KOMPOSISI JENIS DAN POLA AGROFORESTRY di DESA SUKARASA, KECAMATAN TANJUNGSARI, BOGOR, JAWA BARAT (The types and patterns of agroforestry composition at Sukarasa Village, Tanjungsari District, Bogor, West Java) Oleh/By : Ary Widiyanto Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Jl Raya Ciamis-Banjar km 4, Ciamis 46201 Email: widiyantoary@gmail.com ABSTRACT Land management practices had been carried out years ago by rural communities in Indonesia. Agroforestry management is one of the the land management surviving and becoming part of social life in their community. Traditional pattern by plating several of trees were generally done by the community. These research were aimed to analyze the composition of trees and the pattern of agroforestry system at Sukarasa Village, Tanjungsari District, Bogor, West Java. Thirty respondents were chosen to obtain the primary data.by interviewing them, moreover literature reviews were undertook to get the secondary data. The results revealed that the dominant pattern in the village Sukarasa of agroforestry is the combination of tree sengon (Paraserianthes falcataria) with banana plants. People from outside the Sukarasa village generally owned the land which using agroforestry pattern. Key words: Agroforestry, species composition, sengon, banana ABSTRAK Masyarakat pedesaan di Indonesia telah melakukan praktek pengelolaan lahan sejak lama. Salah satu pengelolaan lahan yang masih bertahan hingga saat ini dan menjadi bagian dari kehidupan sosial budaya masyarakat setempat adalah pengelolaan agroforestry. Pada umumnya, pola agroforestry yang dilakukan oleh masyarakat masih berupa pola tradisiomal dengan komposisi dan kombinasi jenis yang yang beragam. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis komposisi jenis dan pola agroforestry di Desa Sukarasa, Kecamatan Tanjungsari, Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan mengambil sampel sebanyak tiga puluh responden. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara semi terstruktur, pengamatan langsung (observasi) dan menggunakan berbagai publikasi dan laporan dari dinas/instansi terkait. Dari hasil penelitian diketahui bahwa pola agroforestry yang dominan di desa Sukarasa adalah kombinasi antara pohon sengon (Paraserianthes falcataria) dengan tanaman pisang. Mayoritas lahan yang menggunakan pola agroforestry dimiliki oleh pendatang atau orang dari luar desa Sukarasa. Kata kunci: Agroforestry, komposisi jenis, sengon, pisang
I. PENDAHULUAN Petani diketahui telah melakukan praktek agroforestri tradisional sejak lama. Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian di mana pepohonan ditanam secara tumpangsari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar (Hairiah et al, 2003). Salah satu bentuk praktek agroforestri tradisional dapat ditemukan Desa Sukarasa, Kecamatan Tanjungsari yang berlokasi di Propinsi Jawa Barat, Indonesia. Bagi masyarakat, sistem ini menyediakan berbagai kebutuhan keluarganya pada level subsisten serta menjadi sumber dan cadangan pendapatan tunai pada saat dibutuhkan. Indonesia memiliki banyak model agroforestri yang terbukti dapat memberikan secara bersama-sama fungsi ekonomi dan ekologi bagi lingkungan sekitar (de Foresta et al., 2000). Pengelolaan sistem ini yang masih bertahan hingga saat ini menunjukkan bahwa masyarakat lokal dapat mengelola sumberdaya yang memberikan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan setempat. Di sisi lain, meskipun telah lama dipraktekkan oleh masyarakat setempat dan memberikan manfaat nyata namun agroforestry belum berkembang menjadi sistem yang menjadi penopang utama pendapatan rumah tangga. Sebagian besar petani pengelola menganggap agroforestry sebagai pelengkap bagi sistem pertanian monokultur. Kegiatan penanaman dengan sistem pohon-tanaman sela hanya dilakukan berdasarkan pada keinginan untuk memanfaatkan lahan kosong semata. Meskipun demikian pada beberapa petani pemanfaatan lahan sudah tertata cukup baik dan teratur. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengelolaan hutan berdasarkan pola agroforestry beserta motif yang mendasari petani dalam melakukan pemilihan jenis. II. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Sukarasa yang termasuk wilayah Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat mulai Bulan September 2011 hingga Pebruari 2012. Pemilihan lokasi Desa Sukarasa dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa di desa ini terdapat masyarakat yang mengelola agroforestry sejak lama. Sasaran penelitian ini adalah masyarakat Desa Sukarasa yang mengelola agroforestry.
B. Metode Penelitian 1. Metode Pengambilan Contoh Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian survey. Penentuan responden dalam penentuan ini dilakukan secara sengaja tanpa dibatasi oleh faktor umur, pendidikan dan luas kepemilikan lahan. Petani pengelola agroforestry yang diambil sebagai contoh berjumlah 30 responden dengan stratifikasi lahan berdasarkan luas penguasaan lahan agroforestry yaitu stratum 1 (luas lahan lebih dari 0,5 ha), stratum 2 (luas lahan antara 0,25 0,5 ha) dan stratum 3 (luas lahan kurang dari 0,25 ha). 2. Metode Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer menggunakan teknik wawancara semi terstruktur melalui kuisioner, pengamatan secara langsung di lapangan (observasi) sedangkan data sekunde r dikumpulkan dari berbagai publikasi dan rujukan yang dikeluarkan instansi terkait yang berhubungan dengan penelitian. 3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data dan informasi yang bersifat kualitatif serta membahas secara mendalam data hasil pengukuran yang bersifat kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk mengkaji sistem pengelolaan agroforestry, orientasi usaha, jenis dan keragaman kombinasi pola agroforestry. III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukarasa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Tanjungsari. Luas wilayah Desa Sukarasa 1.515,80 ha yang terdiri dari lima dusun, yaitu: Pangkalan Satu, Pangkalan Dua, Pasir Angin, Margaluyu dan Cigarukgak. Berdasarkan data monografi desa tahun 2010/2011, Sukarasa berbatasan dengan beberapa desa dan kecamatan disekitarnya yaitu : Sebelah Utara dengan Desa Sekarwangi wilayah Kecamatan Tanjungsari Sebelah Selatan dengan Desa Sokawangi wilayah Kecamatan Tanjungsari Sebelah Barat dengan Desa Sukaharja wilayah Kecamatan Tanjungsari Sebelah Timur dengan Desa Cibadak wilayah Kecamatan Tanjungsari Sebagian besar wilayah Desa Sukarasa dialokasikan untuk kegiatan pertanian. Berdasarkan data Monografi Desa Sukarasa diketahui 68,24 % (898 ha) areal desa merupakan lahan yang dikelola sebagai kebun dan tegalan dan 17,63 % (231,95 ha) merupakan lahan
pertanian monokultur berupa sawah yang dikelola untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Desa Sukarasa memiliki penduduk sebanyak 4.493 jiwa dengan komposisi 2.260 orang pria dan 2.233 orang wanita. Sebagian besar warga Desa Sukarasa (47,55 %) memiliki mata pencaharian sebagai petani, sisanya bekerja pada sektor jasa, buruh, pengusaha, pedagang hingga pensiunan. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kepemilikan Lahan Masyarakat Desa Sukarasa umumnya mengelola agroforestry berdampingan dengan pertanian monokultur. Bagian lahan yang memungkinkan akan ditanami padi dan tanaman pertanian lain. Perbedaan luas lahan disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan modal petani. Pengalihan hak kepemilikan sebidang lahan melalui proses jual beli ataupun bagi hasil dapat dilakukan bebas kepada siapa saja baik sesama warga desa ataupun diluar desa. Pemilikan lahan responden terpilih tersebar dalam 3 stratum yaitu stratum 1 (luas pemilikan lahan lebih dari 0,5 ha), stratum 2 (luas pemilikan lahan antara 0,25-1 ha) dan stratum 3 (luas pemilikan lahan kurang 0,25 ha) (Sajogyo, 1978 dalam Kartasubrata, 1986).. Letak agroforestry dapat tersebar atau terpusat pada satu tempat. Para petani yang memiliki lahan sempit hingga sedang pada umumnya memperoleh lahan dari hasil warisan. Para petani ini biasanya mengelola agroforestry untuk tujuan subsisten atau untuk dikonsumsi sendiri. Orientasi usaha subsisten dipengaruhi oleh penguasaan lahan sempit dan budaya pembagian hak waris yang secara langsung semakin mempersempit satuan usaha yang dikuasai petani. Fenomena ini meningkatkan jumlah petani yang tidak memiliki tanah dan hanya menjadi petani penggarap. Para petani dengan lahan luas umumnya memperoleh lahan dengan cara membeli dan didominasi oleh pemodal dari luar desa.
Sistem Pengelolaan Lahan 3 27 Mengelola lahan sendiri Mengelola dengan sistem bagi hasil Gambar 1. Sistem pengelolaan lahan di Desa Sukarasa Mengingat sebagian besar merupakan lahan milik maka hampir seluruh petani (90 % atau 27 responden) mengelola sendiri lahan miliknya (Gambar 1). Dengan demikian sistem penguasaan sumber daya lahan dan hasil-hasil agroforestry bersifat individual dan menjadi tanggung jawab pemilik lahan. Para pemilik lahan memiliki hak penuh untuk mengelola, memungut dan melakukan pengalihan hak penguasaan lahan dan hasil-hasilnya pada orang lain. Berdasarkan Gambar 1 di atas tercatat hanya tiga orang petani ( 10 %) yang mengelola lahan dengan sistem bagi hasil. Lahan tersebut merupakan milik orang lain yang berasal dari luar desa. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, pemilik lahan memberikan kebebasan kepada pengelola untuk mengelola lahan termasuk memilih jenis-jenis tanaman yang akan ditanam. B. Komposisi Jenis dan Pola Agroforestry Para petani pengelola agroforestry di Desa Sukarasa sebagian besar menanami pepohonan dalam lahan agroforestry miliknya dengan jarak tanam 2 x 3 m. Kebiasaan ini dilakukan oleh 90 % petani (2 7 orang) dan umumnya disebabkan karena para petani tidak ingin menyisakan bagian lahan yang kosong. Meskipun jumlahnya sedikit, tercatat 3 petani (10 %) yang menanami pohon dalam lahan agroforestry miliknya dengan jarak tanam 4 x 4 m. Jarak tanam yang cukup renggang ini dimaksudkan untuk memudahkan rotasi atau pergiliran penanaman tanaman pertanian pada awal pengelolaan agroforestry. Jarak tanam yang dipilih oleh responden bisa dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
Jarak tanam pada pola agroforestry 3 Jarak tanam 2 m x 3 m 27 Jarak tanam 4 m x 4 m Gambar 2. Jarak tanam pada pola agroforestry di Desa Sukarasa Pada tahap awal lahan ditanami dengan jenis-jenis tanaman pertanian/palawija seperti pisang, kacang tanah, singkong, ubi dan jenis lainnya. Selama dua-tiga tahun para petani mengelola kebun/tegalan dan melakukan kegiatan pengayaan secara terus menerus dengan menanami bagian-bagian kosong dari lahan dengan jenis pepohonan baik kayu maupun buah. Selanjutnya tanaman pertanian akan digantikan jenis tanaman lain terutama ketika jenis pepohonan mulai tumbuh dan menimbulkan naungan yang menghambat pertumbuhan dan produktivitas tanaman pertanian. Di Desa Sukarasa ditemukan tiga bentuk/tipe agroforestry yang dominan dibedakan berdasarkan karateristik fisik lahan dan jenis tanaman dominan. Ketiga tipe tersebut adalah agroforestry tipe campuran pohon penghasil kayu tanaman penghasil buah, tipe agroforestry campuran penghasil kayu - tanaman pertanian serta kombinasi/campuran antara kedua tipe tersebut. Secara ringkas komposisi jenis pada pola agroforestry di Desa Sukarasa bisa dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Komposisi jenis tanaman pada pola agroforestry di desa Sukarasa KAYU KAYU-BUAH TANAMAN PERTANIAN Sengon, jabon dan afrika Manggis, duku, durian, Pisang, singkong, talas melinjo, jengkol, petai, cempedak, nangka Pada tabel 1 terlihat bahwa jenis tanaman yang dominan pada tipe agroforestry penghasil kayu-kayuan adalah kayu sengon, kayu jabon dan kayu afrika. Agroforestry didominasi oleh jenis kayu tersebut karena ketiga jenis tanaman tersebut bibit tanamannya mudah diperoleh dan tidak memerlukan perawatan intensif. Selain untuk tujuan subsisten kedua jenis tanaman ini dapat dijual dan cukup diminati di pasaran. Jenis tanaman yang cukup banyak ditanam pada tipe agroforestry campuran buah-kayu tanaman pangan antara lain
manggis, duku, durian, melinjo, jengkol, petai, cempedak, nangka, pisang dan tanaman pertanian. Jengkol dan petai disukai karena memberikan hasil sepanjang tahun juga tidak membutuhkan perawatan intensif. Jenis buah-buahan seperti nangka, cempedak dan melinjo disukai karena mudah berbuah, dapat diambil hasilnya sepanjang tahun, harganya cukup tinggi dan mudah dijual. Jenis tanaman pertanian yang terdapat dalam agroforestry terdiri dari jagung, kacangkacangan dan umbi-umbian serta tanaman tahunan seperti pisang. Para petani biasa menanam secara bergiliran jenis tanaman tersebut dalam satu lahan. Pemilihan jenis tanaman tersebut adalah karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta memiliki nilai ekonomis tinggi. Jenis tanaman tersebut menyediakan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang petani. Jenis tanaman pertanian yang paling dominan dalam lahan agroforestry adalah pisang dan singkong (ada dua jenis singkong, yaitu penghasil buah dan penghasil daun). Kedua jenis tanaman ini disukai karena mudah tumbuh, tidak membutuhkan perawatan intensif serta menghasilkan sepanjang tahun. Kedua jenis tanaman ini selain menjadi sumber pangan juga dapat dijadikan sumber cadangan pendapatan tunai karena mudah dijual. Permintaan terhadap dua komoditas ini selalu ada sepanjang tahun dan pembeli bersedia untuk mengambil langsung ke petani. Hal ini pula yang kemudian memunculkan pengumpul/bandar/tengkulak, yang menjadi perantara antara petani dan pembeli. Buah pisang dan singkong umumnya diambil untuk dijual di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, sedangkan daun singkong dijual kepada pengumpul yang akan menjualnya ke rumah makan padang yang berada disekitar wilayah kabupaten Bogor dan Bekasi. Dari penelitian diketahui bahwa kombinasi pola agroforestry di desa Sukarasa bisa dilihat pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Pola agroforestry di desa Sukarasa KOMBINASI JENIS JUMLAH RESPONDEN (%) Sengon - Pisang 11 (36,67) Sengon Pisang - Talas 3 (10,00) Sengon Pisang - Singkong 2 (6,67) Jabon Pisang -Singkong 2 (6,67) Campuran (Kayu - Buah) 2 (6,67) Campuran (Kayu-Buah-Tanaman Pertanian) 10 (33,33)
Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa kombinasi sengon-pisang dipilih oleh 11 responden (36,67 %), sengon-pisang-talas dipilih oleh 3 responden (10,00 %), sengon -pisang-singkong dipilih oleh 2 responden (10,00 %), jabon -pisang-singkong dipilih oleh 2 responden (10,00 %), campuran kayu-buah dipilih oleh 2 responden (10,00 %) serta %), campuran kayu-buahtanaman pertanian dipilih oleh 10 responden (33,33 %). Sedangkan alasan pemilihan jenis-jenis tersebut adalah karena mudah menanam dan merawat (13 responden, 44%), mudah menjual (16 responden, 53%) dan mudah memperoleh bibit (1 responden, 3%), seperti terlihat pada gambar 3 di bawah ini. Alasan pemilihan jenis tanaman 1 16 27 Mudah menanam dan merawat Mudah menjual hasil Mudah memperoleh bibit Gambar 3. Alasan pemilihan jenis tanaman oleh petani di Desa Sukarasa C. Pemanenan Pemanenan tanaman yang terdapat dalam lahan agroforestry terjadi pada periode waktu berbeda karena tiap jenis memiliki tingkat produktivitas, umur dan waktu tanam yang berbeda. Pemanenan jenis kayu umumnya dilakukan pada saat petani terdesak kebutuhan seperti untuk membayar hutang,pajak tahunan, membuka lahan sawah baru, ada hajatan, biaya sekolah anak dan keperluan lain. Petani mulai menjual kayu afrika dan kayu sengon pada usia mulai 3 tahun ketika diameter tegakan mencapai 10 cm. Hal ini mempengaruhi posisi tawar petani terhadap tengkulak atau pedagang pengumpul karena kualitas kayu yang kurang baik serta tingkat kebutuhan mendesak membuat petani cenderung menjual hasil kayu dibawah harga pasar. Pemanenan jenis tanaman buah seperti durian, duku, manggis, petai, jengkol dan jenis lain biasanya dilakukan pada musim buah ketika tanaman tersebut sudah mencapai usia produktif. Jenis tanaman pertanian tidak membutuhkan waktu lama untuk dipanen. Usia produktif tanaman pertanian cukup singkat dengan intensitas produksi hampir sepanjang tahun terutama bila petani memberlakukan sistem rotasi pada tanaman pertanian yang
ditanam di lahannya. Pemanenan dapat dilakukan oleh pedagang pengumpul atau tengkulak bila hasil produksi lahan dijual. Bila dilakukan oleh pedagang pengumpul (tengkulak) biasanya diberlakukan sistem borongan dimana pedagang memilih, menandai dan menebang atau memetik sendiri produk lahan yang diinginkan. Petani lebih memilih menjual hasil agroforestry (kayu, buah, tanaman pertanian) dengan sistem borongan. Dengan sistem ini petani tidak perlu membayar biaya pemanenan. Orientasi pemanfaatan hasil agroforestry sebagian besar untuk kebutuhan sendiri (subsisten) yang umumnya dipengaruhi satuan/kepemilikan lahan yang dikuasai relatif sempit sehingga produktivitas lahan hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sendiri. Hal ini terutama dipicu pula kemampuan sarana bertani yang rendah. Tanpa bantuan dari pihak luar sulit bagi para petani untuk mendapat bibit unggul, pupuk dan sarana lain yang dibutuhkan untuk meningkatkan skala usaha pertanian. Hal ini juga menggambarkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap lahan agroforestry sehingga meskipun tidak dikelola secara intensif petani masih mempertahankan keberadaan agroforestry. Para petani biasanya menjual hasil agroforestry baik kayu maupun buah sebagai bahan mentah dan tidak diolah sebelum dijual. V. KESIMPULAN 1. Komposisi jenis dan pola agroforestry sangat dipengaruhi oleh motif ekonomi dari pemilik lahan sehingga umumnya lahan yang ada akan dimaksimalkan dengan berbagai jenis tanaman tanpa terlalu memperhatikan jarak tanam. 2. Kombinasi tanaman sengon-pisang merupakan pola yang paling dominan dijumpai di desa Sukarasa 3. Kepemilikan lahan yang luas didominasi oleh para pendatang atau orang dari luar desa. 4. Meskipun pada umumnya tidak dirawat secara insentif, para petani menganggap bahwa lahan/kebun mereka sangat penting dan bermanfaat, baik jangka pendek maupun jangka panjang. DAFTAR PUSTAKA De Foresta, H., A. Kusworo., G. Michon dan W.A Djatmiko. 2000. Ketika Kebun Berupa Hutan-Agroforestri Khas Indonesia: Sebuah Sumbangan Masyarakat. ICRAF. Bogor, Indonesia. Desa Sukarasa. 2011. Peta Lokasi Wilayah Desa Sukarasa (Peta Fisik). Pemerintah Desa Sukarasa. 1 lembar. Hairiah, K., M.A. Sardjono dan S.Sabarnurdin. 2003. Bahan Ajaran Agroforestry I Pengantar Agroforestry. World Agroforestry Center (ICRAF).
Kartasubrata, J. 1986. Partisipasi Rakyat dalam Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan di Jawa (Studi kehutanan Sosial di Daerah Kawasan Hutan Produksi, Hutan Lindung dan Hutan Konservasi). Disertasi. Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan. Koswara, E. 2006. Peranan dan Kontribusi Hutan Rakyat terhadap Pendapatan Rumah Tangga Petani (Studi Kasus Pekon Pahmungan Kecamatan Pesisir Tengah Kabupaten Lampung Barat). Skripsi Departemen Kehutanan Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.