Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008

dokumen-dokumen yang mirip
Penyusutan Dan Densifikasi Keramik Alumina: Perbandingan Antara Hasil Proses Slip Casting Dengan Reaction Bonding

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik CSZ-NiO untuk elektrolit padat

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III PROSEDUR PENELITIAN

STUDI PENAMBAHAN MgO SAMPAI 2 % MOL TERHADAP STRUKTUR MIKRO DAN SIFAT MEKANIK KERAMIK KOMPOSIT Al 2 O 3 ZrO 2

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

III.METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan terhitung pada bulan Februari Mei

Bab IV Hasil dan Pembahasan

PENGARUH KOMPOSISI KAOLIN TERHADAP DENSITAS DAN KEKUATAN BENDING PADA KOMPOSIT FLY ASH- KAOLIN

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PROSES MANUFACTURING

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di laboratorium material teknik, Jurusan Teknik Mesin,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Penelitian Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir pada Gambar 3.1.

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 10. Skema peralatan pada SEM III. METODE PENELITIAN. Untuk melaksanakan penelitian digunakan 2 jenis bahan yaitu

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS SIFAT FISIS KERAMIK BERPORI BERBAHAN DEBU VULKANIK GUNUNG SINABUNG

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada September hingga Desember 2015 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Kekerasan dan Kekuatan Tekan Paduan Cu Sn 6% Hasil Proses Metalurgi Serbuk dan Sand Casting

PENGARUH KOMPOSISI FLY ASH DAN SUHU SINTER TERHADAP DENSITAS PADA MANUFACTURE KERAMIK LANTAI. Dosen Jurusan Teknik Mesin

BAB III METODE PENELITIAN

METALURGI SERBUK (POWDER METALLURGY) Metalurgi Serbuk : Teknologi pemrosesan logam dimana part-part diproduksi dari serbuk metal.

Metode Uniaxial Pressing Proses Sintering...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGEMBANGAN MEKANISME DAN KUALITAS PRODUKSI SEPATU KAMPAS REM BERBAHAN ALUMUNIUM DAUR ULANG DENGAN METODE PENGECORAN SQUEEZE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

STUDI EKSPERIMEN PENGARUH KOMPOSISI CERAMIC SHELL PADA INVESTMENT CASTING TERHADAP KEKASARAN PERMUKAAN DAN POROSITAS PRODUK TOROIDAL PISTON

BAB V KERAMIK (CERAMIC)

PENGARUH PENAMBAHAN BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZED ZIRCONIA (CSZ)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

PROSES PRODUKSI I METALURGI SERBUK BY ASYARI DARYUS UNIVERSITAS DARMA PERSADA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Pengembangan Material Komposit Keramik Berpori dari Bahan Clay yang diperkuat Bahan Kuningan dengan Menggunakan Metode Ekstrusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2015 di

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

SIFAT FISIK DAN KEKUATAN BENDINGPADA KOMPOSIT FELDSPAR-KAOLINE CLAY

Pengaruh Modulus Cor Riser Terhadap Cacat Penyusutan Pada Produk Paduan Al-Si

4 Hasil dan pembahasan

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PENGARUH PROSES WET PRESSING DAN SUHU SINTER TERHADAP DENSITAS DAN KEKERASAN VICKERS PADA MANUFACTUR KERAMIK LANTAI. Abstrak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini menggunakan metode screen printing melalui proses :

KARAKTERISTIK LUMPUR SIDOARJO

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRANE KERAMIK TiO 2 UNTUK ULTRAFILTRASI

METODE PENELITIAN. 1. Sampel tanah yang digunakan merupakan tanah lempung lunak yang. diambil dari Desa Yosomulyo, Kecamatan Metro Timur, Kota Metro.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah dengan metode eksperimen murni.

METODE PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya : 1. Sampel tanah yang digunakan berupa tanah lempung yang berasal dari

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Juli 2015 dan tempat penelitian ini

PENGARUH VARIABEL KOMPAKSI TERHADAP MODULUS ELASTISITAS KOMPOSIT Al/SiC p DENGAN PERMUKAAN PARTIKEL SiC TERLAPISI ZnO

Kartika Purwitasari, Achfas Zacoeb, Siti Nurlina ABSTRAK Kata Kunci : 1. Pendahuluan

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

BAB III METODE PENELITIAN

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

BAB III METODE PENELITIAN

Sintesis Bahan Ubahan Gradual Aluminum Titanat/Korundum dari Alumina Transisi dengan Penambahan MgO

3. Uraikan & jelaskan perbedaan yang mendasar antara teknik pressing & sintering konvensional dengan teknik pressing & sintering modern.

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Diagram Alir Diagram alir penelitian selama proses penelitian dapat diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini : Mulai

I. PENDAHULUAN. Al yang terbentuk dari 2 (dua) komponen utama yakni silika ( SiO ) dan

Bab 3 Metodologi Penelitian

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN 1 DATA PERTAMBAHAN BERAT (GAIN PRODUCT) DAN KEDALAMAN INFILTRASI PRODUK CMCs YANG TERBENTUK

1. Spesifikasi sepeda motor bensin 4-langkah 110 cc. Dalam penelitian ini, mesin uji yang digunakan adalah sepeda motor

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

Reduksi Ukuran Serbuk Kayu Meranti Dan Serbuk Silikon Untuk Pembuatan Silikon Karbida (SiC) Temperatur <1500 o C

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada bab ini mengungkapkan metode penelitian secara keseluruhan yang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

ANALISA PENGARUH PENAMBAHAN ABU SERBUK KAYU TERHADAP KARAKTERISTIK PASIR CETAK DAN CACAT POROSITAS HASIL PENGECORAN ALUMINIUM 6061 SIDANG TUGAS AKHIR

Fabrikasi Tri Kalsium Fosfat Menggunakan Wheat Particles sebagai Agen Pembentuk Pori

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

Pengaruh Bentuk Riser Terhadap Cacat Penyusutan Produk Cor Aluminium Cetakan Pasir

Gugun Gumilar Fakultas Teknologi Industri, Jurusan Teknik Mesin Universitas Gunadarma Depok. Abstraksi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH VARIASI WAKTU ANODIZING TERHADAP STRUKTUR PERMUKAAN, KETEBALAN LAPISAN OKSIDA DAN KEKERASAN ALUMINIUM 1XXX. Sulaksono Cahyo Prabowo

Transkripsi:

PERANAN TEPUNG JAGUNG DAN TEPUNG TAPIOKA DALAM PEMBUATAN KERAMIK ALUMINA BERPORI DENGAN PROSES SLIP CASTING Soejono Tjitro, Juliana Anggono dan Dian Perdana Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 142-144, Surabaya e-mail: stjitro@peter.petra.ac.id Abstrak Melalui proses slip casting, dimungkinkan membuat keramik alumina berpori dimana bahan slip alumina dicampurkan dengan tepung jagung atau tepung tapioka. Tepung jagung atau tepung tapioka diharapkan meninggalkan ruang kosong (pori-pori) pada saat compact alumina dilakukan proses pra sinter maupun sinter. Penelitian ini mempelajari struktur mikro khususnya karakteristik porositas (bentuk, ukuran dan distribusi) keramik alumina yang dihasilkan setelah penambahan baik tepung jagung maupun tepung tapioka. Slip alumina pertama dan kedua terdiri dari campuran serbuk alumina dengan masing-masing penambahan tepung jagung 30% dan 50%. Slip alumina ketiga dan keempat terdiri dari campuran serbuk alumina dengan masing-masing penambahan tepung tapioka 30% dan 50%. Ukuran serbuk alumina yang digunakan 44-77 µm. Temperatur pra sinter dan sinter adalah 1000 o C dan 1600 o C. Perubahan struktur mikro dan karakteristik pori diuji dengan Scanning Electron Microscope (SEM). Uji densitas juga dilakukan dengan prinsip Archimedes. Penelitian berhasil membuat keramik alumina berpori dengan slip casting. Semakin besar persen berat tepung jagung maupun tepung tapioka, distribusi porositas semakin besar. Pada pra sinter, compact alumina dengan persen berat masing-masing tepung jagung 30% dan 50%, distribusi porositasnya lebih besar 5,7% dan 3,8% dibandingkan compact alumina tepung tapioka dengan persen berat yang sama. Hasil SEM pra sinter memperlihatkan proses sinter alumina belum tuntas. Pada tahap sinter, semua sampel memperlihatkan ukuran porositas yang dihasilkan pada pra sinter mengalami penyusutan. Kecenderungan distribusi porositas sama dengan tahap pra sinter dimana distribusi porositas compact alumina dengan tepung jagung lebih besar 1,5% dibanding compact alumina dengan tepung tapioka pada tahap sinter. Kata kunci: slip casting, keramik berpori, alumina, tepung jagung, tepung tapioka. Pendahuluan Keramik alumina (Al 2 O 3 ) adalah keramik jenis oksida yang paling banyak digunakan untuk aplikasi bahan dasar tahan api (50%), abrasif (20%), busi (15%) dan keramik teknik (10%) ( Lee dan Rainforth, 1994). Keramik alumina dapat dibentuk dengan proses metalurgi serbuk atau proses slip casting. Kedua proses ini bertujuan sama yaitu menghasilkan suatu padatan untuk kemudian disinter. Penyatuan padatan keramik dengan proses metalurgi serbuk melalui penekanan serbuk di dalam cetakan (kompaksi), sedangkan proses slip casting tanpa penekanan. Slip casting adalah suatu teknik pengecoran yang menggabungkan dua unsur yang berbeda menjadi satu untuk dituangkan dalam cetakan. Proses pencampuran tersebut akan menghasilkan satu campuran yang disebut slip. Slip yang terbentuk berasal dari serbuk koloid yang dicampur dengan media suspensi (umumnya air). Untuk mendapatkan slip, proses slip casting membutuhkan bahan cetakan yang mampu menyerap media suspensi. Pembuatan keramik berpori dapat dilakukan dengan beberapa metoda, antara lain metode polymeric sponge. Pada metode ini, slip yang terbentuk dipenetrasikan masuk ke dalam sponge. Hasil penetrasi sponge ini dipanaskan dan pori-pori keramik didapatkan dari lubang-lubang yang ditinggalkan akibat pembakaran sponge. Berbeda dengan penelitian Lyckfeldt dan Ferreira (1997), slip dicampur dengan tepung (starch) sebelum campuran tersebut dituangkan dalam cetakan. Slip dipanaskan sampai 1000 o C, tepung akan terbakar dan meninggalkan pori-pori. Porositas keramik yang terbentuk bergantung pada distribusi ukuran tepung. Tepung yang digunakan untuk pembuatan keramik berpori antara lain tepung jagung, tepung kentang, tepung beras dan tepung tapioka (Lindqvist and Liden, 2000). Penelitian ini mempelajari struktur mikro khususnya karakteristik porositas (bentuk, ukuran dan distribusi) keramik alumina yang dihasilkan setelah penambahan baik tepung jagung maupun tepung tapioka. Metodologi Penelitian Serbuk alumina (Al 2 O 3 ) yang digunakan dalam penelitian memiliki komposisi dan karakteristik seperti Tabel 2.1 dan sebagian besar berbentuk partikel polygonal (lihat Gambar 2.1). Ukuran partikel Al 2 O 3 rata-rata 44-74 µm. 67

Tabel 2.1. Komposisi dan Karakteristik Alumina Alumina (A-12) Properties Analysis Lower Limit Upper Limit LOI (0-1000 o C) % 0.07 0.30 SiO 2 % 0.01 0.03 Fe 2 O 3 % 0.01 Na 2 O % 0.23 0.45 Al 2 O 3 % 99.7 99.0 Sp.Gr % 3.96 3.9 > 74 µm % 16 74-44 µm % 62 < 44 µm % 23 Gambar 2.1. Foto SEM Partikel Polygonal Alumina Tepung jagung yang digunakan ber-merk Honig dalam kemasan 400 gram. Bentuk partikel jagung bervariasi dengan ukuran partikel berkisar antara 3-20 µm. Tepung tapioka yang digunakan ber-merk Rose dimana sebagian besar bentuk partikelnya bulat (spherical). Ukuran diameter partikel tepung tapioka berkisar antara 5 26 µm. (lihat Gambar 2.2) Gambar 2.2. Foto SEM Partikel Jagung (kiri) dan Tepung Tapioka (kanan) Penelitian ini menggunakan empat variasi slip alumina seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2. Perhitungan data massa alumina, tepung jagung dan tepung tapioka didasarkan atas Tabel 2.3. Bentuk dan ukuran sampel adalah compact disk dan diameternya 20 mm dengan tebal 10 mm. Tabel 2.2. Komposisi Slip untuk Pembuatan Sampel Massa (gram) Sampel Keterangan Sampel Tepung Tepung Alumina Jagung Tapioka Air 1 Alumina + 30% Tepung Jagung 5 1.4-1.71 2 Alumina + 50% Tepung Jagung 5 2.3-1.95 3 Alumina + 30% tepung Tapioka 5-1.4 1.71 4 Alumina + 50% Tepung Tapioka 5-2.3 1.95 68

Tabel 2.3. Massa Jenis Bahan Slip Bahan Massa Jenis (gram/cm 3 ) Alumina 3,98 Tepung Jagung 1,43 * Tepung Tapioka 1,43 * * massa jenis diasumsikan sama dengan kentang 1,43 gr/cm 3 (Lyckfeldt and Ferreira, 1997) Masing-masing komposisi slip kecuali air di-blending dalam sebuah tabung yang berisi sejumlah ball (kelereng) selama 7 jam. Setelah itu, masing-masing slip ditambahkan sejumlah air dan asam HCl, pengadukan dilanjutkan selama 1 jam. Kemudian slip yang sudah siap ini dituangkan ke dalam cetakan berbentuk pipa (Ø 20 mm, tebal 10 mm) di atas papan gypsum, seperti pada Gambar 2.3. Gambar 2.3. Slip Alumina yang Dituangkan di Papan Gypsum Sample slip yang sudah kering, dikeluarkan dari cetakan dan dilanjutkan dengan proses pra sinter sampai temperatur 1000 o C dengan laju pemanasan 5 o C/menit. Saat temperatur sampel slip mencapai 200 o C dan 300 o C masing-masing sampel slip ditahan selama 1 jam. Setelah pra sinter, masing-masing sampel slip dilanjutkan dengan proses sinter yaitu pemanasan sampai dengan 1600 o C. Laju pemanasan sinter ditetapkan 5C o /menit, dan saat mencapai 1600 o C, masing-masing sampel slip dilakukan holding time selama 2 jam. Sebelum dilakukan pengamatan metalografi, sampel slip dilakukan proses impregnasi vakum dengan resin yang viskositasnya rendah. Pengamatan metalografi dilakukan untuk mengikuti perkembangan perubahan struktur mikro yang terjadi selama pemanasan. Pengamatan mikro yang diamati adalah ukuran, bentuk dan distribusi porositas. Penggunaan SEM untuk memberikan gambaran derajat sinter dan membantu untuk memahami peranan tepung jagung dan tepung tapioka dalam menciptakan pori-pori pada sampel slip. Sedangkan prosentase porositas sampel slip dihitung dengan metode absorpsi. Hasil dan Pembahasan 1. Tahap Pra Sinter Hasil penelitian memperkirakan bahwa baik tepung jagung maupun tepung tapioka terbakar sekitar 240 o C. Hal ini didukung dengan pengamatan warna sampel slip pada temperatur 300 o C menampilkan warna hitam yang diperkirakan hasil terbakarnya tepung. Menurut Lyckfeldt and Ferreira (1997) bahwa terbakarnya tepung terjadi dalam dua tahap yaitu 240 o C dan 380 o C (lihat Gambar 2.4). Saat temperatur sampel mencapai 478 o C, warna sampel berubah menjadi warna putih. Hal ini diperkirakan bahwa tepung sudah habis terbakar sebelum 478 o C. Ini sesuai dengan penelitian Lyckfeldt and Ferreira (1997) yang mencatat tepung terbakar habis pada 380 o C. Gambar 3.1. Grafik Burn-Out Rate dan Temperatur terhadap Waktu dalam Proses Pengontrolan Burn-Out Sampel Alumina 66,2 % Vol Sumber: Lyckfeldt and Ferreira, Processing of Porous Ceramics by Starch Consolidation 69

Sampel pra sinter dan sinter diberikan identifikasi sampel 1, sampel 2, sampel 3, dan sampel 4. Sampel 1 dan 2 adalah sampel dengan penambahan tepung jagung 30% dan 50% volum sementara sampel 3 dan sampel 4 adalah sampel dengan penambahan tepung tapioka 30% dan 50% volum. Warna sampel pra sinter 1000 o C berwarna putih seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.2. Tepung yang hilang dari sampel meninggalkan rongga pada sampel. Foto gambar 3.2.c dan 3.2.d berwarna kuning dikarenakan faktor pencahayaan saat pengambilan foto. Gambar 3.2. Foto Sampel Alumina Tahap Pra Sinter: Sampel slip dengan 30% dan 50% tepung jagung menunjukkan mulai terbentuknya ikatan antar partikelnya. Foto SEM sampel 1 dan sampel 2 pada gambar 3.3, terlihat bahwa individual partikel alumina sudah sulit untuk didentifikasi pada tahap ini. Bentuk partikel seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 sulit ditemukan pada Gambar 3.3. Ikatan antar partikel alumina terjadi pada sekeliling partikel yang kontak dengan partikel lainnya. Namun demikian, sampel 1 dan sampel 2 masih menunjukkan proses sinter belum tuntas, karena batas antar partikel masih tampak jelas. Pori-pori pada sampel 1 dan sampel 2 memiliki variasi bentuk dan ukuran sesuai dengan partikel tepung jagung, yaitu bentuk bulat dan polygonal aggregate. Ukuran por-pori yang dihasilkan berukuran 10-110 µm. Distribusi pori-pori pada sampel 2 lebih rapat dibandingkan sampel 1. Jumlah dan distribusi pori-pori sampel 2 lebih banyak dibandingkan sampel 1, hal ini terkait dengan penambahan tepung jagung pada sampel 2 lebih banyak dibandingkan pada sampel 1. Gambar 3.3. Foto SEM Struktur Mikro Alumina Tahap Pra Sinter: 70

Berbeda dengan sampel slip yang ditambahkan tepung tapioka, bentuk pori-pori yang dihasilkan memiliki kesamaan bentuk, yaitu bentuk bulat (gambar 3.3 c dan 3.3.d). Jumlah dan distribusi pori-pori lebih banyak dan rapat pada sampel 4 dibandingkan sampel 3. 2. Tahap Sinter Berbeda pada tahap pra sinter, semua sampel slip pada tahap sinter lebih kuat dan keras dibandingkan sampel pra sinter. Hasil sampel slip yang dihasilkan menunjukkan bahwa tahap sinter masih belum maksimal. Faktor-faktor yang menghambat proses sinter antara lain temperatur pemanasan yang digunakan belum cukup tinggi atau waktu tahan (holding time) yang belum cukup untuk mencapai sinter yang maskimal, dan ukuran butir kurang halus (Supomo, 1995). Namun demikian, tampilan warna sampel slip tahap sinter sudah berwarna putih (warna alumina) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.4. Warna kuning yang tampak pada gambar 3.4 karena faktor pencahayaan selama pengambilan foto. Gambar 3.4. Foto Sampel Alumina Tahap Sinter: Gambar 3.5. Foto SEM Struktur Mikro Alumina Tahap Sinter: Struktur mikro tahap sinter masih menunjukkan ikatan antar partikelnya dan individual partikel juga sulit untuk diidentifikasikan. Hubungan yang terjadi antar partikel alumina juga masih tampak batas partikelnya. Hal 71

tersebut dikarenakan ukuran partikel alumina kurang halus atau waktu tahan masih kurang dalam pencapaian sinter yang optimal. Dengan adanya temperatur pemanasan yang tinggi, partikel alumina mengalami proses penyatuan antar partikel. Penyatuan antar partikel dapat mengakibatkan perubahan posisi dari partikel alumina yang berdampak pada pengecilan ukuran pori-pori. Akibatnya jumlah dan distribusi pori-pori (Gambar 3.5) yang dihasilkan berkurang dibandingkan jumlah dan distribusi pori-pori tahap pra sinter (Gambar 3.3). Sampel 1 dan sampel 2 memiliki jumlah dan distribusi partikel lebih banyak dibandingkan sampel 3 dan 4. Jumlah porositas sampel alumina yang ditambahkan 50% volume baik tepung jagung maupun tepung tapioka lebih banyak dibandingkan dengan sampel alumina yang ditambahkan 30% volume tepung jagung dan tepung tapioka. Gambar 3.6. Diagram Batang Prosentase Porositas Alumina Tahap Pra Sinter dan Sinter Pada Gambar 3.6. menunjukkan bahwa prosentase porositas tahap sinter mengalami penurunan (3-10,8%) dibandingkan tahap pra sinter. Hal ini terjadi karena proses pemanasan yang lebih tinggi memungkinkan terjadinya penyatuan partikel-partikel sehingga pori-pori yang berukuran kecil cenderung menutup sedangkan pori-pori berukuran besar cenderung menyusut. Dengan prosentase volume yang sama, prosentase porositas keramik alumina yang ditambahkan tepung jagung lebih besar dibandingkan keramik alumina yang ditambahkan tepung tapioka. Kesimpulan Tepung jagung dan tepung tapioka memiliki peranan untuk menghasilkan keramik alumina porous. Pada pra sinter, partikel alumina mulai terjadi ikatan antara partikel dan semua tepung sudah meninggalkan sampel dan menghasilkan pori-pori. Bentuk keramik alumina porous yang dihasilkan sesuai dengan bentuk partikel tepung jagung dan tepung tapioka. Distribusi ukuran, jumlah dan bentuk tepung akan mempengaruhi jumlah porositas yang dihasilkan. Dengan prosentase volume yang sama, penambahan tepung jagung pada alumina memberikan tingkat porositas lebih besar dibandingkan dengan penambahan tepung tapioka. Prosentase porositas mengalami penurunan setelah sampel pra sinter dilanjutkan dengan proses sinter. Daftar Pustaka 1. Lindqvist, Karin and Eva Liden, (2000), Porous Ceramic, Sweden: Swedish Ceramic Institute. 2. Lee, R.M. and W.E. Rainforth, (1994), Structural Oxide: Al2O3 and Mullite in Ceramic Structure: Property Control by Processing, London: Chapman and Hall. 3. Lyckfeldt, O and Ferreira, (1997), Processing of Porous Ceramics by Starch Consolidation, Sweden: Swedish Ceramic Institute. 4. Supomo, (1995), Proses Sintering, Informasi Teknologi Keramik dan Gelas. 5. Van Vlack, Lawrence H. (1985), Ilmu dan Teknologi Bahan, edisi ke-5, Terjemahan Sriati Djapri, Jakarta: Penerbit Erlangga. 72