SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA NIKEL(II) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT

dokumen-dokumen yang mirip
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA MANGAN(II) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT

SINTESIS DAN KARAKTER SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-EDTA DAN Cu(II)- C 6 H 8 N 2 O 2 S Dian Nurvika 1, Suhartana 2, Pardoyo 3

KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS SENG-MORIN DAN POTENSINYA SEBAGAI PENGHAMBAT AKTIVITAS ENZIM LIPASE SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS NIKEL(II) DENGAN LIGAN ETILENDIAMINTETRAASETAT (EDTA)

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK II PERCOBAAN IV PENENTUAN KOMPOSISI ION KOMPLEKS

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

STUDI SPEKTROSKOPI UV-VIS DAN INFRAMERAH SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA Cu-EDTA

PENENTUAN RUMUS ION KOMPLEKS BESI DENGAN ASAM SALISILAT

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS Cu(II)-8- HIDROKSIKUINOLIN DAN Co(II)-8-HIDROKSIKUINOLIN Laelatri Agustina 1, Suhartana 2, Sriatun 3

Senyawa Koordinasi. Ion kompleks memiliki ciri khas yaitu bilangan koordinasi, geometri, dan donor atom:

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA BESI(III) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT

Senyawa Koordinasi (senyawa kompleks)

Jurnal Kimia Indonesia

Kimia Koordinasi Teori Ikatan Valensi

I. PENDAHULUAN. senyawa kompleks bersifat sebgai asam Lewis sedangkan ligan dalam senyawa

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(III)-EDTA ABSTRAK

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS KOBALT(II) DENGAN BENZOKAIN

ANALISIS DUA KOMPONEN TANPA PEMISAHAN

Sintesis dan Sifat Magnetik Kompleks Ion Logam Cu(II) dengan Ligan 2-Feniletilamin

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pembuatan Garam Kompleks dan Garam Rangkap.

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK PERCOBAAN 3 PENENTUAN BILANGAN KOORDINAI KOMPLEKS TEMBAGA (II)

Kimia Koordinasi SOAL LATIHAN. Jawab soal sudah tersedia. Selesaikan soalnya, dan pelajari mengapa dipilih jawaban tersebut

1.1 Senyawa Koordinasi (Coordination Coumpond)

Bab III Metodologi Penelitian. Sintesis CaCu(CH 3 COO) 4.xH 2 O. Karakterisasi. Penentuan Rumus kimia

4 Hasil dan Pembahasan

SENYAWA KOMPLEKS. Definisi. Ion Kompleks. Bilangan koordinasi, geometri, dan ligan RINGKASAN MATERI

Ikatan Kimia. Ikatan kimia adalah gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya menyebabkan terjadinya perubahan kimia.

KIMIA ANALISIS ORGANIK (2 SKS)

! " "! # $ % & ' % &

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

Analisis Pengaruh Ion Cd(II) Pada Penentuan Ion Fe(II) dengan Pengompleks 1,10- Fenantrolin Menggunakan Spektrofotometer UV-Vis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Senyawa Koordinasi. Kompleks ion dengan pusat d B memiliki empat ligan dengan dengan bentuk persegi planar (B)

8.4 Senyawa Kompleks

SENYAWA KOORDINASI Putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai penggunaan aluminium sebagai sacrificial electrode

Penentuan struktur senyawa organik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Peranan elektron dalam pembentukan ikatan kimia

I. KONSEP DASAR SPEKTROSKOPI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK I PERCOBAAN V

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS BESI(II) DENGAN LIGAN 3,6-DI-2-PIRIDIL-1,2,4,5-TETRAZIN (DPTZ)

METODE INOVATIF TERMODIFIKASI UNTUK SINTESIS KOMPLEKS INTI TUNGGAL [Fe(fen) 2 (NCS) 2 ]

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA KOMPLEKS DARI Mn(NO 3 ) 2 DAN Co(NO 3 ) 2 DENGAN CAMPURAN LIGAN 8- HIDROKSIKUINOLINA DAN ANION DISIANAMIDA

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

I. PENDAHULUAN. Kualitas udara yang dipergunakan untuk kehidupan tergantung dari lingkungannya. Udara

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

SINTESIS DAN UJI TOKSISITAS KOMPLEKS LOGAM Co(II)/Zn(II) DENGAN LIGAN ASAM PIRIDIN- 2,6-DIKARBOKSILAT

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

LAPORAN LENGKAP PRAKTIKUM ANORGANIK PERCOBAAN 1 TOPIK : SINTESIS DAN KARAKTERISTIK NATRIUM TIOSULFAT

3 Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB III METODE PENELITIAN

Komponen Materi. Kimia Dasar 1 Sukisman Purtadi

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Jurusan Pendidikan

3. Metodologi Penelitian

TUGAS ANALISIS FARMASI ANALISIS OBAT DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI UV-VIS

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang dan Masalah Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

1. Ikatan Kimia. Struktur Molekul. 1.1 Pengertian. 1.2 Macam-Macam. ~ gaya tarik antar atom

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Ikatan Kimia. 2 Klasifikasi Ikatan Kimia :

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

PENENTUAN KADAR BESI DALAM SAMPEL AIR SUMUR SECARA SPEKTROFOTOMETRI

Bilangankoordinasi, bentukgeometri, danligandarisenyawakompleks

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENENTUAN STRUKTUR MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETER UV- VIS

Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGA

5009 Sintesis tembaga ftalosianin

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

~ gaya tarik antar atom yang pemutusan atau pembentukannya dapat menyebabkan terjadinya perubahan kimia.

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

COORDINATION COMPOUND. Disusun oleh : Bintang Ayu Kalimantini NIM : KELAS D 10.30

SINTESIS DAN UJI TOKSISITAS KOMPLEKS LOGAM Mn(II)/Zn(II) DENGAN LIGAN ASAM PIRIDIN-2,6-DIKARBOKSILAT

3 Metodologi Penelitian

IKATAN KIMIA BAB 3. Pada pelajaran bab tiga ini akan dipelajari tentang ikatan ion, ikatan kovalen, dan ikatan logam.

3 Metodologi Penelitian

Teori medan kristal adalah model yang hampir secara menyeluruh menggantikan teori ikatan valensi, pertama kali dimunculkan oleh Hans Bethe pada 1929.

LAMPIRAN C CCT pada Materi Ikatan Ion

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALITIK DASAR PENENTUAN KADAR NIKEL SECARA GRAVIMETRI. Pembimbing : Dra. Ari Marlina M,Si. Oleh.

SOAL LATIHAN CHEMISTRY OLYMPIAD CAMP 2016 (COC 2016)

BAB III METODE PENELITIAN

Berdasarkan interaksi yang terjadi, dikembangkan teknik-teknik analisis kimia yang memanfaatkan sifat dari interaksi.

Spektrofotometer UV /VIS

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

Transkripsi:

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA NIKEL(II) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT SKRIPSI NATALIA DWI CHRISTIANTI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2012

SINTESIS DAN KARAKTERISASI MATERIAL MAGNETIK BERBASIS SENYAWA KOMPLEKS INTI GANDA NIKEL(II) DENGAN 2,2 -BIPIRIDIN MENGGUNAKAN LIGAN JEMBATAN OKSALAT SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains Bidang Kimia pada Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Oleh : NATALIA DWI CHRISTIANTI NIM : 080810630 Tanggal lulus : 6 Agustus 2012 Disetujui oleh : Pembimbing I Pembimbing II Dra. Hartati, M.Si NIP. 19591115 198703 2 002 Harsasi Setyawati, S.Si, M.Si NIK. 139 080 769

LEMBAR PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI Judul : Berbasis Senyawa Kompleks Inti Ganda Nikel(II) dengan 2,2 - Bipiridin Penyusun : NIM : 080810630 Pembimbing I : Dra. Hartati M.Si Pembimbing II : Harsasi Setyawati, S.Si, M.Si Tanggal ujian : 6 Agustus 2012 Disetujui Oleh : Pembimbing I, Pembimbing II, Dra. Hartati, M.Si NIP. 19591115 198703 2 002 Harsasi Setyawati, S.Si, M.Si NIK. 139 080 769 Mengetahui, Ketua Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA NIP. 19671115 199102 2 001

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir ( Pengkhotbah 3 : 11 )

PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI ini tidak dipublikasikan, namun tersedia dalam lingkungan Universitas Airlangga, diperkenankan untuk dipakai sebagai referensi kepustakaan, tetapi pengutipan harus seijin penyusun dan harus menyebutkan sumbernya sesuai kebiasaan ilmiah. Dokumen skripsi ini merupakan hak milik Universitas Airlangga.

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur pada Tuhan Yesus Kristus yang telah mengaruniakan kasih karunia dan hikmat-nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan naskah skripsi ini dengan judul Sintesis dan Karakterisasi Material Magnetik Berbasis Senyawa Kompleks Inti Ganda Nikel(II) dengan 2,2 -Bipiridin. Dalam kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Alfinda Novi Kristanti, DEA selaku ketua Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga. 2. Dra. Hartati, M.Si selaku dosen wali dan dosen pembimbing I yang telah memberikan pengarahan, saran, nasehat dan bimbingan. 3. Harsasi Setyawati, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah sabar memberikan pengarahan, saran, nasehat dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini. 4. Seluruh dosen di jurusan kimia yang telah membagi ilmu serta pengalamannya kepada penulis. 5. Seluruh tenaga kerja di jurusan kimia yang telah membantu. 6. Papa, mama dan mbak Ika yang telah memberikan kasih sayang, kepercayaan dan dukungan secara spiritual, moral maupun material.

7. Nirma, Putri, Inna, Nikita, Febri yang telah memberi banyak semangat dan masukan dalam menyusun skripsi ini 8. Kak Jo yang dengan sabar telah banyak membantu dan memberi semangat dalam menyusun skripsi ini 9. Teman teman angkatan 2008 yang senantiasa menemani dalam menuntut ilmu dan teman-teman angkatan 2006, 2007, 2009, dan 2010 yang telah memberikan banyak dukungan 10. Dan semua pihak yang telah membantu kelancaran dalam menyusun skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Penulis masih menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan naskah skripsi ini agar bermanfaat bagi semua pihak. Surabaya, Agustus 2012 Penyusun

Christianti, Dwi N., 2012,. ini di bawah bimbingan Dra. Hartati M.Si dan Harsasi Setyawati, S.Si, M.Si, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga, Surabaya. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk sintesis dan karakterisasi material magnetik berbasis senyawa kompleks inti ganda nikel(ii) dengan 2,2 -bipiridin menggunakan ligan jembatan oksalat Sintesis senyawa kompleks inti ganda nikel(ii)-2,2 -bipiridin dengan ligan jembatan oksalat dilakukan dengan mensintesis senyawa kompleks inti tunggal terlebih dahulu. Sintesis senyawa kompleks inti tunggal diperoleh berdasarkan perbandingan mol nikel(ii) : bipy = 1 : 3. Sedangkan senyawa kompleks inti ganda disintesis berdasarkan perbandingan mol nikel(ii) : bipy : oksalat = 2 : 4 : 1. Senyawa kompleks inti ganda memiliki rumus kimia [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ yang kristalnya berwarna merah muda. Senyawa hasil sintesis ini dikarakterisasi dengan spektroskopi UV-VIS, infrared (IR), Magnetic Susceptibility Balance (MSB), dan konduktometri. Hasil analisis spektroskopi UV-VIS diperoleh nilai panjang gelombang maksimum sebesar 523 nm. Spektrum IR senyawa kompleks inti ganda menunjukkan bahwa ikatan Ni-N terdapat pada daerah bilangan gelombang 354,90 cm -1, sedangkan ikatan Ni-O terletak pada bilangan gelombang 385,76 cm - 1. Analisis dengan Magnetic Susceptibility Balance diperoleh harga momen magnet sebesar 3,75 BM dan konduktansinya adalah 837 µs. Kata kunci : Senyawa kompleks inti ganda, Nikel(II)-bipiridin, ligan jembatan oksalat

Christianti, Dwi N., 2012, Synthesis and Characterization of Magnetic Material Binuclear Complex Compounds of Nickel(II) with 2,2 -Bipyridine using Oxalate Bridging Ligand. Final Project have been supervised by Dra. Hartati M.Si and Harsasi Setyawati, S.Si, M.Si, Chemistry Department, Technology and Science Faculty, Airlangga University, Surabaya. ABSTRACT The aim of the research is to synthesis and chracterization of magnetic material binuclear complex compounds of nickel(ii) with 2,2 -bipyridine using oxalate bridging ligand. Synthesis nickel(ii)-2,2 -bipyridine binuclear complex compound using oxalate bridging ligand was done by synthesize mononuclear complex compound first. Synthesis mononuclear complex compound obtained by mole ratio nickel(ii) : bipy = 1 : 3. While binuclear complex compound were synthesized by mol ratio nickel(ii) : bipy : oxalate = 2: 4 :1. The chemical formulae of binuclear complex compound is [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ which pink crystal. This compound is characterized by UV-VIS spectroscopy, infrared (IR) spectroscopy, Magnetic Susceptibility Balance (MSB), and conductometry. Characterization of binuclear complex compound showed that maximum wavelength of compound were 523 nm. The infrared spectra of binuclear complex compound show that Ni-N bond found in the wavenumber 354,90 cm -1, while Ni-O bond is located at wavenumber 385,76 cm -1. Magnetic Susceptibility Balance analysis of price obtained for the magnetic moment of 3.75 BM and the conductivity are 837 µs. Keywords : Binuclear complex compound, Nickel(II)- bipyridine, oxalate bridging ligand

DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii PEDOMAN PENGGUNAAN SKRIPSI... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 3 1.3 Tujuan Penelitian... 3 1.4 Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Magnetik... 4 2.2 Senyawa Kompleks... 4 2.3 Senyawa Kompleks Inti Ganda... 6 2.4 Nikel... 6 2.5 Senyawa 2,2 -Bipiridin... 7 2.6 Ligan oksalat... 8 2.7 Teori Pembentukan Senyawa Kompleks... 8 2.7.1 Teori Ikatan Valensi (Valance Bond Theory)... 9 2.7.2 Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory)... 10 2.7.3 Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory)... 11 2.8 Karakterisasi Hasil Sintesis Senyawa Kompleks... 12 2.8.1 Spektrum Absorbsi Elektronik Senyawa Kompleks Logam Transisi... 12 2.8.2 Tinjauan Umum Spektroskopi Inframerah... 15 2.8.2.1 Spektrum Inframerah Senyawa Kompleks... 16 2.8.3 Sifat Kemagnetan Senyawa Kompleks... 16 2.8.4 Konduktometri... 18 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian... 19 3.2 Bahan Penelitian... 19 3.3 Alat Penelitian... 19 3.4 Diagram Alir Penelitian... 20 3.5 Prosedur Penelitian... 21 3.5.1 Pembuatan Larutan Ni(II) 10-2 M... 21 3.5.2 Pembuatan Larutan 2,2 -Bipiridin 10-2 M... 21 3.5.3 Pembuatan Larutan Oksalat 10-2 M... 21 3.5.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks)

Ni(II) 10-2 M... 21 3.5.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) 2,2-Bipiridin 10-2 M... 22 3.5.6 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Oksalat 10-2 M... 22 3.5.7 Penentuan stoikiometri Ni 2+ : bipy dengan metode perbandingan mol... 22 3.5.8 Penentuan Stoikiometri Ni 2+ : bipy : oksalat dengan metode perbandingan mol... 23 3.5.9 Sintesis Senyawa Kompleks... 24 3.5.9.1 Sintesis Senyawa Kompleks Inti Tunggal... 24 3.5.9.2 Sintesis Senyawa Kompleks Inti Ganda... 25 3.5.10 Prosedur Karakterisasi... 26 3.5.10.1 Spektrum UV-VIS... 26 3.5.10.2 Spektrum Inframerah... 26 3.5.10.3 Analisis dengan Magnetic Susceptibility Balance... 26 3.5.10.4 Analisis Muatan Ion Kompleks... 27 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stokiometri Senyawa Kompleks Inti Tunggal Nikel(II)-bipy... 28 4.2 Sintesis Senyawa Kompleks Inti Tunggal Nikel(II)-bipy... 29 4.3 Penentuan Stokiometri Senyawa Kompleks Inti Ganda Nikel(II)-bipy-oksalat... 30 4.4 Sintesis Senyawa Kompleks Inti Ganda Nikel(II)-bipy- Oksalat... 31 4.5 Karakterisasi dari Hasil Sintesis Senyawa Kompleks... 33 4.5.1 Analisis Spektra Senyawa Kompleks dengan Spektrofotometer UV-VIS... 33 4.5.2 Analisis Spektra senyawa Kompleks dengan Spektrofotometer Inframerah (IR)... 37 4.5.3 Analisis Sifat Kemagnetan dengan Menggunakan Magnetic Susceptibility Balance... 39 4.5.4 Analisis Muatan Ion Kompleks dengan Menggunakan Konduktometri... 41 4.5.5 Analisis Komprehensif Terhadap Senyawa Kompleks Inti Tunggal dan Inti Ganda... 42 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 44 5.2 Saran... 45 DAFTAR PUSTAKA... 46 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL Nomor Judul Tabel Halaman 2.1 Spektrum Cahaya Tampak dan Warna Komplementer 13 3.1 Penambahan larutan 2,2 -bipiridin 10-2 M secara bertahap 23 ke dalam larutan Ni(II) 10-2 M dengan perbandingan mol 3.2 Penambahan mol oksalat ke dalam larutan [Ni(bipy) 3 ] 2+ 24 4.1 Hasil momen magnet pada ketiga senyawa 39 4.2 Daya hantar pada setiap larutan 42

DAFTAR GAMBAR No Judul Halaman 2.1 Konfigurasi elektron Ni dan ion Ni(II) 7 2.2 Struktur 2,2 -bipiridin 8 2.3 Struktur ligan oksalat 9 2.4 Pembentukan ikatan hibrida pada [NiF ] 10 2.5 Pemisahan medan kristal dan penempatan elektron pada 11 orbital d dalam struktur oktahedral 2.6 Diagram tingkat energi orbital molekul pada senyawa 12 kompleks oktahedral 2.7 Tingkat energi elektronik molekul organik sebagai ligan 15 3.1 Diagram alir penelitian 20 3.2 Proses sintesis senyawa kompleks inti tunggal 25 3.3 Proses sintesis senyawa kompleks inti ganda 26 4.1 Penentuan stokiometri bipy : Ni 2+ pada 521 nm 29 dengan metode perbandingan mol 4.2 Kristal hasil sintesis senyawa kompleks inti tunggal 30 4.3 Prediksi struktur senyawa kompleks inti tunggal 30 4.4 Penentuan stokiometri oksalat : Ni 2+ pada 523 nm 31 dengan metode perbandingan mol 4.5 Kristal senyawa kompleks inti ganda 32 4.6 Prediksi struktur senyawa kompleks inti ganda 33 4.7 Spektrum sintesis senyawa kompleks inti tunggal 34 4.8 Transisi elektronik ion nikel(ii) 35 4.9 Spektrum senyawa kompleks inti ganda 36

No Judul Halaman 4.10 Perbandingan spektra sintesis senyawa kompleks inti tunggal 38 dengan inti ganda 4.11 Proses pembentukan [Ni(bipy) 3 ] 2+ 40 4.12 Proses pembentukan senyawa kompleks inti ganda 41

DAFTAR LAMPIRAN No Judul 1 Spektrum larutan Ni(II) konsentrasi 5.10-2 M di daerah uv-vis 2 Spektrum larutan Ni(II) konsentrasi 10-2 M di daerah uv-vis 3 Spektrum larutan 2,2 -bipiridin konsentrasi 10-2 M di daerah uv-vis 4 Spektrum larutan 2,2 -bipiridin konsentrasi 10-4 M di daerah uv-vis 5 Spektrum larutan oksalat konsentrasi 10-2 M di daerah uv-vis 6 Spektrum stokiometri senyawa kompleks inti tunggal [Ni(bipy) 3 ] 2+ 7 Spektrum larutan sintesis senyawa kompleks inti tunggal [Ni(bipy) 3 ] 2+ 8 Spektrum stokiometri senyawa kompleks inti ganda [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ 9 Spektrum larutan sintesis senyawa kompleks inti ganda [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ 10 Spektrum Inframerah (IR) NiSO 4.7H 2 O 11 Spektrum Inframerah (IR) [Ni(bipy) 3 ] 2+ 12 Spektrum Inframerah (IR) [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ 13 Spektrum Inframerah (IR) 2,2 -bipiridin 14 Spektrum Inframerah (IR) oksalat 15 Penentuan stokiometri dengan metode perbandingan mol 16 Penentuan momen magnet senyawa kompleks hasil sintesis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Senyawa kompleks adalah senyawa yang tersusun dari atom pusat (logam) dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebas kepada atom pusat (House, 2008). Aplikasi senyawa kompleks sangat bervariasi. Di industri senyawa kompleks berguna untuk pemisahan logam dari bijihnya (Sukardjo, 1992), dalam bidang kesehatan senyawa kompleks dimanfaatkan sebagai senyawa pengontras Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang dapat memperjelas visualisasi jaringan tubuh (Maulana, dkk., 2008), dan yang paling mutakhir saat ini senyawa kompleks banyak diaplikasikan sebagai material magnetik (Gomez, dkk., 2007). Senyawa kompleks sangat potensial untuk dijadikan material magnetik karena pada proses pembuatannya tidak memerlukan suhu tinggi (Martak, 2011). Senyawa kompleks yang banyak dikembangkan sebagai material magnetik biasanya senyawa kompleks berinti ganda. Senyawa kompleks inti ganda adalah senyawa kompleks yang atom pusatnya lebih dari satu dengan melibatkan ligan gugus jembatan (Balzani, dkk., 1996). Senyawa kompleks berinti ganda ini terbukti memiliki sifat kemagnetan lebih baik jika dibandingkan senyawa kompleks berinti satu (Setiawan, 2008). Penelitian tentang senyawa kompleks terus dilakukan dan berkembang makin pesat. Dalam industri yang telah menggunakan teknologi lebih mutakhir,

aplikasi penggunaan senyawa kompleks terutama dalam bidang material magnetik telah memainkan peranan dalam kemajuan bidang teknologi. Industri dengan teknologi mutakhir tersebut telah menghasilkan produk berupa media perekaman magnetik, pencitraan medis, tinta cetak, dll. (Gomez, dkk, 2007). Salah satu penelitian senyawa kompleks dalam bidang material magnetik pada senyawa kompleks nikel adalah epitaxial film dari bentuk memori magnetik bahan Ni 2 MnGa. Dalam penelitian tersebut, material magnetik pada senyawa kompleks nikel digunakan sebagai sensors free standing thin films atau sensor bebas film tipis (Jacob dan Elmers, 2006). Untuk menambah kajian dan informasi ilmiah tentang sintesis dan karakterisasi tentang material magnetik senyawa kompleks inti ganda di Indonesia, maka dalam penelitian ini akan disintesis dan dikarakterisasi senyawa kompleks inti ganda Ni(II) dengan 2,2 -bipiridin dan ligan gugus jembatan oksalat. Pada penelitian ini, material magnetik disintesis menggunakan 2,2 - bipiridin karena kerapatan elektron tinggi (memiliki banyak muatan negatif), sehingga sifat magnetik tinggi (Setiawan, 2008). Logam transisi yang digunakan sebagai atom pusat pada sintesis senyawa kompleks dipilih nikel, sebab nikel mempunyai orbital d yang belum terisi penuh oleh elektron. Nikel(II) juga memiliki momen magnetik sebesar 2,83 BM (Effendy, 2007). Penggunaan ligan jembatan oksalat dipilih karena oksalat dapat menjadi mediator interaksi magnetik antar-ion logam yang dihubungkan (Reinoso, dkk., 2005).

1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut. 1. Bagaimana cara mensintesis senyawa kompleks inti ganda Ni(II)-2,2- bipiridin dengan ligan jembatan oksalat? 2. Bagaimana karakterisasi senyawa kompleks inti ganda Ni(II)-2,2-bipiridin dengan ligan jembatan oksalat? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Mempelajari cara mensintesis senyawa kompleks inti ganda Ni(II)-2,2- bipiridin dengan ligan jembatan oksalat. 2. Karakterisasi senyawa kompleks inti ganda Ni(II)-2,2-bipiridin dengan ligan jembatan oksalat. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang sintesis dan karakterisasi material magnetik senyawa kompleks inti ganda Ni(II)-2,2 -bipiridin dengan ligan jembatan oksalat. Di samping itu, diharapkan dapat menambah kajian tentang senyawa kompleks inti ganda, khususnya yang menggunakan atom pusat Ni(II).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Material Magnetik Senyawa kompleks sangat potensial untuk dijadikan material magnetik, karena pada proses pembuatannya tidak memerlukan suhu tinggi seperti material magnetik generasi sebelumnya. Dengan demikian diharapkan dapat lebih menghemat biaya (Martak, 2011). Aplikasi penggunaan senyawa kompleks terutama dalam bidang material magnetik telah memainkan peranan dalam kemajuan bidang teknologi. Industri dengan teknologi mutakhir tersebut telah menghasilkan produk berupa media perekaman magnetik, pencitraan medis, tinta cetak, dll.(gomez, dkk., 2007). Salah satu contoh penggunaan senyawa kompleks dalam bidang material magnetik adalah epitaxial film dari bentuk memori magnetik bahan Ni 2 MnGa. Epitaxial atau epitaksi adalah pengendapan overlayer kristal pada substrat kristal. Dalam penelitian tersebut, material magnetik pada senyawa kompleks nikel digunakan sebagai sensors free standing thin films atau sensor bebas film tipis (Jacob dan Elmers, 2006). 2.2 Senyawa Kompleks Senyawa kompleks dikenal sebagai kompleks koordinasi, senyawa kompleks, atau hanya disebut kompleks. Ciri penting dari senyawa kompleks adalah ikatan koordinasi terbentuk antara pasangan elektron bebas yang dikenal

sebagai ligan dan akseptor pasangan elektron yang dapat berupa atom atau ion logam (House, 2008). Senyawa kompleks melibatkan asam dan basa Lewis. Ion atau atom pusat penerima pasangan elektron bebas yang disumbangkan oleh ligan disebut asam Lewis. Ligan mempunyai paling sedikit sepasang elektron bebas yang dapat disumbangkan kepada ion atau atom pusat, sehingga ligan merupakan basa Lewis. Reaksi asam-basa Lewis dapat dituliskan sebagai berikut (House, 2008) : A + :B A : B asam basa senyawa kovalen koordinasi Berdasarkan jumlah donor pasangan elektron yang dimilikinya, ligan dapat dikelompokkan sebagai berikut. 1. Ligan monodentat, yaitu ligan yang hanya memiliki satu donor pasangan elektron. Sebagai contoh adalah NH 3, H 2 O, CO dan Cl. 2. Ligan bidentat, yaitu ligan yang memiliki dua donor pasangan elektron. Ligan bidentat bisa berupa senyawa netral (contohnya etilendiamin, 1,10- fenantrolin) atau anion seperti oksalat, karboksilat, ion glisinat, dan lainlain. 3. Ligan polidentat, yaitu ligan yang mempunyai lebih dari dua donor pasangan elektron. Tergantung pada jumlah donor pasangan elektron yang disumbangkan, ligan ini disebut tridentat, tetradentat, pentadentat dan heksadentat (Effendy, 2007). Pada umumnya ligan bidentat dan ligan polidentat menggunakan singkatan dalam penulisan tata nama senyawa kompleks. Sebagai contoh, ligan fenantrolin

disingkat phen, ligan etilendiamintetraasetat disingkat EDTA, ligan metilglioksimat disingkat DMG, ligan pirazin disingkat pyz, dan sebagainya (Effendy, 2007). 2.3 Senyawa Kompleks Inti Ganda Senyawa kompleks inti ganda (polynuclear complexes) merupakan senyawa kompleks yang mempunyai ion pusat lebih dari satu dan antara ion pusat yang satu dengan ion pusat yang lain dihubungkan oleh ligan gugus jembatan. Senyawa kompleks tunggal digunakan dalam pembuatan senyawa kompleks inti ganda, yaitu dengan mengganti satu atau lebih ligan dengan gugus jembatan dan menggabungkannya dengan senyawa kompleks tunggal yang lain (Balzani dkk., 1996). Umumnya momen magnetik senyawa kompleks berinti ganda (binuklir) lebih tinggi dari senyawa kompleks berinti tunggal (mononuklir) (Martak dan Elmila, 2011). Contoh penelitian senyawa kompleks inti ganda adalah sintesis, struktur kristal dan sifat magnetik dari jembatan oksalat-kompleks dibesi(iii) {[Fe III (salapn)] 2 (C 2 O 4 )} (Jia, dkk., 2006). 2.4 Nikel Nikel adalah logam putih perak yang keras. Logam ini bersifat liat, dapat ditempa, dan sedikit magnetis. Titik lebur nikel adalah 1455 C (Svehla,1996). Nikel merupakan logam transisi yang berada pada periode ke-4 dalam sistem periodik unsur. Nikel(II) mempunyai elektron pada kulit terluar 3d 8. Konfigurasi elektron Ni dan ion Ni(II) seperti yang tercantum pada Gambar 2.1.

28Ni = [Ar] 4s 2 3d 8 Ni pada keadaan dasar : 3 d 4s Ni 2+ pada keadaan dasar : 3 d 4 s Gambar 2.1 Konfigurasi elektron Ni dan ion Ni(II) Jika Nikel(II) membentuk senyawa kompleks, biasanya memiliki bilangan koordinasi 6 atau 4, sehingga mampu membentuk senyawa dengan struktur oktahedral, tetrahedral, atau segiempat planar. Ion Ni(II) mampu membentuk senyawa kompleks dengan ligan karena ion ini mempunyai orbital d yang belum terisi penuh oleh elektron. Orbital-orbital tersebut dapat berfungsi sebagai penerima pasangan elektron dari ligan sehingga terbentuk senyawa kompleks jika telah kosong karena terjadi pengaturan elektron (King, 2005). 2.5 Senyawa 2,2 -Bipiridin Senyawa 2,2 -bipiridin adalah suatu senyawa organik dengan rumus molekul C 10 H 8 N 2 dan memiliki massa molekul sebesar 156,19. Senyawa ini juga biasa disebut dengan 2,2 -Dipyridyl, 2,2 -Dipyridin, atau 2,2 -Bipyridyl dan biasa dituliskan hanya dengan bipy. Senyawa ini berbentuk kristal dan mempunyai titik leleh 69,7 C, titik didih 272-273 C. Senyawa 2,2 -bipiridin larut dalam air dan akan sangat larut dalam alkohol, eter, benzene, kloroform, atau petroleum eter (Budavari, 2001). Struktur senyawa 2,2 -bipiridin dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Ligan bipiridin cenderung mengompleks atom pusat yang sama (Effendy, 2007). Ligan ini dapat membentuk kompleks yang memiliki intensitas warna yang kuat sehingga ligan ini dapat dipakai luas dalam reaksi warna pada kompleks khelat yang stabil (Simamora, 1997). N N Gambar 2.2 Struktur 2,2 -bipiridin 2.6 Ligan oksalat Ligan oksalat merupakan salah satu ligan jembatan yang bisa menghubungkan dua atom pusat membentuk senyawa kompleks inti ganda. Ligan ini memiliki dua atom donor yang dapat disumbangkan ke atom pusat, yaitu atom donor O (King, 2005). Ion-ion logam dengan ligan oksalat dapat membentuk kompleks inti ganda homonuklir atau heteronuklir (Martak, dkk., 2009). Martak dan Elmila, 2011 menggunakan ligan oksalat pada peningkatan sifat magnetik kompleks polimer oksalat [N(C 4 H 9 ) 4 ][MnCr(C 2 O 4 ) 3 ] dengan menggunakan kation organik tetrabutil amonium yang mempunyai momen magnet sebesar 7,51 BM (Bohr Magneton).

O O C C O O 2- Gambar 2.3 Struktur ligan oksalat 2.7 Teori Pembentukan Senyawa Kompleks Pembentukan senyawa kompleks dipelajari dalam tiga macam teori, yaitu teori ikatan valensi (Valence Bond Theory), teori medan kristal (Crystal Field Theory), dan teori orbital molekul (Molecular Orbital Theory). 2.7.1 Teori Ikatan Valensi (Valance Bond Theory) Teori ikatan valensi atau Valence Bond Theory (VBT) dikemukakan oleh Linus Pauling pada tahun 1931. Dasar teori ini adalah tumpang tindih antara orbital ion pusat dengan orbital ligan yang menyebabkan terjadinya hibridisasi membentuk orbital baru yang disebut orbital hibrida. Orbital hibrida ini mempunyai sifat yang berbeda dengan orbital ion pusat dan orbital ligan. Sebagai contoh pada ion koordinasi [NiF 6 ] 4-, pembentukan ikatan hibrida membentuk orbital hibrida baru yang dapat ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Pembentukan ikatan hibrida pada [NiF 6 ] 4- (Housecroft dan Sharpe, 2005) Koordinasi yang terbentuk adalah koordinasi oktahedral. Oleh karena ada dua elektron pada orbital 3d yang tidak berpasangan pada Ni(II) ), maka [NiF 6 ] 4- bersifat paramagnetis. Ion kompleks [NiF 6 ] 4- disebut sebagai koordinasi orbital luar (outer orbital complex) karena orbital yang digunakan oleh pasangan elektron bebas ligan menempati orbital 4d. Ion koordinasi ini disebut juga koordinasi spin tinggi (high spin atau free spin) (Housecroft dan Sharpe, 2005). 2.7.2 Teori Medan Kristal (Crystal Field Theory) Teori medan kristal dikembangkan oleh Bethe (1929) dan Van Vleck (1931-1935). Menurut teori ini, ikatan antara atom pusat dan ligan dalam senyawa kompleks merupakan ikatan ion, sehingga gaya-gaya yang ada hanya berupa gaya elektrostatik. Medan listrik dari ion pusat akan mempengaruhi ligan sekelilingnya, sedangkan medan dari ligan akan mempengaruhi elektron dari ion pusat.

Pengaruh medan ligan terutama pada elektron orbital d ion pusat menyebabkan tingkat energi orbital d bertambah dan akhirnya terpisah dengan energi yang tidak sama. Pemisahan kelima orbital d ion pusat disebut pemisahan medan kristal (Housecroft dan Sharpe, 2005). Pada Gambar 2.5 adalah contoh splitting orbital d dalam struktur oktahedral. Gambar 2.5 Pemisahan medan kristal dan penempatan elektron pada orbital d (Huheey, 1993). Pengisian elektron pada orbital d dipengaruhi oleh kekuatan medan ligan. Untuk ligan yang kekuatan medannya besar atau strong ligand field, pemisahan (splitting) yang terjadi menghasilkan perbedaan energi yang besar, akibatnya elektron akan mengisi penuh orbital yang energinya rendah sebelum mengisi orbital yang energinya tinggi. Pada medan ligan lemah atau weak ligand field, elektron akan mengisi kelima orbital d tanpa berpasangan lebih dahulu. Hal ini disebabkan karena perbedaan energi orbital t 2g dengan e g sangat kecil (Housecroft dan Sharpe, 2005).

2.7.3 Teori Orbital Molekul (Molecular Orbital Theory) Teori ini menjelaskan bahwa ikatan antara atom atau ion pusat dengan ligan bersifat kovalen. Ikatan kovalen tersebut terjadi karena adanya pembentukan orbital molekul dalam senyawa kompleks, yaitu orbital yang terjadi dari kombinasi orbital ion pusat dan orbital ligan (Effendy, 2007). diagram tingkat energi orbital molekul pada senyawa kompleks Sebagai contoh oktahedral pada Gambar 2.6. orbital logam orbital molekul orbital ligan Gambar 2.6 Diagramm tingkat energi orbital molekul pada senyawa kompleks oktahedral (House, 2008). 2.8 Karakterisasi Hasil Sintesis Senyawa Kompleks 2.8.1 Spektrum Absorbsi Elektronik Senyawa Kompleks Logam Transisi Spektrum ultra ungu-tampak disebut juga spektrum elektronik, karena terjadi dari hasil interaksi radiasi ultra ungu-tampak dengann molekul yang

mengakibatkan molekul tersebut mengalami transisi elektronik. Transisi ini pada umumnya terjadi antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital anti ikatan. Selain itu juga karena adanya gugus berikatan rangkap atau terkonjugasi yang mengabsorbsi radiasi elektronik di daerah ultra ungu. Sinar tampak mempunyai panjang gelombang 400-750 nm dan disebut cahaya sinambung. Artinya cahaya yang terdiri dari semua panjang gelombang yang mungkin terdapat dalam suatu jarak tertentu. Hubungan antara warna dan panjang gelombang terlihat pada Tabel 2.1 yang disertai warna komplementer, yaitu merupakan kombinasi dua warna, bila keduanya digabung akan menghasilkan cahaya putih (Housecroft dan Sharpe, 2005). Tabel 2.1 Spektrum Cahaya Tampak dan Warna Komplementer (Housecroft dan Sharpe, 2005) Panjang Gelombang (nm) Warna Warna Komplementer 380-430 Violet Kuning 430-490 Biru Oranye 490-560 Hijau Merah 560-580 Kuning Violet 580-620 Oranye Biru 620-700 Merah Hijau Pada transisi elektronik, molekul-molekul menyerap radiasi dan tereksitasi sehingga elektron valensi bergerak dari orbital energi rendah ke orbital energi yang lebih tinggi (Robinson, dkk., 2005). Spektrum absorbsi senyawa kompleks disebabkan karena adanya pembelahan orbital d oleh medan ligan, sehingga memungkinkan terjadinya transisi elektronik dalam senyawa kompleks. Transisi elektronik inilah yang

mengakibatkan terjadinya puncak-puncak serapan pada spektrum senyawa kompleks. Transisi elektronik yang terjadi pada senyawa kompleks antara lain transisi d-d, perpindahan muatan, dan perpindahan elektron dalam ligan. Pada transisi elektronik d-d, elektron tereksitasi dari orbital d yang satu ke orbital d yang lain, misalnya dari orbital t 2g ke orbital e g. Intensitas transisi d-d relatif rendah yang disebabkan pemisahan energi d-d yang relatif kecil. Warna larutan ion logam transisi pada umumnya diakibatkan adanya transisi d-d ini, misalnya pada senyawa kompleks akuo, transisi d-d terjadi di daerah tampak. Jenis transisi elektronik lainnya adalah perpindahan muatan. Pada transisi jenis ini, elektron berpindah dari orbital ligan ke orbital ion logam dan disebut juga Ligand to Metal Charge Transfer (LMCT). Selain itu, ada perpindahan elektron dari orbital ion logam ke orbital ligan dan disebut juga Metal to Ligand Charge Transfer (MLCT). Jenis transisi LMCT terjadi pada ligan yang mudah teroksidasi dan ion logam berada pada bilangan oksidasi tinggi. Pita serapan perpindahan muatan berada di daerah ultra ungu, sedangkan pada transisi elektronik jenis MLCT, terjadi bila ligan mempunyai ikatan tidak jenuh dan ion logam berada pada bilangan oksidasi rendah, misalnya senyawa kompleks Cu(II), Fe(II), Cr(III) dengan ligan piridin, bipiridin dan fenantrolin (Huheey, 1993). Transisi perpindahan elektron dalam ligan terjadi pada senyawa ligan organik yang memiliki ikatan, ikatan π, ikatan n (non bonding), anti ikatan ( *) dan ikatan π (π*) (Fessenden, 1992). Tingkat energi elektronik molekul organik ditunjukkan pada Gambar 2.7

Gambar 2.7 Tingkat energi elektronik molekul organik sebagai ligan (Fessenden, 1992).. Molekul dengan elektron dalam ikatan sigma tereksitasi memerlukan energi paling tinggi dan akan memberikan serapan pada daerah di bawah 120 nm. Daerah ini dikenal dengan daerah ultra ungu vakum, karena pada waktu pengukuran tidak boleh ada udara, sehingga sukar dilakukan dan juga relatif tidak memberikan keterangan untuk penentuan struktur. Contoh senyawa yang memberikan serapan di daerah ultra ungu vakum adalah CH 4. Senyawa berikatan rangkap dua atau tiga cukup mudah tereksitasi ke orbital π yang lebih tinggi. Suatu transisi π π* terjadi apabila elektron dari orbital π-ikatan tereksitasi ke orbital π-anti ikatan. Absorbsi energi dalam transisi ini lebih kuat daripada transisi * (Underwood, 1999). Salah satu contoh penelitian yang berhasil menggunakan uji spektrofotometer UV-Vis adalah pada senyawa kompleks [Ni(bipy) 3 ](NO 3 ) 2.6H 2 O memiliki panjang gelombang 245nm dan 307 nm (Juric, dkk., 2009).

2.8.2 Tinjauan Umum Spektroskopi Inframerah Radiasi inframerah adalah radiasi elektromagnetik pada daerah panjang gelombang yang berdekatan dengan sinar tampak dengan energi yang lebih rendah. Daerah inframerah berawal dari panjang gelombang 0,7-500 µm. Radiasi inframerah yang terserap oleh molekul akan menyebabkan terjadinya vibrasi (getaran). Energi inframerah adalah energi terkuantisasi. Spektrum vibrasi yang muncul bukan sebagai garis-garis, namun sebagai pita-pita absorbsi yang kompleks. Hal ini dikarenakan energi inframerah yang terserap selain menimbulkan vibrasi juga menimbulkan gerakan rotasi pada molekul (pada daerah bilangan gelombang 4000-400 cm -1 ) (Patnaik, 2004). 2.8.2.1 Spektrum Inframerah Senyawa Kompleks Pada senyawa kompleks, spektrum inframerah merupakan spektrum spesifik yang ditunjukkan oleh ikatan koordinasi yang terletak pada bilangan gelombang lebih kecil dari 500 cm -1 (daerah sidik jari). Jumlah vibrasi senyawa kompleks antara ion pusat dan ligan lebih sedikit daripada jumlah vibrasi ligan bebas. Hal ini disebabkan gerakan vibrasi ligan terhambat, karena berikatan dengan ion pusat. Frekuensi vibrasi senyawa kompleks tergantung pada jenis ligan, ukuran atom atau ion logam, dan besarnya muatan ion logam (Robinson, dkk., 2005). Hutchbison telah meneliti berbagai pita vibrasi dari berbagai ion logam dengan berbagai tingkat oksidasi yang berikatan dengan ligan 2,2 -bipiridin (Nakamoto, 2009). Salah satu contoh penelitian yang berhasil menggunakan uji spektrum inframerah yaitu senyawa kompleks{[p(n-c 4 H 9 ) 4 ][Ni(II)Cr(III)(ox) 3 ]}

yang menunjukkan adanya oksalat sebagai ligan jembatan pada bilangan gelombang 1627,8 cm -1 untuk v as (C-O), 1384,8 cm -1 untuk v s (C-O), dan 810,0 cm - 1 untuk δ(o-c-o) (Martak, dkk., 2009). 2.8.3 Sifat Kemagnetan Senyawa Kompleks Sifat kemagnetan senyawa kompleks hasil sintesis dapat diamati berdasarkan nilai momen magnet yang terukur serta melihat banyaknya elektron yang tidak berpasangan untuk masing-masing senyawa kompleks. Besarnya momen magnet suatu senyawa kompleks dapat dihitung dengan menggunakan Magnetic Susceptibility Balances. Secara eksperimen magnetic susceptibility ditentukan dengan Gouy balance, dimana serbuk atau larutan zat yang diteliti digantungkan dalam sebuah tabung Gouy yang diletakkan diantara kutub-kutub magnet yang kuat. Adapun rumus yang digunakan dinyatakan dalam persamaan 2.1. = ( 0) 10 9 (2.1) Keterangan : C balance = 1 l R R 0 m = panjang sampel = nilai tabung dan sampel yang terbaca = nilai tabung kosong yang terbaca = massa sampel Nilai ini dikonversi menjadi µ eff (momen magnet) dengan persamaan : Xm = Xg x Mr (2.2)

µ eff = 2,82. BM (2.3) Keterangan : µ eff = momen magnet (Bohr Magneton/BM) Mr T = massa molekul relatif sampel = suhu (K) (Magway, 2005). Salah satu contoh penelitian yang berhasil menggunakan uji MSB adalah senyawa kompleks [Ni(HMP 2 NBu 2 ) 2 ]Br 2 yang memiki momen magnet sebesar 3,18 BM (Saha, dkk., 2003). 2.8.4 Konduktometri Kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan listrik dapat memberikan informasi analitik tentang larutan. Sifat yang diukur adalah daya hantar listrik antara dua elektroda dari ion-ion dalam larutan. Semua ion dalam larutan menyumbangkan daya hantar listrik. Daya hantar listrik digunakan untuk memberikan analisis kualitatif, seperti kemurnian pelarut organik dan perbandingan kualitas air minum dalam hal jumlah ion kontaminan. Untuk mengukur daya hantar listrik pada suatu larutan menggunakan konduktometer (Robinson, dkk., 2005). Adapun penelitian yang telah berhasil menggunakan uji hantaran adalah senyawa kompleks [(bipy) 2 Ru II (L I )Ru II (bipy) 2 ](ClO 4 ) 4.2H 2 O yang memiliki konduktivitas jenis sebesar 444 Λ / -1 cm 2 mol -1, dengan ligan L adalah piridinaldimin netral (Chakraborty, dkk., 1997).

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga mulai bulan Februari sampai dengan Juli 2012. 3.2 Bahan Penelitian Bahan-bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini memiliki derajat kemurnian pro analysis (p.a), meliputi garam Nikel sulfat heptahidrat, 2,2 - bipiridin, amonium oksalat, metanol, KCl, MgCl 2.6H 2 O, FeCl 3.6H 2 O dan akuabides. 3.3 Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer Shimadzu UV 1800, Spektrofotometer Inframerah Jasco FT-IR 5300, Magnetic Susceptibility Balance (MSB) Sherwood Scientific, Eutech Instruments CON 510 Bench Conductivity, timbangan analitis Mettler AE 200, kertas saring, mortar, serta peralatan gelas yang biasa digunakan dalam laboratorium.

3.4 Diagram Alir Penelitian Pembuatan larutan Ni(II) 10-2 M ; 2,2 -bipiridin 10-2 M ; oksalat 10-2 M Penentuan panjang gelombang maksimum (λ maks): 1. Ni(II) 10-2 M 2. 2,2 -bipiridin 10-2 M 3. oksalat 10-2 M Penentuan stoikiometri Penentuan stoikiometri Ni(II) : bipy Penentuan stoikiometri Ni(II) : bipy : oksalat Sintesis senyawa kompleks Sintesis senyawa kompleks inti tunggal Sintesis senyawa kompleks inti ganda Karakterisasi : Spektrofotometer UV-VIS Spektrofotometer FT-IR Magnetic Susceptibility Balance Muatan ion kompleks Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

3.5 Prosedur Penelitian 3.5.1 Pembuatan Larutan Ni(II) 10-2 M Garam nikel sulfat heptahidrat (NiSO 4.7H 2 O) kering ditimbang sebanyak 0,28069 gram kemudian dilarutkan dengan akuabides dalam gelas beker 100 ml. Setelah semua larut, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan akuabides sampai tanda batas lalu dihomogenkan. 3.5.2 Pembuatan Larutan 2,2 -Bipiridin 10-2 M Senyawa 2,2 -bipiridin monohidrat (C 10 H 8 N 2 ) kering ditimbang sebanyak 0,156 gram lalu dilarutkan dengan akuabides dalam gelas beker 100 ml. Setelah larut,kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan dengan akuabides sampai tanda batas lalu dihomogenkan. 3.5.3 Pembuatan Larutan Oksalat 10-2 M Amonium oksalat [(NH 4 ) 2 C 2 O 4 ] ditimbang sebanyak 0,1240 gram kemudian dilarutkan dengan akuabides dalam gelas beker 100 ml. Setelah semua larut dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan akuabides sampai tanda batas lalu dihomogenkan. 3.5.4 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Ni(II) 10-2 M Larutan NiSO 4.7H 2 O 10-2 M dimasukkan dalam kuvet yang telah disiapkan kemudian diukur panjang gelombang maksimum pada daerah dengan panjang gelombang 200-700 nm.

3.5.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) 2,2-Bipiridin 10-2 M Larutan 2,2 bipiridin 10-2 M dimasukkan dalam kuvet yang telah disiapkan kemudian diukur panjang gelombang maksimum pada daerah dengan panjang gelombang 200-380 nm. 3.5.6 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum (λ maks) Oksalat 10-2 M Larutan (NH 4 ) 2 C 2 O 4 10-2 M dimasukkan dalam kuvet yang telah disiapkan kemudian diukur panjang gelombang maksimum pada daerah dengan panjang gelombang 200-380 nm. 3.5.7 Penentuan stoikiometri Ni(II) : bipy dengan metode perbandingan mol Dibuat tujuh seri campuran dari larutan Ni(II) dan larutan 2,2 -bipiridin pada konsentrasi tertentu dengan perbandingan volume masing-masing sedemikian rupa lalu ditambahkan akuabides sampai volumenya menjadi 3 ml. Masing-masing campuran tersebut diukur spektrumnya. Kemudian spektrum dari masing-masing campuran di tumpuk dan dicari panjang gelombang maksimumnya. Setelah panjang gelombang maksimumnya ditemukan maka diukur absorbansinya. Larutan blanko yang digunakan adalah akuabides. Perbandingan volume masing-masing campuran tercantum pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Penambahan larutan 2,2 -bipiridin 10-2 M secara bertahap ke dalam larutan Ni(II) 10-2 M dengan metode perbandingan mol. Larutan Volume larutan (ml) Perbandingan No. Ni(II) 2,2'-bipiridin Ni(II) : bipy (mol) 1 0,5 0,5 1 : 1 2 0,5 1 1 : 2 3 0,5 1,5 1 : 3 4 0,5 1,75 1 : 3,5 5 0,5 2 1 : 4 6 0,5 2,5 1 : 5 3.5.8 Penentuan Stoikiometri Ni(II) : bipy : oksalat dengan metode perbandingan mol Pada botol kaca kecil dibuat larutan dengan konsentrasi dan volume tertentu dengan perbandingan mol Ni(II) : bipy : oksalat = 2 : 4 : 1, dan ke dalam senyawa kompleks ini ditambahkan secara bertahap larutan oksalat dengan konsentrasi dan volume tertentu, sehingga nilai perbandingan mol Ni(II) : bipy : oksalat menunjukkan kemungkinan terbentuknya spesi-spesi senyawa kompleks. Pada setiap penambahan larutan oksalat, senyawa kompleks diukur spektrumnya pada masing-masing campuran. Kemudian di tumpuk dan dicari panjang gelombang maksimumnya. Setelah panjang gelombang maksimumnya ditemukan maka diukur absorbansinya. Larutan blanko yang digunakan adalah akuabides. Jumlah mol larutan oksalat yang ditambahkan ke dalam larutan [Ni(bipy) 3 ] 2+ tercantum pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Penambahan mol oksalat ke dalam larutan [Ni(bipy) 3 ] 2+. volume larutan(ml) Larutan ke- Ni(II) 2,2'- bipy oksalat volume total *) 1 0,1 0,3 0 5 2 0,1 0,3 0,05 5 3 0,1 0,3 0,1 5 4 0,1 0,3 0,15 5 5 0,1 0,3 0,2 5 6 0,1 0,3 0,25 5 7 0,1 0,3 0,3 5 *) penambahan H 2 O 3.5.9 Sintesis Senyawa Kompleks 3.5.9.1 Sintesis Senyawa Kompleks Inti Tunggal Sintesis senyawa ini dilakukan dengan menggunakan gelas beker. Sebanyak 0,5 mmol Ni(II) dari senyawa NiSO 4.7H 2 O dilarutkan dalam akuabides sampai larut. Kemudian sebanyak 1,5 mmol 2,2 -bipiridin dilarutkan ke dalam metanol sampai larut. Selanjutnya kedua larutan dicampurkan secara bersamaan di dalam gelas beker dan dipanaskan sebentar pada suhu rendah. Kemudian larutan ditunggu sampai dingin, lalu ditutup dengan kertas saring dan dibiarkan selama 1-2 minggu. Kristal yang dihasilkan selanjutnya diambil dengan hati-hati.

Larutan Ni(II) Larutan Bipy Ni(II):bipy Gambar 3.2 Proses sintesis senyawa kompleks inti tunggal 3.5.9.2 Sintesis Senyawa Kompleks Inti Ganda Sebanyak 1 mmol Ni(II) dari senyawa NiSO 4.7H 2 O dilarutkan dalam akuabides sampai larut. Lalu sebanyak 2 mmol 2,2 -bipiridin dilarutkan dalam metanol sampai larut. Sebanyak 0,5 mmol oksalat dilarutkan dalam akuabides sampai larut. Kemudian larutan Ni(II) dicampurkan terlebih dahulu dengan larutan 2.2 -bipiridin ke dalam gelas beker. Kemudian dipanaskan sebentar pada suhu rendah dan didiamkan sampai suhu dingin. Selanjutnya ditambahkan larutan oksalat ke dalam gelas beker yang berisi campuran larutan tadi. Lalu dipanaskan lagi sebentar dengan suhu rendah dan diamkan sampai suhu dingin. Kemudian endapannya disaring. Kemudian larutan ini dtutup dengan kertas saring dan dibiarkan selama 1-2 minggu. Kristal yang dihasilkan selanjutnya diambil dengan hati-hati.

Oksalat [Ni(bipy) 3] 2+ Gambar 3.3 Proses sintesis senyawa kompleks inti ganda 3.5.10 Prosedur Karakterisasi 3.5.10.1 Spektrum UV-VIS Masing-masing kristal senyawa kompleks hasil sintesis dilarutkan dengan akuabides. Selanjutnya larutan senyawa kompleks hasil sintesis ditentukan spektrumnya di daerah UV-VIS (200-700 nm). 3.5.10.2 Spektrum Inframerah Masing-masing padatan ligan 2,2 -bipiridin, ligan oksalat, dan senyawa kompleks hasil sintesis dicampur dengan KBr dan dibuat pelet. Selanjutnya seluruh padatan diukur serapan inframerahnya pada bilangan gelombang 4000-300 cm -1. 3.5.10.3 Analisis Dengan Magnetic Susceptibility Balance Padatan senyawa kompleks hasil sintesis ditumbuk sampai halus kemudian dimasukkan ke dalam kuvet sampai homogen. Masing- masing padatan halus diukur momen magnetnya menggunakan Magnetic Susceptibility Balance.

3.5.10.4 Analisis Muatan Ion Kompleks Dengan membandingkan daya hantar listrik larutan sampel dengan larutan standard pada konsentrasi yang sama dengan larutan sampel, maka dapat diketahui muatan ion kompleks yang memberi dukungan pada rumus molekul senyawa kompleks. Larutan senyawa kompleks tunggal dan ganda dibuat pada konsentrasi 0,002 M pada labu ukur 25 ml dan pelarut akuabides. Larutan yang digunakan sebagai standar untuk muatan +1 adalah KCl. Larutan KCl konsentrasi 0,002 M dibuat dengan melarutkan 0,0149 gram KCl dalam 100 ml akuabides pada labu ukur 100 ml. Adapun larutan standart +2 digunakan larutan MgCl 2.6H 2 O. Di dalam labu ukur 100 ml dimasukkan 0,0541 gram MgCl 2.6H 2 O dan dilarutkan dalam 100 ml akuabides sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,002 M. Sedangkan larutan standart +3 digunakan larutan FeCl 3.6H 2 O. Di dalam labu ukur 100 ml dimasukkan 0,0406 gram FeCl 3.6H 2 O dan dilarutkan dalam 100 ml akuabides sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 0,002 M. Selanjutnya kelima larutan yang sudah dibuat diukur dengan alat konduktometri sehingga diperoleh konduktivitas masing-masing larutan. Dari konduktivitas tersebut bisa dibandingkan muatan senyawa kompleks tunggal dan ganda dengan larutan standart (Rahadjeng, 1997).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penentuan Stoikiometri Senyawa Kompleks Inti Tunggal Nikel(II)- bipy Sebelum melakukan sintesis senyawa kompleks inti tunggal nikel(ii)- bipiridin, maka terlebih dahulu melakukan penentuan stoikiometri antara nikel(ii) dengan ligan 2,2 -bipiridin. Penentuan stoikiometri nikel(ii) : bipy menggunakan metode perbandingan mol. Hasil penentuan stoikiometri nikel(ii) : bipy menggunakan perbandingan mol tertera pada Gambar 4.1. Penentuan stoikiometri merupakan langkah dasar sintesis sebab dari penentuan stoikiometri ini didapatkan perbandingan mol antara nikel(ii) dengan ligan 2,2 -bipiridin untuk mensintesis senyawa kompleks inti tunggal nikel(ii)-bipiridin. Pada penentuan stoikiometri ini juga dapat diketahui jumlah ligan 2,2 -bipiridin yang terikat pada atom pusat nikel(ii). Stoikiometri senyawa koordinasi nikel(ii)-bipiridin dengan metode perbandingan mol ditentukan dari perpotongan dua garis lurus yang terletak pada perbandingan mol bipy : Ni(II) = 3,18. Dengan demikian perbandingan mol nikel(ii) : bipy = 1 : 3,18 atau 1 : 3. Hasil penentuan stoikiometri tersebut menunjukkan bahwa tiga mol ligan bipiridin dapat berikatan dengan satu mol nikel(ii) untuk membentuk ion kompleks [Ni(bipy) 3 ] 2+.

0,035 Absorbansi (λ = 521 nm) 0,03 0,025 0,02 0,015 0,01 0,005 0 0 1 2 3 4 5 6 perbandingan mol bipy : Ni(II) Gambar 4.1 Penentuan stoikiometri bipy : Ni(II) pada 521 nm dengan metode perbandingan mol 4.2 Sintesis Senyawa Kompleks Inti Tunggal Nikel(II)-bipy Setelah penentuan stoikiometri pada senyawa kompleks inti tunggal didapatkan maka sintesis dapat dilakukan dengan perbandingan mol nikel(ii) : bipy = 1 : 3. Kristal yang terbentuk pada sintesis senyawa kompleks inti tunggal berwarna merah muda. Jika kristal dilihat secara fisik berbentuk persegi yang tercantum pada Gambar 4.2a. Sedangkan pada Gambar 4.2b adalah gambar kristal dengan perbesaran 600 kali menggunakan mikroskop ultra yang berbentuk oktahedral.

a b Gambar 4.2 Kristal hasil sintesis senyawa kompleks inti tunggal. Kristal dilihat secara fisik(a). Kristal dengan perbesaran 600x (b). Ion [Ni(bipy) 3 ] 2+ memiliki bilangan koordinasi enam karena ligan bipiridin merupakan ligan bidentat dan memiliki struktur ruang oktahedral. Perkiraan struktur senyawa kompleks inti tunggal terlihat pada Gambar 4.3, yaitu satu mol nikel(ii) mengikat tiga mol 2,2 -bipiridin. N N Ni 2+ + 3 N N N N Ni N N Gambar 4.3 Prediksi struktur senyawa kompleks inti tunggal 4.3 Penentuan Stoikiometri Senyawa Kompleks Inti Ganda Nikel(II)- bipy-oksalat Penentuan stoikiometri nikel(ii) : bipy : oksalat menggunakan metode perbandingan mol. Perbandingan mol stoikiometri nikel(ii) : bipy : oksalat adalah

2 : 4 : 1. Pada stoikiometri ini perpotongan kedua garis lurus pada kurva yang terdapat pada Gambar 4.4 adalah perbandingan mol oksalat : Ni(II) = 1. Dengan demikian perbandingan mol nikel(ii) : oksalat = 1 : 1 atau 1 : 1. Hasil penentuan stoikiometri tersebut menunjukkan bahwa dua mol nikel(ii) dapat berikatan dengan satu mol oksalat. Hasil penentuan stoikiometri oksalat : nikel(ii) dapat terlihat grafiknya pada Gambar 4.4. absorbansi (λ = 523 nm) 0,0045 0,004 0,0035 0,003 0,0025 0,002 0,0015 0,001 0,0005 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 perbandingan mol oksalat : Ni(II) Gambar 4.4 Penentuan stoikiometri oksalat : Ni(II) pada 523 nm dengan metode perbandingan mol 4.4 Sintesis Senyawa Kompleks Inti Ganda Nikel(II)-bipy-oksalat Setelah penentuan stoikiometri pada senyawa kompleks inti ganda didapatkan maka sintesis dapat dilakukan dengan perbandingan mol nikel(ii) : bipy : oksalat = 2 : 4 : 1. Senyawa kompleks inti ganda ini merupakan kristal serbuk berwarna merah muda, lebih pudar dari pada kristal sintesis senyawa kompleks inti tunggal yang tercantum pada Gambar 4.5a. Secara fisik, ukuran kristal sintesis senyawa kompleks inti ganda lebih kecil daripada kristal sintesis

senyawa kompleks inti tunggal. Sedangkan pada Gambar 4.5b adalah gambar kristal dengan perbesaran 600 kali menggunakan mikroskop ultra berbentuk oktahedral yang bergandengan. a b Gambar 4.5 Kristal senyawa kompleks inti ganda. Kristal dilihat secara fisik (a). Kristal dengan perbesaran 600x (b). Pada penentuan stoikiometri senyawa kompleks inti ganda, satu ligan oksalat mampu mensubstitusi satu ligan bipiridin. Ligan oksalat ini terikat pada nikel(ii) melalui satu sisi koordinasi, sedangkan sisi koordinasi yang lain masih bebas. Adanya sisi koordinasi yang masih bebas ini dapat digunakan untuk mengikat ion logam lain sehingga dapat terbentuk senyawa kompleks inti ganda. Sisi koordinasi pada ligan oksalat yang memungkinkan untuk berikatan dengan ion logam adalah atom donor pasangan elektron O. Diharapkan dalam penelitian ini terbentuk senyawa kompleks inti ganda, dengan kedudukan ligan gugus jembatan terikat pada dua atom logam melalui atom donor pasangan elektron O. Maka dengan demikian dapat diprediksi struktur senyawa kompleks inti ganda yang diharapkan yang tertera pada Gambar 4.6. Pada Gambar 4.6, terlihat jelas

bahwa ligan jembatan oksalat mengikat dua atom logam pada atom donor pasangan elektron O. N N N Ni N OH O O C O C O N N Ni HO N N Gambar 4.6 Prediksi struktur senyawa kompleks inti ganda 4.5 Karakterisasi dari Hasil Sintesis Senyawa Kompleks. 4.5.1 Analisis Spektra Senyawa Kompleks dengan Spektrofotometer UV- VIS Spektra senyawa kompleks hasil sintesis diukur panjang gelombang maksimum masing-masing di daerah sinar tampak. Pada senyawa kompleks inti tunggal memiliki panjang gelombang maksimum 520,5 nm dan absorbansinya adalah 0,662 sedangkan pada senyawa kompleks inti ganda memiliki panjang gelombang maksimum 523 nm dan absorbansinya adalah 0,500. Spektrum senyawa kompleks inti tunggal terlihat pada Gambar 4.7.

Absorbansi Panjang Gelombang Gambar 4.7 Spektrum sintesis senyawa kompleks inti tunggal Spektrum senyawa kompleks inti tunggal pada Gambar 4.7 berasal dari transisi d-d. Pada transisi d-d, elektron tereksitasi dari orbital d ke orbital d yang lain. Warna larutan ion logam transisi nikel(ii) disebabkan adanya transisi d-d yang menyerap sinar di daerah tampak. Ion kompleks [Ni(bipy) 3 ] 2+ dengan ion nikel(ii) sebagai ion pusat, memiliki konfigurasi d 8 low spin dan pada keadaan dasar memiliki simbol elektronik 3 F. Ion nikel(ii) yang berada dalam pengaruh medan oktahedral maka keadaan dasar konfigurasi elektroniknya adalah 3 A 2g dan keadaan tereksitasinya ada tiga macam, yaitu 3 A 2g 3 T 2g, 3 A 2g 3 T 1g, 3 A 2g 3 T 1g (P) (Brisdon, 2005). Transisi elektronik untuk ion nikel(ii) dalam medan oktahedral tertera Gambar 4.8.

3 P 3 3 T 1g T 1g 3 F 3 T 2g 3 A 2g Gambar 4.8 Transisi elektronik ion nikel(ii) Diagram pemecahan tingkat energi pada Gambar 4.8 menunjukkan adanya tiga transisi elektron, yang berarti diprediksi ada tiga puncak spektrum yang dapat diamati pada daerah tampak (Missler, 2003). Pada senyawa kompleks inti tunggal terdapat satu spektrum yang teramati pada daerah tampak dan puncak yang terukur yaitu pada 520,5 nm dengan absorbansi 0,662. Spektrum senyawa kompleks inti tunggal dan inti ganda mengalami pergeseran ke arah panjang gelombang yang lebih kecil, yaitu 520,5 nm untuk senyawa kompleks inti tunggal pada Gambar 4.7 dan 523 nm untuk senyawa kompleks inti ganda pada Gambar 4.9

Absorbansi Panjang Gelombang Gambar 4.9 Spektrum senyawa kompleks inti ganda Pada senyawa kompleks inti ganda, satu ligan bipiridin disubstitusi oleh satu ligan oksalat. Proses substitusi ini menyebabkan senyawa kompleks inti tunggal yang semula simetris menjadi kurang simetris dan membentuk senyawa kompleks oktahedral semu atau disebut juga pseudooctahedral (Huheey, 1993). Hal ini yang menyebabkan spektrum yang terbentuk memiliki puncak yang tidak simetris dan nilai panjang gelombang maksimum menjadi lebih rendah. Begitu juga dengan senyawa kompleks inti ganda yang tertera pada Gambar 4.9 transisi yang terjadi tidak hanya dipengaruhi oleh transisi d-d, namun besar kemungkinan dipengaruhi oleh transisi elektron dalam ligan yang menyebabkan nilai panjang gelombang maksimumnya lebih rendah dibanding senyawa kompleks inti tunggal (Missler, 2003).

4.5.2 Analisis Spektra senyawa Kompleks dengan Spektrofotometer Inframerah (IR) Hasil analisis spektra inframerah dari garam nikel, senyawa kompleks inti tunggal, dan senyawa kompleks inti ganda masing-masing tertera pada Lampiran 10,11 dan 12. Spektrum spesifik yang menunjukkan adanya ikatan koordinasi antara ion logam transisi dengan ligan 2,2-bipiridin terukur pada daerah dengan frekuensi rendah dibawah 500 cm -1 (Nakamoto, 2009). Diduga spektrum tersebut merupakan ikatan koordinasi Ni-N dari ligan bipiridin. Untuk senyawa kompleks tunggal, vibrasi Ni-N dari ligan bipiridin muncul pada daerah bilangan gelombang 354,90 cm -1. Untuk senyawa kompleks inti ganda, vibrasi Ni-N dari ligan bipiridin juga muncul pada daerah bilangan gelombang 354,90 cm -1. Vibrasi ulur C=C aromatis dan C=N aromatis pada kedua senyawa kompleks hasil sintesis muncul pada rentang bilangan gelombang 1597,06-1566,20 cm -1. Secara teoritis vibrasi C=C aromatis dan C=N aromatis muncul pada rentang bilangan gelombang 1650-1550 cm -1 (Lambert, 1998). Vibrasi ulur C-O dari ligan oksalat yang terkoordinasi dengan ligan nikel yang muncul di daerah bilangan gelombang yang lebih rendah, yaitu sekitar 1118,71 cm -1 untuk senyawa kompleks inti tunggal dan untuk senyawa kompleks inti ganda. Hal ini disebabkan karena vibrasi ligan oksalat yang sudah terikat dengan nikel akan menjadi lebih lemah jika dibandingkan vibrasi ligan oksalat bebas, sehingga serapan terjadi pada frekuensi yang lebih rendah. Secara teoritis, vibrasi ulur C-O ligan oksalat yang terkoordinasi dengan logam nikel muncul di daerah bilangan gelombang 1100 cm -1 (Silverstein, dkk., 1991). Vibrasi ulur Ni-O pada senyawa kompleks inti ganda muncul didaerah bilangan gelombang 385,76 cm -1. Secara

teoritis vibrasi ulur Ni-O muncul pada daerah bilangan gelombang 389 cm -1 (Nakamoto, 2009). Vibrasi ulur O-H dari senyawa H 2 O yang terhidrat muncul pada senyawa kompleks inti tunggal dan inti ganda. Vibrasi tersebut terlihat jelas dengan ditandai adanya spektra yang lebar dan intensitas sangat kecil di daerah bilangan gelombang sekitar 3410,15 cm -1 pada senyawa kompleks inti tunggal dan ganda. Secara teoritis vibrasi ulur O-H terletak pada daerah bilangan gelombang 2500-3500 cm -1 (Wade, 2006). Perbandingan spektra sintesis senyawa kompleks inti tunggal dengan inti ganda terlihat pada Gambar 4.10. Ni-O Ni-N Gambar 4.10 Perbandingan spektra sintesis senyawa kompleks inti tunggal dengan inti ganda

4.5.3 Analisis Sifat Kemagnetan dengan Menggunakan Magnetic Susceptibility Balance Analisis sifat kemagnetan pada garam nikel, sintesis senyawa kompleks inti tunggal dan sintesis senyawa kompleks inti ganda terdapat pada Lampiran 16, adapun hasilnya terangkum pada Tabel 4.1 Tabel 4.1 Hasil momen magnet pada ketiga senyawa Nama Senyawa Momen magnet (BM) NiSO 4.7H 2 O secara teoritis 2,83 3,93 [Ni(bipy) 3 ] 2+ 2,97 [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ 3,75 Berdasarkan data pada Tabel 4.1 terlihat bahwa kedua senyawa tersebut memiliki harga momen magnet yang tidak jauh berbeda dan secara teoritis mendekati harga momen magnet 2,83 3,93 BM (Saha, dkk., 2003). Senyawa kompleks inti tunggal mempunyai harga momen magnet yang kecil yaitu 2,97 BM. Pada senyawa kompleks inti tunggal memiliki dua elektron bebas tidak berpasangan. Hal ini menjelaskan bahwa ligan bipiridin tidak mampu mendesak logam nikel(ii) sehingga senyawa kompleks inti tunggal bersifat paramagnetik dan pembentukan senyawa kompleksnya adalah outer orbital complex. Hal ini juga disebabkan karena adanya faktor sterik atau halang rintang yang cukup besar yang dapat mempengaruhi kestabilan senyawa kompleks yang terbentuk. 28Ni = [Ar] 3d 8 4s 2

Ni pada keadaan dasar 3d 4s 4p Ni 2+ keadaan dasar 3d 4s 4p [Ni(bipy) 3 ] 2+ 3d 4s 4p 4d 2 elektron bebas tidak berpasangan = 2 BM Gambar 4.11 Proses pembentukan [Ni(bipy) 3 ] 2+ Sintesis senyawa kompleks inti ganda memiliki harga momen magnet yang lebih besar daripada sintesis senyawa kompleks inti tunggal karena interaksi dari dua logam Ni(II) yang masing-masing dikelilingi oleh dua ligan bipiridin dan dijembatani oleh ligan oksalat memberikan efek khelat lebih besar (Martak, 2009). 28Ni = [Ar] 3d 8 4s 2 Ni pada keadaan dasar 3d 4s 4s 4p

Ni 2+ keadaan dasar (Ni(II)-bipy) 1 -ox 3d 4s 4p xx xx 3d 4s 4p 4d 2 buah bipiridin OH oksalat (Ni(II)-bipy) 2 -ox xx xx 3d 4s 4p 4d 2 buah bipiridin OH oksalat Gambar 4.12 Proses pembentukan senyawa kompleks inti ganda 4.5.4 Analisis Muatan Ion Kompleks dengan Menggunakan Konduktometri Pada analisis muatan ion kompleks, yang diukur terlebih dahulu adalah larutan standart. Larutan standart yang dipakai adalah KCl yang mewakili muatan +1, MgCl 2 yang mewakili muatan +2, dan FeCl 3 yang mewakili muatan +3. Hasil pengukuran larutan standar yaitu pada KCl 296 µs, MgCl 2 388 µs dan FeCl 3 912 µs. Kemudian mengukur larutan hasil sintesis senyawa kompleks inti tunggal dan inti ganda. Pada larutan sintesis senyawa kompleks inti tunggal hasilnya adalah 318 µs yang berarti senyawa kompleks ini bermuatan +1, karena termasuk dalam rentang larutan standar KCl. Sedangkan pada larutan sintesis senyawa kompleks

inti ganda hasilnya adalah 837 µs yang berarti senyawa kompleks ini bermuatan +3 karena termasuk dalam rentang larutan standar FeCl 3. Tabel 4.2 Daya hantar pada setiap larutan Rumus Senyawa Hantaran (µs) Prediksi Tipe Elektrolit KCl dalam akuabides 296 1 : 1 MgCl 2 dalam akuabides 388 2 : 1 FeCl 3 dalam akuabides 912 3 : 1 Nikel(II)-bipy 358 2 : 1 Nikel(II)-bipy-oksalat 837 3 : 1 Dengan membandingkan daya hantar larutan sampel dengan larutan standart, terlihat bahwa sampel larutan antara senyawa kompleks inti tunggal dan inti ganda memiliki daya hantar hasil sintesis yang berbeda. Senyawa kompleks nikel(ii)-bipiridin dengan perbandingan muatan kation : anion = 2 : 1. Sehingga rumus senyawa kompleks inti tunggal yaitu [Ni(bipy) 3 ] 2+. Daya hantar larutan sampel kompleks [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] y diperkirakan perbandingan muatan kation : anion = 3 : 1. Hal ini dikarenakan hasil konduktansi senyawa kompleks inti ganda lebih besar dari hasil konduktansi senyawa kompleks inti tunggal (masuk dalam rentang muatan FeCl 3 ). Dengan demikian dapat diperkirakan rumus senyawa kompleks inti ganda yaitu [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ 4.5.5 Analisis Komprehensif Terhadap Senyawa Kompleks Inti Tunggal dan Inti Ganda Pada pembahasan sebelumnya dapat dilihat bahwa karakteristik kemagnetan senyawa kompleks inti ganda meningkat cukup signifikan yaitu 3,75 BM untuk senyawa kompleks inti ganda dan 2,97 BM untuk senyawa kompleks

inti tunggal. Hal ini membuktikan bahwa senyawa kompleks inti ganda nikel(ii) memiliki sifat kemagnetan yang baik dan sesuai untuk dijadikan material magnetik. Salah satu contoh penggunaan senyawa kompleks dalam bidang material magnetik adalah epitaxial film dari bentuk memori magnetik bahan Ni 2 MnGa. Epitaxial atau epitaksi adalah pengendapan overlayer kristal pada substrat kristal. Dalam penelitian tersebut, material magnetik pada senyawa kompleks nikel digunakan sebagai sensors free standing thin films atau sensor bebas film tipis (Jacob dan Elmers, 2006).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN berikut. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai 1. Sintesis senyawa kompleks inti ganda nikel(ii)-2,2 bipiridin dengan ligan jembatan oksalat dilakukan dengan mensintesis senyawa kompleks inti tunggal terlebih dahulu. Sintesis senyawa kompleks inti tunggal diperoleh berdasarkan perbandingan mol nikel(ii) : bipy = 1 : 3. Sedangkan senyawa kompleks inti ganda disintesis berdasarkan perbandingan mol nikel(ii) : bipy : oksalat = 2 : 4 : 1. 2. Karakterisasi senyawa kompleks inti ganda meliputi analisis spekroskopi UV-Vis, spektroskopi inframerah, analisis momen magnet, dan konduktometri. Hasil analisis spektroskopi UV-VIS diperoleh nilai panjang gelombang maksimumnya sebesar 523 nm. Spektrum IR senyawa kompleks inti ganda menunjukkan bahwa ikatan Ni-N terdapat pada daerah bilangan gelombang 354,90 cm -1, sedangkan ikatan Ni-O terletak pada bilangan gelombang 385,76 cm -1. Analisis dengan Magnetic Susceptibility Balance diperoleh harga momen magnet sebesar 3,75 BM. Berdasarkan karakteristik senyawa kompleks yang diperoleh maka

senyawa kompleks inti ganda diduga memiliki rumus [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+. 5.2 SARAN 1. Penelitian sintesis senyawa kompleks inti ganda masih banyak yang perlu dikembangkan dan diteliti terutama pada logam-logam transisi dengan menggunakan dua atom yang berbeda ataupun dengan ligan yang berbedabeda pula. 2. Untuk dapat mengetahui terbentuknya struktur dari senyawa kompleks inti ganda maka perlu dilakukan analisis ESR (Electron Spin Resonance) karena aplikasinya berhubungan dengan material magnetik dan dilakukan analisis difraksi kristal tunggal yang dilanjutkan dengan XRD kristalografi.

DAFTAR PUSTAKA Balzani V., Juris A., Venturi M., 1996, Luminescent and Redox-Active Polynuclear Transition Metal Complexes, Chem Rev., 96, 759-833 Brisdon, K.A., 2005, Inorganic Spectroscopic Methods, Oxford University Press Inc., New York Budavari, S., 2001, The Merk Index : An Encyclopedia of Chemicals, Drugs, and Biologicals, 13 th Edition, Merck Research Laboratories Inc, New York Chakraborty, S., Munshi, P., Lahiri, K.G., 1997, Dinuclear Ruthenium(II) Bipyridine Complexes having Non-Symmetric, -Diimine Based Neutral Bridging Ligands. Synthesis, Spectroscopic and Electrochemical Properties, Thesis, Departemen of Chemistry, Indian of Institute Technology, Bombay, Mumbai-400076, India Effendy, 2007, Perspektif Baru Kimia Koordinasi, Jilid 1, Bayumedia Publishing, Malang Fessenden and Fessenden, 1992, Kimia Organik, Jilid 1, Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta Gomez, P.C., Gil A., Korili S.A., Landazabal, P.J.I., Recarte V., Trujillano R., Vincente M.A., 2007, Effect of the Metal Support Interactions on the Physicochemical and Magnetic Properties of Ni Catalysts, Journal of Magnetism and Magnetic Materials, Volume 316 Huheey, J.E., Keiter, E.A., Keiter R.L., 1993, Inorganic Chemistry, Principles of Structure and Reactivity, 4 th Edition, Harpercollins College Publisher, New York House, J.E., 2008, Inorganic Chemistry, Elsevier Inc, London Housecroft, C.E., dan Sharpe, A.G., 2005, Inorganic Chemistry, 2 nd Pearson Prentice Hall, England Edition, Jacob G. dan Elmers H.J., 2006, Epitaxial Films of the Magnetic Shape Memory Material Ni 2 MnGa, Journal of Magnetism and Magnetic Materials, Volume 310

Jia, H.P., Li W., Ju, F.Z., Jie, Z., 2007, Synthesis, Crystal Structure and Magnetic Properties of an Oxalate-Bridged Diiron(III) Complex {[Fe III (salapn)] 2 (C 2 O 4 )}, Journal of Molecular Structure, 833 (2007) 49-52 Juric, M., Planinic, P., Zilic, D., Rakvin, B., Prugovecki, B., Calogovic, D.M., 2008, A New Heterometallic (Ni 2+ and Cr 3+ ) Complex- Crystal Structure and Spectroscopic Characterization, Journal of Molecular Structure, Volume 924-926,73-80 King, R.B., 2005, Encyclopedia of Inorganic Chemistry, 2 nd Wiley and Sons Inc, Canada Edition, A John Lambert J.B., Herbert F.S., David A.L., Cooks R.G., 1998, Organic Structural Spectroscopy, Prentice Hall, United States of America Magway, 2005, Magnetic Suspectibility Balance : Instructional Manual, Sherwood Scientific LTD., England Maulana, I., Mulyasih, Y., Hastiawan, I., 2008, Pembentukan Senyawa Kompleks dari Logam Gadolinium dengan Ligan Asam Dietilentriaminpentaasetat (DTPA), Prosiding, Laboratorium Anorganik, jurusan Kimia FMIPA Universitas Padjadjaran Martak F. dan Elmila I., 2011, Peningkatan Sifat Magnetik Kompleks Polimer Oksalat [N(C 4 H 9 ) 4 ][MnCr(C2O 4 ) 3 ] dengan Menggunakan Kation Organik Tetrabutil Amonium, Prosiding, Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Ilmu Pengetahuan Alam ITS, Surabaya Martak, F., Onggo, D., Ismunandar., Nugroho, A.A., Mufti, N., Yamin, B.M., 2009, Synthesis and Characterization of a Bimetallic Oxalate-Based Magnet [(C4H9)4P][M(II)Cr(ox)3] M(II) = Mn, Fe, Co, Ni, Cu, Inorganic and Physical Chemistry Group, volume (1) : 1-7 Martak, F., 2009, Studi Struktur Kompleks Ligan Karboksilat, Desertasi, Institut Teknologi Bandung, Bandung Miessler, G.L., Tarr, D.A., 2003, Inorganic Chemistry, 3 rd Edition, Prentice-Hall International Inc, New Jersey Nakamoto, K., 2009, Infrared and Raman Spectra of Inorganic and Coordination Compounds, Part B : Application in Coordination, Organometallic and Bioinorganic Chemistry, 6 th Edition, A John Wiley and Sons Inc, Canada Patnaik, P., 2004, Dean s Analytical Chemistry Handbook, 2 nd McGraw-Hill Companies Inc, United States of America Edition, The

Rahadjeng, S., 1997, Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Koordinasi Inti Ganda Krom(III)-Polipiridil dengan Ligan Gugus Jembatan 4,4 - Bipiridin dan Pirazin, Tesis, Program Pascasarjana UI, Depok Reinoso, S., Victoria, P., Zorrilla, J.M.G., Lezama, L., Felices, L.S., and Beitia, J.I., 2005, Inorganic-Metalorganic Hybrids Based on Copper(II)- Monosubstituted Keggin Polyanions and Dinuclear Copper(II)- Oxalate Complexes. Synthesis, X-ray Structural Characterization, and Magnetic Properties, Inorganic Chemistry, pp 9731-9742, 44 (26) Robinson, W.J., Frame, E.M.S., Frame II, G.M., 2005, Undergraduate Instrumental Analysis, 6 th Edition, Marcel Dekker, New York Saha, C.N., Butcher, R.J., Chaudhuri, S., Saha, N., 2003, Synthesis and Spectroscopic Characterisation of Cobalt(III) and Nickel(II) Complexes with 5-methyl-3-formylpyrazole-N(4)- dibutylthiosemicarbazone (HMP z NBu 2 ): X-ray Crystallography of [Co(MP z NBu 2 ) 2 ]NO 3./H 2 O (I) and [Ni(HMP z NBu 2 ) 2 ](ClO 4 ) 2 (II), Polyhedron, 22 (2003) 383-390 Setiawan, N.C.E., 2008, Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Kompleks dari Ion Logam Cu 2+ dengan Ligan Isokuinolin dan Ion Kompleks [Co(SCN) 6 ] 4-,, FMIPA, Universitas Negeri Malang Silverstein, R.M., Bassler, G.C., Morril, T.C., 1991, Spectrometric Identification of Organic Compounds, 5 th Edition, John Wiley & Sons, Canada Simamora, 1997, Studi Pengompleksan Co(II) dan Mn(II) dengan Ligan 1,10- Fenantrolin, 4,7-Dimetil Fenantrolin dan Sianida, Sintesis dan Karakterisasi, Thesis, Jakarta, Universitas Indonesia Sukardjo, 1992, Kimia Koordinasi, Cetakan Kedua, PT. Rineka Cipta, IKAPI, Jakarta Svehla, G., 1996, Vogel : Buku Teks Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro, Edisi Kelima, Cetakan Kedua, Terjemahan oleh L. Setiono dan A. Hadyana P., PT. Kalman Media Pusaka, Jakarta Svehla, G., 1996, Vogel s Qualitative Inorganic Analysis,7 th Edition, Longman, England Underwood, A.L., dan Day, R.A., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi Keenam, Erlangga, Jakarta

Wade, L.G, Jr., 2006, Organic Chemistry, 6 th Edition, Pearson Prentice Hall, United States of America

Lampiran 1 Spektrum larutan Ni(II) konsentrasi 5.10-2 M di daerah uv-vis Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 2 Spektrum larutan Ni( (II) konsentrasi 10-2 M di daerah uv-vis Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 3 Spektrum larutan 2,2 -bipiridin konsentrasi 10-2 M di daerah uv-vis Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 4 Spektrum larutan 2,2 -bipiridin konsentrasi 10-4 M di daerah uv-vis Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 5 Spektrum larutan oksalat konsentrasi 10-2 M di daerah uv-vis Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 6 Spektrum stokiometrii senyawa kompleks inti tunggal [Ni(bipy) 3 ] 2+ Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 7 Spektrum larutan sintesis senyawa kompleks inti tunggal [Ni(bipy) 3 ] 2+ Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 8 Spektrum stokiometri senyawa kompleks inti ganda [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 9 Spektrum larutan sintesis senyawa kompleks inti ganda [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+ Absorbansi Panjang Gelombang

Lampiran 10 Spektrum Inframerah (IR) NiSO 4.7H 2 O

Lampiran 11 Spektrum Inframerah (IR) [Ni(bipy) 3 ] 2+

Lampiran 12 Spektrum Inframerah (IR) [(OH)(bipy) 2 Ni(ox)Ni(bipy) 2 (OH)] 3+

Lampiran 13 Spektrum Inframerah (IR) 2,2 -bipiridin