BAB 2 LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

QUASI-COINCIDENT, INTERIOR DAN CLOSURE PADA TOPOLOGI FUZZY

BAB I PENDAHULUAN. Kata topologi berasal dari bahasa yunani yaitu topos yang artinya tempat

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut diberikan landasan teori mengenai teori himpunan fuzzy, program

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam kondisi yang nyata, beberapa aspek dalam dunia nyata selalu atau biasanya

MATHunesa Jurnal Ilmiah Matematika Volume 3 No.6 Tahun 2017 ISSN

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab ini dibahas beberapa definisi dan konsep-konsep yang

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. dari suatu graf G disebut himpunan titik G, dinotasikan dengan V(G) dan

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. papernya yang monumental Fuzzy Set (Nasution, 2012). Dengan

FUZZY LOGIC CONTROL 1. LOGIKA FUZZY

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana

RUANG TOPOLOGI LEMBUT KABUR

BAB 2 LANDASAN TEORI

Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy.

Himpunan Fuzzy. Sistem Pakar Program Studi : S1 sistem Informasi

BAB II LANDASAN TEORI

Erwien Tjipta Wijaya, ST.,M.Kom

Mahasiswa mampu memformulasikan permasalahan yang mengandung fakta dengan derajad ketidakpastian tertentu ke dalam pendekatan Sistem Fuzzy.

G a a = e = a a. b. Berdasarkan Contoh 1.2 bagian b diperoleh himpunan semua bilangan bulat Z. merupakan grup terhadap penjumlahan bilangan.

BAB II TEORI PENUNJANG

SUATU KAJIAN TENTANG HIMPUNAN FUZZY INTUISIONISTIK

BAB II DASAR TEORI. Di dalam BAB II ini akan dibahas materi yang menjadi dasar teori pada

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Penelusuran Minat dan Kemampuan (PMDK) diselenggarakan oleh suatu perguruan tinggi secara mandiri.

BAB 2 LANDASAN TEORI

INF-104 Matematika Diskrit

IDEAL PRIMA FUZZY DI SEMIGRUP

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LOGIKA FUZZY FUNGSI KEANGGOTAAN

Sist Sis em t Fuzzy Fuzz Sistem Pakar

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Himpunan dan Sistem Bilangan Real

STUDI TENTANG PERSAMAAN FUZZY

FUZZY MULTI-CRITERIA DECISION MAKING

BAB 2 LANDASAN TEORI

PENGANTAR TOPOLOGI. Dosen Pengampu: Siti Julaeha, M.Si EDISI PERTAMA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG 2015

BAB 2 LANDASAN TEORI. Himpunan fuzzy adalah bentuk umum himpunan biasa yang memiliki tingkat

BAB I H I M P U N A N

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN AJAR ANALISIS REAL 1. DOSEN PENGAMPU RINA AGUSTINA, S. Pd., M. Pd. NIDN

SIFAT KOMPAK PADA RUANG HAUSDORFF (RUANG TOPOLOGI TERPISAH)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

Fuzzy Logic. Untuk merepresentasikan masalah yang mengandung ketidakpastian ke dalam suatu bahasa formal yang dipahami komputer digunakan fuzzy logic.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. masalah fuzzy linear programming untuk optimasi hasil produksi pada bab

Logika fuzzy pertama kali dikembangkan oleh Lotfi A. Zadeh melalui tulisannya pada tahun 1965 tentang teori himpunan fuzzy.

BAB IV KONSEP FUZZY LOGIC DAN PENERAPAN PADA SISTEM KONTROL. asing. Dalam pengalaman keseharian kita, permasalahan yang berkaitan dengan fuzzy

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATEMATIKA TEKNIK 1 3 SKS TEKNIK ELEKTRO UDINUS

BUKU DIKTAT ANALISA VARIABEL KOMPLEKS. OLEH : DWI IVAYANA SARI, M.Pd

BAB I SET DAN RELASI

SIMULASI SISTEM UNTUK PENGONTROLAN LAMPU DAN AIR CONDITIONER DENGAN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEKONVERGENAN LEMAH

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II KAJIAN TEORI. Pada bab ini akan dibahas mengenai beberapa definisi dan teori yang akan

MEDIA PEMBELAJARAN HIMPUNAN FUZZY BERBASIS MULTIMEDIA

Jurnal Ilmiah Komputer dan Informatika (KOMPUTA)

MATERI KULIAH (PERTEMUAN 12,13) Lecturer : M. Miftakul Amin, M. Eng. Logika Fuzzy. Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang

SISTEM INFERENSI FUZZY (METODE TSUKAMOTO) UNTUK PENENTUAN KEBUTUHAN KALORI HARIAN OLEH

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN HANDPHONE BERDASARKAN KEBUTUHAN KONSUMEN MENGGUNAKAN LOGIKA FUZZY. Abstraksi

5. Sifat Kelengkapan Bilangan Real

Metode Fuzzy. Analisis Keputusan TIP FTP UB

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SIFAT RUANG METRIK TOPOLOGIS SKRIPSI. Oleh : Deki Sukmaringga J2A

Sistem Bilangan Riil. Pendahuluan

LOGIKA FUZZY. Kelompok Rhio Bagus P Ishak Yusuf Martinus N Cendra Rossa Rahmat Adhi Chipty Zaimima

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. diantaranya mengenai Pariwisata di Yogyakarta, obyek wisata, penelitianpenelitian

Sistem Bilangan Real. Pendahuluan

BAB II. Konsep Dasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 7 TEORI HIMPUNAN FUZZY

Aljabar Boole. Meliputi : Boole. Boole. 1. Definisi Aljabar Boole 2. Prinsip Dualitas dalam Aljabar

BAB 2 LANDASAN TEORI

MA3231 Analisis Real

PENGANTAR ANALISIS FUNGSIONAL

BAB II KAJIAN TEORI. Berikut ini merupakan pembahasan kajian-kajian tersebut.

BAB 2 LANDASAN TEORI

Kata kunci: Sistem pendukung keputusan metode Sugeno, tingkat kepribadian siswa

Saintia Matematika ISSN: Vol. 2, No. 2 (2014), pp

I. Aljabar Himpunan Handout Analisis Riil I (PAM 351)

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. Logika fuzzy memberikan solusi praktis dan ekonomis untuk mengendalikan

BAB III INTEGRAL LEBESGUE. Pada bab sebelumnya telah disebutkan bahwa ruang dibangun oleh

BAB III FUNGSI TERUKUR LEBESGUE. Setelah dibahas mengenai ukuran Lebesgue dan beberapa sifatnya pada

KECERDASAN BUATAN (Artificial Intelligence) Materi 8. Entin Martiana

INTERVAL, PERTIDAKSAMAAN, DAN NILAI MUTLAK

LOGIKA FUZZY 3/18/2017 OVERVIEW SEJARAH LOGIKA FUZZY WHAT IS FUZZY LOGIC? LOGIKA BOLEAN PERMASALAHAN DUNIA NYATA

manusia diantaranya penyakit mata konjungtivitis, keratitis, dan glaukoma.

OPERASI PADA GRAF FUZZY

GRUP MONOTETIK TOPOLOGI DISKRIT BERHINGGA PADA DUALITAS PONTRYAGIN

PENENTUAN JUMLAH PRODUKSI DENGAN APLIKASI METODE FUZZY MAMDANI

II. SISTEM BILANGAN RIIL. Handout Analisis Riil I (PAM 351)

Transkripsi:

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Himpunan Fuzzy Fuzzy berarti kabur atau samar-samar. Himpunan fuzzy adalah himpunan yang keanggotaannya memiliki nilai kekaburan/kesamaran antara salah dan benar. Konsep tentang himpunan fuzzy pertama kali diperkenalkan oleh Profesor Lotfi A. Zadeh, seorang ilmuwan Amerika Serikat berkebangsaan Iran, dari Universitas California di Barkeley, melalui tulisannya Fuzzy Sets pada tahun 1965. 2.1.1 Pengertian Himpunan Fuzzy Sebelum teori tentang himpunan fuzzy muncul, dikenal sebuah himpunan klasik yang seringkali disebut himpunan tegas (crisp set) yang keanggotaannya memiliki nilai salah atau benar secara tegas. Sebaliknya, anggota himpunan fuzzy memiliki nilai kekaburan antara salah dan benar. Himpunan tegas hanya mengenal dingin atau panas, sedangkan himpunan fuzzy dapat mengenal dingin, sejuk, hangat, dan panas. Perbedaan antara dua jenis himpunan tersebut adalah himpunan tegas hanya memiliki dua kemungkinan nilai keanggotaan, yaitu 0 atau 1. Artinya, untuk sebarang himpunan tegas A, jika sebuah unsur x adalah bukan anggota himpunan A, maka nilai yang berhubungan dengan x adalah 0. Dan jika unsur x tersebut merupakan anggota himpunan A, nilai yang berhubungan dengan x adalah 1. Sedangkan dalam himpunan fuzzy, keanggotaan suatu unsur dinyatakan dengan derajat keanggotaan (membership values), yang nilainya terletak dalam

interval [0,1] dan ditentukan dengan fungsi keanggotaan μ A : X [0,1]. Artinya, untuk sebarang himpunan fuzzy A, sebuah unsur x adalah bukan anggota himpunan A jika μ A x = 0, unsur x adalah anggota penuh himpunan A jika μ A x = 1, dan unsur x tersebut adalah anggota himpunan A dengan derajat keanggotaan sebesar μ jika μ A x = μ, dengan 0 < μ < 1. yakni: Dengan demikian dapat dipeoleh suatu definisi untuk himpunan fuzzy, Definisi 2.1.1.1. Himpunan fuzzy dalam suatu himpunan sebarang X adalah himpunan yang anggota-anggotanya dinyatakan dengan derajat keanggotaan, yang nilainya terletak dalam interval [0,1] dan ditentukan dengan fungsi keanggotaan μ A : X [0,1]. 2.1.2 Fungsi Keanggotaan Setiap himpunan fuzzy dapat dinyatakan dengan suatu fungsi keanggotaan. Ada beberapa cara untuk menyatakan himpunan fuzzy dengan fungsi keanggotaannya. Untuk semesta hingga diskrit biasanya dipakai cara daftar, yaitu daftar anggota dengan derajat keanggotaannya yang dibentuk sebagai himpunan pasangan berurutan A = {(x 1, μ A x 1, (x 2, μ A x 2,, (x n, μ A x n }. Contoh 2.1.2.1: Misal A adalah himpunan fuzzy bilangan real yang dekat dengan 2. Himpunan fuzzy A dapat disajikan dengan menggunakan fungsi keanggotaan sebagai berikut: μ A x = x 1 untuk 1 x 2 3 x untuk 2 x 3 0 untuk lainnya

Dengan fungsi keanggotaan ini, diperoleh: μ A 1 = 0, μ A 1.5 = 0.5, μ A 1.7 = 0.7, μ A 2 = 1, μ A 2.5 = 0.5, μ A 2.7 = 0.3, dan μ A 3 = 0. Maka, A dapat ditulis sebagai himpunan pasangan berurutan: A = { 1, 0, 1.5, 0.5, 1.7, 0.7, 2, 1, 2.5, 0.5, 2.7, 0.3, (3, 0)}. Kebanyakan himpunan fuzzy berada dalam semesta himpunan semua bilangan riil R dengan fungsi keanggotaan yang dinyatakan dalam bentuk suatu formula matematis. Formula matematis fungsi keanggotaan dalam himpunan fuzzy tersebut diantaranya adalah fungsi keanggotaan segitiga, fungsi keanggotaan trapesium, fungsi keanggotaan Gauss, fungsi keanggotaan Cauchy, fungsi keanggotaan sigmoid, dan fungsi keanggotaan kiri-kanan. 2.1.2.1 Fungsi Keanggotaan Segitiga Definisi 2.1.2.1.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan segitiga jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu a, b, c R dengan a < b < c, dinyatakan dengan Segitiga(x; a, b, c) dengan aturan: Segitiga x; a, b, c = x a b a c x c b untuk a x b untuk b x c 0 untuk lainnya Fungsi keanggotaan tersebut dapat juga dinyatakan sebagai berikut: Segitiga x; a, b, c = max(min x a b a, c x c b, 0). 2.1.2.2 Fungsi Keanggotaan Trapesium Definisi 2.1.2.2.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan trapesium jika mempunyai empat buah parameter, yaitu a, b, c, d

R dengan a < b < c < d, dinyatakan dengan Trapesium(x; a, b, c, d) dengan aturan: Trapesium x a b a untuk a x b 1 untuk b x c untuk c x d d x d c 0 untuk lainnya Fungsi keanggotaan tersebut dapat juga dinyatakan sebagai berikut: Trapesium x; a, b, c, d = max(min x a d x, 1, b a d c, 0). 2.1.2.3 Fungsi Keanggotaan Gauss Definisi 2.1.2.3.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan Gauss jika mempunyai dua buah parameter, yaitu a, b R, dinyatakan dengan Gauss(x; a, b) sebagai berikut: Gauss x; a, b = e (x a b )2. 2.1.2.4 Fungsi Keanggotaan Cauchy Definisi 2.1.2.4.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan Cauchy jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu a, b, c R, dinyatakan dengan Caucy(x; a, b, c) sebagai berikut: Caucy x; a, b, c = 1 1+ x c a 2b.

2.1.2.5 Fungsi Keanggotaan Sigmoid Definisi 2.1.2.5.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan Sigmoid jika mempunyai dua buah parameter, yaitu a, b R, dinyatakan dengan Sigmoid(x; a, b) sebagai berikut: Caucy x; a, b = 1 1+e a (x b). 2.1.2.6 Fungsi Keanggotaan Kiri-Kanan Definisi 2.1.2.6.1. Suatu fungsi keanggotaan himpunan fuzzy disebut fungsi keanggotaan kiri-kanan jika mempunyai tiga buah parameter, yaitu a, b, c R, dinyatakan dengan f LR (x; a, b, c) sebagai berikut: f LR x; a, b, c = f a x L b f R x a c untuk x a untuk x a. Tentu saja masih banyak fungsi-fungsi keanggotaan lainnya yang dapat dibuat untuk memenuhi keperluan aplikasi-aplikasi tertentu. Yang jelas fungsi keanggotaan memainkan peranan sentral dalam teori himpunan fuzzy yang harus dikontruksikan untuk menyatakan istilah linguistik yang dipergunakan. 2.1.3 Operasi pada Himpunan Fuzzy Terhadap dua buah himpunan fuzzy atau lebih, dapat dilakukan operasi-operasi untuk menghasilkan himpunan fuzzy yang lain. Operasi-operasi tersebut diantaranya adalah penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, komplemen, gabungan, dan irisan.

2.1.3.1 Penjumlahan Definisi 2.1.3.1.1. Penjumlahan dua buah himpunan fuzzy A dan B adalah himpunan fuzzy A + B, yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan μ A+B z = sup x+y=z min{μ A x, μ B y }. Contoh 2.1.3.1.1: Misalkan dalam semesta X = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9} diketahui himpunan-himpunan fuzzy A = { 1, 0.4, 2, 1, 3, 0.6, 4, 0.1 }. B = { 2, 0.2, 3, 0.7, 4, 1, 5, 0.6 }. Maka diperoleh A + B = { 3, 0.2, 4, 0.4, 5, 0.7, 6, 1, 7, 0.6, 8, 0.6, (9, 0.1)}. Definisi 2.1.3.1.2. Jika himpunan fuzzy dijumlahkan dengan suatu bilangan real r R, maka penjumlahan tersebut dapat didefinisikan dengan fungsi keanggotaan μ A+r z = sup x+r=z min{μ A x, 1} = μ A (z r). Contoh 2.1.3.1.2: Misalkan dalam semesta X = { 3, 2, 1, 0, 1, 2} diketahui himpunan fuzzy A = { 3, 0, 2, 0.3, 1, 0.5, 0, 0.7, (1, 1)}. Maka diperoleh A + 2 = { 1, 0, 0, 0.3, 1, 0.5, 2, 0.7, (3, 1)}.

2.1.3.2 Pengurangan Definisi 2.1.3.2.1. Pengurangan dua buah himpunan fuzzy A dan B adalah himpunan fuzzy A B, yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan μ A B z = sup x y=z min{μ A x, μ B y }. Contoh 2.1.3.2.1: Misalkan dalam semesta X = {1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9} diketahui himpunan-himpunan fuzzy A = { 6, 0.4, 7, 1, 8, 0.6, 9, 0.1 }. B = { 2, 0.2, 3, 0.7, 4, 1, 5, 0.6 }. Maka diperoleh A B = { 1, 0.4, 2, 0.6, 3, 1, 4, 0.7, 5, 0.6, 6, 0.6, (7, 0.1)}. 2.1.3.3 Perkalian Definisi 2.1.3.3.1. Perkalian dua buah himpunan fuzzy A dan B adalah himpunan fuzzy A B, yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan μ A B z = sup x y=z min{μ A x, μ B y }. Contoh 2.1.3.3.1: Misalkan dalam semesta X = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} diketahui himpunan-himpunan fuzzy A = { 1, 0.4, 2, 1, 3, 0.6, 4, 0.1 }. B = { 0, 0.2, 1, 1, 2, 0.6 }. Maka diperoleh A B = 0, 0.2, 1, 0.4, 2, 1, 3, 0.6, 4, 0.6, 6, 0.6, 8, 0.1.

Definisi 2.1.3.3.2. Jika himpunan fuzzy dikalikan dengan suatu bilangan real r R, maka perkalian tersebut dapat didefinisikan dengan fungsi keanggotaan μ A r z = sup x r=z min{μ A x, 1} = μ A (z/r). Contoh 2.1.3.3.2: Misal dalam semesta X = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} diketahui himpunan fuzzy A = { 0, 0, 1, 0.3, 2, 0.5, 3, 0.7, (4, 1)}. Maka diperoleh A 2 = { 0, 0, 2, 0.3, 4, 0.5, 6, 0.7, (8, 1)}. 2.1.3.4 Pembagian Definisi 2.1.3.4.1. Pembagian dua buah himpunan fuzzy A dan B adalah himpunan fuzzy A/B, yang didefinisikan dengan fungsi keanggotaan μ A/B z = sup x/y=z min{μ A x, μ B y }. Contoh 2.1.3.4.1: Misalkan dalam semesta X = {0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8} diketahui himpunan-himpunan fuzzy A = { 0, 0.4, 4, 1, 8, 0.6 }. B = { 1, 0.3, 2, 1, 4, 0.7 }. Maka diperoleh A/B = { 0, 0.4, 1, 0.7, 2, 1, 4, 0.6, (8, 0.3)}.

2.1.3.5 Komplemen Definisi 2.1.3.5.1. Komplemen dari suatu himpunan fuzzy A adalah himpunan fuzzy A, diartikan sebagai x tidak dekat A, dengan fungsi keanggotaan μ A = 1 μ A (x), untuk setiap x X. Contoh 2.1.3.5.1: Misalkan dalam semesta X = { 4, 3, 2, 1, 0} diketahui himpunan fuzzy A = { 4, 0, 3, 0.3, 2, 0.5, 1, 0.7, (0, 1)}. Maka diperoleh A = { 4, 1, 3, 0.7, 2, 0.5, 1, 0.3, (0, 0)}. 2.1.3.6 Gabungan Definisi 2.1.3.6.1. Gabungan dua buah himpunan fuzzy A dan B adalah himpunan fuzzy A B, diartikan sebagai x dekat A atau x dekat B, dengan fungsi keanggotaan μ A B = μ A x μ B x = max (μ A x, μ B x ), untuk setiap x X. Contoh 2.1.3.6.1: Misalkan dalam semesta X = { 3, 2, 1, 0, 1, 2} diketahui himpunan-himpunan fuzzy A = { 3, 0.3, 2, 0.7, 1, 1, 0, 0.5, 1, 0.2, (2, 0)}. B = { 3, 0, 2, 0.1, 1, 0.4, 0, 0.6, 1, 0.8, (2, 1)}. Maka diperoleh A B = { 3, 0.3, 2, 0.7, 1, 1, 0, 0.6, 1, 0.8, (2, 1)}.

2.1.3.7 Irisan Definisi 2.1.3.7.1. Irisan dua buah himpunan fuzzy A dan B adalah himpunan fuzzy A B, diartikan sebagai x dekat A dan x dekat B, dengan fungsi keanggotaan μ A B = μ A x μ B x = min (μ A x, μ B x ), untuk setiap x X. Contoh 2.1.3.7.1: Misalkan dalam semesta X = { 3, 2, 1, 0, 1, 2} diketahui himpunan-himpunan fuzzy A = { 3, 0.3, 2, 0.7, 1, 1, 0, 0.5, 1, 0.2, (2, 0)}. B = { 3, 0, 2, 0.1, 1, 0.4, 0, 0.6, 1, 0.8, (2, 1)}. Maka diperoleh A B = { 3, 0, 2, 0.1, 1, 0.4, 0, 0.5, 1, 0.2, (2, 0)}. Dua buah himpunan fuzzy dikatakan beririsan apabila irisan kedua himpunan fuzzy tersebut tidak sama dengan himpunan kosong. Apabila irisan dua buah himpunan fuzzy sama dengan himpunan kosong, maka kedua himpunan fuzzy tersebut dikatakan lepas. 2.2 Topologi dan Ruang Topologi Kata topologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu topos yang berarti tempat dan logos yang berarti ilmu. Dengan demikian, topologi adalah ilmu yang berhubungan dengan tempat/tata ruang. Topologi dapat diartikan sebagai cabang matematika yang bersangkutan dengan tata ruang yang tidak berubah dalam deformasi dwikontinu, yaitu ruang yang dapat ditekuk, dilipat, disusut, direntangkan, dan dipilin, tetapi tidak diperkenankan untuk dipotong, dirobek, ditusuk, atau dilekatkan.

Kajian topologi bermula dari permasalahan geometri oleh Leonard Euler pada tahun 1736 dalam tulisan Seven Bridges of Königsberg, yang merupakan awal sejarah berkembangnya teori graf. Konsep topologinya sendiri diperkenalkan oleh Johann Benedict Listing dalam tulisan Vorstudien zur Topologie pada tahun 1847 di Jerman. Konsep topologi muncul melalui pengembangan konsep dari geometri dan teori himpunan, seperti ruang, dimensi, bentuk, dan transformasi. 2.2.1 Pengertian Topologi dan Ruang Topologi 2.2.1.1 Persekitaran Definisi 2.2.1.1.1. Misal A adalah himpunan bagian dari suatu himpunan sebarang X. A adalah persekitaran dari x X, jika dan hanya jika terdapat suatu himpunan G sedemikian sehingga x G A. Teorema 2.2.1.1.1. Suatu himpunan A adalah terbuka jika dan hanya jika A merupakan persekitaran dari setiap titik yang didalamnya. Bukti 2.2.1.1.1: Pertama, akan dibuktikan bahwa himpunan A adalah terbuka jika A merupakan persekitaran dari setiap titik yang didalamnya. Misalkan A adalah himpunan terbuka, maka setiap titik a A menjadi anggota pada himpunan terbuka A yang termuat dalam A, yang berarti a A A. Jadi, A adalah persekitaran dari setiap titik yang didalamnya. Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa suatu himpunan A merupakan persekitaran dari setiap titik yang didalamnya jika A adalah terbuka. Misalkan A merupakan suatu persekitaran dari setiap titik yang didalamnya. Sehingga untuk setiap a A, terdapat suatu himpunan terbuka A a sedemikian sehingga a A a A. Dari sini diperoleh: A = a ; a A [A a ; a A] A. Yang berarti bahwa: A = [A a ; a A] dan A adalah terbuka karena gabungan dari himpunan terbuka adalah himpunan terbuka.

2.2.1.2 Pengertian Topologi dan Ruang Topologi Definisi 2.2.1.2.1. Misal X suatu himpunan sebarang dan F = {A i : A i X; i = 1,2,, n}. τ dikatakan suatu topologi pada X jika dan hanya jika τ adalah kumpulan himpunan bagian dari X yang memenuhi aksioma-aksioma berikut: (iv), X τ, (v) (vi) A i τ; i = 1,2,, n, A i τ; i = 1,2,, n. Jika X dan τ digabung, ditulis (X, τ). Pasangan (X, τ) disebut sebagai ruang topologi dan anggota-anggota di τ merupakan suatu himpunan buka. Penulisan (X, τ) sering ditulis hanya dengan X saja. Contoh 2.2.1.2.1: Misal X = {1, 2, 3}. Dan himpunan bagian-himpunan bagian dari X adalah F = {, X, 1, 2, 3, 1,2, 1,3, 2,3 }. Maka τ = {, X, 1, 2, 1,2 } adalah suatu topologi pada X, sebab anggota-anggota τ merupakan kumpulan himpunan bagian dari X dan τ memenuhi aksioma: (i), X τ; (ii) =, X X = X, 1 2 =, X =, X 1 = 1, 1 1,2 = {1}, 1 =, X 2 = {2}, {2} 2 = {2}, 2 =, X 1,2 = {1,2}, {2} 1,2 = {2}, 1,2 =, 1 1 = 1, 1,2 1,2 = {1,2} τ; (iii) =, X X = X, {1} {2} = 1,2, X = X, X {1} = X, {1} {1,2} = 1,2, 1 = {1}, X {2} = X, {2} {2} = 2, 2 = {2}, X {1,2} = X, {2} {1,2} = 1,2,

1,2 = 1,2, {1} {1} = {1}, 1,2 1,2 = {1,2} τ; Contoh 2.2.1.2.2: Misalkan X = {a, b, c} dan diberikan τ = {, X, a, {b}} adalah himpunan bagian dari 2 X. Maka τ bukanlah suatu topologi pada X, sebab a b = {a, b} τ. Bila terdapat suatu topologi pada X yang anggotanya adalah semua himpunan bagian dari X atau sama dengan 2 X, maka topologi tersebut disebut topologi diskrit. Topologi ini adalah topologi terbesar yang dapat dibentuk. Dan bila terdapat suatu topologi pada X yang anggotanya hanya terdiri dari himpunan kosong dan himpunan X itu sendiri, maka topologi tersebut disebut topologi indiskrit. Topologi ini adalah topologi terkecil yang dapat dibentuk. 2.2.2 Himpunan Tertutup Definisi 2.2.2.1. Misalkan X adalah suatu ruang topologi. Suatu A himpunan bagian dari X disebut himpunan tertutup jika dan hanya jika komplemen dari A merupakan himpunan buka. Komplemen dari A ditulis A C. Contoh 2.2.2.1: Misalkan X = {1, 2, 3, 4} dan τ = {, X, {1}, {3}, 1,3 } adalah suatu topologi pada X. Maka himpunan tertutup dari X adalah {X,, 2,3,4, 1,2,4, 2,4 } yang merupakan komplemen dari setiap himpunan bagian buka pada topologi X. Teorema 2.2.2.1. Diberikan X adalah suatu ruang topologi. Irisan sebarang dari setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup. Selanjutnya, gabungan sebarang dari setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup. Bukti 2.2.2.1: Misal {A i ; i = 1,2,, n} adalah koleksi himpunan A i X, yang mana A i adalah himpunan tertutup. Diperoleh A i C adalah himpunan terbuka, maka

A C i τ. Karena A C i τ terbuka, maka A i adalah tertutup, sebab C A i = ( A i ) C. Selanjutnya, jika A i tertutup untuk i = 1,2,, n, maka A C i τ terbuka. Karena A C i τ terbuka, maka A i adalah tertutup, sebab A C i = ( A i ) C. Contoh 2.2.2.2: Misal X = {a, b, c, d, e} dan τ = {, X, {a}, {c, d}, a, c, d, {b, c, d, e}} adalah suatu topologi pada X. Maka diperoleh himpunan tertutup dari X adalah {X,, b, c, d, e, a, b, e, b, e, {a}}. Dapat diperlihatkan bahwa irisan sebarang dari setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup, misalnya b, c, d, e a, b, e = {b, e}. Dan selanjutnya, gabungan sebarang dari setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup, misalnya b, e a = {a, b, e}. 2.2.3 Penutup Himpunan Definisi 2.2.3.1. Misalkan A adalah suatu himpunan bagian dari ruang topologi X. Penutup himpunan A, dinotasikan dengan A, adalah irisan dari semua himpunan tertutup yang memuat A. Contoh 2.2.3.1: Misalkan X = {1, 2, 3, 4} dan τ = {, X, 1, 3, 1,3, {1,2,3}}. Diperoleh himpunan tertutup dari X adalah {X,, 2,3,4, 1,2,4, 2,4, {4}}. Maka: a.) 1 = X 1,2,4 = {1,2,4}. b.) 2 = X 2,3,4 1,2,4 2,4 = {2,4}. c.) 2,4 = X 2,3,4 1,2,4 2,4 = {2,4}. d.) 1,2,4 = X 1,2,4 = {1,2,4}. Teorema 2.2.3.1. Misalkan A adalah suatu himpunan bagian dari ruang topologi X. Himpunan A adalah tertutup jika dan hanya jika A = A.

Bukti 2.2.3.1: Pertama, akan dibuktikan bahwa jika A adalah tertutup, maka A = A. Karena A adalah himpunan tertutup, maka himpunan tertutup terkecil yang memuat A adalah A itu sendiri. Dengan demikian, A = A. Selanjutnya, akan dibuktikan bahwa jika A = A, maka A adalah tertutup. Menurut Definisi 2.2.3.1., A adalah irisan dari semua himpunan tertutup. Dan Teorema 2.2.2.1. mengatakan bahwa irisan setiap himpunan tertutup adalah juga himpunan tertutup. Dengan demikian, A adalah himpunan tertutup. Kemudian, karena A = A, maka jelas bahwa A adalah himpunan tertutup. Jadi, teorema telah terbukti. Contoh 2.2.3.2: Misalkan X = {a, b, c} dan τ = {, X, b, c, {b, c}}. Diperoleh himpunan tertutup dari X adalah {X,, a, c, a, b, a }. Kemudian ambil A = {a}, yang mana A suatu himpunan tertutup. Maka, A = X a, c a, b a = a = A. Selanjutnya ambil B = {b}, yang mana B bukanlah suatu himpunan tertutup. Maka, B = X a, b = a, b B. 2.2.4 Basis dari Topologi Definisi 2.2.4.1. Misal X adalah suatu ruang topologi. Dibentuk suatu kelas B yang merupakan himpunan bagian buka dari X, dinotasikan B τ. Didefinisikan B adalah basis dari topologi τ jika dan hanya jika setiap himpunan buka G τ adalah gabungan anggota-anggota B. Atau, kelas B τ adalah suatu basis dari topologi τ jika dan hanya jika untuk setiap p anggota himpunan buka G, ada terdapat B B dengan p B G. Contoh 2.2.4.1: Misalkan X = {a, b, c} dan τ = {, X, a, c, a, c, b, c } adalah suatu topologi pada X. Maka dapat dibentuk suatu basis: B = {, a, c, b, c }, yang gabungan anggota-anggotanya membentuk setiap himpunan buka G τ, yaitu:

i.) =, ii.) a = a a = {a}, iii.) c = c c = {c}, iv.) a c = {a, c}, v.) b, c = b, c b, c = c b, c = {b, c}, dan vi.) a b, c = a, b, c = X. Teorema 2.2.4.1. Jika B 1 merupakan suatu basis dari topologi τ pada X dan B 2 merupakan koleksi dari himpunan terbuka pada X, yang mana B 1 B 2, maka B 2 adalah juga merupakan basis bagi topologi τ. Bukti 2.2.4.1: Misalkan G adalah himpunan bagian terbuka dari X. Karena B 1 adalah suatu basis dari topologi τ pada X, maka G merupakan gabungan dari anggota-anggota B 1. Ini berarti bahwa G = B i ; i = 1,2,, n, yang mana B i B 1. Tetapi karena B 1 B 2, maka berlaku untuk setiap B i B 1 juga merupakan anggota dari B 2. Ini berarti bahwa G juga merupakan gabungan dari anggotaanggota B 2. Dengan demikian, B 2 merupakan basis dari topologi τ pada X juga. Berdasarkan Teorema 2.2.4.1. tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa basis dari suatu topologi adalah tidak tunggal. Contoh 2.2.4.2: Misalkan diberikan X = {a, b, c, d, e}. Jika dibentuk suatu basis B 1 = {, a, b, c, d, a, c, d, a, d, d, e, d, e }, maka diperoleh topologi pada X, yaituτ 1 {, a, b, c, d, a, c, d, a, d, d, e, d, e, X, a, c, d, e, a, d, e }. Sekarang jika B 2 = {, X, a, b, c, d, a, c, d, a, d, e, a, d, d, e, d, e }, maka diperoleh τ 2 =, X, a, b, c, d, a, c, d, a, d, e, a, d, d, e, d, e, a, c, d, e merupakan suatu topologi pada X.

Dari sini jelas terlihat bahwa B 1 B 2, tetapi τ 1 = τ 2. Dengan demikian, B 1 dan B 2 merupakan basis-basis dari topologi yang sama. 2.2.5 Subbasis dari Topologi Definisi 2.2.5.1. Misal X adalah suatu ruang topologi. Dibentuk suatu kelas S yang merupakan himpunan bagian buka dari X, dinotasikan S τ. Didefinisikan S adalah subbasis dari topologi τ jika dan hanya jika setiap irisan hingga dari anggota S membentuk suatu basis dari topologi τ. Contoh 2.2.5.1: Misalkan X = {a, b, c} dan τ = {, X, a, c, a, c, b, c } adalah suatu topologi pada X. Maka dapat dibentuk suatu basis: B = {, a, c, b, c }, yang gabungan anggota-anggotanya membentuk setiap himpunan buka G τ. Dari basis tersebut, maka dapat dibentuk suatu subbasis: S = { a, c, b, c, a, b, c }, yang irisan hingga anggota-anggotanya membentuk basis B, yaitu: a.) a c = a b, c =, b.) a a, b, c = a, c.) c b, c = c a, b, c = {c}, dan d.) b, c a, b, c = b, c. Dengan demikian, S merupakan suatu subbasis dari topologi τ. Teorema 2.2.5.1. Jika S 1 merupakan suatu subbasis dari topologi τ pada X dan S 2 merupakan koleksi dari himpunan terbuka pada X, yang mana S 1 S 2, maka S 2 adalah juga merupakan subbasis bagi topologi τ.

Bukti 2.2.5.1: Misalkan B merupakan basis dari topologi τ pada X. Karena S 1 merupakan suatu subbasis dari topologi τ, maka B merupakan irisan hingga dari anggota-anggota S 1. Ini berarti bahwa B = S i ; i = 1,2,, n, yang mana S i S 1. Tetapi karena S 1 S 2, maka berlaku untuk setiap S i S 1 juga merupakan anggota dari S 2. Ini berarti bahwa B juga merupakan irisan hingga dari anggotaanggota S 2. Dengan demikian, S 2 merupakan subbasis dari topologi τ pada X juga. Berdasarkan Teorema 2.2.5.1. tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa subbasis dari suatu topologi adalah tidak tunggal. Contoh 2.2.5.2: Misalkan diberikan X = {a, b, c, d, e}. Jika dibentuk suatu subbasis S 1 = {X, a, b, c, d, a, c, d, a, d, d, e, e }, maka dapat diperoleh suatu basis dari topologi pada X, yaitu B 1 = {X, a, b, c, d, a, c, d, a, d, d, e, e,, {d}}. Sekarang jika S 2 = {X, a, b, c, d, a, c, d, a, d, d, e, d, e }, maka diperoleh B 2 = {X, a, b, c, d, a, c, d, a, d, d, e, d, e, } merupakan suatu basis dari topologi pada X. Oleh karena B 1 = B 2, maka dapat dibentuk suatu topologi yang sama pada X, yaitu τ = {X, a, b, c, d, a, c, d, a, d, d, e, d, e,, a, c, d, e, {a, d, e}}. Dari sini jelas terlihat bahwa S 1 S 2 dan B 1 = B 2. Dengan demikian, S 1 dan S 2 merupakan subbasis-subbasis dari topologi yang sama. 2.2.6 Titik Limit Definisi 2.2.6.1. Misalkan X adalah sebuah ruang topologi. Suatu titik p X disebut titik limit dari himpunan bagian A pada X, dinotasikan dengan A, jika dan

hanya jika setiap himpunan buka G yang memuat titik p, juga memuat suatu titik pada A yang berbeda dengan titik p tersebut. Atau juga dapat ditulis: p titik limit, jika p G, G buka, sedemikian (G p ) A. Contoh 2.2.6.1: Misalkan X = {1, 2, 3, 4, 5} dan τ = {, X, 1,2, 3,4, {1,2,3,4}} adalah suatu topologi pada X. Diberikan A = {1,2,3} merupakan himpunan bagian dari X. Maka: i.) 1 {1,2} 1,2 1 1,2,3 = {2}. => 1 adalah titik limit. ii.) 2 {1,2} 1,2 2 1,2,3 = {1}. => 2 adalah titik limit. iii.) 3 3,4 3,4 3 1,2,3 =. => 3 bukan titik limit. iv.) 4 {3,4} 3,4 4 1,2,3 = {3}. => 4 adalah titik limit. v.) 5 X X 5 1,2,3 = {1,2,3}. => 5 adalah titik limit. Jadi, himpunan titik limit dari A adalah A = {1, 2, 4, 5}. Sifat 2.2.6.1. Bila ditentukan himpunan bagian A B, diperoleh titik limit A B. Contoh 2.2.6.2: Misal τ =, X, a, c, d, a, c, d adalah suatu topologi pada X = {a, b, c, d}. Lalu diberikan A = {a, b} dan B = {a, b, c} masing-masing merupakan himpunan bagian dari X, yang mana A B. Maka untuk himpunan bagian A diperoleh: a.) a {a} a a a, b =. => a bukan titik limit. b.) b X X b a, b = {a}. => b adalah titik limit.

c.) c c, d c, d c a, b =.=> c bukan titik limit. d.) d {c, d} {c, d} d a, b =.=> d bukan titik limit. Jadi, himpunan titik limit dari A adalah A = {b}. Sedangkan untuk himpunan bagian B diperoleh: w.) a {a} a a a, b, c =. => a bukan titik limit. x.) b X X b a, b, c = {a, c}. => b adalah titik limit. y.) c c, d c, d c a, b, c =. => c bukan titik limit. z.) d {c, d} {c, d} d a, b, c = {c}. => d adalah titik limit. Jadi, himpunan titik limit dari B adalah B = {b, d}. Dengan demikian, diperoleh titik limit A = {b} dan B = {b, d}, sehingga A B. Jadi, bila ditentukan suatu himpunan bagian A B, akan diperoleh titik limit A B. Sifat 2.2.6.2. Bila ditentukan suatu topologi τ 1 τ 2, diperoleh titik limit A 1 A 2. Contoh 2.2.6.3: Misal τ 1 = {, X, a, c, d } dan τ 2 =, X, a, c, d, a, c, d adalah masing-masing suatu topologi pada X = {a, b, c, d, e}, yang mana τ 1 τ 2. Lalu diberikan A = {a, b} merupakan suatu himpunan bagian dari X. Maka untuk topologi τ 1 diperoleh: i.) a {a, c, d} a, c, d a a, b =. => a bukan titik limit.

ii.) b X X b a, b = {a}. => b adalah titik limit. iii.) c a, c, d a, c, d c a, b = {a}. => c adalah titik limit. iv.) d {a, c, d} {a, c, d} d a, b = {a}. => d adalah titik limit. v.) e X X e a, b = {a, b}. => e adalah titik limit. Jadi, himpunan titik limit dari A untuk τ 1 adalah A 1 = {b, c, d, e}. Sedangkan untuk topologi τ 2 diperoleh: a.) a {a} a a a, b =. => a bukan titik limit. b.) b X X b a, b = {a}. => b adalah titik limit. c.) c c, d c, d c a, b =. => c bukan titik limit. d.) d {c, d} {c, d} d a, b =. => d bukan titik limit. e.) e X X e a, b = {a, b}. => e adalah titik limit. Jadi, himpunan titik limit dari A untuk τ 2 adalah A 2 = {b, e}. Dengan demikian, diperoleh titik limit A 1 = {b, c, d, e} dan A 2 = {b, e}, sehingga A 1 A 2. Jadi bila ditentukan suatu topologi τ 1 τ 2, akan diperoleh titik limit A 1 A 2. 2.2.7 Titik Interior, Titik Eksterior, dan Batas

Definisi 2.2.7.1. Misal A adalah himpunan bagian dari ruang topologi X. Suatu titik p A disebut titik interior A, yang dinotasikan dengan int(a) atau A O, jika p ada dalam himpunan buka G yang termuat di A, atau dapat ditulis: p titik interior, jika p G A, dimana G adalah himpunan buka. Definisi 2.2.7.2. Misal A adalah himpunan bagian dari ruang topologi X dan A C adalah komplemen A. Suatu titik p disebut titik eksterior A, yang dinotasikan dengan ext(a), jika p merupakan titik interior dari A C, atau dapat ditulis: ext A = int A C. Definisi 2.2.7.3. Misal A adalah himpunan bagian dari ruang topologi X. Batas dari A, yang dinotasikan dengan b(a), adalah himpunan titik-titik yang tidak termasuk titik interior maupun titik eksterior A, atau dapat ditulis: b A = (int(a) ext A ) C = (int(a)) C (ext(a)) C. Contoh 2.2.7.1: Misal τ = {, X, 1, 3,4, 1,3,4, {2,3,4,5}} adalah suatu topologi pada X = {1, 2, 3, 4, 5}, dan A = {2, 3, 4} merupakan himpunan bagian dari X. Maka: a.) 2 {2,3,4,5} A. b.) 3 {3,4} A. c.) 4 {3,4} A. => 2 bukan titik interior. => 3 adalah titik interior. => 4 adalah titik interior. Jadi, himpunan titik interior dari A adalah int(a) = {3, 4}. Dari himpunan bagian A = {2, 3, 4}, diperoleh komplemen A yaitu A C = {1, 5}. Maka: y.) 1 {1} A C. z.) 5 {2,3,4,5} A C. => 1 adalah titik eksterior. => 5 bukan titik eksterior. Jadi, himpunan titik eksterior dari A adalah ext(a) = {1}.

Dan juga diperoleh batas dari A, yang merupakan himpunan titik-titik yang tidak termasuk titik interior maupun titik eksterior A, yaitu: b A = (int(a) ext A ) C = ( 3, 4 1 ) C = ( 1, 3, 4 ) C = {2, 5}. Teorema 2.2.7.1. Jika diberikan X adalah suatu ruang topologi pada X dan A merupakan himpunan bagian dari X. Maka berlaku: i. b A int A = ; ii. b A ext A = ; iii. int A ext A =. Bukti 2.2.7.1: Menurut Definisi 2.2.7.3. yang mengatakan bahwa: b A = (int(a) ext A ) C = (int(a)) C (ext(a)) C, maka: i. b A int A = {(int(a)) C (ext A ) C } int A = {(int(a)) C int A } (ext(a)) C = (ext(a)) C =. ii. b A ext A = {(int(a)) C (ext A ) C } ext A = (int(a)) C {(ext A ) C ext A } = (int(a)) C =. Dan karena menurut Definisi 2.2.7.2. yang mengatakan bahwa: ext A = int A C, maka: iii. int A ext A = int A int A C = int A A C = int( ) =.

Berdasarkan Teorema 2.2.7.1. tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa titik interior, titik eksterior, dan batas dari suatu topologi adalah saling asing atau saling lepas. Dan dari Contoh 2.2.7.1 dapat diperhatikan bahwa: int(a) ext A b A. Sifat 2.2.7.1. Bila ditentukan himpunan bagian A B, diperoleh titik interior int(a) int(b). Contoh 2.2.7.2: Misal τ =, X, a, c, d, a, c, d adalah suatu topologi pada X = {a, b, c, d}. Lalu diberikan A = {b, d} dan B = {b, c, d} masing-masing merupakan himpunan bagian dari X, yang mana A B. Maka untuk himpunan bagian A diperoleh: a.) b X A. b.) d {c, d} A. => b bukan titik interior. => d bukan titik interior. Jadi, himpunan titik interior dari A adalah int(a) =. Sedangkan untuk himpunan bagian B diperoleh: x.) b X B. y.) c {c, d} B. z.) d {c, d} B. => b bukan titik interior. => c adalah titik interior. => d adalah titik interior. Jadi, himpunan titik interior dari B adalah int(b) = {c, d}. Dengan demikian, diperoleh titik interior int(a) = dan int(b) = {c, d}, sehingga int(a) int(b). Jadi, bila ditentukan suatu himpunan bagian A B, akan diperoleh titik interior int(a) int(b). Sifat 2.2.7.2. Bila ditentukan topologi τ 1 τ 2, diperoleh masing-masing titik interior int(a) int(b), titik eksterior ext(a) ext(b), dan batas b(a) b(b).

Contoh 2.2.7.3: Misal τ 1 = {, X, a, c, d } dan τ 2 =, X, a, c, d, a, c, d adalah masing-masing suatu topologi pada X = {a, b, c, d, e}, yang mana τ 1 τ 2. Lalu diberikan A = {a, b} merupakan himpunan bagian dari X. Maka untuk topologi τ 1 diperoleh: i.) a {a, c, d} A. ii.) b X A. => a bukan titik interior. => b bukan titik interior. Jadi, himpunan titik interior dari A untuk τ 1 adalah int(a) 1 =. Dari himpunan A = {a, b}, diperoleh komplemen A adalah A C = {c, d, e}. Maka: a.) c {a, c, d} A C. b.) d {a, c, d} A C. c.) e X A C. => a bukan titik eksterior. => c bukan titik eksterior. => e bukan titik eksterior. Jadi, himpunan titik eksterior dari A untuk τ 1 adalah ext(a) 1 =. Dan juga diperoleh batas dari A untuk τ 1, yang merupakan himpunan titik-titik yang tidak termasuk titik interior maupun titik eksterior A untuk τ 1, adalah b A 1 = (int A 1 ext A 1 ) C = ( ) C = ( ) C = {a, b, c, d, e}. Sedangkan untuk topologi τ 2 diperoleh: i.) a {a} A. ii.) b X A. => a adalah titik interior. => b bukan titik interior. Jadi, himpunan titik interior dari A untuk τ 2 adalah int(a) 2 = {a}. Dari himpunan A = {a, b}, diperoleh komplemen A adalah A C = {c, d, e}. Maka: a.) c {c, d} A C. b.) d {c, d} A C. c.) e X A C. => c adalah titik eksterior. => d adalah titik eksterior. => e bukan titik eksterior. Jadi, himpunan titik eksterior dari A untuk τ 2 adalah ext(a) 2 = {c, d}.

Dan juga diperoleh batas dari A untuk τ 2, yang merupakan himpunan titik-titik yang tidak termasuk titik interior maupun titik eksterior A untuk τ 2, adalah b A 2 = (int A 2 ext A 2 ) C = ({a} {c, d}) C = ({a, c, d}) C = {b, e}. Dengan demikian, diperoleh titik interior int(a) 1 = dan int(a) 2 = {a}, sehingga int(a) 1 int(a) 2. Lalu diperoleh titik eksterior ext(a) 1 = dan ext(a) 2 = {c, d}, sehingga ext(a) 1 ext(a) 2. Dan terakhir diperoleh batas b A 1 = {a, b, c, d, e} dan b A 2 = {b, e}, sehingga b A 1 b A 2. Jadi, bila ditentukan suatu topologi τ 1 τ 2, akan diperoleh titik interior int(a) 1 int(a) 2, titik eksterior ext(a) 1 ext(a) 2, dan batas b A 1 b A 2. 2.2.8 Kekontinuan pada Topologi Definisi 2.2.8.1. Misal (X, τ) dan (Y, τ ) adalah suatu ruang topologi. Suatu fungsi f dari X ke Y disebut kontinu jika dan hanya jika fungsi invers f 1 [H] dari H setiap himpunan bagian buka topologi τ di Y merupakan himpunan bagian buka topologi τ di X, atau dapat ditulis: f: X Y disebut kontinu untuk H τ berlaku f 1 [H] τ. Contoh 2.2.8.1: Misal diberikan X = {a, b, c, d} dan Y = {w, x, y, z} serta dibentuk τ = {, X, a, a, b, a, b, c } dan τ = {, Y, w, x, w, x, x, y, z } adalah masing-masing suatu topologi pada X dan Y. Kemudian ditentukan suatu fungsi f: X Y = { a, x, b, y, c, z, d, z }. Maka invers dari setiap himpunan bagian buka topologi τ di Y adalah: i.) f 1 =, ii.) f 1 Y = X, iii.) f 1 w =, iv.) f 1 x = {a},

v.) f 1 w, x = {a}, vi.) f 1 x, y, z = {a, b, c}, yang semuanya merupakan himpunan bagian buka topologi τ di X. Dengan demikian, fungsi f disebut kontinu. Contoh 2.2.8.2: Misal diberikan X = {1, 2, 3, 4} dan Y = {a, b, c, d} serta dibentuk τ = {, X, 1, 1,2, 1,2,3 } dan τ = {, Y, a, b, a, b, b, c, d } adalah masing-masing suatu topologi pada X dan Y. Kemudian ditentukan suatu fungsi g: X Y = { 1, a, 2, a, 3, c, 4, d }. Maka invers dari setiap himpunan bagian buka topologi τ di Y adalah: a.) g 1 =, b.) g 1 Y = X, c.) g 1 a = {1,2}, d.) g 1 b =, e.) g 1 a, b = 1,2, f.) g 1 b, c, d = {3,4}. Dari invers di atas, terdapat satu invers himpunan bagian buka topologi τ di Y yang bukan merupakan himpunan bagian buka topologi τ di X, yaitu: g 1 {b, c, d} = {3,4}. Dengan demikian, fungsi g tidak kontinu.