BAB I PENDAHULUAN. tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut Imran (1998) masa remaja diawali dengan masa pubertas,

BAB 1 PENDAHULUAN. adanya penampakan karakteristik seks sekunder (Wong, 2009: 817).

PENANGANAN PENYIMPANGAN PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA TUNALARAS YANG BERPERILAKU AGRESIF DI LINGKUNGAN ASRAMA SLB E PRAYUWANA YOGYAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga

KERANGKA TEORI. dilarang. 1 Teori labeling memiliki dua proposisi, pertama, perilaku menyimpang bukan

BAB I PENDAHULUAN. jawab dengan kelanjutan kehidupan pendidikan anak-anaknya karena pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat melekat pada diri manusia. Seksualitas tidak bisa dihindari oleh makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa transisi yang ditandai oleh adanya

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja adalah masa peralihan diantara masa kanak-kanak dan dewasa.

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.3

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BABI PENDAHULUAN. Seiring dengan kemajuan media komunikasi yang semakin pesat,

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi adalah kesehatan yang sempurna baik fisik, mental, sosial dan

KUESIONER PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. WHO mendefinisikan, masa remaja (adolence) mulai usia 10 tahun sampai 19

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SKRIPSI. Skripsi ini disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat. Melakukan Penelitian di Bidang Kesehatan Masyarakat. Disusun oleh :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGALAMAN REMAJA DALAM MENERIMA PENDIDIKAN SEKS

PERKEMBANGAN PSIKOLOGIS REMAJA. Nanang E.G. 15 Juli 2008

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Y, 2009). Pada dasarnya pendidikan seksual merupakan suatu informasi

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB II LANDASAN TEORI. anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan,

Standar Kompetensi 1. Memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia. Kompetensi Dasar 1.2. Mendeskripsikan tahapan perkembangan manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Volume 4 No. 2, September 2013 ISSN : GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA KELAS VII TENTANG PERUBAHAN SEKS SEKUNDER DI SMP N 1 MAYONG JEPARA

LAMPIRAN 1 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah bagian yang penting dalam masyarakat, terutama di negara

BAB I PENDAHULUAN. mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia lahir ke dunia akan mengalami pertumbuhan dan. perkembangan. Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan akan terjadi

BABl PENDAHULUAN. Kehidupan manusia melalui beberapa tahap perkembangan yang dimulai

BAB I. Seks dan Problematikanya. A. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurlaela Damayanti, 2013

Modul ke: SEMINAR MEDIA. 01Ilmu. Presentasi Kelompok. Fakultas. Christina Arsi Lestari, M.Ikom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting

BAB I PENDAHULUAN. peserta tingkat pendidikan ini berusia 12 hingga 15 tahun. Dimana pada usia

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

SEKSUALITAS. endang parwieningrum Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan KB BKKBN

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan sosial-ekonomi secara total ke arah ketergantungan yang

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

KESEHATAN REPRODUKSI. Erwin Setyo Kriswanto PENDIDIKAN OLAHRAGA FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

BAB 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. tentang kesehatan reproduksi ini penting untuk. diberikan kepada remaja, melihat semakin meningkatnya kasus-kasus remaja

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Masa remaja adalah suatu periode dalam hidup manusia. dimana terjadi transisi secara fisik dan psikologis yang

BAB I PENDAHULUAN. dapat diabaikan dalam kehidupan manusia. Namun demikian, orang tua masih

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

Ciri-ciri Seks Sekunder pada Masa Remaja

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas manusia, hal ini. tidak lepas dari dua komponen yaitu siswa dan guru.

BAB I PENDAHULUAN. distribusi lemak pada daerah pinggul. Selama ini sebagian masyarakat merasa

BAB I PENDAHULUAN. untuk dibicarakan. Hal ini dimungkinkan karena permasalahan seksual telah

SKRIPSI. Proposal skripsi. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S-1 Kesehatan Masyarakat

4.3 Relasi Sosial yg Primitif

BAB I PENDAHULUAN. khusus (ABK) adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau. sosial dan emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya.

BAB I PENDAHULUAN. generasi berikutnya (Jameela, 2010). fase ini individu mengalami perubahan dari anak-anak menuju dewasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah-masalah pada remaja yang berhubungan dengan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap manusia selama hidupnya pasti mengalami perubahan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

Lampiran 2 SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN (INFORMED CONSENT) Yang bertanda tangan dibawah ini:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan seseorang tentang dirinya sendiri dan yang mempengaruhi hubungan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut mempengaruhi cara pandang masyarakat terhadap seksualitas dan

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. dan dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan secara fisik, kematangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. peka adalah permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kematangan seksual

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan periode transisi antara masa anak-anak ke masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. aktivitas seksual remaja juga cenderung meningkat baik dari segi kuanitas

MEMAHAMI DAN MENDIDIK ANAK PADA FASE PRA REMAJA. Anita Aisah Parenting SDIT BAIK Hotel Grand Palace, 22 Juli 2017

BAB I PENDAHULUAN. tampak pada pola asuh yang diterapkan orang tuanya sehingga menjadi anak

BAB I PENDAHULUAN. yang ditandai adanya proses perubahan pada aspek fisik maupun psikologis

Lampiran 1 Kuestioner Sikap Ibu terhadap Pendidikan Seks KUESTIONER SIKAP IBU TERHADAP PENDIDIKAN SEKS PADA PRAREMAJA USIA TAHUN

Gambaran konsep pacaran, Nindyastuti Erika Pratiwi, FPsi UI, Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH. Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BABI PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial secara kodrat mempunyai berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai pendahuluan dalam babi secara garis besar memuat penjelasan

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN RPP. : 4 x 40 menit (2x pertemuan)

HUBUNGA SEKSUAL SKRIPSII. Diajukan Oleh: F HUBUNGA

BAB 1 PENDAHULUAN. alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara-perkara. dua orang yang berlainan jenis kelamin (Dariyo, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Menurut WHO (World

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja dikenal sebagai masa peralihan dari anak-anak menuju

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Mayang Wulan Sari,2014

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. anak berkebutuhan khusus sebagai bagian dari masyarakat perlu memahami

Seksualitas Remaja dan Kesehatan Reproduksi Rachmah Laksmi Ambardini Fakultas Ilmu Keolahragaan UNY

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alatalat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah seksual telah menjadi problematika sosial di kalangan masyarakat. Masalah tersebut tidak sekedar berwujud dalam satu bentuk, tetapi ada beberapa permasalahan seperti perkembangan seksual, kesehatan seksual, penyimpangan seksual dan sebagainya. Penyimpanganpenyimpangan perilaku seksual yang muncul di kalangan anak yang baru memasuki usia remaja adalah salah satu dari sekian banyak masalah seksual. Remaja tunalaras merupakan remaja yang mengalami gangguan dalam perilaku sosial dan emosi, mereka memiliki hambatan dalam proses perilaku sosial, baik untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial maupun untuk mentaati norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Penimpangan-penyimpangan perilaku yang muncul pada remaja tunalaras menjadi problematika tersendiri baik bagi orang tua maupun lingkungan masyarakat. Penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh remaja tunalaras tidak jarang dari meraka yang melakukan penyimpangan perilaku seksual. Remaja tunalaras memiliki karakteristik yang cukup unik dimana mereka harus selalu berada dalam pengawasan yang cukup intensif baik dari orangtua, guru dan warga masyarakat agar remaja tunalaras ini dapat 1

2 menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosialnya dan tidak melanggar norma-norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Penyimpangan perilaku seksual banyak terjadi di kalangan remaja. Oleh sebab itu, remaja tunalaras membutuhkan pelayanan pendidikan yang berkesinambungan termasuk pengetahuan tentang pendidikan seksual agar mereka tidak melakukan penyimpangan perilaku seksual. Pendapat Sarlito Wirawan Sarwono (2006: 142) menyebutkan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Keadaa ini akan banyak menimbulkan penyimpangan perilaku seksual bagi remaja apabila tidak dilakukan pencegahan terutama bagi remaja tunalaras yang mereka sendiri tidak mampu untuk mengendalikan emosinya. Perbincangan masalah seksual masih dianggap hal yang tabu di lingkungan masyarakat, dan problem penyimpangan perilaku seksual itu sendiri akibat situasi keterbelakangan budaya serta tidak adanya keseimbangan di antara proses perubahan sosial yang muncul dalam masyarakat menyusul adanya perubahan-perubahan besar pada seluruh masyarakat itu sendiri. Seseorang dalam berperilaku karena adanya berbagai pertimbangan, misalnya norma. Begitu juga remaja tunalaras, peyimpangan perilaku seksual pada remaja tunalaras terjadi karena ketidaktahuan dari mereka tentang bagaimana menghadapi, mengendalikan serta menyalurkan hasrat seksual yang muncul pada

3 mereka sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat, sehingga mereka melakukan penyimpangan perilaku seksual. Tindakan penyimpangan perilaku seksual yang muncul pada remaja tunalaras karena berbagai macam faktor, dan itu sangat bervariasi. Keadaan yang demikian sangat memprihatinkan, oleh sebab itu diperlukan bimbingan secara intensif dan pemberian pengetahuan tentang pendidikan seksual agar penyimpangan perilaku seksual tidak muncul. Namun sampai saat ini informasi pengetahuan tentang pendidikan seksual bagi remaja tunalaras masih sangat terbatas. Selain itu, masih minimnya bimbingan baik dari orangtua, guru maupun pembina asrama berupa pendidikan moral dan sesuai dengan masyarakat sejak dini. Selama ini penanganan terhadap penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang dilakukan oleh orang tua, guru, sekolah dan pembina asrama belum optimal. Hal ini dibuktikan dengan sikap orang tua yang terkesan menyerahkan sepenuhnya penanganan penyimpangan perilaku seksual pada remaja tunalaras kepada pihak sekolah dan pihak asrama dan tidak melaksanakan penanganan secara berkesinambungan. Penyimpangan perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja tunalaras cenderung lebih banyak dilakukan ketika di lingkungan asrama. Asrama merupakan fasilitas pendukung yang dimiliki oleh SLB E Prayuwana. Banyak orang tua yang menyekolahkan anaknya di SLB E Prayuwana mengikut sertakan anaknnya dalam program asrama. Alasan yang umum digunakan oleh para orang tua cukup bervariasi mulai dari

4 berkesinambungannya proses belajar dari sekolah, agar dapat hidup mandiri, dan agar dalam pemantauan siswa tunalaras lebih mudah. Usia yang diijinkan untuk masuk ke dalam asrama SLB E Prayuwana adalah ± 10 tahun. Khusus saat ini asrama SLB E Prayuwana hanya menerima siswa berjenis kelamin laki-laki dan tidak sedikit dari siswa penghuni asrama adalah remaja (pubertas). Pendapat H Abu Ahmadi dan Munawar Sholeh (2005: 121) mengatakan masa remaja (pubertas) merupakan periode dalam kehidupan manusia yang batasannya sering kali tidak terlalu jelas. Pubertas yang dahulu dianggap sebagai tanda awal keremajaan ternyata tidak valid sebagai patokan atau batasan untuk pengkatagorian remaja sebab usia pubertas yang dahulu terjadi pada akhir usia belasan 15-18 tahun kini terjadi pada awal belasan bahkan sebelum usia 11 tahun. Anak yang berusia 10 tahun mungkin saja sudah atau sedang mengalami pubertas namun tidak berarti ia sudah bisa dikatakan sebagai remaja. Berbeda dengan balita yang perkembangannya dengan jelas dapat diukur, remaja hampir tidak memiliki pola perkembangan yang pasti. Banyak perubahan yang terjadi pada diri seseorang sebagai tanda keremajaan, namun sering kali perubahan itu hanya merupakan suatu tanda-tanda fisik dan bukan sebagai pengesahan akan keremajaan seseorang. Namun satu hal yang pasti, konflik yang dihadapai oleh remaja semakin kompleks seiring dengan perubahan pada berbagai dimensi

5 kehidupan dalam diri mereka. Untuk dapat memahami remaja, maka perlu dilihat berdasarkan perubahan pada dimensi-dimensi tersebut. Menurut Sri Rumini & Siti Sundari (2004: 53) masa remaja adalah peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Batasan usia remaja dalam Soesilowindradini (1996: 21) Monks, Knoers, dan Haditono membedakan masa remaja menjadi empat bagian, yaitu masa pra-remaja 10-12 tahun, masa remaja awal 12-15 tahun, masa remaja pertengahan 15-18 tahun, dan masa remaja akhir 18-21 tahun. Masa peralihan dari anak-anak dengan masa dewasa dengan rentang usia antara 12-22 tahun, dimana pada masa tersebut terjadi proses pematangan baik itu pematangan fisik maupun kematangan psikologis. Dikemukakan oleh Sarlito Wirawan Sarwono (2006: 52) masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam arti psikologis, tetapi juga pada perkembangan fisik. Bahkan, perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja. Di antara perubahan-perubahan fisik tersebut ialah berfungsinya alat-alat reproduksi dimana pada masa remaja dipengaruhi oleh berfungsinya hormon-hormon seksual testosteron pada laki-laki, progesteron dan estrogen pada wanita. Hormon-hormon ini dapat mempengaruhi perubahan fisik dan kematangan sistem reproduksi, bagi remaja putra yaitu adanya perubahan suara, kumis mulai tampak dan pertumbuhan bulu ketiak maupun bulu di sekitar kemaluan dan ereksi

6 disertai mimpi basah pada malam hari. Sedangkan bagi remaja putri ditandai dengan pertumbuhan payudara, melebarnya pinggul, tumbuhnya bulu ketiak dan bulu disekitar kemaluan, serta datangnya menstruasi. Selain itu juga, hormon-hormon inilah yang berpengaruh terhadap dorongan seksual manusia. Berdasarkan dari kenyataan tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran tentang penanganan penyimpangan perilaku seksual pada remaja tunalaras yang berperilaku agresif yang dilakukan oleh pembina asrama di dalam lingkungan asrama. Hal ini sangat penting diketahui agar pemberian pendidikan seksual terhadap remaja tunalaras yang berperilaku agresif dapat dilakukan secara dini dan penanganan penyimpangan perilaku seksual yang dilakukan oleh remaja tunalaras yang berperilaku agresif dapat disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi remaja, sehingga nantinya remaja tunalaras yang berperilaku agresif dapat menjadi pribadi yang utuh, mandiri serta terpenuhi kebutuhan seksualnya secara wajar dan bertanggung jawab. Pengalaman guru dan pembina asrama di dalam menangani penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif dapat dijadikan sebagai bahan referensi atau masukan untuk penanganan/pendidikan perilaku bagi remaja tunalaras.

7 B. Identifikasi Masalah 1. Adanya anggapan yang salah dalam masyarakat, bahwa anak-anak dan remaja dengan disability terutama remaja tunalaras yang berperilaku agresif merupakan individu yang tidak memerlukan pendidikan dan pengetahuan seksual. 2. Ada kasus penyimpangan perilaku seksual pada remaja tunalaras yang berperilaku agresif yang belum mendapatkan penanganan. 3. Kurang informasi mengenai penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif beserta cara penanganannya. 4. Kurang kesiapan orang tua, guru dan pembina asrama untuk berbicara tentang seksualitas. C. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah tersebut di atas, maka penelitian ini dibatasi pada pembahasan tentang penanganan penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif. D. Fokus Penelitian Supaya penelitian ini lebih fokus, maka dari batasan masalah di atas peneliti hanya menitikberatkan pada penanganan penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif di lingkungan asrama SLB E Prayuwana.

8 E. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada fokus penelitian tersebut diatas, maka dapat dirumuskan suatu masalah yaitu: 1. Faktor-faktor apa yang menyebabkan timbulnya penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif? 2. Bagaimana bentuk penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif di asrama SLB E Prayuwana? 3. Bagaimana upaya pembina asrama dalam menangani penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif? 4. Apa kendala-kendala yang dihadapi pembina asrama dalam menangani penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif? F. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif di lingkungan asrama SLB E Prayuwana. 2. Untuk mendeskripsikan bentuk penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif di lingkungan asrama SLB E Prayuwana.

9 3. Untuk mengetahui upaya pembina asrama dalam menangani penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif di lingkungan asrama SLB E Prayuwana. 4. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi pembina asrama dalam menangani penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif di lingkungan asrama SLB E Prayuwana. G. Manfaat penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Teoritik Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan dan menambah khasanah keilmuan PLB, khususnya yang berkaitan pengetahuan tentang perilaku anak tunalaras. 2. Secara Praktis a. Bagi lembaga sebagai bahan masukan dalam mengembangkan lebih lanjut tentang pendidikan seksual bagi remaja tunalaras khususnya anak agresif. b. Bagi pembina asrama sebagai masukan untuk membimbing dan memberikan penanganan penyimpangan perilaku seksual yang tepat bagi anak tunalaras khususnya anak yang berperilaku agresif yang berada di asrama. c. Bagi orang tua anak tunalaras sebagai masukan dalam membimbing dan memberikan pendidikan perilaku sejak dini

10 bagi anaknya yang menyandang tunalaras baik di rumah maupun di masyarakat. d. Bagi peneliti untuk mengembangkan wawasan serta mendapatkan fakta tentang penanganan penyimpangan perilaku seksual yang dilakukan pada anak tunalaras khususnya anak agresif. H. Batasan Istilah 1. Penyimpangan perilaku seksual remaja tunalaras yang berperilaku agresif adalah suatu perilaku ketidak wajaran seksual yang dilakukan oleh penyandang tunalaras karena adanya gangguan pervasif yang kompleks, perilaku seksualnya di luar batas aturan norma yang ada sehingga tidak diterima oleh lingkungan seperti masturbasi/onani ditempat umum, dan memperlihatkan alat kelamin kepada orang lain. 2. Penanganan penyimpangan perilaku seksual dalam penelitian ini adalah upaya pembina asrama dalam menangani saat terjadinya penyimpangan perilaku seksual pada remaja tunalaras yang berperilaku agresif dan upaya pencegahan agar penyimpangan perilaku seksual tersebut tidak muncul serta upaya pemberian bimbingan atau pendidikan seksual bagi remaja tunalaras yang berperilaku agresif. 3. Remaja tunalaras yang berperilaku agresif dalam penelitian ini adalah remaja yang sedang berada di periode pueral atau pra pubertas atau

pubertas awal dengan rentang usia antara 12-15 tahun yang telah mengalami perkembangan seksual primer dan sekunder. 11