LEGITIMASI DEMOKRATIK WAKIL RAKYAT: PARTAI, DPR DAN DPD

dokumen-dokumen yang mirip
AMANDEMEN UUD 45 UNTUK PENGUATAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) SEBUAH EVALUASI PUBLIK. LEMBAGA SURVEI INDONESIA (LSI)

DUKUNGAN TERHADAP CALON INDEPENDEN

PELUANG DAN HARAPAN DPD RI: SEBUAH EVALUASI PUBLIK

SPLIT VOTING DALAM PEMILIHAN PRESIDEN 2009

Kekuatan Elektoral Partai-Partai Islam Menjelang Pemilu 2009

KONTROVERSI PUBLIK TENTANG LGBT DI INDONESIA

DEBAT CAPRES-CAWAPRES DAN KECENDERUNGAN SIKAP PEMILIH

KEPERCAYAAN PUBLIK PADA PEMBERANTASAN KORUPSI

Konsolidasi Demokrasi. Lembaga Survei Indonesia (LSI)

LEMBAGA PEMBERANTASAN SURVEI OPINI PUBLIK NASIONAL

EFEK PENCAPRESAN JOKO WIDODO PADA ELEKTABILITAS PARTAI POLITIK

TREND ORIENTASI NILAI-NILAI POLITIK ISLAMIS VS NILAI-NILAI POLITIK SEKULER DAN KEKUATAN ISLAM POLITIK

Perubahan Politik 2014: Trend Sentimen Pemilih pada Partai Politik

PREDIKSI PEROLEHAN SUARA PEMILIH PADA PILKADA DKI JAKARTA 2007

KESENJANGAN PENDAPATAN: Harapan Publik terhadap Pemerintahan Jokowi-JK SURVEI NASIONAL

KOMUNALISME DAN POPULISME MASYARAKAT INDONESIA

KRITERIA IDEAL MENTERI DAN EVALUASI ATAS KINERJA PEMERINTAHAN SBY MENJELANG TERBENTUKNYA KABINET BARU

PEMILIH MENGAMBANG DAN PROSPEK PERUBAHAN KEKUATAN PARTAI POLITIK

LAPORAN QUICK COUNT PEMILU LEGISLATIF

RASIONALITAS PEMILIH: KONTESTASI PARTAI MENJELANG PEMILU 2009

Lampu Kuning Negara Hukum Indonesia

ISU KEBANGKITAN PKI SEBUAH PENILAIAN PUBLIK NASIONAL. Temuan Survei September 2017

PROSPEK KABINET DAN KOALISI PARPOL

KUALITAS PERSONAL DAN ELEKTABILITAS CALON PRESIDEN DI MATA PEMILIH

RASIONALITAS PILKADA DAN CALON INDEPENDEN UNTUK PILKADA DKI JAKARTA

SURVEI NASIONAL PEMILIH MUDA: EVALUASI PEMERINTAHAN, CITRA DAN PILIHAN PARPOL DI KALANGAN PEMILIH MUDA JELANG PEMILU 2014

HASIL EXIT POLL PEMILU LEGISLATIF Rabu, 9 April 2014

PRO-KONTRA PILKADA LANGSUNG. Temuan Survei: 25 Oktober 3 November 2014

ISU-ISU PALING MENDESAK DAN POSITIONING CITRA CAPRES-CAWAPRES

PROSPEK KEPEMIMPINAN NASIONAL EVALUASI PUBLIK TIGA TAHUN PRESIDEN

Kedaerahan dan Kebangsaan dalam Demokrasi Sebuah Perspektif Ekonomi-Politik. Lembaga Survei Indonesia (LSI) Jakarta, 20 Maret 2007

MEDIA MASSA DAN SENTIMEN TERHADAP PARTAI POLITIK MENJELANG PEMILU 2014

KAMPANYE DAN PERILAKU PEMILIH DALAM PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA. Temuan Survei Juli 2007

KEMUNGKINAN GOLPUT DALAM PEMILIHAN GUBERNUR DKI JAKARTA

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

EVALUASI 13 TAHUN REFORMASI DAN 18 BULAN PEMERINTAHAN SBY - BOEDIONO

KASUS BANK CENTURY DI MATA PUBLIK

SIKAP DAN PERILAKU PEMILIH TERHADAP POLITIK UANG

ISU-ISU PUBLIK DAN PILKADA GUBERNUR DKI JAKARTA 2007

Evaluasi Pemilih atas Kinerja Dua Tahun Partai Politik. Survei Nasional Maret 2006 Lembaga Survei Indonesia (LSI)

EFEK POPULARITAS CALON LEGISLATIF TERHADAP ELEKTABILITAS PARTAI JELANG PEMILU 2014

EFEK CALON TERHADAP PEROLEHAN SUARA PARTAI MENJELANG PEMILU 2009

KECENDERUNGAN SWING VOTER MENJELANG PEMILU LEGISLATIF 2009

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia

TERORISME, PESANTREN, DAN TOLERANSI AGAMA: PERSPEKTIF KAUM MUSLIM INDONESIA

REFLEKSI 17 TAHUN REFORMASI EVALUASI PUBLIK KINERJA INSTITUSI DEMOKRASI

POPULARITAS DAN PELUANG TOKOH LOKAL

Konstitusionalitas dan Problematika Alokasi Kursi DPR RI Pemilu Indonesia

ProfilAnggotaDPRdan DPDRI Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP UniversitasIndonesia 26 September 2014

Tiga Tahun Partai Politik : Masalah Representasi Aspirasi Pemilih

LAPORAN MINGGUAN DIREKTORAT PERLINDUNGAN TANAMAN PANGAN PERIODE 18 MEI 2018

BRR Gagal, Aceh Hilang dari Peta NKRI Evaluasi Publik Aceh dan Nias Setahun Pasca Tsunami

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

AKSES PELAYANAN KESEHATAN. Website:

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

CEDERA. Website:

Menurunnya Kinerja Pemerintah dan Disilusi terhadap Partai Politik

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

SILENT REVOLUTION : KAMPANYE, KOMPETISI CALEG, DAN KEKUATAN PARTAI MENJELANG PEMILU Lembaga Survei Indonesia (LSI) Oktober 2008

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DKI JAKARTA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI ACEH

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI GORONTALO

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULTENG

KESEHATAN INDERA PENGLIHATAN PENDENGARAN. Website:

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI JAWA TIMUR

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI DIY

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BALI

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BENGKULU

PEMBIAYAAN KESEHATAN. Website:

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI BANTEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

KINERJA PEMERINTAHAN SBY-BOEDIONO SEBUAH EVALUASI PUBLIK

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI PAPUA BARAT

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

Refleksi dan Harapan Ekonomi-Politik Evaluasi Publik Nasional. Lembaga Survei Indonesia (LSI)

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Sindikasi Pemilu dan Demokrasi Jl. Proklamasi No. 65, Jakarta Pusat

PENGUATAN KEBIJAKAN SOSIAL DALAM RENCANA KERJA PEMERINTAH (RKP) 2011

INTERNET, APATISME, DAN ALIENASI POLITIK

INDONESIA Percentage below / above median

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

Profil Keaksaraan: Hasil Sensus Penduduk 2010

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 1 Perolehan suara PN, PA, dan PC menurut nasional pada pemilu 2004 dan 2009

ARAH BARU PERILAKU PEMILIH

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

KESEHATAN ANAK. Website:

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya. Transportasi ini dikenal dengan nama Transjogja. Perencanaan

BERITA RESMI STATISTIK

EVALUASI PUBLIK TERHADAP DPR DAN KETUA DPR PILIHAN MASYARAKAT

Transkripsi:

LEGITIMASI DEMOKRATIK WAKIL RAKYAT: PARTAI, DPR DAN DPD SEBUAH EVALUASI PUBLIK TEMUAN SURVEI 2007 DAN 2008 Wisma Tugu Wahid Hasyim Lt 1-2 Jl. Wahid Hasyim 100 Jakarta 10340, Telp. (021) 3156373, Fax (021) 3156473 Website: www.lsi.or.id, Email: info@lsi.or.id

IHTISAR Publik mendukung judicial review yang diajukan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) agar orang partai tidak boleh menjadi anggota DPD. Ini merupakan satu bentuk penolakan publik atas perluasan monopoli sumber rekrutmen politik oleh partai politik seperti dalam pencalonan DPR dan Presiden. Sumber penolakan ini terutama karena rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik sebagai akibat dari kinerjanya selama ini yang dianggap buruk. Publik umumnya tidak percaya bahwa partai politik mampu merepresntasikan, mengintermediasi, dan mengartikulasikan kepentingan pemilih mereka. Rendahnya tingkat kepercayaan pada partai ini harus menjadi dasar untuk menolak inklusivitas anggota DPD terhadap partai politik agar ketidakpercayaan publik pada partai tersebut tidak meluas ke lembaga demokrasi lainnya, yang kemudian dapat menimbulkan krisis demokrasi kita secara lebih luas. 2

LATAR BELAKANG Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) secara konstitusional punya wewenang sangat kuat, yakni sebagai pembuat undang-undang, pengesahan anggaran, dan pengawasan. Sebagai komponen utama di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), DPR bahkan de facto dapat merubah UUD dan dapat mengusulkan bagi pemberhentian presiden bila dinilai memenuhi syarat-syaratnya walapun presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR atau MPR. Sementara itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), meskipun sama-sama mendapat mandat dari rakyat lewat pemilihan umum demokratis, hampir dapat dikatakan tidak punya wewenang legislasi, budgeting, dan pengawasan tersebut untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan daerah di pemerintahan pusat. Peran DPD secara konstitusional hampir tidak ada karena tidak bisa ikut memutuskan sebuah undang-undang yang berkaitan dengan daerah. Perannya terbatas hanya untuk memberikan masukan kepada, bukan ikut memutuskan bersama, DPR. 3

LANJUT Dalam demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang kita anut sekarang, sumber kekuasaan atau sumber mandat untuk berkuasa adalah rakyat lewat pemilihan umum atau referendum. Mandat DPR dan DPD sama-sama berasal dari rakyat. Tapi keduanya punya perbedaan yang sangat fundamental secara konstitusional: DPR berkuasa, DPD tidak berkuasa. Ketimpangan itu sah secara konstitusional, tapi belum tentu sah secara demokratik atau menurut keinginan rakyat. Apakah betul rakyat mendukung ketentuan bahwa DPD tidak perlu punya wewenang untuk membuat keputusan tentang undang-undang yang berkaitan dengan daerah? Ketimpangan kekuasaan yang begitu besar antara DPD dan DPR juga perlu dikritisi dari sisi demokrasi prosedural: Apakah cara memilih DPD atau memilih DPR yang lebih memenuhi keinginan rakyat? Bila terbukti cara memilih DPD yang lebih dibenarkan oleh rakyat, maka dasar demokrasi prosedural eksistensi DPR lemah dibanding DPD, tapi ia berkusa dan DPD tidak. 4

LANJUT Di samping itu, dalam UU pemilihan umum yang baru, sumber rekrutmen DPD dikaburkan sedemikian sehingga semakin dekat dengan sumber rekrutmen bagi anggota DPR. Dalam UU yang baru calon anggota DPD dibolehkan berasal dari partai politik, dan dibolehkan dari warga yang tidak berdomisili di provinsi yang akan diwakilinya di DPD. Apakah perubahan ini mendapat legitimasi demokratik? Dalam demokrasi, pertanyaan-pertanyaan di atas pada dasarnya harus dijawab oleh rakyat sendiri, lewat referendum. Kalau bukan lewat referendum seperti pemilihan umum, survei opini publik nasional yang dilakukan secara ilmiah juga dapat menampilkan jawaban rakyat terhadap masalah-masalah tersebut. Apa yang akan dipaparkan di bawah adalah hasil dua survei opini publik, 2007 dan 2008, beraitan dengan masalah-masalah legitimasi demokratik prosedural DPR dan DPD tersebut. 5

METODOLOGI Populasi survei ini adalah seluruh warga negara Indonesia yang punya hak pilih dalam pemilihan umum, yakni mereka yang sudah berumur 17 tahun atau lebih, atau sudah menikah ketika survei dilakukan. Jumlah sampel survei masing-masing 1.200, dengan toleransi kesalahan (margin of error) sebesar +/- 3% pada tingkat kepercayaan 95 persen. Penarikan sample dilakukan dengan Metode Multistage Random Sampling. Responden terpilih diwawancarai lewat tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Satu pewawancara bertugas untuk satu desa/kelurahan yang terdiri hanya dari 10 responden Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara random sebesar 20% dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check). Dalam quality control tidak ditemukan kesalahan berarti. Wawancara tatap muka 2007 dilakukan bulan Juni, dan 2008 bulan April. 6

Methodologi Survei Populasi desa/kelurahan tingkat Nasional Prop.1 Ds 1 Ds n RT1 RT2 RT3. Prop.k Ds 1 Ds m RT5 Desa/kelurahan di tingkat Propinsi dipilih secara random dengan jumlah proporsional Di setiap desa/kelurahan dipilih sebanyak 5 RT dengan cara random KK1 KK2 Di masing-masing RT/Lingkungan dipilih secara random dua KK Laki-laki Perempuan Di KK terpilih dipilih secara random Satu orang yang punya hak pilih laki-laki/perempuan 7

DEMOGRAFI KATEGORI SAMPEL BPS KATEGORI SAMPEL BPS JENIS KELAMIN KELOMPOK PENDIDIKAN LAKI-LAKI 54.8 50.0 <= SD 58.6 60.0 PEREMPUAN 45.2 50.0 SLTP 18.1 19.0 DESA-KOTA SLTA 16.9 18.0 DESA 59.5 59.0 Universitas 6.4 4.0 KOTA 40.5 41.0 AGAMA KELOMPOK USIA Islam 89.6 87.0 <= 19 tahun 13.5 15.1 Kristen 7.3 10.0 20-29 tahun 25.1 27.1 Hindu 2.6 2.0 30-39 tahun 25.6 22.4 Lainnya 3.2 1 40-49 tahun 16.8 15.8 ETNIS >= 50 tahun 19.0 19.6 Jawa 39.3 41.6 PENDAPATAN Sunda 12.7 15.4 < 400 ribu 40.5 42.0 Melayu 5.8 3.4 400-999 ribu 37.8 38.0 Madura 3.4 3.4 >= 1juta 21.7 20.0 Bugis 2.9 2.5 Betawi 4.1 2.5 Minang 3.5 2.7 Lainnya 28.3 28.5 8

DEMOGRAFI KATEGORI SAMPEL BPS KATEGORI SAMPEL BPS PROPINSI PROPINSI NAD 2.3 1.9 BALI 2.3 1.5 SUMUT 4.6 5.3 NTB 2.3 2.0 SUMBAR 3.1 2.1 NTT 2.3 2.0 RIAU 2.3 2.2 KALBAR 2.3 1.9 JAMBI 0.8 1.3 KALTENG 1.5 0.9 SUMSEL 3.1 3.2 KALSEL 2.3 1.5 BENGKULU 0.8 0.8 KALTIM 1.5 1.4 LAMPUNG 3.1 3.4 SULUT 1.5 1.0 BABEL 0.8 0.5 SULTENG 0.8 1.1 KEPRI 0.8 0.6 SULSEL 3.1 3.5 DKI 3.9 3.5 SULTRA 0.8 0.9 JABAR 15.3 17.4 GORONTALO 0.8 0.4 JATENG 13.9 15.2 SULBAR 0.8 0.5 DIY 1.5 1.6 MALUKU 0.8 0.6 JATIM 14.6 16.7 MALUKU UTARA 0.8 0.4 BANTEN 3.9 4.1 PUPUA 0.8 0.9 IRJABAR 0.8 0.3 9

TEMUAN SURVEI

FAKTA DAN HARAPAN UNTUK PENGUATAN DPD

Tahu keterbatasan wewenang DPD berikut ini (%) 2007 2008 19 12.9 23.8 26.9 TIDAK IKUT MEMUTUSKAN undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan daerah Dapat melakukan pengawasan terhadap pemerintah TAPI TIDAK DAPAT menindaklanjuti hasil pengawasan tersebut Publik umumnya tidak aware dengan keterbatasan wewenang DPD sekarang. 12

Berharap agar DPD melakukan hal-hal berikut? (%) 2007 2008 87.1 81.8 88.9 79.7 Ikut memutuskan undang-undang yang berkaitan dengan kepentingan daerah Dapat menindaklanjuti hasil pengawasan terhadap pemerintah Harapan publik agar DPD punya wewenang yang lebih kuat sangat tinggi. 13

Apakah Ibu/Bapak mendukung pandangan bahwa DEWAN PERWAKILAN DAERAH (DPD) harus punya wewenang atau punya suara untuk memutuskan masalahmasalah yang berkaitan dengan kepentingan rakyat daerah bersama-sama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT (DPR) karena anggota DPD dipilih langsung untuk mewakili daerah? (%) 75.7 68.2 2007 2008 12.4 11.4 11.9 20.5 DPD harus punya wewenang yang sama dengan DPR karena anggota DPD dipilih langsung oleh rakyat untuk mewakili daerah DPD cukup hanya memberikan masukan dan saran Tidak tahu Tuntutan kesetaraan wewenang DPD dan DPR untuk masalah daerah sangat tinggi. 14

Apakah Ibu/Bapak setuju atau tidak setuju dengan pendapat bahwa kita perlu mengubah (mengamandemen) UUD yang berkaitan dengan wewenang DPD agar lebih mampu memperjuangkan kepentingan rakyat daerah yang diwakilinya? (%) 65.2 59.2 2007 2008 8.2 9.3 10.1 10.1 15.9 21 0.7 0.4 Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju Tidak tahu Sangat besar dukungan publik agar dilakukan amandemen UUD untuk memberdayakan peran DPD tidak seperti sekarang. 15

Temuan Sangat besar di masyarakat yang tidak tahu anggota DPD yang mereka pilih dalam pemilu 2004 yang lalu tidak punya wewenang untuk ikut memutuskan UU yang berkaitan dengan kepentingan daerah yang mereka wakili. Juga sangat besar dari pemilih DPD yang tidak tahu bahwa DPD tidak bisa menindaklanjuti hasil pengawasan kepada pemerintah. Sementara itu sangat besar dari rakyat yang menghendaki agar DPD punya wewenang tersebut, agar DPD sejajar dengan DPR dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Karena itu publik pada umumnya menghendaki atau mendukung gagasan untuk dilakukannya amandemen UUD dalam rangka peningkatan peran DPD untuk mewakili kepentingan daerah dalam legislasi. Karena itu pula DPD punya dasar legitimasi demokratik untuk menuntut peningkatan wewenang legislatif mereka. 16

Legitimasi prosedural dan ketidakpercayaan pada Partai

Menurut Ibu/Bapak, cara pemilihan mana yang lebih baik bagi pemilih sendiri? (%) 76.9 66.6 2007 2008 18 19.7 5.1 13.6 Cara memilih anggota DPD di mana rakyat secara langsung memilih satu diantara nama-nama calon anggota DPD Cara memilih anggota DPR di mana rakyat harus memilih salah satu nama partai politik yang ikut dalam pemilihan umum Tidak tahu Sangat besar dukungan publik pada cara memilih anggota DPD dibanding cara memilih anggota DPR. 18

Menurut Ibu/Bapak, mana yang lebih mudah dimintai pertanggung jawaban oleh pemilih dalam memperjuangkan kepentingan pemilih? (%) 74.8 63.3 2007 2008 17.4 19.7 7.8 13.6 ORANG yang dipilih seperti dalam pemilihan anggota DPD PARTAI POLITIK yang dipilih seperti dalam pemilihan anggota DPR Tidak tahu Prosedur memilih DPD lebih membuka akuntabilitas publik dari pada prosedur memilih anggota DPR. 19

Menurut Ibu/Bapak, apakah cara pemilihan seperti memilih anggota DPR dapat menghasilkan wakil rakyat yang lebih mewakili keinginan pemilih atau lebih mewakili keinginan partai politik? (%) 2007 2008 61.4 50.9 28.1 28.9 10.5 20.2 Lebih mewakili keinginan pemilih Lebih mewakili keinginan partai politik Tidak tahu Jauh lebih sedikit yang yakin bahwa cara memilih anggota DPR akan lebih mewakili kepentingan pemilih dibanding kepentingan partai. 20

Apakah Ibu/Bapak lebih setuju pada pendapat bahwa keinginan partai mewakili keinginan pemilih atau lebih setuju dengan pendapat bahwa keinginan partai belum tentu mewakili keinginan pemilih? (%) 72.9 61.3 2007 2008 18.6 20.2 8.5 18.5 Keinginan partai mewakili keinginan pemilih Keinginan partai belum tentu mewakili keinginan pemilih Tidak tahu Jauh lebih sedikit dari publik yang yakin bahwa partai mewakili keinginan pemilih. 21

Lembaga yang paling bisa menyuarakan keinginan rakyat (%) 50 40 30 31 24 23 20 10 0 11 11 Media massa Ormas Birokrasi Partai Lembaga lain Tidak tahu 1 Keyakinan pada kemampuan partai menyuarakan kepentingan rakyat jauh lebih sedikit dibanding keyakinan pada media massa dan ormas. 22

Yakin lembaga-lembaga berikut bekerja sesuai dengan perannya (%) 100 75 50 76.5 72 72 61 57 53 42 25 0 TV Koran Radio LSM Ormas Birokrasi Partai Dibanding keyakinan pada peran-peran lembaga lain di masyarakat, keyakinan pada partai paling rendah. 23

Penilaian terhadap partai politik (%) 60 50 51 52 Hanya mewakili pemilihnya 40 30 34 32 Hanya mewakili kelompok tertentu 20 10 15 16 0 Yakin Tidak yakin Tidak tahu Umumnya publik yakin bahwa partai hanya mewakili kepentingan pemilihnya atau hanya kelompoknya. 24

Temuan Ironisnya, wewenang DPD yang lemah, dan DPR yang kuat, bertumpu pada kontradiksi legitimasi prosedural: secara demokratik prosedural, yakni bagimana anggota DPD dan DPR dipilih, DPD punya basis legitimasi demokratik yang jauh lebih kuat dari pada DPR sebab cara memilih anggota DPD yang bersifat langsung lebih dibenarkan oleh rakyat dibanding cara memilih anggota DPR yang bisa hanya dengan memilih partai politik. Publik menilai bahwa cara memilih anggota DPD lebih baik dibanding cara memilih anggota DPR bagi kepentingan pemilih. Cara memilih anggota DPR dinilai akan lebih mewakili kepentingan partai dari pada kepentingan pemilih. Apakah lebih mewakil kepentingan partai belum tentu mewakili kepentingan pemilih? Bagi publik, anggota DPR yang lebih mewakili kepentingan partai belum tentu mewakili kepentingan pemilih partai itu. 25

LANJUT Sumber kontradiski itu, legitimasi kuat wewenang lemah (DPD) versus legitimasi lemah wewenang kuat (DPR) sebagian terletak pada rendahnya tingkat kepercayaan publik pada partai politik. Dari empat lembaga yang bisa menjadi intermediasi kepentingan rakyat dengan elite yang membuat kebijakan seperti DPR dan pemerintah, yakni partai, birokrasi, media massa, dan ormas, dan kalau publik disuruh memilih hanya satu mana yang paling baik untuk menyuarakan kepentingan mereka dari keempat lembaga itu, maka yang menyebut partai politik hanya 11%. Lebih banyak yang menyebut media massa dan ormas. Publik lebih percaya pada civil society dari pada political society (partai) dan pemerintah (birokrasi). 26

LANJUT Bahkan ketika lembaga-lembaga yang dipercaya bisa berperan untuk kepentingan intermediasi dan artikulasi publik ditelaah secara lebih spesifik, partai politik tetap berada pada urutan terrendah. Jauh kalah oleh media massa seperti TV, koran, dan radio, atau oleh ormas dan LSM. Bagi masyarakat, partai lebih mewakili pemilih atau golongan tertentu di masyarakat, dan karena itu ketika UU pemilu yang baru membolehkan orang partai dan orang yang berdomisili di luar daerah yang diwakilinya menjadi calon anggota DPD, bukan penguatan tapi sebaliknya pelemahan representasi publik yang terjadi. Partai sebagai lembaga yang tidak dipercaya publik, dalam UU tersebut ingin memperluas kiprahnya dalam representasi kepentingan publik. Karena itu, seperti terlihat di bawah, publik umumnya mendukung ketidaksetujuan DPD terhadap syarat calon anggota DPR itu, dan kemudian mendukung judicial review untuk masalah tersebut yang diajukan DPD ke Mahkamah Konstitusi. 27

Penilaian dan Sikap Terhadap UU Pemilu 2008 berkaitan dengan DPD

SIKAP TERHADAP UU PEMILU 2008 SIKAP MASYARAKAT terhadap PENOLAKAN DPD atas klausul UU Pemilu Baru yang membolehkan orang dari luar provinsi dan atas anggota/kader partai politik menjadi anggota DPD. 100 75 50 60.20 54.90 25 24.1 23.3 15.7 21.8 0 SIKAP masyarakat terhadap langkah DPD melakukan penolakan klausul UU Pemilu baru yang memperbolehkan calon angota DPD yang tinggal di luar Provinsi SIKAP masyarakat terhadap langkah DPD melakukan penolakan klausul UU Pemilu baru yang memperbolehkan calon anggota DPD yang berasal dari Partai Politik Setuju Tidak setuju Tidak tahu/tidak jawab 29

SIKAP TERHADAP UU PEMILU 2008 SIKAP MASYARAKAT terhadap langkah yudisial review yang dilakukan DPD pada MK atas UU Pemilu Baru untuk klausul yang membolehkan orang dari luar provinsi dan anggota/kader partai politik menjadi anggota DPD. 100 75 50 25 55.9 58.3 23.2 21.7 20.9 20 0 SIKAP masyarakat terhadap langkah DPD melakukan yudisil review UU Pemilu baru untuk klausul yang memperbolehkan calon angota DPD tinggal di luar Provinsi SIKAP masyarakat terhadap langkah DPD melakukan yudisial review klausul UU Pemilu baru yang memperbolehkan calon anggota DPD yang berasal dari Partai Politik Setuju Tidak setuju TT/TJ 30

Temuan Sekitar 60% warga mendukung keberatan DPD bahwa calon anggota DPD boleh berasal dari daerah (provinsi) yang bukan asal domisilinya. Dan 55% publik menolak dibolehkannya pengurus atau anggota partai menjadi anggota DPD. Karena itu, mayoritas publik mendukung judicial review yang diajukan DPD ke Mahkamah Konstitusi agar dua syarat untuk menjadi calon anggota DPD tersebut dibatalkan. 31

KESIMPULAN

KESIMPULAN Karakteristik demokrasi yang membedakannya dengan rezim non-demokrasi adalah responsiveness rezim terhadap suara publik (Dahl 1973). Responsiveness ini terutama dalam desain institusional, termasuk bagaimana konstitusi mendefinisikan peran DPR dan DPD. Satu cari untuk melihat responsiveness lembaga-lembaga demokrasi adalah sejauhmana desain institusional dekat atau jauh dari suara publik atau warga negara, sejauhmana desain institusional DPD yang ada sekarang dekat atau jauh dengan aspirasi warga. Bila dekat, maka desain DPD responsif, dan bila jauh, tidak responsif. Cara terbaik untuk mengetahui suara publik tentang berbagai isu, termasuk gagasan untuk memperkuat peran legislatif DPD, adalah sensus. Cara lain yang juga benar adalah survei opini publik yang dilakukan secara ilmiah. Temuan survei bisa mendekati karakteristik populasi bila dilakukan dengan benar. 33

LANJUT Dari survei ini ditemukan adanya gap yang besar antara de facto wewenang DPD sebagai wakil rakyat yang tidak berdaya, dan ekspektasi mereka agar DPD punya wewenang yang setara dengan DPR dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan kepentingan daerah. Publik menginginkan agar DPD punya wewenang memutuskan setiap undang-undang bersama DPR yang berkatan dengan kepentingan daerah, tidak seperti sekarang di mana DPD hanya memberikan masukan kepada DPR, dan belum tentu masuakan itu didengar. Wewenang DPD yang lemah ini bertentangan dengan legitimasi demokratik prosedural sangat kuat yang dimiliki DPD: rakyat lebih mendukung dan lebih membenarkan cara memilih anggota DPD yang langsung dibanding cara memilih anggota DPR yang bisa hanya lewat memilih partai. Legitimasi demokratik prosedural DPR lemah dibanding DPD tapi punya wewenang de facto dan de jure jauh lebih kuat. Kontradiksi ini bisa menjadi sumber delegitimasi demokratik terhadap konstitusi kita. Karena itu dukungan publik sangat luas terhadap aspirasi agar UUD diamandemen untuk memperkuat peran legislatif DPD dalam mewakili kepentingan daerah di pusat. 34

LANJUT Sumber dari rendahnya legitimasi demokratik prosedural terhadap DPR adalah rendahnya kepercayaan publik terhadap partai politik yang merupakan sumber tunggal bagi rekrutmen anggota DPR. Kalau partai diibaratkan akar dan pohon bagi DPR, maka akar dan pohon DPR tersebut sangat lemah. Publik umumnya tidak percaya pada peran intermediasi, representasi, dan artikulasi kepentingan publik oleh partai politik. Dalam situasi demikian, perilaku dan keputusan DPR, tidak punya akar legitimasi demokratik yang memadai. Rakyat tidak merasa diwakili oleh mereka. Kita sekarang sedang mengalami krisis intermediasi, representasi, dan artikulasi lewat partai politik. 35

LANJUT Dengan tingkat kepercayaan yang rendah terhadap partai, maka tidak legitimate bagi DPR untuk memperluas partai sebagai sumber rekrutmen politik bagi anggota DPD. Sebaliknya, peran partai harus dibatasi, setidaknya tidak menjadi sumber rekrutmen politik satu-satunya atau yang bersifat monopolistik, termasuk dengan mencegah anggota partai boleh menjadi anggota DPD. Karena itu, publik pada umumnya mendukung tuntutan DPD agar Mahkamah Konstitusi membatalkan dua syarat bagi calon DPD. Publik menginginkan orang partai tidak boleh menjadi anggta DPD, dan anggota DPD harus berdomisili di daerah yang diwakilinya. Aspirasi publik ini disampaikan terutama kepada Mahkamah Konstitusi yang sekarang sedang memutuskan apakah judicial review yang diajukan DPD diterima atau ditolak. 36