I. PENDAHULUAN. 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL PENGENDALIAN LINGKUNGAN DALAM PEMBANGUNAN KOTA BARU BERKELANJUTAN SYAMSUL HADI P

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

KOORDINASI PEMBANGUNAN PERKOTAAN DALAM USDRP

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1.

EVALUASI STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERUMAHAN MELALUI PENDEKATAN URBAN REDEVELOPMENT DI KAWASAN KEMAYORAN DKI JAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk yang hidup dan tinggal di daerah kota tersebut. Penduduk yang

IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

STUDI TINGKAT PEMANFAATAN FASILITAS KOTA DI KOTA BARU BUMI SERPONG DAMAI TUGAS AKHIR

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DIREKTORAT JENDERAL PENATAAN RUANG

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Apakah yang dimaksud dengan Perumahan dan Permukiman?

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbanyak ketiga di dunia. Hal ini setara dengan kedudukan

PENDAHULUAN Latar Belakang

Menuju Pembangunan Permukiman yang Berkelanjutan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Indonesia sebagai negara berkembang saat ini sedang giat melaksanakan

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut ITB Central Library, penduduk (population) adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Beberapa pokok utama yang telah dicapai dengan penyusunan dokumen ini antara lain:

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik dalam

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional jangka panjang secara bertahap dalam lima tahunan

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG YANG BERWAWASAN LINGKUNGAN DI KAWASAN PESISIR KOTA TEGAL

MODEL DINAMIS BANGKITAN DAN TARIKAN PERGERAKAN BERDASARKAN PERKEMBANGAN GUNA LAHAN (STUDI KASUS KOTA SEMARANG) TUGAS AKHIR

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

PENENTUAN TIPOLOGI PERKEMBANGAN KECAMATAN DI KABUPATEN PEKALONGAN TUGAS AKHIR

BAB 4 ANALISIS ISU STRATEGIS DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. terhadap penduduk kota maupun penduduk dari wilayah yang menjadi wilayah

APLIKASI PENATAAN PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN MASYARAKAT DALAM PENATAAN RUANG KOTA SESUAI KEBIJAKAN PEMERINTAH. Budiman Arif 1

PEMANFAATAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK DI KELURAHAN WAWOMBALATA KOTA KENDARI TUGAS AKHIR

I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Pembangunan Daerah Berbasis Pengelolaan SDA. Nindyantoro

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGARUH PEMBANGUNAN PERUMAHAN PONDOK RADEN PATAH TERHADAP PERUBAHAN KONDISI DESA SRIWULAN KECAMATAN SAYUNG DEMAK TUGAS AKHIR

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DAN PERDESAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam Sejahtera Bagi Kita Semua,

7 ANALISIS KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PARIWISATA PESISIR YANG BERKELANJUTAN DI KAWASAN PESISIR BARAT KABUPATEN SERANG, PROVINSI BANTEN

DAMPAK KEBERADAAN PERMUKIMAN SOLO BARU TERHADAP KONDISI EKONOMI, SOSIAL DAN FISIK PERMUKIMAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi sekaligus ibu kota 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

STUDI MANAJEMEN ESTAT PADA KAWASAN SUPERBLOK MEGA KUNINGAN, JAKARTA (Studi Kasus: Menara Anugrah dan Bellagio Residences) TUGAS AKHIR

10 REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN KUPANG

Menakar Kinerja Kota Kota DiIndonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan,

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Kebijakan dan Pelaksanaan Program Bidang Cipta Karya

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

EVALUASI PENERAPAN PRINSIP PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PEMBANGUNAN DI KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Laporan Hasil Kajian Penyusunan Model Perencanaan Lintas Wilayah dan Lintas Sektor

Kebijakan, Strategi dan Program Keterpaduan Penanganan Kumuh Perkotaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

I. PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah memberikan kewenangan secara luas kepada

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

VII KETERKAITAN EKONOMI SEKTORAL DAN SPASIAL DI DKI JAKARTA DAN BODETABEK

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

INDONESIA NEW URBAN ACTION

BAB I PENDAHULUAN. negara di dunia, terutama negara sedang berkembang. Secara umum

BAB I PENDAHULUAN. lemahnya perencanaan dan kontrol membuat permasalahan transportasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. seiring perjalanan waktu, baik dimensi kenampakan fisik maupun non fisiknya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan suatu kondisi bukan hanya hidup dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN MEMORANDUM PROGRAM SANITASI (MPS) 1.1 Latar Belakang.

KINERJA PENGENDALIAN PEMANFAATAN LAHAN RAWA DI KOTA PALEMBANG TUGAS AKHIR. Oleh: ENDANG FEBRIANA L2D

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

1. BAB I PENDAHULUAN. diikuti kegiatan kota yang makin berkembang menimbulkan dampak adanya. Hasilnya kota menjadi tempat yang tidak nyaman.

KEBIJAKAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan penduduk merupakan fenomena yang menjadi potensi sekaligus permasalahan dalam pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut terkait dengan kebutuhan ruang untuk penduduk yang terus menerus bertambah setiap tahunnya (George, 2006). Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran terutama bagi pertumbuhan wilayah dan kota. Kota dengan kepadatan tinggi akan membawa banyak masalah terutama berkaitan dengan permasalahan keberlanjutan kawasan perkotaan (Ng, 2010). Hal yang sama juga terjadi pada kota-kota yang sudah mencapai titik jenuh, perlu adanya sebuah solusi yang relevan sehingga permasalahan penduduk tidak semakin meluas ke sektor lainnya. Hal lain yang akan terjadi dari tingginya tingkat hunian akibat pertumbuhan penduduk di wilayah kota adalah tumbuhnya wilayah terbangun secara sporadis (urban sprawl) di pinggiran kota dan di tempat lain, sehingga pertumbuhan kota menjadi tak terkendali (primacy) dan tidak efisien (Soule, 2006; Squires, 2002; Bruegmann, 2006). Tingginya tingkat hunian di wilayah perkotaan juga bukan hanya menyebabkan terjadinya ketidak-seimbangan pertumbuhan kota-desa dan kota besar-kota kecil, namun juga dapat menimbulkan ketimpangan kawasan, yang berakibat pada terjadinya polarisasi ekonomi. Terjadinya ketimpangan kawasan juga mengakibatkan terjadinya perubahan fisik wilayah perkotaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya kesenjangan yang cukup tinggi 1. Salah satu bentuk pembangunan kawasan perkotaan yang diperkirakan akan merefleksikan visi pengembangan perkotaan adalah pembangunan dan pengembangan kota baru. Hal ini sesuai dengan definisi yang dibuat oleh Golany (1976) yang mengatakan bahwa kota baru adalah kota yang sama sekali baru, direncanakan dan dikembangkan dan dibangun pada suatu wilayah baru yang di dalamnya terkandung unsur-unsur tempat tinggal yang lengkap dengan berbagai prasarana dan sarana 1 Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 494/PRT/M/2005 telah menetapkan Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Perkotaan (KSNPK) yang salah satu kebijakannya adalah memantapkan peran dan fungsi kota dalam pembangunan nasional. Salah satu strategi yang dilakukan adalah menyiapkan dan mengembangkan panduan bagi daerah untuk melakukan pembangunan perkotaan yang berkelanjutan (sustainable cities). 1

2 pelayanannya, tempat berkarya, tempat rekreasi, serta prasarana penggerakan dan sarana perhubungan. Konsep kota baru dirancang untuk dapat menunjang aktivitas pada kota yang menjadi pusat kegiatan dengan tujuan utama mengatasi masalah kependudukan (Simmonds dan Hack, 2000). Beberapa kota baru yang dapat diambil contoh dari best practice negara-negara yang sedang menjalankan konsep yang sama yaitu Kota Baru Putra Jaya dan Cyberjaya di Malaysia yang dikonsep untuk memecah konsentrasi permukiman di Kuala Lumpur yang sudah terlalu padat dan Cyberjaya yang dikonsep khusus sebagai kota baru yang fokus utamanya diperuntukkan sebagai kota industri. Kota baru telah dikembangkan dan dibangun di beberapa kabupaten/kota yang ada di Indonesia, diantaranya di Pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Papua, dan sebagainya. Dalam pembangunan kota baru, idealnya termasuk pada kategori sebagai berikut, yakni (i) kota yang lengkap, yang ditentukan, direncanakan dan dibangun di suatu wilayah yang belum terdapat konsentrasi penduduk, (ii) kota yang dibangun lengkap dalam rangka meningkatkan kemampuan dan fungsi permukiman atau kota kecil yang telah ada di sekitar kota besar utama untuk membantu pengembangan dan mengurangi kota induk, (iii) kota yang mandiri, mampu memenuhi pelayanan kebutuhan serta kegiatan usahanya sendiri atau sebagian besar penduduknya (self contained new town), (iv) lingkungan permukiman skala besar untuk mengatasi kekurangan perumahan di suatu kota besar secara fungsional umumnya masih bergantung pada kota induknya (dependent town), sehingga dapat disamakan dengan kota satelit dari kota utama/kota inti. Pada kenyataannya, kota baru yang ada di Indonesia tidak sepenuhnya mengikuti kategori tersebut di atas. Bahkan bukan hanya itu, pada pembangunan kota baru juga kerap terjadi penyimpangan mulai dari tahap perencanaan, tahap implementasi, dan kebijakan pengembangannya. Selain itu juga seringkali terjadi ketidak-sesuaian pada aspek regulasi, misalnya terkait dengan RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) kabupaten/kota maupun RTRW provinsi beserta rencana rincinya. Dalam prakteknya, pembangunan kota baru di suatu wilayah kabupaten/kota induk sangat ditentukan oleh perusahaan pengembang yang memperoleh ijin prinsip untuk pembebasan tanah. Lokasi kota baru yang akan dikembangkan tergantung kepada lokasi tanah yang

3 berhasil dibebaskan pengembang, yang tidak harus sama dengan rencana lokasi semula yang tercantum dalam dokumen ijin prinsip. Hal lain yang juga sering terjadi adalah masih minimnya peran pemerintah pusat serta belum diimplementasikannya kebijakan yang telah dibuat oleh pemerintah. Pada prakteknya, pemerintah pusat tidak terlibat dalam proses pembangunan kota baru di Indonesia. Penentuan lokasi suatu rencana kota baru, misalnya, selayaknya mempertimbangkan lokasi relatif dari kota-kota yang sudah ada, karena kota-kota tersebut membentuk suatu jaringan kota-kota dalam suatu sistem yang mendukung jaringan kegiatan sosial ekonomi, distribusi barang dan jasa, serta kegiatan sosial budaya penduduk. Sebagai suatu sistem kota, dan mencakup beberapa ukuran kota dengan fungsi masing-masing yang saling tergantung, keberadaan kota-kota tersebut terletak pada suatu wilayah yang cukup luas, yang melebihi batas-batas wilayah provinsi untuk ukuran di Indonesia atau bahkan antar pulau. Dengan demikian, minimnya keterlibatan pemerintah pusat dalam proses pengembangan kota-kota baru di Indonesia, akan dibayar mahal oleh masyarakat di kawasan kota baru maupun kawasan di sekitarnya. Permasalahan lingkungan, misalnya berupa bencana banjir yang frekuensinya makin sering, pencemaran udara dan pencemaran air, penurunan muka air tanah dan intrusi air laut, adalah beberapa permasalahan lingkungan yang akan dihadapi. Permasalahannya adalah bahwa bencana lingkungan tersebut akan terjadi dalam suatu kurun waktu yang cukup panjang, yang memungkinkan para pengambil keputusan tidak segera menyadarinya. Model-model kota baru yang ada di Indonesia, diantaranya terdapat di Batam (Batam Centre), Jakarta (Bumi Serpong Damai), dan Semarang (Bukit Semarang Baru). Dari berbagai kota baru yang sudah terbangun dan menurut pengamatan telah dikembangkan dengan relatif baik dan menarik untuk dikaji adalah kota baru Bumi Serpong Damai (BSD) yang berlokasi di Provinsi Banten. BSD terletak sekitar 30 km (18,6 mil) ke arah barat daya Jakarta dan telah diresmikan pada 16 Januari 1989. Pembangunan BSD belum seluruhnya selesai, dari luas kawasan yang direncanakan 6.000 Ha, baru 25%-nya yang telah dibangun untuk perumahan, perdagangan, fasilitas sosial (fasos) dan fasilitas umum (fasum). Dari 600.000 jiwa orang yang direncanakan bertempat tinggal di BSD, saat ini baru dihuni oleh 80.000 jiwa. Dari rencana pembangunan rumah sebanyak 140.000 unit, hingga

4 tahun 2004 baru sebanyak 14.338 unit rumah dengan berbagai tipe yang telah dibangun. Pembangunan Kota Baru BSD ini direncanakan akan selesai pada tahun 2020 dari target semula tahun 2014 (Arifin dan Dillon, 2005). Pembangunan kota baru pada umumnya dan Kota Baru BSD pada khususnya, mempunyai tujuan utama untuk membangun ekonomi nasional melalui pengembangan ekonomi lokal. Pembangunan ini juga telah memberi kontribusi dari sisi pertumbuhan ekonomi nasional dan pertumbuhan penduduk. Namun dilain pihak, aspek lingkungan (ekologi) belum mendapat perhatian yang lebih serius. Hal ini terlihat dari menurunnya daya dukung lingkungan yang terjadi di wilayah perkotaan, terjadinya musibah banjir dengan frekuensi yang lebih sering, terjadinya konflik sosial baik secara vertikal maupun horizontal, dan permasalahan-permasalahan lainnya. Untuk itu maka pembangunan kota baru di masa yang akan datang, tidak boleh hanya memperhatikan aspek ekonomi, namun juga harus memperhatikan aspek ekologi dan aspek sosialbudaya, sehingga kota baru yang dibangun akan menjadi kota baru yang berkelanjutan. Dalam rangka menciptakan kota baru yang berkelanjutan, sebenarnya pemerintah sudah membuat komitmen terhadap kesepakatan internasional Millenium Development Goals (MDG) 2015, Habitat, serta Protocol Kyoto. Namun demikian, implementasi kebijakan tersebut sangat sulit dilakukan. Selain itu juga disinyalir ada indikasi salah memaknai dalam mengartikan lingkungan pada pembangunan perkotaan yang berkelanjutan, mengingat lingkungan lebih diartikan dalam arti sempit. Oleh karena itu, maka pembangunan berkelanjutan hingga saat ini masih merupakan slogan yang sudah dikenal namun maknanya masih belum dimengerti secara baik dan benar. Kondisi yang sama juga terjadi pada pembangunan dan pengembangan kota-kota baru yang justru tidak fokus pada permasalahan yang sedang dihadapi, yaitu permasalahan kependudukan dan keterbatasan lahan untuk permukiman. Kota-kota baru yang sedang berkembang ini justru malah menimbulkan permasalahan-permasalahan baru, terutama terkait dengan masalah lingkungan, masalah banjir, permasalahan penyediaan infrastruktur, pencemaran air dan udara, dsb. Namun yang paling mengkhawatirkan dari pembangunan kota baru adalah timbulnya pencemaran air dan udara. Ada berbagai kemungkinan sulitnya mengimplementasikan kebijakan yang ada dan sulitnya mencegah terjadinya pencemaran air dan udara akibat dari pembangunan kota baru, diantaranya adalah kebijakan tersebut dibuat dengan tanpa melihat kondisi

5 eksisting di lapangan, dan dibuat dengan tanpa melibatkan masyarakat dan stakeholders yang berkepentingan, serta kebijakan yang dibuat tidak bersifat terpadu (lintas sektoral) dan belum bersifat holistik. Atas dasar itu, maka dalam rangka menciptakan kota baru yang ramah lingkungan dan berkelanjutan serta dalam rangka mencegah terjadinya pencemaran air dan udara serta kerusakan lingkungan akibat dibangunnya kota baru, maka perlu dicari alternatif kebijakan yang paling ideal untuk kota baru dan parameter kunci apa yang ada pada pengelolaan kota baru. Perlu dirumuskan model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru yang berkelanjutan, sehingga pembangunan kota baru akan bermanfaat dari aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya, dengan melibatkan pendapat dan keinginan masyarakat serta pendapat dan keinginan para stakeholders (lintas departemen terkait) sehingga lebih mudah diimplementasikan. 1.2. Perumusan Masalah Menurut Golany (1976), yang dimaksud dengan kota baru adalah suatu kota yang direncanakan, didirikan dan kemudian dikembangkan secara lengkap di atas suatu wilayah yang sama sekali baru setelah ada kota atau kota-kota lainnya yang telah tumbuh dan berkembang terlebih dahulu. Idealnya, kota baru merupakan permukiman yang dibangun di atas lahan dalam skala besar, sehingga memungkinkan untuk menunjang kebutuhan berbagai jenis dan harga tempat tinggal serta kegiatan kerja bagi masyarakat di dalam lingkungan kota itu sendiri. Salah satu contoh kota baru yang hingga saat ini diharapkan akan mendekati definisi tersebut di atas adalah Kota Baru Bumi Serpong Damai (BSD). Permasalahan dari pembangunan kota-kota baru adalah relatif belum adanya konsep yang jelas dan terintegrasi antara kebutuhan perumahan, pengaturan aktivitas dan fungsi kawasan, serta keseimbangan alam dan adanya kerusakan lingkungan dan pencemaran akibat terbangunnya kota baru. Sesuai prinsip kota berkelanjutan yang dikemukakan Fauzi (2004), bahwa keberlanjutan memuat tiga hal yang harus seimbang yaitu antara ekonomi, lingkungan, dan sosial. Begitu`pula menurut Munasinghe (1993), pembangunan kota berkelanjutan mempunyai tiga tujuan utama, yaitu: tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial. Tujuan ekonomi terkait dengan masalah efisiensi dan pertumbuhan. Tujuan ekologi terkait dengan masalah konservasi sumberdaya alam. Tujuan sosial terkait dengan masalah pengurangan kemiskinan dan pemerataan. Dengan

6 demikian, tujuan pembangunan berkelanjutan pada dasarnya terletak pada adanya harmonisasi antara tujuan ekonomi, tujuan ekologi dan tujuan sosial. Dalam hal ini ada indikasi bahwa terdapat sebuah benang merah yang relatif masih terputus karena pembangunan kota-kota baru justru melanggar beberapa hal yang terkait dengan keseimbangan alam dan lingkungan serta mengakibatkan terjadinya pencemaran, adanya ketidak jelasan fungsi kawasan yang ada pada kota baru tersebut serta orientasi yang masih lebih menekankan pada profit, dan masih belum menekankan pada prinsip keberlanjutan kota baru tersebut. Sesuai dengan tujuan pembangunan ideal, maka pembangunan kota baru mandiri, diharapkan mampu menyelesaikan permasalahan pengembangan wilayah, mampu menampung kelebihan penduduk, menahan arus migrasi yang mengarah ke Jakarta, dan diharapkan mampu meningkatkan taraf ekonomi kawasan. Namun demikian sejalan dengan pembangunan kota baru mandiri ini seperti yang terjadi di Kota Baru BSD, muncul berbagai permasalahan, diantaranya muncul berbagai dampak negatif terhadap lingkungan yang akan merugikan, baik ditinjau dari skala lokal, regional maupun skala nasional. Selain itu juga muncul kesenjangan sosial antara penghuni BSD dan masyarakat sekitarnya, muncul berbagai konflik baik konflik horizontal maupun konflik yang vertikal, serta muncul berbagai permasalahan lainnya seperti adanya bencana banjir di lokasi sekitar, terjadi pencemaran air dan udara serta berbagai kerusakan lingkungan lainnya. Untuk lebih jelasnya kerangka permasalahan penelitian tersebut disajikan pada Gambar 1. Dengan demikian, berdasarkan informasi dan uraian sebelumnya, maka muncul pertanyaan penelitian pada pembangunan kota baru mandiri antara lain adalah: 1. Bagaimana kondisi lingkungan di kawasan Kota Baru BSD dan sekitarnya berdasarkan kondisi (kualitas) air dan udara di kota baru? 2. Bagaimana status keberlanjutan pengelolaan lingkungan di Kota Baru BSD? 3. Faktor apa yang perlu diperhatikan dalam pengendalian lingkungan di Kota Baru BSD secara berkelanjutan? 4. Bagaimana model pengendalian lingkungan dalam pembangunan Kota Baru BSD yang berkelanjutan? 5. Apa strategi kebijakan kota baru yang berkelanjutan?

7 Ketidakjelasan Konsep Kota Baru Secara Aktifitas dengan Fungsi Kawasan Ketidaksinkronan Kebijakan Rencana Pembangunan Kota Baru dan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Kota Kota Baru Masih Berorientasi Profit Belum Memikirkan Keberlanjutan Lingkungan dan Alam Kota baru yang tidak memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan sumber daya alam (keberlanjutan dari sisi ekologi dan sosial) Kerusakan lingkungan dan kerentanan terhadap bencana banjir dan kekeringan Pencemaran air dan udara Terganggunya aktivitas ekonomi masyarakat Gambar 1. Kerangka permasalahan penelitian 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan model pengendalian lingkungan pada pembangunan kota baru berkelanjutan, sehingga dari sini akan dapat ditemukan benang merah antara kebutuhan lahan permukiman, pengaturan aktivitas dan fungsi kawasan, serta keseimbangan lingkungan dan alam. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut secara spesifik, maka tujuan khusus penelitian ini mencakup: 1. Mengkaji kualitas lingkungan di kawasan kota baru dan sekitarnya dengan menganalisis kualitas lingkungan di kawasan Kota Baru BSD dan sekitarnya 2. Melakukan analisis terhadap status keberlanjutan pengelolaan lingkungan di Kota Baru BSD 3. Melakukan analisis terhadap faktor yang perlu diperhatikan dalam pengendalian lingkungan di Kota Baru BSD agar berkelanjutan 4. Merancang model pengendalian lingkungan dalam pembangunan Kota Baru BSD berkelanjutan 5. Merumuskan prioritas kebijakan Kota Baru BSD berkelanjutan

8 Manfaat dari penelitian ini adalah: Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini akan menambah pengetahuan bagi ilmu lingkungan terutama dalam penerapan aplikasi cara berfikir sistem, dalam merumuskan pengendalian lingkungan pada pembangunan kota baru berkelanjutan dan pada penerapan metode simulasi dinamika sistem untuk analisis kebijakan, sehingga akan memperkaya metodologi ilmu lingkungan sekaligus akan menjadi salah satu alternatif pilihan model strategi kebijakan pembangunan kota baru mandiri yang berkelanjutan. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu masukan dalam menyusun kebijakan rencana pembangunan dan pengelolaan kotabaru yang berkelanjutan. Bagi pengembang, penelitian ini bermanfaat untuk memahami strategi dan prospek pengembangan usaha, sehingga terbangun kemitraan (partnership) dengan berbagai pihak terkait, atas dasar prinsip saling menguntungkan. Bagi penduduk setempat dan sekitarnya, penelitian ini bermanfaat untuk membantu memahami proses perencanaan pembangunan wilayah kota baru, sehingga masyarakat bisa ikut berpartisipasi aktif dalam pengelolaannya, terutama dalam mencegah terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran. 1.4. Kerangka Pemikiran Meningkatnya jumlah penduduk dan ketidak mampuan sektor pertanian dalam menyediakan lapangan pekerjaan di perdesaan, telah mendorong masyarakat desa melakukan urbanisasi, sehingga pertumbuhan penduduk di wilayah perkotaan meningkat dan telah mengakibatkan tingginya kebutuhan akan lahan hunian dan merupakan faktor-faktor penggerak utama terjadinya perkembangan wilayah pinggiran kota yang tidak terkendali yang disebut dengan urban sprawl (tumbuhnya wilayah terbangun secara sporadis di pinggiran kota dan di tempat lain). Adapun penyebab terjadinya urban sprawl diantaranya adalah karena lambatnya langkah-langkah antisipatif perencanaan dan masih terbatasnya kemampuan pemerintah dalam menyediakan pelayanan prasarana dan sarana, masih belum ketatnya pemerintah dalam melakukan pengendalian tata ruang dan tata guna lahan, khususnya untuk mendukung fungsi optimum pelayanan kepada masyarakat perkotaan. Akibat adanya urban sprawl

9 ini seringkali muncul berbagai permasalahan, diantaranya menurunnya kualitas lingkungan hidup dan kualitas hunian, tidak tertatanya fisik kota, terbatasnya kapasitas penyediaan pelayanan prasarana dan sarana dasar, serta munculnya berbagai permasalahan sosial ekonomi perkotaan seperti terjadinya kesenjangan, munculnya berbagai masalah sosial, merebaknya masalah kriminalitas, tingginya tingkat pengangguran, dan sebagainya. Sebenarnya telah dilakukan penelitian pada kota baru mandiri BSD, namun penelitian tersebut masih bersifat parsial, yakni lebih terfokus pada aspek sosial saja, aspek ekonomi saja, serta penelitian pada aspek teknis saja; sedangkan penelitian yang bersifat holistik yang menggabungkan aspek ekonomi, sosial, dan ekologi yang dikemas menjadi Model Pengendalian Lingkungan dalam Pembangunan Kota Baru Berkelanjutan masih belum dilakukan. Oleh karena itu, dalam rangka menjawab permasalahan tersebut di atas maka diperlukan kebijakan yang bersifat holistik (berdasarkan penglihatan secara menyeluruh) dengan melibatkan berbagai departemen (lintas sektoral), masyarakat dan semua stakeholders, serta para pakar yang terkait di dalamnya. Selain itu juga diperlukan adanya skenario yang optimal dalam memprediksi semua kemungkinan keadaan yang akan terjadi di masa yang akan datang serta pengelolaannya, sehingga akan meminimalkan terjadinya kerusakan lingkungan. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2. 1.5. Kebaruan Penelitian Kebaruan (novelty) penelitian ini dapat dilihat dari aspek pendekatan (research approach) yang digunakan. Pendekatan sistem dinamik untuk merancang model interaksi di antara berbagai variabel dalam subsistem ekologi, ekonomi dan sosial di wilayah kotabaru dalam rangka melakukan pengendalian terhadap terjadinya kerusakan lingkungan dan pencemaran, dan akan menghasilkan formulasi strategi kebijakan pengelolaan kotabaru mandiri yang terintegrasi dalam suatu sistem perkotaan di sekitarnya, dan berkelanjutan yang applicable sesuai kebutuhan stakeholders dan masyarakat di masa yang akan datang. Oleh karena itu maka hasil penelitian ini dapat membantu mengidentifikasi berbagai permasalahan yang akan menjadi bahan pertimbangan untuk mencari solusi agar suatu kota baru dapat berkelanjutan.

10 Pertumbuhan penduduk Angka pertumbuhan ekonomi yang tak sebanding dengan pertumbuhan penduduk Angka pengangguran yang cukup tinggi di daerah pedesaan Meningkatnya angka kemiskinan, pengangguran dan gangguan kamtibmas Meningkatnya migrasi penduduk menuju kota Terbatasnya pelayanan kebutuhan masyarakat kota Over urbanisasi Aglomerasi aktivitas Kepadatan lalulintas, meningkatnya kemacetan penurunan kualitas Kebutuhan rumah, sarana prasarana, daya dukung lingkungan yang meningkat cukup tinggi Maraknya bangunan liar dan menurunnya sanitasi lingkungan Ketimpangan kawasan Penurunan kesejahteraan Pembangunan kota baru Permen PU No. 494/PRT/M/2005 Kota baru Bumi Serpong Damai (BSD) Kota baru Bumi Serpong Damai yang mandiri dan berkelanjutan Model pengendalian lingkungan dalam pembangunan kota baru berkelanjutan Kajian kondisi eksisting kota baru BSD Potret kondisi eksisting dari aspek ekologi, ekonomi dan sosial Rancangan model pengendalian lingkungan variabel dalam subsistem ekologi, ekonomi&sosial Kualitas air dan kualitas udara Analisis sosial Analisis model dinamis Simulasi model dinamis Konsep pengendalian lingkungan kota baru Analisis kondisi ekonomi Analisis kondisi ekologi Analisis kondisi transportasi Uji validasi dan sensitifitas model Valid Tidak valid Skenario pengendalian lingkungan kota baru Analisis keberlanjutan Alternatif pengendalian lingkungan Analisis prospektif Strategi kebijakan pembangunan kota baru yang berkelanjutan Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian