JENIS-JENIS PENALARAN DI DUNIA BARAT (DEDUKTIF, INDUKTIF, ABDUKTIF)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JENIS-JENIS PENALARAN DI DUNIA BARAT (DEDUKTIF, INDUKTIF, ABDUKTIF)"

Transkripsi

1 JENIS-JENIS PENALARAN DI DUNIA BARAT (DEDUKTIF, INDUKTIF, ABDUKTIF) Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah FILSAFAT ILMU Dosen Pengampu: Dr. Usman SS, M.Ag Disusun oleh : Moh. Edi Komara NIM KONSENTRASI PENDIDIKAN BAHASA ARAB PRODI PENDIDIKAN ISLAM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2016

2 BAB I PENDAHULUAN Kemampuan manusia untuk berfikir merupakan anugerah yang istimewa dari Sang Khaliq. Manusia menggunakan fikirannya untuk memahami segala realitas yang terjadi. Dari hasil pemikiran, manusia mampu membuahkan berbagai macam pengetahuan. Agar pengetahuan yang dihasilkan dari penalaran mempunyai dasar kebenaran, maka proses berfikir itu harus dilakukan dengan cara penarikan kesimpulan yang shahih atau biasa disebut dengan logika. Logika adalah pengkajian untuk berfikir secara sahih. Dalam kehidupan sehari-hari banyak sekali persoalan yang dihadapkan dengan logika. Bahkan adapula persoalan-persoalan yang kadang bertentangan dengan logika. Sesuatu yang logis biasanya akan mudah difahami oleh nalar kita, tetapi sesuatu yang tidak logis kadang bertentangan dengan pikiran dan hati kita. Contohnya dalam dunia pendidikan adalah fenomena pengangguran. Orang yang sudah menempuh pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi, tidak ada satupun institusi atau dinas pemerintahan dan swasta yang menerima dirinya untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya. Selain itu ada juga fenomena penggandaan uang yang sedang ramai belakang ini. Apabila kita mampu mencermati fenomena tersebut dengan fikiran yang jernih tentu saja hal tersbut merupakan tindakan penipuan yang nyata dengan berkedokan ilmu kebatinan dan lain sebagainya. Dari sederet persoalan yang ada, diperlukan suatu logika dalam kehidupan manusia, agar kita mengetahui kapan saatnya berfikir logis dan kapan saatnya berfikir tidak logis. Sehingga apabila kita mampu berfikir logis dengan tepat, maka kita akan mampu menempatkan diri dalam segala keadaan secara proporsional ditengah era globalisasi. Untuk dapat berfikir dengan logis, kita perlu memahami bagian-bagian atau unsur-unsur mendasar dari logika itu sendiri. Berikut dijelaskan jenis-jenis penalaran dalam penarikan kesimpulan, yaitu penalaran deduktif, induktif dan abduktif. 1

3 BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Penalaran Penalaran adalah suatu proses berfikir yang menggunakan argumen-argumen, pertanyaan, premis atau aksioma untuk menentukan benar salahnya suatu kesimpulan. Penalaran dapat bersifat logis, jika kesimpulan yang dihasilkan oleh argumen, pertanyaan, atau premis yang benar. Begitu pula sebaliknya kesimpulan yang dihasilkan dari argumen atau premis yang salah akan menghasilkan penalaran yang tidak logis. 1 Contohnya Andi adalah pemilik kebun sawit di kalimantan. Hanya berdasarkan hal ini, kita bisa menarik beberapa kesimpulan, yaitu pak andi adalah orang kaya, memilki rumah mewah, memiliki mobil banyak. Kesimpulan yang ditarik bisa bersifat logis, karena penalaran kita mengolah informasi yang diperoleh dan mengkombinasikan dengan pengetahuan awal. Setiap penalaran memiliki struktur yang sangat sederhana, yaitu adanya pertanyaan (premis atau argumen) lalu pertanyaan itu diolah nalar sebelum menghasilkan kesimpulan. Penalaran berangkat dari sesuatu yang sudah ada atau apa yang sudah diketahui dari sana baru ditarik kesimpulan. Proposisi yang dianggap benar dikombinasikan dengan proposisi yang lainnya yang juga dianggap benar, sehingga menghasilkan proposisi baru yang disebut penalaran. Contohnya : ahmad mati, badrun mati jadi semua orang akan mati. Pada contoh tersebut konklusinya lebih luas dari pada premisnya, maka disebut generalisasi. 2 Dalam penarikan kesimpulan atau konlusi ada banyak sekali macamnya, namun yang dijelaskan dalam makalah ini yaitu logika deduktif, induktif dan abduktif. 1 Mukhtar Latif, Buku Filsafat Ilmu, (Jakarta: Kencana, 2014), hal Ibid, hal

4 1. Penalaran Deduktif Deduksi ialah proses dalam nalar kita dari pengetahuan yang lebih umum menyimpulkan pengetahuan yang lebih khusus. Pengetahuan yang lebih khusus itu telah terkandung di dalam pengetahuan umum itu, tetapi belum dengan tegas dan jelas dilihat dan dirumuskan; jadi masih bersifat potensial. 3 Adapun menurut Jujun S. Suriasumantri, Deduktif adalah cara berfikir di mana dari pernyataan yang bersifat umum ditarik kesimpulannya yang bersifat khusus. Penarikan kesimpulan secara deduktif biasanya menggunakan pola berpikir yang dinamakan silogismus. Silogismus disusun dari dua buah pernyataan (Premis mayor dan premis minor) dan sebuah kesimpulan. Contohnya : # Semua makhluk mempunyai mulut # Aiman adalah seorang makhluk # Jadi Aiman mempunyai mulut Ketepatan penarikan kesimpulan tergantung dari tiga hal, yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan pengambilan keputusan. Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenuhi maka kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disusun secara deduktif. Karena pada hakikatnya, kesimpulan yang berupa pengetahuan baru bukan dalam arti sebenarnya melainkan sekedar konsekuensi dari pengetahuan yang sudah kita ketahui sebelumnya. 4 Proses deduktif dalam penelitian ilmiah harus berhenti dengan prediksi dalam bentuk jika-maka. Ini berarti hasil dari pengujian tidak diketahui atau belum diketahui. Seorang ilmuwan harus bertanya apakah peristiwa A disebabkan X,Z,Y,B. Jika 3 A. Soedomo Hadi, Logika Filsafat Berfikir, (Surakarta: LPP UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS PRESS, 2006), hal Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah pengantar populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2013), hal. 49 3

5 hipotesis benar, maka prediksi dapat diajukan. Tetapi sebelum ada pemeriksaan yang serius mengenai hasil-hasil eksperimen, ia harus tetap mempertanyakan kebenaran dari hipotesisnya. Hasil-hasil eksperimen itu disebut prediksi, bukan karena hasil eksperimennya terjadi di masa depan, tetapi karena pengetahuan tentang prediksi itu mendahului pembuktian kebenarannya. Jadi fase deduktif berakhir dengan perumusan prediksi yang ditarik secara logis dari hipotesis eksplanatoris. 5 a) Bentuk-bentuk silogisme Pada dasarnya silogisme dibedakan menjadi dua bagian, yaitu : 1) Silogisme Kategoris Silogisme kategoris ialah silogisme yang premis-premisnya dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Contoh dari silogisme kategoris banyak sekali kita temui dalam percakapan sehari-hari. Orang biasanya menyatakan hasil-hasil pemikiran dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi biasanya hasil-hasil pemikiran itu tidak dirumuskan dalam bentuk silogisme. Contoh bila kita ditanya Mengapa korupsi itu tidak baik? maka jawabannya adalah Karena korupsi itu jahat. Apabila kita uraikan contoh tersebut kedalam bentuk silogisme adalah sebagai berikut: # Segala tindak kejahatan adalah tidak baik # Korupsi adalah salah satu tindak kejahatan # Jadi korupsi itu tidak baik Bentuk deduksi seperti inilah yang disebut silogisme dan silogisme ini dalam logika tradisional digunakan sebagai bentuk standar dari penalaran deduktif. Silogisme terdiri dari atas tiga proposisi kategorik. 6 Dua proposisi yang pertama 5 A. Sonny Keraf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal R. G. Soekadijo, Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dan Induktif, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2001), hal. 40 4

6 berfungsi sebagai premis sedang yang ketiga berfungsi sebagai konklusi. Contoh di atas memiliki tiga term yaitu kejahatan, sikap tidak baik dan korupsi. Ketiga term tersebut digunakan dua kali. Kata Korupsi digunakan dua kali sebagai subyek, sekali di premis dan sekali di konklusi. Kata Sikap tidak baik berfungsi dua kali sebagai predikat, sekali di premis sekali di konklusi. 2) Silogisme Hipotesis Silogime hipotesis adalah silogisme yang mengandung satu premis atau lebih yang berupa keputusan hipotesis. Adapun contoh dari silogime hipotesis adalah sebagai berikut : # Jika kamu makan nasi (antecedens), maka kamu kenyang (konsekuens) # Kamu makan nasi # Jadi kamu kenyang Dalam silogisme hipotesis berlaku hukum, jika antecedens, keputusan kondisional yang mengandung syarat, benar dan hubungannya syah, maka kesimpulan akan benar pula. Namun, jika kesimpulan salah (dan hubungannya syah) maka antecedens salah pula. 7 3) Silogisme dalam komunikasi sehari-hari Dalam komunikasi sehari-hari banyak terjadi penyimpangan karena unsur proposisinya hiper lengkap, lebih dari tiga. Di samping itu banyak silogisme yang menyimpang karena unsur proposisinya tidak lengkap dan ada juga silogisme yang premisnya lebih dari dua proposisi bahkan lebih. Dalam makalah ini hanya dijelaskan bentuk silogisme yang sering terjadi dikalangan kita yaitu Entimema (enthymeme). 7 Soedomo Hadi, Logika Filsafat..., hal. 66 5

7 a) Entimema Entimema adalah penalaran yang tidak semua unsur proposisinya dinyatakan secara eksplisit. Karena silogisme terdiri dari tiga proposisi; mayor, minor dan konklusi, maka bentuk entimema ada empat, yaitu entimema tanpa maior, entimema tanpa minor, entimema tanpa konklusi dan entimema tanpa konklusi dan mayor atau minor. 8 Contoh entimema tanpa mayor adalah: Tentu saja saya dapat khilaf, saya kan manusia biasa! 2. Penalaran Induktif Induksi adalah proses peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual kepada sesuatu yang bersifat universal (a passage from individual to universal), dimana premisnya berupa proposisi-proposisi singular, sedang konklusinya berupa sebuah proposisi universal, yang berlaku secara umum. 9 Sedangkan menurut Jujun S. Suriasumantri induktif merupakan cara berfikir dimana ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. 10 Jadi bisa disimpulkan bahwa penalaran induktif yaitu proses berfikir yang berangkat dari premis-premis khusus menuju ke arah universal atau umum. Berfikir dengan logika induktif bertujuan untuk menarik kesimpulan umum berupa deskripsi general dari suatu fenomena. Contohnya adalah sebagai berikut: # Besi itu mengalirkan listrik # Tembaga itu mengalirkan listrik # Perak itu mengalirkan listrik # Besi, tembaga, emas, perak adalah logam Jadi logam itu mengalirkan listrik 8 R. G. Soekadijo, Logika Dasar..., hal Ibid, hal Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu..., hal. 48 6

8 Penalaran induktif sangat erat kaitannya dengan metode ilmiah, bahkan merupakan dasar dari pada metode ilmiah. Pengamatan ilmiah terhadap hal-hal yang konkrit individual menjurus kepada penemuan fakta, teori dan hipotesis yang merupakan asumsi-asumsi. Semuanya merupakan generalisasi-generalisasi induktif. 11 Hukum yang disimpulkan dari sebuah fenomena yang sudah diselidiki, akan berlaku bagi fenomena sejenis yang belum diteliti. Melalui pengamatan di lapangan, akan dapat ditarik sebuah generalisasi dari suatu gejala. Dalam konteks ini, teori bukanlah persyaratan mutlak dalam sebuah penalaran induktif. Akan tetapi kecermatan dalam menangkap gejala cenderung memegang peranan utama untuk dapat mendeskripsikan suatu gejala dan melakukan generalisasi. 12 a) Ciri-ciri induksi Menurut R. G. Soekadijo terdapat tiga ciri induksi, yaitu: 13 1) Premis-premis dari induksi adalah proposisi empirik yang langsung kembali kepada suatu observasi indera atau proposisi dasar (basic statement) 2) Konklusi penalaran induktif lebih luas dari pada apa yang dinyatakan dalam premis-premisnya 3) Konklusi induksi memilki kredibilitas rasional (probabilitas) Probabilitas didukung oleh pengalaman, artinya konklusi induksi terkadang cocok dengan pengalaman, namun apabila didasarkan pada observasi indra belum tentu cocok. b) Bentuk generalisasi induktif Dalam logika induktif, tidak ada konklusi yang mempunyai nilai kebenaran yang pasti. Yang ada hanya konklusi dengan probabilitas rendah atau 11 Burhanuddin Salam, Logika Formal (Filsafat Berfikir),(Jakarta: Bina Aksara, 1988), hal Nina W. Syam, Filsafat sebagai Akar ilmu Komunikasi, (Bandung : Simbiosa Rekatama Media, 2010), hal R. G. Soekadijo, Logika Dasar..., hal

9 tinggi. Maka hasil usaha analisa dan rekontruksi dalam penalaran induktif berupa ketentuan-ketentuan mengenai bentuk induksi yang menjamin konklusi dengan probabilitas setinggi-tingginya. Tinggi rendahnya probabilitas dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yaitu; 14 1) Makin besar jumlah fakta yang dijadikan dasar penalaran induktif, makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya 2) Makin besar faktor analogi di dalam premis, makin rendah probabilitas konklusinya, dan sebaliknya 3) Makin besar jumlah faktor disanaloginya dalam premis, makin tinggi probabilitas konklusinya, dan sebaliknya 4) Semakin luas konklusinya semakin rendah pula probabilitasnya, dan sebaliknya. c) Bentuk analogi Induktif Bentuk penalaran analogi induktif ditentukan oleh tiga aspek yaitu; 15 1) Jumlah fakta yang dijadikan dasar dari konklusinya dan dinyatakan sebagai premis 2) Jumlah faktor-faktor analogi 3) Bentuk proposisi yang menjadi konklusinya Contohnya: Pisang 1 keras dan hijau adalah masam Pisang 2 keras dan hijau adalah masam Pisang 3 adalah keras dan hijau Pisang 3 adalah masam 14 Ibid, hal R. G. Soekadijo, Logika Dasar..., hal

10 3. Penalaran Abduktif Penalaran abduktif digagas oleh Charles Sanders Pierce sebagai kritik terhadap logika tradisional yang tidak membedakan antara proposisi kategoris dan proposisi relasional. Pada masanya C. S. Pierce mampu berkontribusi dalam bidang logika yaitu dengan menciptakan logika relasi sebagai sub disiplin dalam logika modern. Dari logika relasi, Pierce mampu melahirkan doktrin Pragmatisme dengan berbagai konsep kuncinya sehingga mampu membangun paradigma baru dalam teori pengetahuan. 16 Pada awalnya Pierce memandang abduksi sebagai suatu bentuk penyimpulan yang terdiri dari tiga proposisi, yaitu proposisi tentang suatu hukum (role), kasus (case) dan kesimpulan (result). Tiga proposisi tersebut dibentuk dalam silogisme hipotesis yang terdiri dari premis mayor, minor dan kesimpulan. Namun setelah tahun 1893, Pierce semakin sadar bahwa abduksi lebih dari sekedar suatu bentuk logis. Abduksi merupakan suatu bentuk silogisme yang bertolak dari fakta atau kasus. Abduksi merupakan tahap pertama dari penelitian ilmiah. Minat penelitian ilmuwan berawal dari keheranannya terhadap peristiwa atau fakta. Dari fakta itu mereka merumuskan hipotesis yang mengandung makna general atau universal untuk menjelaskan kasus tersebut. 17 Contohnya yaitu dari ilmu kedokteran, penyakit leukimia kanker darah. Apabila seseorang terjangkit penyakit leukimia kanker darah, pertanyaan tentang penyebab terjangkit seseorang dengan penyakit tersebut bisa kita rumuskan. Misalnya, kebiasaan merokok, faktor keturunan, faktor usia, kelainan genetik dan kelainan darah. Hipotesis-hipotesis tersebut dirumuskan untuk menjelaskan fakta. Jika terdapat salah satu fakta menentang hipotesis tersebut, maka hipotesis lain boleh diajukan. 16 Zubaedi, Filsafat Barat, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hal A. Sonny Keraf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis,(Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal. 92 9

11 a) Ciri-ciri penalaran abduksi Dari contoh tersebut Pierce merincikan dua ciri abduksi, yaitu: 18 1) Abduksi menawarkan suatu hipotesis yang memberikan eksplanasi yang probable (satu kemungkinan penjelasan) 2) Hipotesis dapat memberikan eksplanasi terhadap fakta-fakta lain yang belum dijelaskan dan bahkan tidak dapat diobservasi secara langsung. Para ilmuwan terdahulu menggunakan imajinasi untuk memikirkan kebenaran. Imajinasi ilmiah membawa ia kepada kebenaran. Hal ini dilakukan oleh Michael Polanyi, Thomas Kuhn dan lainnya. Pierce melihat imajinasi sebagai faktor penting bagi temuan ilmiah atau hipotesis dan ia mencoba untuk melukiskan kemampuan ini sebagai loncatan dari pengalaman dan data kepada suatu plausibility (kemasukakalan) pengalaman dan data. Dalam abduksi imajinasi tidak bisa diabaikan begitu saja. Abduksi hanya menghasilkan hipotesis sebagai penjelasan semantara atau dugaan yang masuk akal sebagai salah satu cara untuk memahami fakta. Maka, hipotesis yang coba ditawarkan dalam melalui abduksi, tidak lebih dari suatu vague ideas yang harus dibuktikan melalui induksi dan deduksi. 19 Metode penalaran abduktif melibatkan tiga macam penyimpulan yaitu hipotesis, deduksi, induksi, yang semuanya merupakan siklus berkelanjutan. Tahap pertama merupakan awal pemberangkatan dengan sebuah hipotesis dan menerimanya baik sebagai interogasi sederhana ataupun kepercayaan pada derajat tertentu secara inferensial. Tahapan kedua melibatkan pemeriksaan hipotesis dengan mengumpulkan semua bahan mengenai konsekuensi-konsekuensi eksperiensial bersyarat, dengan mengikutinya jika dia benar, yakni dengan 18 Ibid, hal A. Sonny Keraf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan..., hal

12 membuat hipotesis itu sejelas mungkin. Tahap ketiga merupakan pemberangkatan dengan prediksi bahwa hipotesis tersebut menjadi sedemikian rupa untuk diuji. 20 b) Syarat-syarat perumusan hipotesis dalam penalaran induktif Syarat-syarat dalam perumusan hipotesis yang paling penting adalah hipotesis yang dipilih adalah hipotesis yang dapat diverifikasi secara eksperimental. Namun sebelum diverifikasi secara eksperimental, pemilihan hipotesis perlu mendapat pertimbangan ekonomi. Artinya perlu difikirkan terlebih dahulu terkait aspek ekonomi waktu, uang dan tenaga. Kemudian Pierce juga menambahkan dua syarat lain, yaitu dampak positif dari hipotesis terhadap ilmu dan nilai hipotesis. Suatu hipotesis yang baik bisa menjelaskan fenomena lain secara bersamaan, yang tentunya hipotesis tersebut perlu dipertimbangkan untuk diverifikasi lebih lanjut. Di kemudian hari hipotesis yang baik akan dilihat sebagai teori ilmiah dengan lingkup penjelasan yang luas. Semakin baik suatu hipotesis, semakin luas dan mendalam hipotesis tersebut. Kaitannya dengan nilai hipotesis, Pierce mengatakan bahwa hipotesis yang baik adalah hipotesis yang memiliki karakter idealistik. Artinya hipotesis itu tidak hanya bisa duji, melainkan harus bisa dibuktikan benar dengan berbagai macam instrumen pembuktian, sehingga mampu mendorong perkembangan ilmu secara dinamis. Pierce menggunakan insting akal budi manusia sebagai dasar untuk mengekspektasi hipotesis idealistik. Insting hanyalah suatu alat yang digunakan untuk memilih satu hipotesis dari sekian banyak hipotesis. Menurut Pierce insting akal budi (mind) merupakan instrumen yang lebih meyakinkan dibandingkan semua bentuk penalaran Zubaedi, Filsafat Barat,.., hal A. Sonny Keraf, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan..., hal

13 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penalaran di dunia Barat terdapat tiga bagian yaitu induktif, deduktif dan abduktif. Penalaran induktif dan deduktif muncul dan berkembang pada masa logika tradisional sedangkan penalaran abduktif muncul dan berkembang pada logika modern yang dipelopori oleh Charles Samders Pierce. Penalaran induktif merupakan penyimpulan dari pernyataan khusus atau berbagai kasus yang individual ke bentuk umum, penalaran deduktif merupakan lawan dari penalaran induktif, penyimpulan dari pernyataan umum ke khusus. Sedangkan abduktif merupakan penyimpulan dari suatu kasus tertentu. Ketiga penalaran tersebut bisa kita gunakan dalam kehidupan seharihari terutama ketika dihadapkan dengan realitas kehidupan yang semakin variatif. Sealin itu, kita juga bisa menggunakannya sebagai alat untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga perkembangan ilmu pengetahuan di masa mendatang akan semakin dinamis. B. Saran Makalah ini disusun secara ringkas dan padat, sehingga memungkinkan timbulnya rasa kurang puas atas pengetahuan khususnya terkait penalaran di dunia barat. Pemakalah merekomendasikan untuk membuka referensi yang lebih lengkap guna mendapatkan pemahaman yang utuh terhadap konsep penalaran. Tentunya makalah ini terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat bermanfaat guna perbaikan khazanah ilmu pengetahuan. 12

14 DAFTAR PUSTAKA Hadi, A. Soedomo, Logika Filsafat Berfikir, Surakarta: LPP UNS dan UPT Penerbitan dan Percetakan UNS PRESS Latif, Mukhtar, Buku Filsafat Ilmu, Jakarta: Kencana Mikhael Dua, A. Sonny Keraf, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta: Kanisius Salam, Burhanuddin, Logika Formal (Filsafat Berfikir),Jakarta: Bina Aksara Soekadijo, R. G., Logika Dasar, Tradisional, Simbolik dan Induktif, Jakarta: Gramedia Pustaka Suriasumantri, Jujun S., Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan Syam, Nina W., Filsafat sebagai Akar ilmu Komunikasi, Bandung : Simbiosa Rekatama Media Zubaedi, Filsafat Barat, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media 13

MAKALAH FILSAFAT ILMU. Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif. Patricia M D Mantiri Pend. Teknik Informatika. Tema: Disusun oleh:

MAKALAH FILSAFAT ILMU. Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif. Patricia M D Mantiri Pend. Teknik Informatika. Tema: Disusun oleh: MAKALAH FILSAFAT ILMU Tema: Penalaran Induktif dan Penalaran Deduktif Disusun oleh: Patricia M D Mantiri 10 312 633 Pend. Teknik Informatika I. Latar Belakang Masalah Sebelum membahas tentang penalaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Analisis. Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data. 6 BAB II KAJIAN TEORI A. Analisis Analisis diuraikan secara singkat memiliki arti penyederhanaan data. Secara umum analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yaitu: (1) reduksi data merupakan proses pemilihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN. A. Pengertian Logika. B. Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Logika Logika berasal dari kata Logos yaitu akal, jika didefinisikan Logika adalah sesuatu yang masuk akal dan fakta, atau Logika sebagai istilah berarti suatu metode atau

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Penalaran Matematis. Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Majid (2014) penalaran adalah proses berpikir yang logis dan sistematis atas fakta-fakta yang empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. untuk menggunakan unsur-unsur bahasa untuk menyampaikan maksud atau pesan

II. KAJIAN PUSTAKA. untuk menggunakan unsur-unsur bahasa untuk menyampaikan maksud atau pesan 25 II. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Kemampuan Berlogika Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan, kita berusaha dengan diri sendiri (KBBI, 1991: 623). Selain itu, kemampuan juga merupakan kesanggupan

Lebih terperinci

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO

PENELITIAN DAN METODE ILMIAH. BY: EKO BUDI SULISTIO PENELITIAN DAN METODE ILMIAH BY: EKO BUDI SULISTIO Email: eko.budi@fisip.unila.ac.id PENELITIAN Bhs Inggris : Research re kembali ; search mencari. Secara bahasa berarti mencari kembali Penelitian dapat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian yang Relevan Sejauh pengetahuan peneliti kajian tentang Bentuk Penalaran dalam Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu Hukum Kemasyarakatan Universitas Negeri Gorontalo belum pernah

Lebih terperinci

MATERI DASAR-DASAR LOGIKA PERTEMUAN 13

MATERI DASAR-DASAR LOGIKA PERTEMUAN 13 MATERI DASAR-DASAR LOGIKA PERTEMUAN 13 Pengertian Silogisme Silogisme kategorik (disebut juga silogisme saja) adalah suatu bentuk formal dari deduksi yang terdiri atas proposisi-proposisi kategorik. Deduksi

Lebih terperinci

Catt: kedua kalimat pertama dapat dibuktikan kebenarannya. Kedua kalimat terakhir dapat ditolak karena fakta yang menentang kebenarannya.

Catt: kedua kalimat pertama dapat dibuktikan kebenarannya. Kedua kalimat terakhir dapat ditolak karena fakta yang menentang kebenarannya. Bahasa Indonesia 2 Proposisi ( reasoning ): suatu proses berfikir yang berusaha menghubungkan fakta/ evidensi yang diketahui menuju ke pada suatu kesimpulan. Proposisi dapat dibatasi sebagai pernyataan

Lebih terperinci

MAKALAH FILSAFAT ILMU Silogisme dan Proposisi Kategoris. Disusun oleh : Nama : NPM :

MAKALAH FILSAFAT ILMU Silogisme dan Proposisi Kategoris. Disusun oleh : Nama : NPM : MAKALAH FILSAFAT ILMU Silogisme dan Proposisi Kategoris Disusun oleh : Nama : NPM : Program Studi Fakultas Universitas 2015/2016 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA

ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA Isti Yunita, M. Sc isti_yunita@uny.ac.id FAKULTAS BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2015 1 Ciri makhluk hidup (manusia) 2 Sifat keingintahuan Manusia

Lebih terperinci

BAB I HAKEKAT IPA. Ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, termasuk gejala-gejala alam ang ada. fisika biologi

BAB I HAKEKAT IPA. Ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, termasuk gejala-gejala alam ang ada. fisika biologi BAB I HAKEKAT IPA Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) : Ilmu yang mempelajari alam dengan segala isinya, termasuk gejala-gejala alam ang ada Gejala-gejala alam fisika biologi kimia Rasa ingin tahu manusia merupakan

Lebih terperinci

Ilmu Alamiah Dasar. Oleh : Dini Rohmawati

Ilmu Alamiah Dasar. Oleh : Dini Rohmawati Ilmu Alamiah Dasar Oleh : Dini Rohmawati dini_rohmawati@uny.ac.id Ciri makhluk hidup (manusia) Rasa ingin tahu Sejarah perkembangan pola pikir manusia Perkembangan Pola Pikir Manusia Ciri Makhluk Hidup

Lebih terperinci

ILMU ALAMIAH DASAR (IAD) NANIK DWI NURHAYATI, S. SI, M.SI Telp = (271) ; Blog =nanikdn.staff.uns.ac.

ILMU ALAMIAH DASAR (IAD) NANIK DWI NURHAYATI, S. SI, M.SI Telp = (271) ; Blog =nanikdn.staff.uns.ac. ILMU ALAMIAH DASAR (IAD) NANIK DWI NURHAYATI, S. SI, M.SI Telp = (271) 821585 ; 081556431053 Email : nanikdn@uns.ac.id Blog =nanikdn.staff.uns.ac.id SISTEM PENILAIAN QUIS : 30% TUGAS : 20 % UJIAN (UAS):

Lebih terperinci

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU

A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU KELOMPOK 8 A. LOGIKA DALAM FILSAFAT ILMU Logika berasal dari kata yunani logos yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu. Logika sebagai ilmu merupakan elemen dasar setiap ilmu pengetahuan. Logika

Lebih terperinci

REVIEW ( SELASA, 28 MEI 2013, R.307 )

REVIEW ( SELASA, 28 MEI 2013, R.307 ) REVIEW MATA RANTAI PENCARI KEBENARAN MELALUI LOGIKA PENALARAN INDUKSI ( SELASA, 28 MEI 2013, R.307 ) Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah filsafat ilmu Dosen pengajar : Drs. H. Mohammad Adib, MA. OLEH

Lebih terperinci

SIL/PKP241/01 Revisi : 00 Hal. 1 dari 5 Gasal Judul praktek: - Jam: SILABUS. Menjelaskan epistemologi sebagai bagian dari cabangcabang

SIL/PKP241/01 Revisi : 00 Hal. 1 dari 5 Gasal Judul praktek: - Jam: SILABUS. Menjelaskan epistemologi sebagai bagian dari cabangcabang SIL/PKP241/01 Revisi : 00 Hal. 1 dari 5 SILABUS Nama Mata Kuliah : EPISTEMOLOGI & LOGIKA PENDIDIKAN Kode Mata Kuliah : IPF 203 SKS : 2 (Teori) Dosen : Priyoyuwono Program Studi : Semua Program Studi di

Lebih terperinci

BERPIKIR (PENALARAN) DEDUKTIF

BERPIKIR (PENALARAN) DEDUKTIF UNIVERSITAS GUNADARMA NAMA : SRI SETIAWATY NPM : 18211261 KELAS : 3EA27 BERPIKIR (PENALARAN) DEDUKTIF A. DEFINISI BERPIKIR (PENALARAN) Berpikir (Penalaran) adalah sebuah pemikiran untuk dapat menghasilkan

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu Sosial

Filsafat Ilmu Sosial Filsafat Ilmu Sosial Logika Deduktif Logika Induktif Hipotetis Verifikatif Sain, Pengetahuan ilmiah, penelitian ilmiah Dikelola secara serius oleh semua negara Biaya besar dan orang dikerahkan sebagai

Lebih terperinci

Buka Untuk melihat materi yang menyangkut matematika dan fisika

Buka  Untuk melihat materi yang menyangkut matematika dan fisika Buka http:ofiiick.blogspot.com Untuk melihat materi yang menyangkut matematika dan fisika Pengertian Penalaran, Pengertian Logika, Perbedaan Antara Penalaran Dan Logika, Beberapa Contoh Penalaran Deduktif

Lebih terperinci

ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA. Sulistyani, M.Si.

ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA. Sulistyani, M.Si. ALAM PIKIRAN MANUSIA DAN PERKEMBANGANNYA Sulistyani, M.Si. sulistyani@uny.ac.id Ciri-Ciri Manusia Organ tubuhnyakompleks dan sangat khusus terutama otaknya Mengadakan metabolisme Tanggap terhadap rangsang

Lebih terperinci

Bab 2 Penalaran Ilmiah

Bab 2 Penalaran Ilmiah Bab 2 Penalaran Ilmiah 2.1 Definisi P enalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera (observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan pengamatan yang

Lebih terperinci

EPISTEMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR

EPISTEMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR EPISTEMOLOGI: CARA MENDAPATKAN PENGETAHUAN YANG BENAR Slamet Heri Winarno JARUM SEJARAH PENGETAHUAN Kriteria kesamaan dan bukan perbedaan yang menjadi konsep dasar Berlaku metode ngelmu yang tidak membedakan

Lebih terperinci

Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah

Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah Modul ke: Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah PENGERTIAN PENELITIAN ILMIAH, METODOLOGI PENELITIAN, DAN LOGIKA BERPIKIR ILMIAH Fakultas Ilmu Komunikasi Sri Wahyuning Astuti, S.Psi. M,Ikom Program Studi S1 Brodcasting

Lebih terperinci

PERTEMUAN 1. Irnin Agustina D.A.,M.Pd

PERTEMUAN 1. Irnin Agustina D.A.,M.Pd PERTEMUAN 1 Irnin Agustina D.A.,M.Pd PENGETAHUAN??? Irnin Agustina D.A.,M.Pd Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang diketahui tentang objek tertentu, termasuk ke dalamnya ilmu (Jujun S

Lebih terperinci

POLA BERFIKIR DALAM METODE ILMIAH SECARA SISTEMATIS DAN PRAGMATIS

POLA BERFIKIR DALAM METODE ILMIAH SECARA SISTEMATIS DAN PRAGMATIS POL BERFIKIR DLM METODE ILMIH SECR SISTEMTIS DN PRGMTIS ILLI SELDON MGFIROH KULIH X METODE ILMIH PROGRM STUDI GRIBISNIS, UNIVERSITS JEMBER 2017 1. da unsur logis di dalamnya Tiap bentuk berpikir mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peran pendidikan matematika sangat penting bagi upaya menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas sebagai modal bagi proses pembangunan. Siswa sebagai sumber

Lebih terperinci

PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA

PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA P a g e 1 PENGANTAR LOGIKA INFORMATIKA 1. Pendahuluan a. Definisi logika Logika berasal dari bahasa Yunani logos. Logika adalah: ilmu untuk berpikir dan menalar dengan benar ilmu pengetahuan yang mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan besar yang dialami siswa dalam proses pembelajaran fisika saat ini adalah kurangnya keterlibatan mereka secara aktif dalam proses belajar

Lebih terperinci

IL I MU A LAMIA I H H DA D SA S R Dewi Yuanita

IL I MU A LAMIA I H H DA D SA S R Dewi Yuanita ILMU ALAMIAH DASAR Dewi Yuanita Alam Pikiran Manusia dan Perkembangannya A. Hakikat Manusia dan Sifat Keingintahuannya ciptaan Tuhan yang paling sempurna manusia Apakah hanya manusia yang berhak memanfaatkan

Lebih terperinci

PENGERTIAN LOGIKA BAHAN SATU DASAR-DASAR LOGIKA SEMESTER I

PENGERTIAN LOGIKA BAHAN SATU DASAR-DASAR LOGIKA SEMESTER I PENGERTIAN LOGIKA BAHAN SATU DASAR-DASAR LOGIKA SEMESTER I http://herwanp.staff.fisip.uns.ac.id 1 Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme, yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat,

Lebih terperinci

Metode Ilmiah. Sudarko S.P.,M.Si. PS. Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember

Metode Ilmiah. Sudarko S.P.,M.Si. PS. Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember Metode Ilmiah Sudarko S.P.,M.Si. PS. Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Jember Kebenaran Ilmiah Ilmu pengetahuan itu secara teratur dan tersusun hingga memberikan pengertian tentang hakikat, kebenaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Kemampuan Penalaran Matematis. a. Pengertian Penalaran Matematis 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis a. Pengertian Penalaran Matematis Penalaran matematika dan pokok bahasan matematika merupakan satu kesatuan yang tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol

BAB I PENDAHULUAN. memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Sebagai makhluk sosial,

Lebih terperinci

TUGAS NARASI MINGGU KE-12 FILSAFAT ILMU KELOMPOK 9B

TUGAS NARASI MINGGU KE-12 FILSAFAT ILMU KELOMPOK 9B TUGAS NARASI MINGGU KE-12 FILSAFAT ILMU KELOMPOK 9B NAMA ANGGOTA KELOMPOK : Karina Surya Permatasari (071211131021) Dian Indrawati (071211132011) Nailun Ni mah (071211133056) Maylina Nurwindiarti (071211131011)

Lebih terperinci

Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paragraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2. Verawaty R.

Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paragraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2. Verawaty R. Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paragraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2 Simalingkar Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010. Verawaty R. Sitorus ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II. indonesia yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Menurut Akhmat Sudrajat

BAB II. indonesia yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta berlebihan). Menurut Akhmat Sudrajat 7 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Kemampuan Kemampuan berasal dari kata mampu yang dalam kamus besar bahasa indonesia yang berarti kuasa (bisa, sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta

Lebih terperinci

6.1 PRINSIP-PRINSIP DASAR BERPIKIR KRITIS/LOGIS

6.1 PRINSIP-PRINSIP DASAR BERPIKIR KRITIS/LOGIS PENGANTAR SAP 6 Mata Kuliah Critical and Creative Thinking 6.1 PRINSIP-PRINSIP DASAR BERPIKIR KRITIS/LOGIS 6.2 ARGUMENTASI : STRUKTUR DASAR 6.3 PENALARAN INDUKTIF & BENTUK-BENTUKNYA 6.4 PENALARAN DEDUKTIF

Lebih terperinci

Filsafat Ilmu dan Logika

Filsafat Ilmu dan Logika Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan

Lebih terperinci

Metodologi Peneli,an - Pengantar. A, Harmoni

Metodologi Peneli,an - Pengantar. A, Harmoni Metodologi Peneli,an - Pengantar A, Harmoni Metodologi Peneli,an Metodologi peneli,an adalah suatu cabang ilmu yang membahas tentang cara atau metode yang digunakan dalam kegiatan peneli,an. Peneli,an

Lebih terperinci

Indriaty Matoka. (Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia) Pembimbing I : Dr. Fatmah AR. Umar, M. Pd. Pembimbing II: Salam, S. Pd, M.

Indriaty Matoka. (Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia) Pembimbing I : Dr. Fatmah AR. Umar, M. Pd. Pembimbing II: Salam, S. Pd, M. BENTUK PENALARAN DALAM SKRIPSI MAHASISWA JURUSAN ILMU HUKUM KEMASYARAKATAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO Indriaty Matoka (Mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia) Pembimbing I : Dr. Fatmah AR. Umar,

Lebih terperinci

Verawaty R. Sitorus. Kata Kunci. Membaca Skema, Paragraf Persuasif, SMA Budi Murni

Verawaty R. Sitorus. Kata Kunci. Membaca Skema, Paragraf Persuasif, SMA Budi Murni Hubungan kemampuan membaca skema dengan kemampuan menulis paraggraf persuasive oleh Siswa Kelas XI SMA Swasta Katolik Budi Murni 2 Simalingkar Medan Tahun Pembelajaran 2009/2010. Verawaty R. Sitorus ABSTRAK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran

II. TINJAUAN PUSTAKA. Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pemecahan Masalah (Problem Solving) Model pembelajaran problem solving merupakan salah satu model pembelajaran yang berlandaskan teori konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian Kuantitatif

Metodologi Penelitian Kuantitatif Modul ke: Metodologi Penelitian Kuantitatif Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian Ilmiah (Lanjutan) Fakultas ILMU KOMUNIKASI Finy F. Basarah, M.Si Program Studi Penyiaran www.mercubuana.ac.id Pengertian

Lebih terperinci

JENIS-JENIS PENELITIAN

JENIS-JENIS PENELITIAN Andriani Kusumawati JENIS-JENIS PENELITIAN Berdasarkan: 1. Tujuan 2. Kedalaman analisisnya 3. Pendekatan analisis atau Proses 4. Logika Penelitian 5. Kategori fungsionalnya 6. Hasil yang diharapkan dari

Lebih terperinci

KONSEP DASAR DAN HAKIKAT PENELITIAN

KONSEP DASAR DAN HAKIKAT PENELITIAN KONSEP DASAR DAN HAKIKAT PENELITIAN Konsep merupakan suatu gagasan atau ide yang relatif sempurna dan bermakna, suatu pengertian tentang suatu objek, produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat

Lebih terperinci

Struktur Ilmu Pengetahuan Modern & Cara Memperoleh Pengetahuan Ilmiah: Penalaran (Scientific Reasoning) Kamis, 21 Mei 2015

Struktur Ilmu Pengetahuan Modern & Cara Memperoleh Pengetahuan Ilmiah: Penalaran (Scientific Reasoning) Kamis, 21 Mei 2015 Struktur Ilmu Pengetahuan Modern & Cara Memperoleh Pengetahuan Ilmiah: Penalaran (Scientific Reasoning) Kamis, 21 Mei 2015 Yang harus diingat... Apa itu ilmu pengetahuan? Sejarah Ilmu Pengetahuan Konstruksi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Slameto (2010:3) belajar adalah proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai

Lebih terperinci

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati

Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati Bentuk Dasar Pengetahuan Bentuk dasar pengetahuan ada dua: 1. Bentuk pengetahuan mengetahui demi mengetahui saja, dan untuk menikmati pengetahuan itu demi memuaskan hati manusia 2. Bentuk pengetahuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pesat.kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. pesat.kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini berkembang sangat pesat.kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi tidak lepas dari perubahanperubahan dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

Pengantar Metodologi Penelitian. sri lestari

Pengantar Metodologi Penelitian. sri lestari Pengantar Metodologi Penelitian sri lestari Kodrat Manusia: Ingin tahu Berusaha mencari jawaban: mengamati, mempelajari, meneliti, mencoba memberi jawaban atas hal-hal yg belum diketahuinya..dst. hingga

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. masalah penelitian hanya dapat dijawab berdasarkan temuan-temuan data empiris dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. masalah penelitian hanya dapat dijawab berdasarkan temuan-temuan data empiris dari BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian adalah sebuah cara untuk menemukan jawaban dari rumusan masalah dengan menggunakan prosedur yang sistematis dan ilmiah. Rumusan masalah penelitian hanya dapat dijawab

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA

FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Matematika dan Statistika Sebagai Sarana Berfikir Ilmiah Dilaksanakan oleh : Imam Amirrulah ( 2011-31-014 ) JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ESA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam 11 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning) Model adalah prosedur yang sistematis tentang pola belajar untuk mencapai tujuan belajar serta sebagai pedoman bagi pengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari

BAB I PENDAHULUAN. manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemampuan bernalar sangat erat kaitannya dengan bagaimana manusia-manusia mencapai kesimpulan-kesimpulan tertentu baik dari pernyataan langsung maupun tidak langsung.

Lebih terperinci

ARGUMENTASI. Oleh: Sutrisna Wibawa, M. Pd.

ARGUMENTASI. Oleh: Sutrisna Wibawa, M. Pd. ARGUMENTASI Oleh: Sutrisna Wibawa, M. Pd. 1 4. ARGUMENTASI adalah sebuah ilmu dari hasil pemikiran yang cermat. Argumentasi mencoba membuat orang mau menerima suatu penilaian bahkan kadang-kadang untuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu

BAB II KAJIAN TEORITIK. Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu 7 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Penalaran Matematis Salah satu tujuan pelajaran matematika adalah agar siswa mampu melakukan proses bernalar. Matematika terbentuk karena pikiran manusia

Lebih terperinci

ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI

ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI PERTEMUAN 1 DOSEN VED,SE.,MSI.,AK.,CA MATERI ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH KULIAH MATERI ILMU, METODE ILMIAH DAN PENELITIAN ILMIAH 1.1 Pengertian dan Komponen Ilmu 1.2 Metode Ilmiah 1.3 Penelitian

Lebih terperinci

Ilmu pengetahuan. himpunan pengetahuan yang diperoleh secara terorganisisr melalui prosedur dan metode tertentu yang kemudian disistema-tisasi

Ilmu pengetahuan. himpunan pengetahuan yang diperoleh secara terorganisisr melalui prosedur dan metode tertentu yang kemudian disistema-tisasi Ilmu pengetahuan himpunan pengetahuan yang diperoleh secara terorganisisr melalui prosedur dan metode tertentu yang kemudian disistema-tisasi Struktur Ilmu Pengetahuan dimulai dengan konsep awal berupa

Lebih terperinci

Drs. Rudi Susilana, M.Si. -

Drs. Rudi Susilana, M.Si. - Keterkaitan antara Masalah, Teori dan Hipotesis Kegiatan penelitian dimulai dari adanya masalah, dan penelitian itu sendiri merupakan salah satu upaya menemukan jawaban atau pemecahan masalah dengan menggunakan

Lebih terperinci

PENALARAN. Nurul Bahiyah, M.Kom.

PENALARAN. Nurul Bahiyah, M.Kom. PENALARAN Nurul Bahiyah, M.Kom. 1 PENALARAN Penalaran adalah suatu proses berpikir manusia untuk menghubung-hubungkan data atau fakta yang ada sehingga sampai pada suatu simpulan. Fakta atau data yang

Lebih terperinci

Bapak Dr. Rulam Ahmadi, M.Pd

Bapak Dr. Rulam Ahmadi, M.Pd DASAR-DASAR PENGETAHUAN MAKALAH Untuk Memenuhi Tugas Akhir Matakuliah Filsafat Ilmu Yang dibina oleh: Bapak Dr. Rulam Ahmadi, M.Pd Oleh: 1. SEPTIAN RAGIL A. NPM. 2131040055 2. NOVI NUR LAILISNA NPM. 2131040060

Lebih terperinci

DASAR-DASAR ILMU PENGERTIAN ILMU KARAKTERISTIK ILMU Ernest van den Haag JENIS JENIS ILMU

DASAR-DASAR ILMU PENGERTIAN ILMU KARAKTERISTIK ILMU Ernest van den Haag JENIS JENIS ILMU DASAR-DASAR ILMU Ilmu adalah hal mendasar di dalam kehidupan manusia. Dengan ilmu manusia akan mengetahui hakikat dirinya dan dunia sekitarnya. Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis

Lebih terperinci

BAB V METODE-METODE KEILMUAN

BAB V METODE-METODE KEILMUAN BAB V METODE-METODE KEILMUAN Untuk hidupnya, binatang hanya mempunyai satu tujuan yang terlintas dalam otaknya yaitu pemenuhan kebutuhan untuk makan. Manusia dalam sejarah perkembangannya yang paling primitifpun

Lebih terperinci

Metode Penelitian. Soni Mulyawan Setiana, M.Pd. 12/15/2007 Nihongo Gakka 1

Metode Penelitian. Soni Mulyawan Setiana, M.Pd. 12/15/2007 Nihongo Gakka 1 Metode Penelitian Soni Mulyawan Setiana, M.Pd 12/15/2007 Nihongo Gakka 1 Pengantar Manusia diciptakan dengan disertai anugerah keinginan untuk mengetahui sesuatu atau memperoleh pengetahuan. 12/15/2007

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (KUALITATIF DESKRIPSI)

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (KUALITATIF DESKRIPSI) BAHAN AJAR METODE PENELITIAN PENDIDIKAN (KUALITATIF DESKRIPSI) Dosen Pengampu : TASRIF, MPD Disusun oleh SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP) BIMA JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan suatu cara yang sistematis dan diperlukan untuk dapat mendukung keberhasilan penelitian ini. Pelaksanaan penelitian selalu berhadapan dengan obyek

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 34 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian dan Tahap-tahap Penelitian. Metode penelitian adalah upaya dalam ilmu pengetahuan yang dijalankan untuk memperoleh faktor-faktor dan prinsip-prinsip

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian Field Research, yaitu penelitian lapangan dilakukan oleh peneliti guna mendapatkan informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang diajarkan pada setiap jenjang pendidikan, matematika diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam rangka mengembangkan

Lebih terperinci

Jadi d mempunyai sifat R

Jadi d mempunyai sifat R Jadi d mempunyai sifat R [a,b,c,d] adalah satuan di dalam argumen analogis sedangkan [P,Q dan R] adalah aspek di dalam argumen analogis. Untuk mudahnya sebagai contoh, a,b,c,d kita ganti dengan nama orang

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) STIA MANDALA INDONESIA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) STIA MANDALA INDONESIA FR-JUR-01A-16 STIA MANDALA INDONESIA JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA, NEGARA, FISKAL PROGRAM SARJANA SATUAN ACARA PERKULIAHAN (SAP) STIA MANDALA INDONESIA Nama Mata Kuliah : DASAR-DASAR LOGIKA Deskripsi Mata

Lebih terperinci

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI

ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK: FILSAFAT, TEORI DAN METODOLOGI Oleh NIM : Boni Andika : 10/296364/SP/23830 Tulisan ini berbentuk critical review dari Ilmu Sosial dan Ilmu Politik: Filsafat, Teori dan Metodologi

Lebih terperinci

Safitri Juanita, S.Kom, M.T.I. METODOLOGI RISET KONSEP DASAR PENELITIAN

Safitri Juanita, S.Kom, M.T.I. METODOLOGI RISET KONSEP DASAR PENELITIAN Safitri Juanita, S.Kom, M.T.I. METODOLOGI RISET KONSEP DASAR PENELITIAN PENELITIAN PERGURUAN TINGGI LEMBAGA PEMERINTAHAN PERUSAHAAN SWASTA DI INDONESIA PUSAT KEGIATAN PENELITIAN YAITU LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil penelitian Ilmu hukum kemasyarakatan terdapat di Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Gorontalo. Di Fakultas Ilmu Sosial terdapat beberapa jurusan yaitu

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN DASAR-DASAR LOGIKA. Modul ini berisi langkahlangkah. memahami prinsip-prinsip logis dalam bernalar.

MODUL PERKULIAHAN DASAR-DASAR LOGIKA. Modul ini berisi langkahlangkah. memahami prinsip-prinsip logis dalam bernalar. MODUL PERKULIAHAN DASAR-DASAR LOGIKA Modul ini berisi langkahlangkah awal untuk memahami prinsip-prinsip logis dalam bernalar. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Ilmu Komunikasi Hubungan

Lebih terperinci

PENALARAN HUKUM: Antara Nalar Deduktif dan Nalar Induktif

PENALARAN HUKUM: Antara Nalar Deduktif dan Nalar Induktif PENALARAN HUKUM: Antara Nalar Deduktif dan Nalar Induktif R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga dan Anggota HuMa Catatan Pengantar untuk Pendidikan Hukum Kritis HuMa-Mahkamah

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDEKATAN ILMIAH

IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDEKATAN ILMIAH IMPLEMENTASI FILSAFAT ILMU DALAM PENDEKATAN ILMIAH SUMBANGAN FILSAFAT TERHADAP PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN Filsafat mampu menunjukkan batas-batas: Ontologi Epistemologi aksiologi Melahirkan ilmuwan yg

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sains merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang diperoleh tidak hanya produk saja, tetapi juga mencakup pengetahuan seperti keterampilan, keingintahuan, keteguhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan

BAB II KAJIAN TEORITIK. kesimpulan yang berupa pengetahuan. Berdasarkan pernyataan-pernyataan 5 BAB II KAJIAN TEORITIK A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Matematis Menurut Keraf (2007), menjelaskan bahwa penalaran adalah proses berpikir yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the

BAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis. yaitu reasoning, dalam Cambridge Learner s Dictionary berarti the 39 BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Penalaran Induktif Matematis Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2007) penalaran berasal dari kata nalar yang berarti pertimbangan

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE KONTEKSTUAL POKOK BAHASAN PECAHAN

UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE KONTEKSTUAL POKOK BAHASAN PECAHAN 52 UPAYA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI METODE KONTEKSTUAL POKOK BAHASAN PECAHAN (PTK SD Negeri Pabelan III Sukoharjo) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

YESI MARINCE, S.IP., M.SI

YESI MARINCE, S.IP., M.SI YESI MARINCE, S.IP., M.SI Asas-Asas Pemikiran Aturan pokok logika disebut Asas berpikir. Asas pemikiran adalah pengetahuan dimana pengetahuan lain muncul dan dimengerti. Asas ini bagi keseluruhan berpikir

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dengan bantuan intuitif untuk mencapai kesimpulan.

BAB II KAJIAN TEORI. A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika. dengan bantuan intuitif untuk mencapai kesimpulan. BAB II KAJIAN TEORI A. Kemampuan Berpikir Intuitif dalam Matematika Menurut KBBI (2007) intuitif berasal dari kata intuisi yang berarti daya atau kemampuan mengetahui atau memahami sesuatu tanpa dipikirkan

Lebih terperinci

BAB 4 FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN

BAB 4 FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN BAB 4 FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN Agung Suharyanto,M.Si PSIKOLOGI - UMA 2017 DEFINISI Pengetahuan : Persepsi subyek (manusia) atas obyek (riil dan gaib) atau fakta. Ilmu Pengetahuan : Kumpulan pengetahuan

Lebih terperinci

TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU

TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU TUGAS UTS DASAR DASAR LOGIKA PENGERTIAN PENGERTIAN FILSAFAT, LOGIKA, ETIKA, ESTETIKA DAN FILSAFAT ILMU Sumber Dilampirkan Dosen Pengasuh: Prof. Dr. Slamet Widodo, MS., MM. OLEH NAMA : TOMMY LIM NIM : 07011281520163

Lebih terperinci

Dosen: Pipin Hanapiah, Drs. Caroline Paskarina, S.IP., M.Si. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjadjaran

Dosen: Pipin Hanapiah, Drs. Caroline Paskarina, S.IP., M.Si. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjadjaran Agama, Filsafat, Ilmu, Teori, dan Penelitian Kuliah 2 Metodologi Ilmu Pemerintahan Dosen: Prof. Dr. H. Utang Suwaryo, Drs., M.A. Pipin Hanapiah, Drs. Caroline Paskarina, S.IP., M.Si. Jurusan Ilmu Pemerintahan

Lebih terperinci

PENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN. Disusun oleh: Saptawati Bardosono

PENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN. Disusun oleh: Saptawati Bardosono PENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN Disusun oleh: Saptawati Bardosono Research is? Herald De Forest Arnold: Research is of the mind, not of the hands, a concentration of thoughts and not a process of experimentation

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN. Psikologi Kognitif. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 12

MODUL PERKULIAHAN. Psikologi Kognitif. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 12 MODUL PERKULIAHAN Modul Standar untuk digunakan dalam Perkuliahan di Universitas Mercu Buana Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 12 Rizky Putri A. S. Hutagalung,

Lebih terperinci

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF

PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF Unit 6 PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF Wahyudi Pendahuluan U nit ini membahas tentang penalaran induktif dan deduktif yang berisi penarikan kesimpulan dan penalaran indukti deduktif. Dalam penalaran induktif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mengatur tindak pidana terhadap harta kekayaan yang merupakan suatu penyerangan terhadap kepentingan hukum orang atas harta

Lebih terperinci

SUPLEMEN MATERI KULIAH LOGIKA PENALARAN INDUKSI YUSUF SISWANTARA., S.S., M. Hum

SUPLEMEN MATERI KULIAH LOGIKA PENALARAN INDUKSI YUSUF SISWANTARA., S.S., M. Hum SUPLEMEN MATERI KULIAH LOGIKA PENALARAN INDUKSI YUSUF SISWANTARA., S.S., M. Hum 1. Dalam Logika, ada logika Deduksi dan Induksi. 2. Induksi adalah sebuah cara penarikan kesimpulan dengan bertolak dari

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN. Dr. BUDIYONO SAPUTRO, M.Pd

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN. Dr. BUDIYONO SAPUTRO, M.Pd METODE PENELITIAN PENDIDIKAN Dr. BUDIYONO SAPUTRO, M.Pd 1. Kontrak Perkuliahan 2. Konsep, Karakteristik dan Ruang Lingkup Penelitian Pendidikan 3. Jenis-jenis Penelitian Pendidikan 4. Masalah penelitian

Lebih terperinci

ILMU DAN PENELITIAN Sub Pembahasan : 1) Ilmu dan Penalaran 2) Penelitian ilmiah 3) Proposisi dan Teori Dalam Penelitian 4) Metode Penelitian

ILMU DAN PENELITIAN Sub Pembahasan : 1) Ilmu dan Penalaran 2) Penelitian ilmiah 3) Proposisi dan Teori Dalam Penelitian 4) Metode Penelitian ILMU DAN PENELITIAN Sub Pembahasan : 1) Ilmu dan Penalaran 2) Penelitian ilmiah 3) Proposisi dan Teori Dalam Penelitian 4) Metode Penelitian tedi - last 08/16 Ilmu. Ilmu adalah pengetahuan tentang fakta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dalam menghadapi masalah-masalah dalam berbagai kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dalam menghadapi masalah-masalah dalam berbagai kehidupan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Matematika sebagai ilmu dasar atau pengetahuan dasar yang menopang perkembangan teknologi sangat penting dalam kehidupan. Adapula yang menyebutkan bahwa matematika

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang berakal. Dengan adanya akal manusia akan

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang berakal. Dengan adanya akal manusia akan 20 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang berakal. Dengan adanya akal manusia akan dapat berpikir. Proses berpikir biasanya bertolak dari pengamatan indera atau observasi

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A

Diajukan Oleh : IRFAKNI BIRRUL WALIDATI A -USAHA PENINGKATAN KEMAMPUAN BERNALAR SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN BELAJAR SOMATIS, AUDITORI, VISUAL DAN INTELEKTUAL (SAVI) ( PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII SMP N II Wuryantoro)

Lebih terperinci

Prakiraan Hasil Kebijakan yang Diharapkan

Prakiraan Hasil Kebijakan yang Diharapkan Kuliah 6 Prakiraan Hasil Kebijakan yang Diharapkan 1 Pengantar Prakiraan atau forecasting, merupakan metode kedua dari Analisis Kebijakan Publik. Pembuatan forecasting adalah untuk menyusun alternatifalternatif

Lebih terperinci

FILSAFAT ILMU DAN PENGERTIAN LOGIKA. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Psikologi Modul ke: 12Fakultas PSIKOLOGI.

FILSAFAT ILMU DAN PENGERTIAN LOGIKA. Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Psikologi  Modul ke: 12Fakultas PSIKOLOGI. FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 12Fakultas PSIKOLOGI PENGERTIAN LOGIKA Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Standar Kompetensi Setelah perkuliahan ini

Lebih terperinci

BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA

BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA Pertemuan ke-1 BAGIAN I ARTI PENTING LOGIKA Apakah arti penting Logika? Mengapa kita perlu belajar Logika? Logika (logike; logos; manifestasi pikiran manusia) adalah Ilmu yang mempelajari sistematika berpikir

Lebih terperinci