritas menjadi trigger pada saraf, diikuti stimulasi reflek sistem parasimpatis. 13 Penelitian in vivo oleh Togias 15 melaporkan bahwa pada kelompok yang mempunyai riwayat sensitif terhadap udara dingin dan kering terjadi peningkatan pelepasan mediator sel mast dan basofil seperti histamin, PGD 2, TAME esterase dan kinin setelah terpapar CDA. Paparan udara hangat dan lembap (warm, moist air, WMA) hanya kinin yang meningkat bermakna. Gejala dominan yang muncul berupa rinore dan hidung buntu. Kondisi tersebut seperti rinitis vasomotor, mastositosis nasal, dan nonallergic rhinitis with eosinophilia yang dihubungkan dengan hidung sensitif karena perubahan cuaca. Patofisiologi mekanisme pelepasan mediator pada CDA tidak diketahui, diduga karena proses lisis sel. In vitro, lingkungan hiperosmolaritas CDA yang melewati kavitas hidung selama perubahan suhu diikuti oleh penguapan air, terjadi peningkatan osmolaritas cairan ekstra sel yang meliputi mukosa sel mast yang cukup untuk menginduksi pelepasan mediator. 15 Penelitian Cruz et al 16 melaporkan bahwa pelepasan epitel yang terjadi sebagai respons klinik terhadap CDA pada mukosa hidung karena epitel tidak dapat mengkompensasi kehilangan air. Sel epitel akibat rangsangan hipertonik dapat melepaskan metabolit asam arakidonat,

7 terutama 15-hidroksieicosatetraenoid yang dapat mengaktifkan akhiran saraf sensoris dan memunculkan gejala. Analisis regresi logistik multivariat didapatkan pemakaian AC secara independen berpengaruh terhadap kejadian disfungsi tuba (p<0,05). Pemakaian AC mempunyai risiko 5,46 kali terjadi disfungsi tuba pada rinitis alergi persisten. Dari penelitian ini didapati bahwa derajat sakit, lama sakit dan keberadaan tonsilitis kronik tidak merupakan faktor risiko disfungsi tuba. Pemakaian AC mempunyai risiko 5,46 kali terjadi disfungsi tuba pada penderita rinitis alergi persisten. Disarankan kepada penderita rinitis alergi persisten untuk menghindari pemakaian AC terlalu dingin ( 20ºC). DAFTAR PUSTAKA 1. Suprihati. Patofisiologi dan klasifikasi rinitis alergi. Media Perhati 2004; 10(3):1-7. 2. Restuti RD, Sosialisman. Otitis media efusi kaitannya dengan rinitis alergi. Dalam: Kumpulan naskah simposium nasional perkembangan terkini penatalaksanaan beberapa penyakit penyerta rinitis alergi, Malang. 2006. h.1-9. 3. Bernstein JM. Allergic disease and the middle ear. In: John HK, Stephen JC, Bruce RG, Jennifer DM, editors. Allergy and immunology. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins; 2002. p.192-9. 4. Baylor College of Medicine. Eustachian tube dysfunction [online]. 2007 March 1 [cited 2010 Feb 2]; Available from: http://www.bcm.edu/sitemap.cfm. 5. Fireman P. Otitis media and eustachian tube dysfunction: connection to allergic rhinitis [online] 2008 November [cited 2010 March 17]; Available from: http://www.sciencedirect.com/science?_ ob=articleurl&_udi=b6wh4-4v015s8. 6. Thrasher RD. Middle ear, otitis media with effusion [online]. 2009 Oct 26 [cited 2010 March 17]; Available from: http://profreg.medscape.com/px/getlogi n.do. 7. Celikel S, Isik SR, Demir AU, Karakya G, Kalyancu AF. Risk factors for asthma and other allergic disease in seasonal rhinitis. J Asthma 2008; 45(8):710-4. 8. Suprihati. Prevalence of allergic rhinitis and its relation to some risk factors among 13-14 year old student in

8 Semarang, Indonesia. ORLI 2005; 35(2):37-70. 9. Ghosh MS, Kumar A. Study of middle ear pressure in relation to eustachian tube patency [online]. 2009 Oct 26 [cited 2010 Des 17]; Available from: http://medind.nic.in/iab/t02/i2/iabt02i2p 27.pdf. 10. Wayan KI. Pengaruh rinitis alergi (ARIA WHO 2001) terhadap gangguan fungsi ventilasi tuba eustachius. Cermin Dunia Kedokteran 2008; 35(7):405-9. 11. Sumarman I. Respons seluler dan humoral reaksi alergi dalam mukosa hidung. Dalam: Kumpulan makalah kursus penyegar alergi imunologi di bidang THT. Bukit tinggi: Perhati; 1993. h. 14-18. 12. Sheikh J. Rhinitis, allergic [online] 2009 Jun 16 [cited 2010 August 30]; Available from: http://www.emedicine.medscape.com/al lergy_immunology. 13. Assanasen P, Naclerio RM. Cold, dry air and hyperosmolar challenges in rhinitis [online]. 2008 Jun 15 [cited 2010 April 14]; Available from: http://www.springerlink.com/content/p5 n6q22310615512/. 14. Naclerio RM. Allergy and immunology. In: Bailey BJ, Pillsbury III HC, Driscoll BP, editors. Head and neck surgeryotolaryngology. 3 rd ed. Philadelphia: Lippincott-Raven; 2001. p. 71-82. 15. Togias AG, Naclerio RM, Proud D, Fish JE, Adkinson NF, Norman PS, et al. Nasal challenge with cold, dry air results in release of inflammatory mediators. J Clin Invest 1985; 76(4):1375-81. 16. Cruz AA, Naclerio RM, Proud D, Togias A. Ephithelial shedding is associated with nasal reaction to cold, dry air. J Allergy Clin Immunol 2006; 117:1351-81.