6 BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data. Secara umum analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu: (1) reduksi data merupakan proses pemilihan atau merangkum, menyeleksi data-data yang sudah didapat, sehingga data yang sudah diperoleh menjadi lebih sederhana; (2) penyajian data merupakan proses membentuk data agar dapat dipahami dan mudah dibaca. Penyajian data yang sering digunakan adalah bentuk naratif ataupun grafik; (3) penarikan kesimpulan merupakan hasil akhir dari suatu penelitian, sehingga penelitian yang mula-mula belum jelas meningkat menjadi lebih jelas dan rinci (Miles dan Huberman, 1992). Analisis merupakan suatu tahap yang ditempuh untuk mengetahui derajat kualitas dari objek yang diteliti. Analisis dimaksudkan dapat memperoleh gambaran secara rinci yang mencakup keadaan, kemampuan, keterampilan, dan lain-lain dari objek yang diteliti (Bungin, 2008). B. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata : Penalaran mengandung arti cara (perihal) menggunakan nalar, pemikiran atau cara berpikir logis. Sedangkan kata : Matematis mengandung arti bersangkutan dengan matematika, bersifat matematika, sangat pasti dan 6
7 tepat. Suriasumantri (2005) menjelaskan bahwa penalaran merupakan suatu proses berpikir dalam menarik kesimpulan yang berupa pengetahuan, artinya dalam proses bernalar akan menghasilkan suatu penarikan kesimpulan baru yang dianggap shahih (valid). Dengan kata lain penalaran terfokus pada upaya merumuskan kesimpulan berdasarkan beberapa pernyataan yang dianggap benar. Menurut Keraf (2007) menjelaskan penalaran (jalan pikiran atau reasoning) sebagai proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulann yang logis (Shadiq : 2004). Secara lebih lanjut, dapat didefinisikan bahwa penalaran merupakan suatu kegiatan, suatu proses atau aktivitas berfikir untuk menarik kesimpulan atau membuat suatu pertanyaan baru yang benar berdasar pada beberapa pertanyaan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya. Dalam kemampuan penalaran tidak hanya dibutuhkan bagi siswa ketika mereka belajar matematika maupun mata pelajaran lainnya, namun sangat dibutuhkan dalam mengambil keputusan atau kesimpulan. Terdapat berbagai cara penarikan kesimpulan, namun dalam dunia keilmuan, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu secara deduktif dan induktif (Ihsan, 2010). Penalaran deduktif dan induktif, keduanya merupakan argument dari serangkaian proporsi yang bersifat terstruktur, terdiri dari beberapa premis dan kesimpulan atau konklusi,
8 sedangkan perbedaan keduanya terdapat pada sifat kesimpulan yang diturunkannya. Berikut penjabaran dari kedua penalaran tersebut. 1. Penalaran Induktif Penalaran induktif dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan yang bersifat khusus ke umum berdasarkan data yang teramati (Sumarmo, 2010). Pernyataan ini diperjelas oleh Ihsan (2010) yang menyatakan bahwa penarikan kesimpulan secara induktif adalah suatu cara penarikan kesimpulan pada suatu proses berpikir dengan menyimpulkan sesuatu yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Dapat disimpulkan bahwa penalaran induktif merupakan proses penarikan kesimpulan dari kasus-kasus khusus menjadi kesimpulan yang bersifat umum. Beberapa kegiatan yang tergolong pada penalaran induktif adalah sebagai berikut : a. Transduktif Transduktif adalah menarik kesimpulan dari satu kasus atau sifat khusus yang satu diterapkan pada kasus khusus lainnya. Penalaran bentuk ini merupakan bentuk penalaran induktif yang paling sederhana. Transduktif dalam matematika dapat diartikan sebagai penarikan kesimpulan sistematis dari suatu kasus matematika yang diterapkan pada kasus matematika lain. Dalam pola berpikir transduktif, rawan sekali terjadi kesalahan dalam
9 penarikan kesimpulan, karena ini merupakan pola berpikir yang paling rendah tingkatannya. Contoh : Pernyataan : Banyaknya kejadian yang mungkin pada pelemparan satu mata dadu sebanyak 6. Kesimpulan : Banyaknya kejadian yang muncul pada pelemparan dua mata dadu sebanyak 6 x 2 = 12. b. Generalisasi Keraf (2007) menyatakan bahwa generalisasi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari sejumlah fenomena individual untuk menurunkan suatu inferensi yang bersifat umum yang mencakup semua fenomena tadi. Artinya bahwa siswa akan mampu mengadakan generalisasi, yaitu menangkap ciri-ciri atau sifat umum yang terdapat dari sejumlah hal-hal khusus, apabila siswa telah memiliki konsep, kaidah, prinsip (kemahiran intelektual) dan siasatsiasat memecahkan masalah tersebut. Sumarmo (2004) menyebutkan beberapa sifat dari generalisasi, antara lain : a) Makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran, makin tinggi probabilitas konklusinya. b) Makin besar jumlah faktor kesamaan di dalam premis, makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya.
10 c) Makin besar jumlah faktor disanaloginya di dalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya. d) Semakin luas konklusinya semakin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya. Secara umum, generalisasi dalam matematika dapat diartikan sebagai penerapan matematis dari suatu kasus matematika ke dalam kasus matematika lain yang memiliki kesamaan matematis. Contoh: Pada pelemparan mata uang logam : Misalkan A = Angka, G = Gambar, n = banyaknya kejadian yang mungkin i. n(b) = Banyaknya kejadian yang mungkin pada pelemparan satu mata uang logam B = { A, G } n (B) = 2 ii. n(c) = Banyaknya kejadian yang mungkin pada pelemparan dua mata uang logam C = { AA, AG, GA, GG } n (C) = 4 iii. n(d) = Banyaknya kejadian yang mungkin pada pelemparan tiga mata uang logam D = { AAA, AAG, AGA, GAA, AGG, GAG, AGG, GGG } n (D) = 8
11 Berdasarkan ketiga pernyataan diatas: i. n(b) = 2 = 2 1 ii. n(c) = 4 = 2 2 iii. n(d) = 8 = 2 3 Kesimpulan, untuk mengetahui banyaknya kejadian yang mungkin terjadi pada pelemparan n mata uang logam diperoleh 2 n yaitu 2 adalah banyaknya ruang sampel mata uang logam dan n adalah banyaknya mata uang logam yang dilempar. c. Analogi Menurut Ahmadi dan Supriyono (2004) kesimpulan analogis adalah kesimpulan yang ditarik dengan cara membandingkan situasi yang satu dengan situasi yang lain. Kemudian menurut Keraf (2007) analogi adalah suatu proses penalaran yang bertolak dari dua peristiwa khusus yang mirip satu sama lain, kemudian menyimpulkan bahwa apa yang berlaku untuk suatu hal akan berlaku untuk hal yang lain. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa analogi dalam matematika adalah membandingkan dua hal matematis yang berlainan namun memiliki karakteristik matematis yang sama. Dalam analogi yang dicari adalah keserupaan dari dua hal yang berbeda, dan menarik kesimpulkan atas dasar keserupaan itu. Contoh : P(C)= 0,70
12 P(C) =0,30 P(B)= 0,60 P(B) = 0,40 P(C)+P(C) = 1 P(B)+P(B) =1 Berdasarkan pernyataan di atas, dengan menggunakan cara yang sama akan diperoleh: P(A)+P(A) = 1, P(A) = 1 - P(A) d. Hubungan Kausal Penalaran hubungan kausal (sebab akibat) adalah keadaan atau kejadian yang satu menimbulkan atau menjadikan keadaan atau kejadian yang lain. Hubungan antara sebab dan akibat tersebut bukan hubungan urutan biasa atau hubungan yang kebetulan. Hubungan sebab akibat merupakan suatu hubungan intrinsik, azasi, hubungan yang bergitu rupa, sehingga jika salah satu (sebab) ada/tidak ada, maka yang lain (akibat) juga pasti ada/tidak ada. Agar hubungan antara sebab dan akibat menjadi jelas, dalam logika sebab dipandang sebagai suatu syarat atau kondisi yang merupakan dasar adanya atau terjadinya sesuatu yang lain, yaitu akibat. Sama halnya pada matematika. Contoh : Berdasarkan penelitian, peluang penduduk daerah A terjangkit penyakit demam berdarah adalah 0,54. Jika penduduk daerah A
13 adalah 1.200 orang. Berapa banyak orang yang diharapkan tidak terjangkit demam berdarah? Jawab : Diketahui : A = Kejadian penduduk daerah A terjangkit penyakit demam berdarah P (A) = 0,54 n = banyaknya penduduk = 1200 Ditanya : n(a) =? Jika peluang kejadian A adalah P(A), maka 0 P(A) 1 Maka P(A) = 1 P(A) = 1 0,54 = 0,46 Karena P(A) = 0,46 dan n = 1200 maka diperoleh n (A) = 0,46 x 1200 = 552 Jadi banyaknya penduduk daerah A yang diharapkan tidak terjangkit demam berdarah sebanyak 552 orang. 2. Penalaran Deduktif Menurut Ihsan (2010) penarikan simpulan secara deduktif adalah suatu cara penarikan simpulan pada suatu proses berpikir yang sebaliknya dari penarikan simpulan induktif. Dalam hal ini penalaran deduktif memberlakukan prinsip-prinsip matematika umum untuk mencapai kesimpulan yang spesifik, atau dengan kata lain penalaran
14 deduktif matematis adalah cara berpikir di mana dari pernyataan matematika yang bersifat umum ditarik kesimpulan matematis yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara wacana atau argumentasi yang memenuhi syarat-syarat logis (Wiramihardja, 2009). Silogisme yang standar tersusun atas dua buah pernyataan dan sebuah, kesimpulan. Pernyataan yang mendukung silogisme ini disebut sebagai premis yang kemudian dibedakan menjadi premis mayor dan premis minor. Premis mayor adalah premis yang mengandung term predikat sedangkan premis minor adalah premis yang mengandung term subjek. Berdasarkan kedua uraian di atas mengenai kemampuan penalaran induktif dan kemampuan penalaran deduktif, maka diperoleh beberapa indikator kemampuan penalaran matematis, yaitu sebagai berikut : a. Indikator penalaran induktif i. Mampu menggunakan pola untuk menganalisis situasi matematika. ii. Mampu melakukan analogi ataupun generalisasi matematika. iii. Mampu menganalisis soal cerita ke dalam bentuk matematika (grafik). b. Indikator penalaran deduktif i. Mampu memperkirakan jawaban dan proses solusi
15 ii. Mampu menentukan pola untuk menyelesaikan masalah matematika iii. Mampu menarik kesimpulan logis. Sesuai dengan Departemen Pendidikan Nasional dalam Peraturan Dirjen Dikdasmen No.506/C/PP/2004 sebagaimana yang dikutip oleh Shadiq (2005) indikator penalaran matematis adalah sebagai berikut: 1. Kemampuan menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram. 2. Kemampuan mengajukan dugaan. 3. Kemampuan melakukan manipulasi matematika. 4. Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan terhadap suatu solusi. 5. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan. 6. Kemampuan memeriksa kesahihan dari pernyataan. 7. Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Berdasarkan beberapa definisi mengenai kemampuan penalaran matematis di atas maka peneliti menetapkan definisi kemampuan penalaran matematis pada penelitian ini sebagai kemampuan siswa untuk merumuskan kesimpulan atau pernyataan baru berdasarkan pada beberapa pernyataan yang kebenarannya telah dibuktikan atau diasumsikan sebelumnya, yang ditandai dengan indikator-indikator
16 penalaran. Adapun indikator penalaran yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Kemampuan mengajukan dugaan. Adalah kemampuan memperkirakan suatu kebenaran sebelum dilakukan analisis. 2. Kemampuan melakukan manipulasi matematika. Adalah melakukan proses rekayasa matematika, untuk memudahkan suatu perhitungan. 3. Kemampuan menarik kesimpulan dari pernyataan. Adalah proses menyusun bukti-bukti dalam suatu pernyataan sehingga terbentuk dalam satu kalimat singkat, padat, dan jelas yang disebut sebagai kesimpulan. 4. Kemampuan menyusun bukti, memberikan alasan terhadap suatu solusi. Adalah kemampuan memberikan penguatan pada suatu pernyataan yang sudah diketahui kebenarannya. 5. Kemampuan menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Adalah kemampuan memodifikasi rumus ke dalam beberapa bentuk sehingga mampu mewakili bentuk umumnya.
17 C. Materi : Peluang Standar Kompetensi Kompetensi Dasar : 4. Memahami peluang kejadian sederhana : 4.1 Menentukan ruang sampel suatu percobaan 4. 2 Menentukan peluang suatu kejadian sederhana Indikator : 4.1.1 Menentukan ruang sampel suatu percobaan dengan mendata titik sampelnya. 4.2.1 Menghitung peluang masing-masing titik sampel pada ruang sampel suatu percobaan 4.2.2 Menghitung nilai peluang suatu kejadian