PENDEKATAN TEORI ... (2) k x ... (3) 3... (1)

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 2. Profil suhu dan radiasi pada percobaan 1

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

Perpindahan Panas Konveksi. Perpindahan panas konveksi bebas pada plat tegak, datar, dimiringkan,silinder dan bola

ANALISA PERPINDAHAN KALOR PADA KONDENSOR PT. KRAKATAU DAYA LISTRIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lampiran 1. Perhitungan kebutuhan panas

BAB II LANDASAN TEORI

Panas berpindah dari objek yang bersuhu lebih tinggi ke objek lain yang bersuhu lebih rendah Driving force perbedaan suhu Laju perpindahan = Driving

EFISIENSI DAN EFEKTIVITAS SIRIP LONGITUDINAL DENGAN PROFIL SIKU EMPAT KEADAAN TAK TUNAK KASUS 2D

BAB I PENDAHULUAN I.1.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II Dasar Teori BAB II DASAR TEORI

Gambar 2.1 Sebuah modul termoelektrik yang dialiri arus DC. ( (2016). www. ferotec.com/technology/thermoelectric)

BAB IV PENGUMPULAN DAN PERHITUNGAN DATA

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dalam Peralatan Pengeringan

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR GAMBAR... xi. DAFTAR GRAFIK...xiii. DAFTAR TABEL... xv. NOMENCLATURE...

7. FLUIDA FLUIDA STATIK FENOMENA FLUIDA DINAMIK

SKRIPSI PERANCANGAN DAN UJI ALAT PENUKAR PANAS (HEAT EXCHANGER) TIPE COUNTER FLOW

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. khatulistiwa, maka wilayah Indonesia akan selalu disinari matahari selama jam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sebagai bintang yang paling dekat dari planet biru Bumi, yaitu hanya berjarak sekitar

BAB IV PENGOLAHAN DATA

ANALISA PENGARUH VARIASI DIAMETER RECEIVER DAN INTENSITAS CAHAYA TERHADAP EFISIENSI TERMAL MODEL KOLEKTOR SURYA TIPE LINEAR PARABOLIC CONCENTRATING

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

DAFTAR ISI. LEMBAR PERSETUJUAN... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. ABSTRAK... iv. ABSTRACT... v. KATA PENGANTAR...

BAB III METODE PENELITIAN (BAHAN DAN METODE) keperluan. Prinsip kerja kolektor pemanas udara yaitu : pelat absorber menyerap

Bab 3 PERUMUSAN MODEL KINEMATIK DDMR

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

LAPORAN TUGAS AKHIR MODIFIKASI KONDENSOR SISTEM DISTILASI ETANOL DENGAN MENAMBAHKAN SISTEM SIRKULASI AIR PENDINGIN

besarnya energi panas yang dapat dimanfaatkan atau dihasilkan oleh sistem tungku tersebut. Disamping itu rancangan tungku juga akan dapat menentukan

BAB XII GAYA DAN TEKANAN

BAB II LANDASAN TEORI

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 1, (2014) ISSN: ( Print) B-91

RANCANG BANGUN OVEN UNTUK MENGERINGKAN TOKEK DENGAN SUMBER PANAS UDARA YANG DIPANASKAN KOMPOR LPG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Proses Perpindahan Panas Konveksi Alamiah dan Peralatan Pengering

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perpindahan kalor (heat transfer) ialah ilmu untuk meramalkan

ANALISA HEAT EXCHANGER JENIS SHEEL AND TUBE DENGAN SISTEM SINGLE PASS

ANALISIS PINDAH PANAS PADA SISTEM PEMANAS TAMBAHAN ALAT PENGERING SURYA HIBRID-TIPE RAK BERPUTAR UNTUK SAWUT UBI JALAR ADITYA NUGRAHA

Tugas akhir BAB III METODE PENELETIAN. alat destilasi tersebut banyak atau sedikit, maka diujilah dengan penyerap

BAB IV PERHITUNGAN PERPINDAHAN KALOR

DAFTAR ISI. i ii iii iv v vi

steady/tunak ( 0 ) tidak dipengaruhi waktu unsteady/tidak tunak ( 0) dipengaruhi waktu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Deskripsi Alat Pengering Yang Digunakan Deskripsi alat pengering yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Temperatur udara masuk kolektor (T in ). T in = 30 O C. 2. Temperatur udara keluar kolektor (T out ). T out = 70 O C.

BAB V. ALIRAN UDARA DALAM ALAT PENGERING ERK

Radiasi ekstraterestrial pada bidang horizontal untuk periode 1 jam

Bab III Model Difusi Oksigen di Jaringan dengan Laju Konsumsi Konstan

EFEKTIVITAS PENUKAR KALOR TIPE PLATE P41 73TK Di PLTP LAHENDONG UNIT 2

Bil. Asli Bil. Bulat Bil. Cacah

Analisa Teoritis Berat Jenis dan Panas Spesifik Gas Pembakaran Pada Ketel Uap Mini Model Horizontal Di Tinjau Dari Susunan Pipa (Tubes)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Analisa Performa Kolektor Surya Pelat Datar Bersirip dengan Aliran di Atas Pelat Penyerap

ANALISA BAHAN ISOLASI PIPA SALURAN UAP PANAS PADA BOILER UNTUK MEMINIMALISASI HEAT LOSS. Muntolib**) dan Rusdiyantoro*)

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

PENGARUH VARIASI FLOW DAN TEMPERATUR TERHADAP LAJU PENGUAPAN TETESAN PADA LARUTAN AGAR-AGAR SKRIPSI

SISTEM DISTILASI AIR LAUT TENAGA SURYA MENGGUNAKAN KOLEKTOR PLAT DATAR DENGAN TIPE KACA PENUTUP MIRING

Taufik Ramuli ( ) Departemen Teknik Mesin, FT UI, Kampus UI Depok Indonesia.

PENGARUH BENTUK PLAT ARBSORBER PADA SOLAR WATER HEATER TERHADAP EFISIENSI KOLEKTOR. Galuh Renggani Wilis ST.,MT. ABSTRAK

PENGARUH JARAK ANTAR PIPA PADA KOLEKTOR TERHADAP PANAS YANG DIHASILKAN SOLAR WATER HEATER (SWH)

MEKANISME PENGERINGAN By : Dewi Maya Maharani. Prinsip Dasar Pengeringan. Mekanisme Pengeringan : 12/17/2012. Pengeringan

II. TINJAUAN PUSTAKA A. SAMPAH

ANALISA KINERJA ALAT PENUKAR KALOR JENIS PIPA GANDA

II. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kulit binatang, dedaunan, dan lain sebagainya. Pengeringan adalah

LAPORAN HASIL PENELITIAN FUNDAMENTAL JUDUL PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

SUHU DAN KALOR DEPARTEMEN FISIKA IPB

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Alat Penukar Kalor Selongsong dan Tabung. Alat penukar kalor selongsong dan tabung di disain untuk dapat melakukan

BAB III PERANCANGAN SISTEM

PENINGKATAN KUALITAS PENGERINGAN IKAN DENGAN SISTEM TRAY DRYING

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

T P = T C+10 = 8 10 T C +10 = 4 5 T C+10. Pembahasan Soal Suhu dan Kalor Fisika SMA Kelas X. Contoh soal kalibrasi termometer

BAB II DASAR TEORI. Analisis perpindahan panas dapat dilakukan dengan metode Log Mean

TUGAS AKHIR PERCOBAAN KUALITAS ETHYLENE DAN AIR PADA ALAT PERPINDAHAN PANAS DENGAN SIMULASI ALIRAN FLUIDA

METODOLOGI PENELITIAN

Analisis Koesien Perpindahan Panas Konveksi dan Distribusi Temperatur Aliran Fluida pada Heat Exchanger Counterow Menggunakan Solidworks

4. Mononom dan Polinom

Kata Kunci : konvensional, kolektor surya, turbin ventilator

Perencanaan Mesin Pendingin Absorbsi (Lithium Bromide) memanfaatkan Waste Energy di PT. PJB Paiton dengan tinjauan secara thermodinamika

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. METODE PENDEKATAN

OVERVIEW Persamaan keadaan adalah persamaan yang menyatakan hubungan antara state variable

Pengaruh Tebal Plat Dan Jarak Antar Pipa Terhadap Performansi Kolektor Surya Plat Datar

ANALISIS KEEFEKTIFAN ALAT PENUKAR KALOR TIPE SHELL AND TUBE SATU LALUAN CANGKANG DUA LALUAN TABUNG SEBAGAI PENDINGINAN OLI DENGAN FLUIDA PENDINGIN AIR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

31 4. Menghitung perkiraan perpindahan panas, U f : a) Koefisien konveksi di dalam tube, hi b) Koefisien konveksi di sisi shell, ho c) Koefisien perpi

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Produksi Kayu Bulat oleh Perusahaan Hak Pengusahaan Hutan Menurut Jenis Kayu, Lampiran 2. System pengeringan kayu Meranti

KARYA AKHIR PERANCANGAN MODEL ALAT PENGERING KUNYIT

Perancangan Termal Heat Recovery Steam Generator Sistem Tekanan Dua Tingkat Dengan Variasi Beban Gas Turbin

BAB IV PRINSIP-PRINSIP KONVEKSI

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik TAMBA GURNING NIM SKRIPSI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Radiator

Transkripsi:

PENDEKATAN TEORI A. Perpindahan Panas Perpindahan panas didefinisikan seagai ilmu umtuk meramalkan perpindahan energi yang terjadi karena adanya peredaan suhu diantara enda atau material (Holman,1986). Perpindahan panas erhuungan dengan laju perpindahan panas dan penyearan suhu dalam sistem. Pada alat penukar panas, perpindahan panas erlangsung dengan cara: 1. Konduksi Konduksi adalah perpindahan panas melalui kontak langsung antara molekul zat yang ereda suhu. Besaran perpindahan panas secara konduksi tergantung pada nilai konduktivitas panas ahan. 2. Konveksi Konveksi merupakan perpindahan panas yang dihuungkan dengan pergerakan fluida. Jika fluida ergerak karena adanya gaya gerak dari luar maka diseut konveksi paksa, sedangkan jika pergerakan fluida terjadi karena peredaan masa jenis yang diseakan oleh peredaan suhu diseut konveksi alami. 2.1. Konveksi Alami Konveksi alami dipengaruhi oleh perandingan antara gaya apung dan kekentalan fluida atau diseut dengan ilangan Grashof. Semakin esar ilangan Grashof maka perpindahan panasnya semakin efektif. Konveksi eas dapat diselesaikan dengan menggunakan persamaan (Holman,1986) erikut: Gr = g β ( T T 2 ν 3 ϖ ) x... (1) Nu = C( Gr Pr) m... (2) h= Nu k x... (3) 9

g = gravitasi (9.8m/s) β = koefisien muai panas udara (1/K) ν = viskositas kinematik (m 3 /s) Pr = ilangan Prandtl Nud = ilangan Nusselt Gr = ilangan Grashof T w = suhu dinding ( o C ) T = suhu antara dua dinding( o C ) x = tinggi idang tegak (m) C,m = konstanta erdasar nilai GrPr pada geometri tertentu. 2.2. Konveksi Paksa Untuk aliran yang terjadi karena adanya gaya tamahan dari luar, maka koefisien pindah panas pada penukar panas yang disusun erupa pipa, dapat dicari dengan menggunakan persamaan (Holman, 1986) erikut. Nu d = 1.86(Re Pr) 1 3 d L 1 3 µ µ w 0.14... (4) Persamaan diatas erlaku untuk perpindahan kalor aliran laminer (Re < 5 x10 5 ). Sedangkan untuk aliran turulen (Re > 5 x10 5 ) digunakan persaman: Nu d = 0.027 Re 0.8 Pr 1 3 µ µ w 0.14... (5) ρν md Re =... (6) µ 10

B. Kolektor Surya Jumlah panas yang terkumpul pada suatu kolektor merupakan keseimangan antara jumlah panas terserap dan panas yang hilang dari sistem kolektor terseut. Untuk menghitung jumlah panas yang terkumpul digunakan persamaan Kamaruddin (1998) seagai erikut : erikut : Q = Q c Q l... (7) Q = jumlah panas terkumpul (W/ m 2 ) Q c = jumlah panas terserap (W/ m 2 ) Q l = jumlah panas hilang dari kolektor (W/ m 2 ) Jumlah panas yang masuk ditentukan dengan menggunakan persamaan Q c = IA p (τα)... (8) (τ α ) = hasil perkalian koefisien temus cahaya penutup I transparan dan koefisien penyerap panas energi surya oleh plat penyerap. = laju radiasi surya yang ditangkap oleh permukaan kolektor (W/ m 2 ) A p = luas plat kolektor (m 2 ) Sedangkan jumlah panas yang hilang dari kolektor dapat ditentukan dengan menggunakan persaman erikut : Q A ( T T ) s l = U t + U + U s c a A... (9) c U t = kehilangan panas agian atas kolektor (W/ m 2 o C ) U = kehilangan panas dari agian awah kolektor (W/ m 2 o C ) U s = kehilangan panas dari agian samping kolektor (W/ m 2 o C ) A s = luas sisi kolektor (m 2 ) A c = luas permukaan kolektor (m 2 ) T c = suhu permukaan asorer ( o C) T a = suhu udara sekeliling ( o C) 11

Kehilangan panas pada agian atas kolektor dicari dengan menggunakan persamaan : U t 1 = 1 x + h k tk tk... (10) U t = kehilangan panas pada agian atas kolektor ( W/m 2 o C) h = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir di agian dalam polikaronat atau konveksi secara alami (W/ m 2 o C ) x tk = teal tutup kolektor (m) k tk = konduktivitas panas tutup kolektor (W/ m 2 o C ) Kehilangan panas pada agian awah kolektor dicari dengan menggunakan persamaan : U 1 = 1 x + h k g g... (11) U = kehilangan panas pada agian awah kolektor ( W/m 2 o C) h = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir di agian dalam glas wool atau konveksi secara alami (W/ m 2 o C) x xp = teal glas wool (m) k p = konduktivitas panas glas wool (W/ m 2 o C) Karena iasanya luas agian samping kolektor sangat kecil diandingkan dengan permukaan atas atau permukaan awah dari kolektor, maka iasanya panas yang hilang dari agian samping tadi diaaikan. 12

Dengan demikian maka keseimangan energi pada kolektor datar dinyatakan dengan menggunakan persamaan erikut : Q p ( ) U A ( T T ) = IA τα... (12) L t L p c a U = U + U... (13) Efisiensi kolektor datar (η c ) merupakan perandingan antara jumlah panas yang terkumpul dan panas yang datang Kamaruddin (1998) atau : Tc Ta η c = τα U L... (14) I C. Tungku Pemakaran Pada pemakaran sempurna, ahan akar akan menghasilkan sejumlah energi panas yang umumnya diseut seagai nilai kalor panas. Nilai kalor panas ahan akar yang umumnya digunakan seagai patokan adalah nilai kalor panas pada tingkat rendah ( Low Heating Value = LHV ) yang iasa diperoleh antara lain dengan cara pengukuran menggunakan alat Bom Calorimeter. Pada pemakaran secara aktual energi panas yang dihasilkan umumnya leih kecil dari nilai kalor panas ahan akar yang ersangkutan karena pemakaran erlangsung tidak hais atau tidak sempurna. Perandingan antara jumlah energi panas yang dihasilkan dengan nilai kalor panas ahan akar diseut seagai effisiensi pemakaran. Efisiensi sistem tungku merupakan perandingan antara jumlah energi yang digunakan untuk meningkatkan suhu ruangan dengan energi yang dierikan oleh tungku pemanas, dinyatakan dalam persamaan Kamaruddin (1998) erikut : mu Cpu ( Tuin Ta ) η t = m Cv... (15) 13

m u = massa udara (kg) Cp u = panas jenis udara (kj/kg o C) T uin = suhu ruang pengering ( o C ) T a = suhu lingkungan ( o C ) m = Cv = masa ahan akar (kg) nilai kalor ahan akar (kj/kg) D. Sistem Penukar Panas Analisis unjuk kerja dari penukar panas akan dipengaruhi oleh deskripsi fisik dari parameter-parameter yang terliat. Hal pertama yang perlu diketahui adalah entuk aliran dari fluida seperti Crossflow, parallelflow atau counterflow maupun penukar panas dengan model sheel and tue serta erapa kali fluida akan melewati masing-masing pipa dalam penukar panas. Kedua adalah dimensi fisik dari penukar panas seperti ukuran pipa, ahan dari pipa serta jumlah total permukaan pindah panas yang terliat. Perhitungan unjuk kerja dari penukar panas didasarkan pada konsep keseimangan energi yang terjadi sepanjang penukar panas dan efektifitas dari penukar panas. Laju perpindahan panas untuk eragai tipe penukar panas dapat ditentukan dengan menggunakan persaman erikut (Kreith,1973) : Q= UA TLog... (16) U = koefisien pindah panas keseluruhan (W/ m 2 o C ) A = total luas pindah panas ( m 2 ) T Log = eda suhu keseluruhan logaritmik ( o C) Koefisien pindah panas keseluruhan untuk penukar panas yang erentuk pipa dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan erikut (Holman,1986) : 14

U = 1 + hi 1 ro AiLn ri 2πKL + Ai Ao... (17) 1 ho k = konduktivitas panas ahan penukar panas (W/m o C ) hi = koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir diagian dalam pipa atau konveksi secara alami (W/ m 2 o C ) ho= koefisien pindah panas konveksi pada fluida yang mengalir diagian luar pipa atau konveksi secara paksa (W/ m 2 o C ) r o = jari - jari luar pipa (m) r i = jari - jari dalam pipa (m) Ai = luas dalam taung (m 2 ) L = panjang pipa (m) Sedangkan eda suhu keseluruhan logaritmik didapat dengan menggunakan persamaan: T Log = T1 T T1 Ln T 2 2... (18) T 1 = Th i Tc o... (19) T 2 = Th o Tc i... (20) Dengan : Th i = suhu udara pemakaran masuk penukar panas ( o C) Th o = suhu udara pemakaran ke luar dari penukar panas ( o C ) Tc i = suhu udara pengering masuk penukar panas ( o C ) Tc o = suhu udara pengering yang keluar dari penukar panas ( o C ) 15

Keefektifan penukar panas merupakan perandingan laju perpindahan panas yang seenarnya dalam penukar panas terhadap laju pertukaran panas maksimum yang mungkin. Keefektifan penukar panas dihitung dengan menggunakan persamaan (Holman,1986) : N { 1 exp[ C( e )]} 1 ε = 1... (21) C UA N = NTU =... (22) maks C min ( mcp) min ( mcp) maks Cmin C = =... (23) C ε = efektifitas penukar panas NTU = satuan perpindahan panas C = laju kapasitas udara (W/ o C) m = laju aliran massa udara (kg/dt) Cp = panas jenis udara (kj/kg. o C) Cmin = laju kapasitas udara yang leih kecil (kw/ o C) Cmax = laju kapasitas udara yang leih esar (kw/ o C) 16