KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 )

dokumen-dokumen yang mirip
Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2014, yang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli sampai bulan Oktober 2011 di

PENGARUH MODIFIKASI PERMUKAAN SELULOSA NATA DE COCO DENGAN ANHIDRIDA ASETAT DALAM MENGIKAT ION LOGAM BERAT Cd 2+ DALAM CAMPURAN Cd 2+ DAN Pb 2+

PRISMA FISIKA, Vol. I, No. 1 (2013), Hal ISSN :

BAB III METODE PENELITIAN. selulosa Nata de Cassava terhadap pereaksi asetat anhidrida yaitu 1:4 dan 1:8

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan April sampai September 2015 dengan

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

III. BAHAN DAN METODA 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di laboratorium Kimia Analitik Fakultas matematika dan Ilmu

BAB III METODE PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan September 2013 sampai bulan Maret 2014

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Prosedur kerja analisa bahan organik total (TOM) (SNI )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB III METODE PENELITIAN

MEMBRAN SELULOSA ASETAT DARI MAHKOTA BUAH NANAS (Ananas Comocus) SEBAGAI FILTER DALAM TAHAPAN PENGOLAHAN AIR LIMBAH SARUNG TENUN SAMARINDA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 11 sampai 28 November 2013

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan November 2014 sampai dengan bulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan sampel bertempat di daerah Cihideung Lembang Kab

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Januari Februari 2014.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

Pengaruh Perbandingan Selulosa dan Asam Asetat Glasial serta Jenis Pelarut pada Pembuatan Membran Selulosa Asetat dari Limbah Kertas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PENGARUH TEMPERATUR PADA PROSES PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI AMPAS TEBU. Oleh : Dra. ZULTINIAR,MSi Nip : DIBIAYAI OLEH

MAKALAH PENDAMPING : PARALEL A. PEMANFAATAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON SEBAGAI ADSORBEN ION LOGAM Pb 2+

BAB III METODE PENELITIAN

LAMPIRAN. Lampiran 1. Umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.) Schott) Lampiran 2. Pati umbi talas (Xanthosoma sagittifolium (L.

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pragel pati singkong yang dibuat menghasilkan serbuk agak kasar

Penetapan kadar Cu dalam CuSO 4.5H 2 O

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Instrumen Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan

BAB V METODOLOGI. Pada tahap ini, dilakukan pengupasan kulit biji dibersihkan, penghancuran biji karet kemudian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

BAB III METODOLOGI. A.2. Bahan yang digunakan : A.2.1 Bahan untuk pembuatan Nata de Citrullus sebagai berikut: 1.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. tahun 2011 di Laboratorium riset kimia makanan dan material untuk preparasi

BAB III ALAT, BAHAN, DAN CARA KERJA. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi Kuantitatif

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Januari 2013, bertempat di

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mengetahui kinerja bentonit alami terhadap kualitas dan kuantitas

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB III. BAHAN DAN METODE

Lampiran 1. Prosedur Analisis

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

3. Metodologi Penelitian

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

BAB III METODE PENGUJIAN. Rempah UPT.Balai Pengujian dan Sertifikasi Mutu Barang (BPSMB) Jl. STM

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat yang digunakan: Tabel 3. Alat yang digunakan pada penelitian

Bab III Metodologi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB III METODE PENELITIAN. penelitian Departemen Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Alur penelitian ini seperti ditunjukkan pada diagram alir di bawah ini:

BAB 3 METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Agustus 2014 di Laboratorium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Agustus 2011 di laboratorium Riset Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi selulosa bakterial dari limbah cair tahu dan sintesis kopolimer

III. METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan yaitu pengering kabinet, corong saring, beaker glass,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

ADSORPSI IOM LOGAM Cr (TOTAL) DENGAN ADSORBEN TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L.) KOMBINASI KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogeal L.) MENGGUNAKAN METODE KOLOM

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

Transkripsi:

KARAKTERISASI DAN UJI KEMAMPUAN SERBUK AMPAS KELAPA ASETAT SEBAGAI ADSORBEN BELERANG DIOKSIDA (SO 2 ) Yohanna Vinia Dewi Puspita 1, Mohammad Shodiq Ibnu 2, Surjani Wonorahardjo 3 1 Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang E-mail: niangalam0621@gmail.com; S_Wonorahardjo@Yahoo.com ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian skala laboratorium untuk mengetahui karakteristik serbuk ampas kelapa asetat, mengetahui kemampuan adsorpsi serbuk ampas kelapa asetat terhadap gas SO 2, dan mempelajari kemampuan adsorpsi serbuk ampas kelapa asetat pada variasi panjang kolom. Tahap awal: pembuatan serbuk ampas kelapa dan serbuk ampas kelapa asetat. Karakterisasi adsorben: uji kadar air, kadar abu, daya serap terhadap larutan iod, kadar asetil, SEM dan FT-IR. Adsorben serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam kolom yang dengan variasi panjang kolom 5, 7, dan 10 cm. Gas SO 2 yang terbuat dari pemanasan campuran HCl dan Na 2 S 2 O 3 dialirkan melewati kolom menuju wadah berisi larutan H 2 O 2 dan BaCl 2. Gas SO 2 yang lolos akan bereaksi membentuk BaSO 4 dan dianalisis dengan metode turbidimetri menggunakan spektrofotometer pada λ 420 nm. Dengan mengetahui nilai absorbansi kadar sulfat, maka dapat diketahui persentase gas SO 2 yang teradsorpsi oleh adsorben serbuk ampas kelapa. Pada serbuk ampas kelapa terjadi peningkatan % teradsorpsi: 41,38 %, 45,62 %, dan 50,56 %, sedangkan pada serbuk ampas kelapa asetat: 50,56 %, 75,40 %, dan 78,11 %. Kata kunci: Karakterisasi, adsorpsi, ampas kelapa, anhidrida asetat, belerang dioksida PENDAHULUAN Penggunaan bahan bakar fosil seperti bensin dan batubara yang semakin meningkat, menyebabkan kandungan oksida belerang (SO x ) di udara semakin meningkat. Pencemaran oleh gas SO x terutama disebabkan oleh komponen gas dioksida belerang (SO 2 ) dan trioksida belerang (SO 3 ). Keduanya disebut SO x. Gas SO 2 mempunyai karakteristik bau yang tajam dan tidak terbakar di udara, sedangkan gas SO 3 merupakan komponen yang tidak reaktif. Keberadaan gas SO x di udara dalam bentuk gas hanya mungkin jika konsentrasi uap sangat rendah. Gas belerang dioksida (SO 2 ) mempunyai sifat tidak berwarna, tetapi berbau sangat menyengat dan dapat menyesakkan napas meskipun dalam kadar rendah. Gas SO 2 terbentuk dari pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batubara dan industri yang memakai bahan baku belerang. Berdasarkan struktur senyawa SO 2, atom S berikatan rangkap dan berikatan tunggal dengan atom O, berbentuk bengkok, dan merupakan senyawa polar, sehingga dapat dijadikan sebagai adsorbat. Adsorben serbuk ampas kelapa bersifat polar, sehingga lebih efektif menyerap senyawa yang polar daripada senyawa yang kurang polar. Pada penelitian ini digunakan metode adsorpsi dengan menggunakan adsorben ampas kelapa, yang merupakan limbah yang jarang dimanfaatkan, prosesnya lebih sederhana, dan biayanya murah. Ampas kelapa adalah daging buah kelapa yang telah dihilangkan santannya. Ampas kelapa ini memiliki struktur permukaan berpori dan kandungan kimia berupa selulosa 16%, mannan 26 %, dan galaktomannan 61% (Zultiniar, 2009). Selulosa dan galaktomanan merupakan polisakarida yang mengandung gugus OH sehingga dapat digunakan sebagai adsorben. Selulosa termasuk senyawa organik yang termasuk dalam golongan senyawa polimer. Senyawa polimer ini terdiri dari monomer berupa D- glukosa yang berikatan dengan glukosa membentuk 1,4 -β-d-glukosa. Molekul- 1

molekul selulosa seluruhnya membentuk linear dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intramolekul dan intermolekul. Ikatan hidrogen intramolekul terbentuk antara gugus-gugus OH dari unit-unit glukosa yang berdekatan dalam molekul selulosa yang sama. Ikatan hidrogen antarmolekul terbentuk dari gugus OH dari molekul selulosa yang berdampingan. Berdasarkan struktur, serbuk ampas kelapa yang mengandung selulosa yang mempunyai potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai adsorben karena mengandung gugus hidroksil ( OH) yang dapat berinteraksi dengan komponen adsorbat. Dengan adanya gugus OH, dapat menyebabkan terjadinya sifat polar pada adsorben tersebut, sehingga dapat menjerap zat yang bersifat polar daripada zat yang kurang polar. Selain selulosa, ampas kelapa juga mengandung galaktomanan. Gugus OH pada galaktomanan juga merupakan polisakarida seperti selulosa. Kandungan galaktomanan lebih banyak pada ampas kelapa sehingga dapat berperan lebih dalam proses adsorpsi daripada selulosa. Digunakan gas SO 2 sebagai adsorbat, yang merupakan senyawa polar. Interaksi antara serbuk ampas kelapa dan gas SO 2, yang dalam hal ini terjadi interaksi antara adsorben polar dan adsorbat polar disebut sebagai gaya dipoldipol. Gaya dipol-dipol adalah gaya antarmolekul dalam zat yang polar. Molekul yang distribusi rapatan elektronnya tidak simetris bersifat polar dan mempunyai dua ujung yang berbeda muatan (dipol). Dalam senyawa polar, molekulmolekulnya cenderung menyusun diri dengan ujung positif berdekatan dengan ujung negatif dari molekul didekatnya, menghasilkan suatu gaya tarik-menarik yang disebut gaya tarik dipol-dipol. Pada penelitian ini, digunakan serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat. Dengan adanya penggantian gugus OH oleh gugus asetil, maka diharapkan kepolaran serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat lebih tinggi, sehingga dapat menyerap gas SO 2 lebih banyak. Berbagai cara pembuatan selulosa asetat, diantaranya: 1) Peningkatan mutu sari buah nanas dengan memanfaatkan sistem filtrasi aliran dead-end dari membran selulosa asetat (Juansah dkk., 2009). 2) Pembuatan selulosa diasetat dari selulosa pulp sengon sebagai bahan baku pembuatan membran (Meurah dkk., 2009). METODE PENELITIAN Eksperimen Penelitian terdiri dari 5 tahap, yaitu: 1) Pembuatan adsorben serbuk ampas kelapa, 2) Pembuatan adsorben serbuk ampas kelapa asetat 3) Karakterisasi adsorben, 4) Pengujian serbuk ampas kelapa terhadap adsorpsi gas SO 2, dan 5) Pengaruh variasi panjang kolom dan aktivasi dengan anhidrida asetat terhadap adsorpsi gas SO 2. Pembuatan Adsorben Serbuk Ampas Kelapa Daging buah kelapa dikupas kulitnya dan diparut, lalu ditambah air dan diperas sampai santan yang keluar tidak berwarna. Kemudian ampas kelapa dioven pada suhu 100 C selama 1 jam. Setelah dioven, dimasukkan ke dalam desikator. Ampas kelapa yang sudah kering dihaluskan dan diayak dengan ayakan ukuran 48 mesh. Serbuk ampas kelapa dengan ukuran 48 mesh disoxhlet dengan menggunakan pelarut n-heksana. Serbuk ampas kelapa yang sudah disoxhlet 2

dioven kembali dengan suhu 65 C selama 15 menit. Setelah dioven serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam desikator sampai berat konstan. Pembuatan Adsorben Serbuk Ampas Kelapa Asetat Serbuk ampas kelapa teraktivasi asetat dibuat dengan perbandingan massa serbuk ampas kelapa dengan volume asam asetat glasial 1:20, yaitu 5 gram serbuk ampas kelapa yang ditambahkan dengan 100 ml asam asetat glasial, diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Setelah itu ditambahkan campuran 5 ml H 2 SO 4 dan 30 ml asam asetat glasial dalam gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Larutan tersebut disaring, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 30 ml anhidrida asetat pada endapan yang dihasilkan sebelumnya dan diaduk kembali dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Setelah itu ditambahkan secara tetes demi tetes akuades, disaring, endapan dicuci dengan akuades sampai filtrat tidak berwarna. Endapan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 40 C selama 24 jam dan dihasilkan berwarna putih kecoklatan dalam bentuk serbuk. Karakterisasi Adsorben a. Penentuan Kadar Air Sebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam krusibel, lalu dioven dengan suhu 110 C. Kemudian dimasukkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. b. Penentuan Kadar Abu Sebanyak 2,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan dalam krusibel, lalu dimasukkan ke dalam furnace dengan suhu 850 C selama 5 jam. Kemudian dimasukkan dalam desikator dan ditimbang sampai diperoleh berat konstan. c. Daya Serap Adsorben terhadap Larutan Iod (I 2 ) Sebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 1,25 ml larutan I 2 0,1 N, lalu dikocok hati-hati dan disimpan di tempat yang gelap dan tertutup selama 2 jam. Hasil larutan tersebut kemudian disaring dan ditambahkan 5 ml larutan KI 20% dan 75 ml akuades lalu dikocok hingga homogen. Selanjutnya dititrasi dengan larutan Na 2 S 2 O 3 0,1 N dari warna kuning kecoklatan sampai kuning muda, ditambah dengan indikator amilum 10 tetes, dititrasi kembali sampai warna biru hilang dan tepat tidak berwarna. Sebagai perbandingan dapat digunakan larutan blanko dengan menggunakan cara yang sama seperti cara di atas tanpa menggunakan adsorben. d. Kadar Asetilasi Sebanyak 1,00 gram serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat ditambah dengan 40 ml etanol 75 %. Direfluks pada suhu 55 C selama 30 menit. Ditambah 40 ml larutan NaOH 0,475 N standar dan direfluks kembali pada suhu 55 C selama 15 menit. Labu erlenmeyer ditutup rapat dengan alumunium foil dan dibiarkan selama 72 jam pada suhu ruangan. Setelah 72 jam, larutan dititrasi dengan larutan HCl 0,547 N standar dengan indikator PP sebanyak 3 tetes. Titrasi dilakukan sampai warna merah muda hilang. Dilebihkan 1 ml larutan HCl 0,547 N dari titik akhir tersebut. Dicatat volume larutan HCl 0,547 N yang digunakan. Erlenmeyer ditutup kembali dengan rapat dan disimpan selama 24 jam pada suhu ruangan. Setelah 24 jam, larutan dititrasi kembali 3

dengan larutan NaOH 0,475 N standar sampai terbentuk warna merah muda lagi (seperti awal). Dicatat volume larutan NaOH 0,475 N yang digunakan. Pengujian Serbuk Ampas Kelapa terhadap Adsorpsi Gas SO 2 Disiapkan 2 buah erlenmeyer, erlenmeyer (a) untuk pembuatan gas SO 2 dan erlenmeyer (b) untuk larutan penampung gas SO 2. Masing-masing erlenmeyer disumbat dengan karet dan dihubungkan pada kolom. Kolom yang digunakan akan diisi dengan adsorben serbuk ampas kelapa, dengan variasi panjang kolom yaitu 5, 7, dan 10 cm. Sebanyak 5,00 gram kristal Na 2 S 2 O 3 dan 10 ml larutan HCl 32 % dimasukkan dalam erlenmeyer (a). Campuran tersebut dipanaskan dengan pemanas listrik pada suhu 120 C selama 60 menit. Gas yang terbentuk dilewatkan pada kolom yang berisi adsorben serbuk ampas kelapa, kemudian dialirkan ke dalam erlenmeyer (b) yang berisi larutan penampung. Larutan penampung tersebut berisi 3,11 gram larutan H 2 O 2 35% dalam 100 ml. Larutan penampung yang sudah bercampur dengan gas SO 2 tersebut lalu diukur turbidansinya menggunakan turbidimeter. Sebelum diukur turbidansinya, ditambahkan 0,1 gram serbuk BaCl 2.2H 2 O. Nilai turbidansi yang diperoleh tersebut dianggap sebagai turbidansi karena metode yang digunakan adalah turbidimetri. Pengujian dilakukan 2 kali atau duplo. Rancangan alat dapat ditunjukan pada Gambar 1. Gambar 1. Adsorpsi Gas SO 2 dengan Kolom Serbuk Ampas Kelapa Pengaruh Variasi Panjang Kolom dan Aktivasi dengan Anhidrida Asetat terhadap Adsorpsi Gas SO 2 Disiapkan 2 buah erlenmeyer, erlenmeyer (a) untuk pembuatan gas SO 2 dan erlenmeyer (b) untuk larutan penampung gas SO 2. Masing-masing erlenmeyer disumbat dengan karet dan dihubungkan pada kolom. Kolom yang digunakan akan diisi dengan adsorben serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat, dengan variasi panjang kolom yaitu 5, 7, dan 10 cm. Sebanyak 5,00 gram kristal Na 2 S 2 O 3 dan 10 ml larutan HCl 32 % dimasukkan dalam erlenmeyer (a). Campuran tersebut dipanaskan dengan pemanas listrik pada suhu 120 C selama 60 menit. Gas yang terbentuk dilewatkan pada kolom yang berisi adsorben serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat, kemudian dialirkan ke dalam erlenmeyer (b) yang berisi larutan penampung. Larutan penampung tersebut berisi 3,11 gram larutan H 2 O 2 35% dalam 100 ml. 4

Larutan penampung yang sudah bercampur dengan gas SO 2 tersebut lalu diukur turbidansinya menggunakan turbidimeter. Sebelum diukur turbidansinya, ditambahkan 0,1 gram serbuk BaCl 2.2H 2 O. Nilai turbidansi yang diperoleh tersebut dianggap sebagai turbidansi karena metode yang digunakan adalah turbidimetri. Pengujian dilakukan 2 kali atau duplo. HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adsorben Serbuk Ampas Kelapa Dilakukan preparasi terlebih dahulu agar ampas kelapa dapat digunakan sebagai adsorben. Ampas kelapa yang sudah tidak mengandung santan dioven pada suhu 100 C selama 1 jam, lalu dimasukkan dalam desikator. Tujuan pengovenan untuk menghilangkan kandungan air dari pori-pori ampas kelapa. Ampas kelapa kemudian dihaluskan dan diayak dengan ayakan ukuran 48 mesh. Tujuan dihaluskan adalah untuk memperkecil ukuran partikel serbuk ampas kelapa sehingga adsorbat yang terserap semakin banyak. Serbuk ampas kelapa ukuran 48 mesh disoxhlet dengan pelarut n-heksana. Proses soxhlet bertujuan untuk menghilangkan kandungan minyak yang terdapat dalam ampas kelapa. Pelarut n-heksana dapat mengikat minyak karena bersifat non polar sehingga kantung-kantung minyak yang dihasilkan semakin besar. Kantung-kantung minyak dapat digunakan sebagai pori penjerap dan adsorbat yang terserap akan semakin banyak. Setelah disoxhlet, serbuk ampas kelapa dioven kembali untuk menguapkan n-heksana pada suhu 65 C. Untuk mengetahui kualitas adsorben yang akan digunakan, maka perlu dilakukan karakterisasi adsorben. Karakterisasi adsorben bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kimia dari adsorben yang akan digunakan dalam proses adsorpsi. Karakterisasi adsorben meliputi: kadar air, kadar abu, dan luas permukaan spesifik dengan cara melakukan uji daya serap terhadap larutan iod. Hasil karakterisasi adsorben serbuk ampas kelapa dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Karakterisasi Adsorben Serbuk Ampas Kelapa Jenis Uji Standar Uji Hasil Penelitian Kadar air Kadar abu Daya serap terhadap larutan iod (I 2 ) Maksimal 10 % Maksimal 2,5 % Minimal 2,0 % 7 % 2,0 % 5,997 % (Sumber: SII No. 0258-79, 1989) Karakterisasi kadar air dilakukan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat pada adsorben. Kadar air dapat mempengaruhi kemampuan adsorpsi. Semakin besar kadar air suatu adsorben, maka semakin kecil kemampuan adsorben tersebut dalam menyerap adsorbat. Kadar air serbuk ampas kelapa yang diperoleh adalah 7 %. Angka yang dihasilkan masih memenuhi standar kadar air yaitu maksimal 10 %, sehingga dari hasil karakterisasi kadar air serbuk ampas kelapa baik digunakan sebagai adsorben. Kadar abu dilakukan untuk mengetahui banyaknya oksida-oksida logam atau garam-garam mineral dan pengotor yang terkandung dalam adsorben. Kadar abu serbuk ampas kelapa adalah 2,0 %, sedangkan syarat kadar abu untuk standar adsorben yaitu maksimal 2,5 %. Serbuk ampas kelapa yang dihasilkan memiliki nilai kadar abu di bawah standar kadar abu. Hal ini disebabkan karena serbuk 5

ampas kelapa mengandung garam mineral dan pengotor dalam jumlah yang relatif banyak. Penentuan daya serap iod bertujuan untuk mengetahui luas permukaan spesifik adsorben. Semakin besar angka iod, maka semakin besar kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat. Daya serap terhadap larutan iod menunjukkan kemampuan serbuk ampas kelapa dalam mengadsorpsi komponen adsorbat. Adsorben memiliki luas permukaan tertentu. Luas permukaan merupakan luas total permukaan per gram suatu zat padat (m 2 / g). Tidak semua permukaan dari adsorben dapat menyerap molekul I 2. Permukaan yang dapat menyerap hanyalah permukaan spesifik yang memiliki pori yang volumenya sesuai dengan diameter dari molekul I 2, sehingga akan menunjukkan luas permukaan yang besar. Luas permukaan spesifik adsorben, dapat diperkirakan secara langsung dengan menentukan daya serapnya terhadap larutan iod (I 2 ). Serbuk ampas kelapa dengan kemampuan menyerap iodinnya tinggi berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga daya serap terhadap gas SO 2 meningkat. Namun dari hasil penelitian, daya serap serbuk ampas kelapa terhadap larutan iod yang diperoleh adalah 5,997 %. Hasil yang diperoleh jauh di bawah standar kualitas adsorben, namun pada penelitian serbuk ampas masih bisa digunakan sebagai absorben. Aktivasi Serbuk Ampas Kelapa Asetat Ada 3 tahapan dalam pembuatan serbuk ampas kelapa asetat, yaitu aktivasi, asetilasi, dan hidrolisis. Tahap aktivasi dilakukan terlebih dahulu sebelum melakukan tahap asetilasi dengan menggunakan larutan asam asetat glasial dan katalis H 2 SO 4. Pada tahap awal, serbuk ampas kelapa asetat dibuat dengan perbandingan massa serbuk ampas kelapa dengan volume asam asetat glasial 1:20, yaitu 5 gram serbuk ampas kelapa yang ditambahkan dengan 100 ml asam asetat glasial, diaduk menggunakan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Setelah itu ditambahkan campuran 5 ml H 2 SO 4 dan 30 ml asam asetat glasial dalam gelas kimia dan diaduk dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Tujuan penambahan larutan asam asetat glasial dan katalis H 2 SO 4 adalah untuk menggembungkan serat-serat selulosa, sehingga didapatkan luas permukaan selulosa yang besar, dan mengurangi ikatan intramolekul hidrogen yang akan meningkatkan tinggi difusi reagen (Meurah, 2009). Serbuk ampas kelapa yang akan diasetilasi harus kering karena kadar air dapat mempengaruhi jalannya reaksi esterifikasi. Untuk melakukan asetilasi, serbuk ampas kelapa yang telah diaktivasi direaksikan dengan anhidrida asetat. Pada penelitian, larutan tersebut disaring, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 30 ml anhidrida asetat pada endapan yang dihasilkan sebelumnya dan diaduk kembali dengan pengaduk magnetik pada suhu 35 C selama 90 menit. Reaksi asetilasi adalah reaksi eksoterm, sehingga suhu harus dijaga kurang dari 50 C. Reaksi asetilasi bersifat reversible, sehingga kadar air serbuk ampas kelapa yang terlalu tinggi akan menyebabkan hasil reaksi yang diinginkan tidak tercapai. Penambahan anhidrida asetat dilakukan tetes demi tetes karena reaksi asetilasi bersifat eksoterm, maka suhu yang digunakan pada proses asetilasi adalah 35 C. Jika menggunakan suhu yang tinggi pada proses asetilasi menyebabkan serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat yang diinginkan terdegradasi. 6

Setelah itu, ditambahkan akuades secara perlahan tetes demi tetes, disaring, endapan dicuci dengan akuades sampai filtrat tidak berwarna. Endapan tersebut dikeringkan dalam oven pada suhu 40 C selama 24 jam dan dihasilkan berwarna putih kecoklatan dalam bentuk serbuk. Penambahan akuades ini merupakan tahapan terakhir, yaitu tahap hidrolisis. Dengan adanya penambahan akuades, maka reaksi asetilasi tersebut berhenti. Pada tahap hidrolisis ini, larutan ampas kelapa yang telah terasetilasi diberi akuades secara perlahan tetes demi tetes. Tujuan utama dari tahap hidrolisis adalah untuk mensubstitusi gugus OH air pada gugus asetil serbuk ampas kelapa yang teraktivasi semakin menurun. Laju hidrolisis dikendalikan oleh suhu dan konsentrasi katalis. Konsentrasi katalis yang lebih tinggi akan meningkatkan laju hidrolisis (Tresnawati, 2006). Pengaruh katalis membuat laju reaksi lebih cepat mencapai kondisi kesetimbangan, tetapi katalis tidak dapat meningkatkan atau menurunkan kesetimbangan. Faktor yang dapat meningkatkan atau menurunkan kondisi tersebut adalah suhu. Serbuk ampas kelapa asetat lebih mengarah pada selulosa daripada galaktomannan maupun mannan, karena belum ada penelitian lebih lanjut mengenai galaktomannan maupun mannan. Belum terdapat juga penelitian tentang pemisahan kandungan selulosa, galaktomannan, dan mannan. Untuk mengetahui kualitas adsorben yang akan digunakan, maka perlu dilakukan karakterisasi adsorben. Karakterisasi adsorben bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat fisik dan kimia dari adsorben yang akan digunakan dalam proses adsorpsi. Karakterisasi adsorben meliputi: kadar air, kadar abu, dan luas permukaan spesifik dengan cara melakukan uji daya serap terhadap larutan iod. Hasil karakterisasi adsorben dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Karakterisasi Adsorben Serbuk Ampas Kelapa Asetat Jenis Uji Standar Uji Hasil Penelitian Kadar air Kadar abu Kadar asetil Daya serap terhadap larutan iod (I 2 ) 4-7 % Maksimal 2,5 % 39,0-40,0 % Minimal 2,0 % 16,5 % 1,0 % 38,74 % 5,997 % (Sumber: SNI No. 06-2115, 1991) Kadar air berfungsi mengetahui presentase air yang terkandung dalam serbuk ampas kelapa asetat. Kadar air serbuk ampas kelapa asetat yang baik berada pada rentang antara 4-7 %. Kadar air yang rendah dibutuhkan untuk meningkatkan reaktivitas selulosa asetat karena gugus hidroksil dalam air lebih reaktif daripada dalam selulosa. Untuk mendapatkan tingkat reaktivitas yang tinggi dibutuhkan kadar air yang rendah, sehingga proses subtitusi dapat berlangsung dengan baik. Kadar air yang tinggi juga dapat berpengaruh terhadap reaksi asetilasi karena reaksi tersebut bersifat reversible. Kadar air serbuk ampas kelapa asetat yang tinggi akan menyebabkan proses hidrolisis berlangsung lebih cepat daripada laju pembentukannya, sehingga hasil reaksi tidak dapat tercapai (Anwar, 2006). Berdasarkan hasil penelitian, kadar air serbuk ampas kelapa asetat yang diperoleh adalah 16,5 %. Berdasarkan standar (SNI, 1991), hasil yang diperoleh sangat besar, sehingga dapat menyebabkan penurunan reaktivitas selulosa asetat dan proses substitusi gugus hidroksil oleh gugus asetil menjadi terganggu. 7

Kadar abu dilakukan untuk mengetahui banyaknya oksida-oksida logam atau garam-garam mineral dan pengotor yang terkandung dalam adsorben. Kadar abu serbuk ampas kelapa adalah 1,0 %, sedangkan syarat kadar abu untuk standar adsorben yaitu maksimal 2,5 %. Serbuk ampas kelapa yang dihasilkan memiliki nilai kadar abu sangat kecil. Hal ini disebabkan karena serbuk ampas kelapa mengandung sedikit garam mineral dan pengotor. Kadar asetil bertujuan untuk mengetahui banyaknya gugus asetil yang terdapat di dalam selulosa asetat dapat diukur. Kadar asetil selulosa asetat dapat dipengaruhi oleh jumlah gugus asetil yang terdapat pada selulosa asetat. Kadar asetil sebanding dengan jumlah gugus asetil yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu selulosa asetat yang terbentuk memiliki kelarutan yang berbeda-beda (Rachmadetin, 2007). Berdasarkan syarat mutu selulosa asetat menurut SNI (1991), kadar asetil berada pada rentang 39,0-40,0 %, sedangkan pada hasil penelitian diperoleh kadar asetil sebesar 38,74 %. Hasil penelitian tersebut berada di bawah standar mutu selulosa, hal ini mungkin dapat disebabkan oleh pengaruh kadar air selulosa asetat yang tinggi, dan tidak memenuhi standar antara 4-7 %. Penentuan daya serap iod bertujuan untuk mengetahui luas permukaan spesifik adsorben. Semakin besar angka iod, maka semakin besar kemampuan dalam mengadsorpsi adsorbat. Daya serap terhadap larutan iod menunjukkan kemampuan serbuk ampas kelapa dalam mengadsorpsi komponen adsorbat. Adsorben memiliki luas permukaan tertentu. Luas permukaan merupakan luas total permukaan per gram suatu zat padat (m 2 / g). Tidak semua permukaan dari adsorben dapat menyerap molekul I 2. Permukaan yang dapat menyerap hanyalah permukaan spesifik yang memiliki pori yang volumenya sesuai dengan diameter dari molekul I 2, sehingga akan menunjukkan luas permukaan yang besar. Luas permukaan spesifik adsorben, dapat diperkirakan secara langsung dengan menentukan daya serapnya terhadap larutan iod (I 2 ). Serbuk ampas kelapa dengan kemampuan menyerap iodinnya tinggi berarti memiliki luas permukaan yang lebih besar sehingga daya serap terhadap gas SO 2 meningkat. Daya serap serbuk ampas kelapa asetat terhadap larutan iod yang diperoleh adalah 14,778 %. Hasil yang diperoleh jauh di bawah standar kualitas adsorben, namun pada penelitian serbuk ampas kelapa asetat masih bisa digunakan sebagai adsorben. Penentuan Gugus Fungsi Ampas Kelapa Asetat Menggunakan Fourier Transform Infrared (FT-IR) Keberhasilan proses reaksi asetilasi ampas kelapa asetat dapat dibuktikan dengan menggunakan analisis FT-IR. Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 2), pada serbuk ampas kelapa (garis warna hijau) terdapat puncak tajam melebar pada ῡ sekitar 3300 cm -1 mengindikasikan vibrasi ulur O-H dan puncak tajam melebar pada ῡ sekitar 1100 cm -1 mengindikasikan vibrasi ulur C-O. Pada serbuk ampas kelapa asetat (garis warna merah), terdapat puncak tajam pada ῡ sekitar 1750 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur C=O (karbonil) dan puncak tajam melebar pada ῡ sekitar 1100 cm -1 menunjukkan vibrasi ulur C-O. Dari dua spektrum FT-IR tersebut, tampak terjadi tiga macam perubahan intensitas yang dapat diamati. Perubahan pertama adalah pada ῡ sekitar 3300 cm -1. Gugus O-H pada serbuk ampas kelapa intensitasnya tinggi, sedangkan pada serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat intensitasnya melemah. Hal ini mengindikasikan hilangnya gugus O-H pada struktur ampas kelapa setelah 8

teraktivasi. Perubahan kedua adalah meningkatnya intensitas serapan IR sekitar 1100 cm -1. Daerah tersebut merupakan daerah yang khas vibrasi C-O. Perubahan ini menunjukkan adanya gugus C-O pada struktur serbuk ampas kelapa. Dari kedua perubahan tersebut dapat diduga bahwa struktur ampas kelapa mengalami perubahan pada gugus hidroksil. Gugus hidroksil pada ampas kelapa telah diubah menjadi gugus asetil. Perubahan ketiga, adanya perubahan gugus hidroksil menjadi gugus asetil diperkuat dengan munculnya puncak tajam pada ῡ 1750 cm -1. Puncak tersebut merupakan khas vibrasi ulur C=O (karbonil) sehingga memperkuat dugaan serbuk ampas kelapa telah mengalami proses asetilasi. Gambar 2. Spektrum FT-IR Serbuk Ampas Kelapa dan Ampas Kelapa Asetat Hasil Analisis Morfologi Permukaan Serbuk Ampas Kelapa Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) Pada penelitian yang telah dilakukan, serbuk ampas kelapa dianalisis dengan SEM untuk mengetahui pori dari serbuk ampas kelapa. Analisis dilakukan sebelum dan sesudah adsorpsi terjadi. Berdasarkan pada Gambar 3.a, dapat dilihat bahwa permukaan serbuk ampas kelapa berongga dan berpori. Salah satu syarat suatu zat dapat digunakan sebagai adsorben adalah memiliki struktur permukaan yang berpori, sehingga serbuk ampas kelapa dapat digunakan sebagai adsorben. Setelah adsorpsi gas SO 2, serbuk ampas kelapa juga dianalisis menggunakan SEM. Tujuannya untuk mengetahui perubahan struktur permukaan pada serbuk ampas kelapa setelah adsorpsi. Pada Gambar 3.b, dapat dilihat bahwa permukaan adsorben sesudah adsorpsi mengalami kerapatan pori, sehingga diduga serbuk ampas kelapa tersebut telah berhasil menjerap gas SO 2. Pada proses tersebut terdapat interaksi fisika antara serbuk ampas kelapa dengan gas SO 2, yaitu gaya dipol-dipol. Serbuk ampas kelapa bersifat polar dan gas SO 2 bersifat polar, sehingga gaya yang terjadi antara senyawa polar dan senyawa polar adalah gaya dipoldipol. Hal ini dapat disimpulkan bahwa adsorpsi yang terjadi merupakan adsorpsi fisika, karena gas SO 2 hanya terjebak ke dalam pori serbuk ampas kelapa. Dalam penelitian ini juga dilakukan perubahan permukaan pada serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat. Dengan adanya perubahan gugus hidroksil ( OH) oleh gugus asetil, maka diharapkan terjadi perubahan struktur permukaan antara serbuk ampas kelapa dan serbuk ampas kelapa asetat. 9

Berdasarkan hasil analisis menggunakan SEM, dapat dilihat bahwa terjadi perubahan struktur permukaan serbuk ampas kelapa tersebut. Pada Gambar 3.c, struktur permukaan serbuk ampas kelapa asetat lebih kasar dan lebih tidak beraturan. Dapat diduga bahwa serbuk ampas kelapa asetat mempunyai pori dan rongga yang lebih banyak, sehingga kemampuan dalam menyerap gas SO2 semakin tinggi. Serbuk ampas kelapa asetat kepolarannya semakin tinggi, sehingga lebih mampu menyerap gas SO2 yang juga bersifat polar. Setelah adsorpsi gas SO2, serbuk ampas kelapa asetat juga dianalisis menggunakan SEM. Tujuannya untuk mengetahui perubahan struktur permukaan pada serbuk ampas kelapa setelah adsorpsi. Pada Gambar 3.d, dapat dilihat bahwa permukaan adsorben sesudah adsorpsi mengalami kerapatan pori, sehingga diduga adsorben tersebut telah berhasil menjerap gas SO2. Pada proses tersebut terdapat interaksi fisika antara serbuk ampas kelapa asetat dan gas SO2, yaitu gaya dipoldipol. (a) (b) (c) (d) Gambar 3a dan 3b Serbuk Ampas Kelapa Sebelum dan Sesudah Adsorpsi dengan Perbesaran 5000x Gambar 3c dan 3d Serbuk Ampas Kelapa Asetat Sebelum dan Sesudah Adsorpsi dengan Perbesaran 5000x Serbuk ampas kelapa asetat memiliki kepolaran yang lebih tinggi daripada serbuk ampas kelapa, sehingga diharapkan daya adsorpsi serbuk ampas kelapa asetat jauh lebih besar daripada serbuk ampas kelapa. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan menghitung presentase gas SO2 yang teradsorpsi menggunakan spektrofotometer dengan metode turbidimetri. 10

Adsorpsi Gas SO 2 dan Analisis Kadar Sulfat dengan Metode Turbidimetri Menggunakan Spektrofotometer Gas SO 2 dibuat dari campuran 5 gram kristal Na 2 S 2 O 3 dan 10 ml HCl 32 % yang dimasukkan dalam erlenmeyer yang ditutup dengan sumbat karet agar gas yang dihasilkan tidak keluar. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 120 C selama 60 menit. Gas SO 2 dialirkan ke kolom yang berisi serbuk ampas kelapa. Gas ditampung di dalam erlenmeyer tertutup dan berisi larutan penampung SO 2. Larutan penampung berisi larutan H 2 O 2 dan serbuk BaCl 2.2H 2 O bertujuan untuk mengubah gas SO 2 menjadi larutan H 2 SO 4. Sedangkan BaCl 2.2H 2 O bertujuan untuk menghasilkan endapan BaSO 4 yang nantinya digunakan dalam analisis turbidimetri menggunakan spektrofotometer pada λ 420 nm. Pada erlenmeyer yang berisi larutan penampung ini diberi sedikit lubang untuk mengurangi tekanan pada erlenmeyer tersebut, sehingga gas SO 2 yang dihasilkan dapat mengalir melewati kolom tersebut. Jika tekanan pada erlenmeyer yang berisi larutan penampung tersebut tinggi, maka gas SO 2 tidak dapat mengalir melewati kolom. Namun dapat dipastikan bahwa gas SO 2 tidak ikut keluar karena selang yang digunakan panjangnya melebihi larutan H 2 O 2, sehingga gas SO 2 tersebut berubah menjadi larutan H 2 SO 4. Metode yang digunakan untuk menentukan kadar sulfat adalah metode turbidimetri menggunakan alat spektrofotometer. Pada penelitian ini dilakukan penentuan konsentrasi sulfat menggunakan spektrofotometer berdasarkan prinsip kekeruhan. Dari prinsip yang digunakan, larutan yang dihasilkan akan membentuk suspensi, dimana semakin tinggi konsentrasi larutan maka semakin pekat warna kekeruhan putih pada larutan. Kekeruhan yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer pada λ 420 nm (SNI, 2005). Pengaruh Variasi Panjang Kolom dan Aktivasi dengan Anhidrida Asetat terhadap Daya Adsorpsi Kadar Belerang Dioksida (SO 2 ) Pada penelitian dilakukan variasi panjang kolom untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variasi panjang kolom terhadap adsorpsi kadar belerang dioksida (SO 2 ). Kolom yang digunakan adalah kolom yang terbuat dari kaca dengan diameter sebesar 0,8 cm 2. Pada penelitian juga dilakukan aktivasi terhadap serbuk ampas kelapa dengan anhidrida asetat. Tujuan dilakukan aktivasi untuk mengetahui pengaruh daya adsorpsinya terhadap kadar belerang dioksida (SO 2 ). Tabel 3.a. Hasil Penyerapan Kadar SO 2 oleh Serbuk Ampas Kelapa dengan Metode Turbidimetri Menggunakan Spektrofotometer Adsorben Absorbansi Absorbansi Absorbansi % Perlakuan (gram) Sampel I Sampel II Rata-Rata Teradsorpsi Tanpa serbuk ampas kelapa 0,44 1,015 1,497 1,256 - Serbuk ampas kelapa 5 cm 0,44 0,683 0,793 0,738 41,24 Serbuk ampas kelapa 7 cm 0,67 0,652 0,714 0,683 45,62 Serbuk ampas kelapa 10 cm 0,93 0,605 0,637 0,621 50,56 11

Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3.a, diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan % teradsorpsi setiap kenaikan panjang kolom. Semakin besar panjang kolom, maka semakin meningkat daya serap yang diperoleh. Hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah adsorben yang digunakan pada kolom, semakin besar panjang kolom, maka semakin banyak adsorben yang digunakan dalam penyerapan. Jadi, semakin besar panjang kolom, maka kemampuan adsorben ampas kelapa dalam menyerap gas SO 2 semakin meningkat, sehingga daya serapnya juga semakin meningkat. Tabel 3.b Hasil Penyerapan Kadar SO 2 oleh Serbuk Ampas Kelapa Asetat dengan Metode Turbidimetri Menggunakan Spektrofotometer Adsorben Absorbansi Absorbansi Absorbansi % Perlakuan (gram) Sampel I Sampel II Rata-Rata Teradsorpsi Tanpa serbuk ampas kelapa 0,44 1,015 1,497 1,256 - Serbuk ampas kelapa asetat 5 cm 0,44 0,281 0,337 0,309 75,40 Serbuk ampas kelapa asetat 7 cm 0,67 0,268 0,282 0,275 78,11 Serbuk ampas kelapa asetat 10 cm 0,93 0,197 0,259 0,228 81,85 Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 3.b, diperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan % teradsorpsi pada serbuk ampas kelapa yang diaktivasi dengan anhidrida asetat. Daya adsorpsi pada serbuk ampas kelapa asetat lebih tinggi daripada daya adsorpsi serbuk ampas kelapa, hal ini terjadi karena adanya substitusi gugus hidroksil dengan gugus asetil. Serbuk ampas kelapa asetat kepolarannya lebih tinggi, sehingga kemampuannya dalam menyerap adsorbat semakin tinggi. Dapat dilihat perbedaan % gas SO 2 yang teradsorpsi antara serbuk ampas kelapa dengan serbuk ampas kelapa asetat. Perbedaan % teradsorpsi pada panjang kolom 5 cm, 7 cm, dan 10 cm sebesar 34,16 %, 32,49 %, dan 31,29 %. Hal ini terbukti bahwa serbuk ampas kelapa asetat mempunyai daya serap yang semakin tinggi (Gambar 4). Gambar 4 Kurva Hubungan % Teradsorpsi Gas SO 2 dan Panjang Kolom pada Serbuk Ampas Kelapa dan Serbuk Ampas Kelapa Asetat 12

Berdasarkan hasil adsorpsi terhadap gas SO 2, maka dapat disimpulkan bahwa adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisika. Seperti yang sudah dijelaskan pada Bab 2, interaksi antara serbuk ampas kelapa dan gas SO 2, yang dalam hal ini terjadi interaksi antara adsorben polar dan adsorbat polar, yang disebut gaya dipol-dipol. Pada gaya dipol-dipol tersebut, gas SO 2 hanya terjebak dan tidak bereaksi dengan pori-pori adsorben serbuk ampas kelapa, sehingga dapat dikatakan bahwa adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi fisika. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) Semakin banyak adsorben yang digunakan, maka daya serap terhadap gas SO 2 semakin tinggi. 2) Serbuk ampas kelapa yang teraktivasi asetat memiliki daya serap yang lebih tinggi dari serbuk ampas kelapa tanpa aktivasi dalam menyerap gas SO 2. Saran Ampas kelapa dan ampas kelapa asetat terbukti cukup efektif untuk menyerap gas SO 2, oleh sebab itu peneliti menyarankan beberapa hal sebagai berikut: 1) Perlu dilakukan adsorpsi serbuk ampas kelapa lebih lanjut terhadap gas polar lainnya. 2) Perlu dilakukan variasi panjang kolom/ massa adsorben yang lebih banyak untuk mengetahui kemampuan serbuk ampas kelapa pada titik optimum. DAFTAR RUJUKAN Anwar, Khoirul. 2006. Variasi komposisi casting dalam metode inversi fasa proses membran selulosa triasetat. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. (online), diakses tanggal 15 Februari 2013. Juansah J., Dahlan K., & Huriati F. 2009. Peningkatan Mutu Sari Buah Nanas dengan Memanfaatkan Sistem Filtrasi Aliran Dead-End dari membran Selulosa Asetat. Sains, 13(1): 94-100. Meurah C. R., Aziz A. D., Noor E., & Kaseno. 2009. Pembuatan Selulosa Diasetat dari Pulp Sengon (Paraserianthes falcataria) sebagai Bahan Baku Pembuatan Membran. Jurnal Agritek, 10(1). Rachmadetin, J. 2007. Pencirian membran komposit berbahan dasar limbah tahu menggunakan polistirena. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. (Online), diakses tanggal 10 Januari 2013. SII No. 0258-79. 1989. Syarat Kualitas Adsorben. SNI No. 06-2115-1991. Definisi, Syarat Mutu, Cara Pengemasan, Syarat Penandaan Cara Pengambilan Contoh dan Cara Uji Selulosa Asetat. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. (Online), (http://sisni.bsn.go.id), diakses tanggal 6 Januari 2013. 13

SNI No. 19-7117.3.1-2005. Cara Uji dengan Metode Turbidimetri Menggunakan Spektrofotometer. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Tresnawati, A. 2006. Kajian Spektroskopi Inframerah Transformasi Fourier dan Mikroskop Susuran Elektron Membran Selulosa Asetat dari Limbah Nanas. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. (online), diakses tanggal 3 Februari 2013. Zultiniar. 2009. Ekstraksi Galaktomannan dari Ampas Kelapa, (Online), (http://google.co.id/ampas/ekstraksi-galaktomannan -dari-ampas), diakses 20 Desember 2012. 14