BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. tiap tahunnya (Rachmawati, 1996), sedangkan menurut Wahyuni (2000), di Kabupaten

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. kayu jati sebagai bahan bangunan seperti kuda-kuda dan kusen, perabot rumah

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Rayap Pada Kayu Umpan Di Kampung Babakan Cimareme Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur

KEAWETAN BALOK LAMINASI DARI KAYU RAKYAT TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH HAFIDZ HERBOWO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

TINJAUAN PUSTAKA. Kingdom plantae, Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGENALAN RAYAP PERUSAK KAYU YANG PENTING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. penggunaan baik sebagai bahan konstruksi maupun sebagai bahan non-konstruksi.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kayu saat ini merupakan komponen yang dibutuhkan dalam kehidupan

UJI DAYA RACUN BAHAN PENGAWET. 1. Uji Kultur Agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. jadikan sumber pendapatan baik bagi negara ataupun masyarakat. Kayu dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Sistematika hama rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) menurut

TINJAUAN PUSTAKA. Keberadaan sekolah-sekolah sekarang ini dianggap masih kurang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cross Laminated Timber (CLT) 1) Definisi 2) Manfaat dan Keunggulan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PERKEMBANGAN JUMLAH RAYAP, MORTALITAS, DAN KEMAMPUAN MAKAN RAYAP PADA PENGUJIAN LABORATORIUM ICHMA YELDHA RETMADHONA

TINJAUAN PUSTAKA. Kota Medan mempunyai 805 sekolah dasar dengan perincian 401 buah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. (C curvinagthus Holmgren) adalah sebagai berikut : Gambar 1 : Siklus hidup rayap Sumber :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hasil hutan tidak hanya sekadar kayu tetapi juga menghasilkan buahbuahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Balok Laminasi

Rayap, Serangannya, dan Cara Pengendalian

Uji Daya Hidup Rayap Tanah (Coptotermes curvignathus Holmgren) (Isoptera : Rhinotermitidae) dalam Berbagai Media Kayu di Laboratorium

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. setiap kecamatan di Kota Medan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Data jumlah sekolah menengah pertama di setiap kecamatan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia. IPB Dramaga, Bogor, 16680, Indonesia Corresponding author: (Fauzi Febrianto)

KERAGAMAN SPESIES RAYAP DI KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG GUNUNGPATI SEMARANG

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

IDENTIFIKASI TINGKAT SERANGAN DAN JENIS RAYAP YANG MERUSAK BANGUNAN DI KOTA AMBON

OPTIMASI KADAR HIDROGEN PEROKSIDA DAN FERO SULFAT

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal.

Kayu lapis untuk kapal dan perahu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH GARIS REKAT GLULAM TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren) SYIFA NURUL ISLAMI

Muhammad Sayuthi Laboratorium Hama Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei - Oktober Pembuatan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III BAHAN DAN METODE

TINJAUAN PUSTAKA. perabot rumah tangga, rak, lemari, penyekat dinding, laci, lantai dasar, plafon, dan

KERAGAMAN JENIS RAYAP DAN INTENSITAS KERUSAKAN BANGUNAN DI PERUMAHAN ALAM SINARSARI, CIBEUREUM, DARMAGA, BOGOR CUCU SETIAWATI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KETAHANAN PELEPAH GEWANG (Corypha utan Lamk.) TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH DAN RAYAP KAYU KERING PUTI WULAN SARY

PENGUJIAN LABORATORIS EFIKASI UMPAN HEXAFLUMURON 0.5% TERHADAP RAYAP TANAH Coptotermes curvignathus Holmgren. (Isoptera: Rhinotermitidae)

TINJAUAN PUSTAKA. bujur Timur dan Lintang Utara. Dengan ketinggian permukaan laut

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

Identifikasi Rayap Di Bangunan Cagar Budaya Lawang Sewu Kota Semarang. Identification Of Termites In Lawang Sewu Heritage Building Semarang City

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

Keanekaragaman Rayap Tanah di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Bambu Tali. kayu dengan masa panen 3-6 tahun. Bahan berlignoselulosa pada umumnya dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL. lorong kembara di batang tanaman (b) Data ukuran sarang rayap yang ditemukan.

UJI RETENSI DAN EFEKTIVITAS TANAMAN KUMIS KUCING

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan siklus hidup rayap dapat dilihat gamabar dibawah ini: Gambar 1. Siklus hidup rayap

Karakteristik Populasi Rayap Tanah Coptotermes spp (Blattodea: Rhinotermitidae) dan Dampak Serangannya

Oleh/By : Mody Lempang dan Muhammad Asdar ABSTRACT. The main cause of building destroy is termite attacktion. Economic lossing

TINJAUAN PUSTAKA. kingdom plantae, divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas

TINJAUAN PUSTAKA. terhadap serangan jamur dan serangga dalam lingkungan yang serasi bagi

BIOAKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia L.) TERHADAP RAYAP TANAH (Coptotermes curvignathus Holmgren)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut sistem klasifikasinya, sawit termasuk dalam kingdom plantae,

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 a) Tumbuhan tuba yang tumbuh di perladangan masyarakat; b) Batang tumbuhan tuba.

BAB I PENDAHULUAN. dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (Anonim, 2006). Dengan. Banyak faktor yang membuat potensi hutan menurun, misalnya

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

Rayap Sebagai Serangga Perusak Bangunan & Pengendaliannya (Implementasi SNI 2404:2015 dan SNI 2405: 2015)

Beberapa Pengalaman Menghadapi Serangan Rayap Dan Upaya Pencegahannya pada Saat Pra dan Pasca Konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lama berkembang sebelum munculnya teknologi beton dan baja. Pengolahan kayu

KETAHANAN TIGA JENIS KAYU HUTAN RAKYAT TERHADAP SERANGAN RAYAP TANAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KEAWETAN ALAMI BERDASARKAN UJI LABORATORIUM PADA KAYU AKASIA (Acacia mangium Willd.) UMUR 5, 6, DAN 7 TAHUN M. AKHYAR AZID

PENENTUAN UKURAN PARTIKEL OPTIMAL

DAFTAR TABEL. 7. Tabel Rendemen etanol dari uulp pada berbagai kandungan lignin

BAB 1 PENDAHULUAN. yang secara ekonomis sangat merugikan petani. Organisme Pengganggu

KEAWETAN CROSS LAMINATED TIMBER DARI BATANG KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) PADA BERBAGAI ORIENTASI SERAT DWI HATMOJO KRESNOADI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Produksi Kayu Gergajian dan Perkiraan Jumlah Limbah. Produksi Limbah, 50 %

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat Kehilangan berat dapat menjadi indikasi respon serangan rayap terhadap contoh uji yang diberi perlakuan dalam hal ini berupa balok laminasi. Perhitungan nilai kehilangan berat kayu solid dan balok laminasi dilakukan pada pengujian laboratorium dan pengujian lapangan. 4.1.1 Pengujian Laboratorium Hasil pengujian skala laboratorium, memperlihatkan bahwa jenis kayu solid pinus memiliki nilai kehilangan berat sebesar 11,84%, sehingga apabila diklasifikasikan dalam nilai ketahanan terhadap serangan rayap menurut SNI 01. 7202-2006 termasuk kedalam nilai yang buruk. Selanjutnya untuk jenis kayu pinus, jenis balok laminasi pinus-sengon menghasilkan nilai kehilangan berat terbesar dengan nilai 15,25%, apabila diklasifikasikan dalam nilai ketahanan terhadap serangan rayap menurut SNI termasuk kedalam nilai yang buruk. Hal ini disebabkan, zat ekstraktif pada sengon (saponin) kurang memberikan dampak mencegah rayap untuk memakan contoh uji sehingga rayap lebih cenderung memakan sengon dibandingkan pinus, selain itu diduga kadar saponin pada sengon sudah berkurang sehingga menghasilkan kerusakan balok laminasi yang berdampak pada nilai kehilangan berat sedangkan untuk nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-jabon dengan nilai kehilangan berat sebesar 6,51% dan termasuk kedalam ketahanan yang tahan. Pada balok laminasi pinus-jabon memiliki nilai yang rendah dikarenakan terdapat pengaruh dari penggunaan perekat isosianat, sehingga rayap tidak dapat memakan balok laminasi dan semua nilai kehilangan berat pengujian diuraikan pada Gambar 5. Kayu lain yang digunakan dalam penelitian adalah akasia. Kayu solid akasia menghasilkan nilai kehilangan berat 8,82%, sehingga jika diklasifikasikan kedalam nilai ketahanan serangan rayap menurut SNI termasuk dalam nilai yang sedang. Selanjutnya jenis balok laminasi kayu akasia, nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi akasia-manii dengan nilai 1,16%. Hal ini

22 disebabkan, rayap menyerang bagian garis rekat antar lamina sehingga menghasilkan nilai kehilangan berat yang rendah. Pada keadaan yang luar biasa rayap juga bersifat kanibal di dalam koloninya, tetapi bukan predator (Nandika et al. 2003). Selain itu dalam proses makan, rayap kasta pekerja memberikan makan ke kasta lain dengan cara melalui mulut atau melaui anus (Nandika et al. 2003) sehingga kandungan perekat membuat rayap keracunan. Sedangkan nilai kehilangan berat terbesar dihasilkan oleh balok laminasi akasia-jabon. Nilai kehilangan berat balok laminasi akasia-jabon sebesar 13,72% dan jika diklasifikasikan dalam ketahanan terhadap serangan rayap menurut SNI termasuk kedalam nilai yang buruk. Hal ini disebabkan bagian yang diserang atau dimakan oleh rayap tanah berada pada bagian kayu jabon dari jenis balok laminasi akasia-jabon. Selain kayu solid pinus dan akasia, kayu solid jabon juga digunakan dalam penelitian ini. Kayu solid jabon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 21,90%, dan jika diklasifikasikan terhadap serangan rayap menurut SNI termasuk kedalam ketahanan yang sangat buruk dan untuk balok laminasi jabon-jabon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 11,96% dan termasuk kedalam ketahanan yang buruk. Dari hasil kehilangan berat antara kayu solid jabon dengan balok laminasi jabon-jabon terjadi penurunan nilai kehilangan berat. Hal ini disebabkan bentuk serangan yang ada pada balok laminasi jabon-jabon dan diduga akibat pengaruh perekat isosianat dalam menghambat rayap untuk memakan contoh uji. Selanjutnya hasil dari pengujian kayu solid manii, kayu solid manii menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 14,77% dan jika diklasifikasikan kedalam ketahanan serangan rayap menurut SNI termasuk kedalam ketahanan yang buruk dan balok laminasi manii-manii sebesar 12,34% juga termasuk kedalam ketahanan yang buruk. Pada kayu solid dengan balok laminasi terdapat penurunan nilai kehilangan berat. Hal ini disebabkan, bentuk serangan rayap balok laminasi manii-manii terletak pada bagian garis rekat antar lamina, diduga pengaruh dari perekat isosianat yang menghambat rayap dalam menyerang contoh uji dan untuk kayu terakhir yang dijadikan contoh uji adalah kayu sengon. Kayu solid sengon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 12,36% dan jika

23 diklasifikasikan ketahanan kayu terhadap rayap tanah termasuk kedalam ketahanan yang buruk dan balok laminasi sengon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 16,52% (Gambar 5) juga termasuk kedalam ketahanan yang buruk. Kehilangan Berat(%) 30 25 20 15 11.84 10.22 10 5 0 6.51 13.29 15.25 11.97 13.72 8.82 1.16 13.50 21.90 16.52 14.77 11.96 12.34 12.36 Kayu GPP GPJ GPM GPS Kayu GAA GAJ GAM GAS Kayu GJJ Kayu GMM Kayu GSS Solid Solid Solid Solid Solid Pinus Akasia Jabon Manii Sengon 18,94-31,96 (Sangat Buruk) 10,96-18,94 (Buruk) 7,50-10,96 (Sedang) 3,52-7,50 (Tahan) < 3,52 (Sangat Tahan) Gambar 5 Kehilangan berat contoh uji pada pengujian secara laboratorium terhadap rayap tanah C. curvignathus, dimana P = Pinus, A = Akasia, J = Jabon, M = Manii, S = Sengon, dan G = Balok laminasi. Secara keseluruhan kehilangan berat kayu solid terbesar dihasilkan oleh kayu jabon dengan nilai kehilangan berat 21,90%. Kayu solid jabon memperoleh kehilangan berat terbesar dan sesuai dengan strandar JIS K 1571-2004 kehilangan berat contoh uji kontrol harus lebih besar dari 15%. Hal ini disebabkan, jabon memiliki kadar selulosa sebesar 52,4%, lignin 25,4%, dan silika 0,1%. Selain itu kayu solid jabon termasuk kedalam kelas awet V (Martawijaya et al. 2005). Sedangkan untuk nilai kehilangan berat terendah dihasilkan kayu solid akasia 8,82%. Kayu solid akasia memperoleh nilai kehilangan berat yang tidak sesuai dengan standar JIS K 1571-2004. Karena pada kayu akasia memiliki nilai kehilangan berat dibawah nilai 15%. Hal ini diduga kayu akasia memiliki zat ekstratif yang dapat mempengaruhi proses makan rayap sehingga rayap menjadi enggan untuk memakan kayu akasia. Menurut Supriana (1983b) satu jenis kayu mungkin sangat peka terhadap satu jenis rayap dan menimbulkan respon yang relatif kuat dibandingkan dengan jenis kayu lainnya karena adanya karakteristik sifat anatomi, fisik dan kimia kayu. Semakin tinggi tingkat kekerasan kayu, maka aktivitas makan akan berkurang.

24 Menurut Pasaribu dan Roliadi (1990) diacu dalam Malik et al. (2000), akasia memiliki sifat kimia seperti kandungan selulosa sebesar 43,85%, lignin 24,89%, dan silika 0,99%. Menambahkan keawetan alami kayu sangat dipengaruhi pula oleh kandungan senyawa ekstraktif di dalamnya yang memiliki sifat sebagai racun terhadap serangga. Umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat (Wistara 2002). Jenis balok laminasi yang memiliki nilai kehilangan terbesar dihasilkan balok laminasi sengon-sengon dengan nilai kehilangan sebesar 16,52% sedangkan nilai kehilangan terendah dihasilkan balok laminasi akasia-manii dengan nilai 1,16% yang diuraikan pada Gambar 5. Hal ini dipengaruhi oleh jenis campuran balok laminasi antara kayu akasia-manii yang memiliki zat ekstraktif yang baik dan pengaruh perekat isosianat, perekat isosianat membuat rayap tersebut mati dan dapat dikatakan balok laminasi akasia-manii memiliki tingkat keawetan yang terbaik dari semua balok laminasi yang diujikan. Bagian yang pertama kali dimakan oleh rayap pada balok laminasi sengonsengon adalah bagian yang tidak mengandung perekat, sehingga balok laminasi kayu sengon mengalami kehilangan berat terbesar. Sesuai dengan sifat dasarnya sengon merupakan kayu yang memiliki nilai keawetan yang rendah. Jika dilihat dari kehilangan berat, pengaruh dari balok laminasi merupakan tingkatan keawetan yang rendah. Hasil analisis ragam terhadap nilai kehilangan berat untuk contoh uji pada pengujian secara laboratorium dengan faktor jenis kayu, jenis balok laminasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat. Hasil uji lanjut interaksi menunjukkan bahwa nilai kehilangan berat balok laminasi akasia-manii tidak berbeda nyata dengan balok laminasi pinus-jabon. Namun balok laminasi akasia-manii berbeda nyata terhadap jenis kayu dan balok laminasi lainnya. Nilai rata-rata kehilangan berat balok laminasi akasia-manii paling kecil yaitu 1,16%. 4.1.2 Pengujian Lapangan Hasil pengujian lapangan, memperlihatkan bahwa nilai kehilangan berat untuk kayu solid pinus sebesar 21,83%. Sedangkan untuk balok laminasi pinus,

25 nilai kehilangan berat terbesar dihasilkan oleh balok laminasi pinus-sengon dengan nilai kehilangan berat sebesar 45,79% dan nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-pinus dengan nilai kehilangan berat sebesar 21,90% yang diuraikan pada Gambar 6. Nilai kehilangan berat antara pengujian laboratorium dengan pengujian lapangan memiliki nilai yang sama yaitu dihasilkan oleh balok laminasi pinus-sengon. Namun untuk nilai kehilangan berat terendah antara pengujian laboratorium dengan pengujian lapangan dihasilkan oleh jenis balok laminasi yang berbeda. Pada pengujian laboratorium nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-jabon sedangkan pada pengujian lapangan nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-pinus. Kayu lain yang digunakan adalah kayu akasia, kayu solid akasia menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 31,41%, balok laminasi akasia-jabon menghasilkan nilai kehilangan berat terbesar dengan nilai sebesar 49,52%, dan nilai kehilangan balok laminasi akasia-manii menghasilkan nilai kehilangan berat terendah dengan nilai sebesar 27,98% yang diuraikan pada Gambar 6. Jika dibandingkan nilai kehilangan berat antara pengujian skala laboratorium dengan skala lapangan, nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh jenis balok laminasi yang sama yaitu balok laminasi akasia-manii. Sedangkan untuk nilai kehilangan berat terbesar dihasilkan oleh jenis balok laminasi yang sama yaitu balok laminasi akasia-jabon. Selain jenis kayu pinus dan akasia, penelitian ini juga menggunakan jenis kayu jabon. Kayu solid jabon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 85,65% dan balok laminasi jabon-jabon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 64,11% yang diuraikan pada Gambar 6. Pada pengujian lapangan dan laboratorium memiliki nilai kehilangan yang sama, pada kehilangan berat laboratorium kayu solid jabon memiliki nilai kehilangan berat yang lebih besar dibandingkan jenis balok laminasi jabon-jabon. Hasil nilai kehilangan berat seperti ini juga dihasilkan kayu solid manii dan balok laminasi jabon dan kayu solid sengon beserta balok laminasi sengon-sengon. Berdasarkan hasil nilai kehilangan berat, nilai pengujian lapangan menghasilkan nilai kehilangan berat yang lebih besar dibandingkan dengan

26 pengujian skala laboratorium, karena waktu pengumpanan yang dilakukan berbeda. Jika pada pengujian lapangan waktu pengumpanan yang dilakukan selama 3 bulan sedangkan untuk pengujian skala laboratorium memiliki waktu yang lebih pendek yaitu hanya 3 minggu, namun jika dilihat dari hasil kehilangan berat antara uji kubur dengan uji laboratorium kehilangan berat terbesar dihasilkan kayu yang sama yaitu solid jabon. Hal ini sesuai dengan sifat keawetan kayu jabon yang tergolong rendah. Secara keseluruhan kayu solid yang memiliki nilai kehilangan berat terendah antara pengujian skala lapangan dengan pengujian skala laboratorium, memiliki hasil yang berbeda. Pada pengujian skala laboratorium nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh kayu solid akasia sedangkan pengujian skala lapangan dihasilkan oleh kayu solid sengon. Pada pengujian kayu solid sengon memiliki nilai kehilangan berat terendah. Hal ini diduga, karena letak pengujian (kubur) kayu solid sengn berada jauh dari sarang rayap tanah. Pada habitat aslinya, rayap mempunyai sifat mencari makanan dengan jenis kayu yang memiliki kandungan selulosa yang besar dan tidak mengandung zat ekstraktif yang dapat mematikan rayap dan aktifitas makan rayap berhubungan dengan daya jelajah rayap untuk mencari makan. Menurut Tarumingkeng (1992) diacu dalam Husni et al. (1999) bahwa bila di sekitar koloni rayap banyak terdapat makanan maka rayap akan memilih tipe makanan yang paling sesuai yaitu yang cukup mengandung selulosa, mudah digigit dan dikunyah. Diduga kayu yang berada didekat rayap memiliki kandungan selulosa yang baik. Sehingga rayap tidak sulit untuk mencari makan. Jika sumber makanan yang diperlukan rayap berada pada jarak yang jauh, kemungkinan kayu sengon dapat hancur terserang oleh rayap tanah. Selain itu dalam pengujian lapangan, kayu dan balok laminasi yang dijadikan contoh uji memiliki nilai keawetan yang rendah dan cenderung untuk dikonsumsi oleh rayap. Selain itu sengon memiliki zat ekstraktif berupa saponin, diduga zat ekstraktif tersebut beracun terhadap rayap (Atmosuseno 1994 diacu dalam Rudi 1999) sehingga menghasilkan nilai kehilangan berat yang rendah. Sedangkan untuk jenis balok laminasi, pada pengujian skala lapangan dengan skala laboratorium nilai kehilangan berat terendah memiliki hasil yang

27 berbeda. Pada pengujian skala laboratorium nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi akasia-manii dan untuk pengujian skala lapangan nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-pinus. Nilai kehilangan berat terbesar pada pengujian skala laboratorium dihasilkan oleh balok laminasi sengon-sengon sedangkan untuk pengujian skala lapangan balok laminasi jabon-jabon menghasilkan nilai kehilangan berat terbesar. Hal ini disebabkan sifat keawetan dari kayu jabon termasuk kedalam kualitas keawetan yang rendah. Nilai kehilangan berat secara pengujian lapangan diuraikan pada Gambar 6. Kehilangan Berat (%) 90 80 70 60 50 40 30 21.83 21.90 20 10 0 Kayu Solid GPP 45.00 GPJ 30.07 GPM 45.79 GPS 38.80 31.41 Kayu Solid GAA 49.52 GAJ 27.98 30.83 GAM GAS 85.65 Kayu Solid 64.11 69.26 GJJ Kayu Solid 26.32 GMM 5.62 Kayu Solid 27.45 GSS Pinus Akasia Jabon Manii Sengon Gambar 6 Kehilangan berat contoh uji pada pengujian secara lapangan terhadap rayap tanah dimana P = Pinus, A = Akasia, J = Jabon, M = Manii, S = Sengon, dan G = Balok laminasi. Hasil analisis ragam terhadap nilai kehilangan berat untuk contoh uji pada pengujian lapangan dengan faktor jenis kayu, jenis balok laminasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kehilangan beratnya. Hasil uji lanjut Duncan, interaksi menunjukkan bahwa nilai kehilangan berat balok laminasi akasia-manii berbeda nyata dengan balok laminasi jabon-jabon, kayu solid manii, kayu solid jabon, dan kayu solid sengon, selain itu balok laminasi akasia-manii tidak berbeda nyata dengan jenis kayu dan balok laminasi lainnya. Pengujian terhadap kehilangan berat pada skala lapangan dihitung dari nilai kerusakan oleh serangan rayap. Pada pengujian lapangan, jenis kayu dan balok laminasi yang memiliki nilai kondisi serangan lebih besar dari 75% dari bagian cross section adalah jenis balok laminasi pinus-jabon, akasia-akasia, akasia-jabon, jabon-jabon, dan kayu jabon. Selanjutnya untuk contoh uji yang mendapat

28 serangan rendah dihasilkan oleh dua jenis kayu yaitu : kayu akasia dan sengon dengan nilai serangan 3-10% dari bagian cross section contoh uji dan 10-30% dari cross section contoh uji. Pada pengujian lapangan dilakukan perhitungan nilai berat jenis contoh uji. Kayu solid pinus memiliki nilai berat jenis sebesar 0,55 dan untuk jenis balok laminasi pinus ialah sebagai berikut; balok laminasi pinus-manii memiliki berat jenis terbesar dengan nilai 0,53 dan balok laminasi pinus-sengon menghasilkan nilai berat jenis terendah dengan nilai 0,39 (Gambar 7). Jenis balok laminasi pinus-manii dan balok laminasi pinus-sengon menghasilkan nilai kehilangan yang berbeda. Hal ini disebabkan, balok laminasi berasal dari jenis kayu yang berbeda sehingga sifat anatomi kayunya pun berbeda. Jika sifat anatominya berbeda menghasilkan berat jenis yang berbeda juga. Pada kayu solid akasia memiliki nilai berat jenis sebesar 0,61 dan untuk jenis balok laminasi akasia memiliki nilai berat jenis sebagai berikut; balok laminasi akasia-akasia menghasilkan nilai berat jenis terbesar 0,55 dan balok laminasi akasia-sengon menghasilkan nilai berat jenis terendah 0,40. Selanjutnya, kayu jabon menghasilkan nilai berat jenis 0,42 dan balok laminasi jabon-jabon menghasilkan nilai berat jenis 0,36. Untuk kayu solid manii memiliki nilai berat jenis 0,43 dan untuk balok laminasi manii-manii menghasilkan nilai berat jenis 0,52. Sedangkan untuk kayu sengon berat jenisnya adalah 0,33 dan balok laminasi sengon-sengon memiliki nilai berat jenis sebesar 0,27. Berat jenis secara lengkap diuraikan pada Gambar 7. 1 Berat Jenis 0.8 0.6 0.4 0.2 0.55 0.52 0.49 0.53 0.39 0.61 0.55 0.44 0.53 0.40 0.42 0.36 0.43 0.52 0.33 0.27 0 Kayu Solid GPP GPJ GPM GPS Kayu Solid GAA GAJ GAM GAS Kayu Solid GJJ Kayu Solid GMM Kayu Solid GSS Pinus Akasia Jabon Manii Sengon Gambar 7 Berat jenis contoh uji pada pengujian secara lapangan terhadap rayap tanah dimana P = Pinus, A = Akasia, J = Jabon, M = Manii, S = Sengon dan G = Balok laminasi.

29 Secara keseluruhan nilai berat jenis kayu solid lebih besar dari nilai berat balok laminasi sejenis. Hal ini dipengaruhi oleh sifat anatomi kayu dan kerapatan yang ada pada contoh uji. Contoh uji yang memiliki nilai berat jenis kayu solid lebih besar dari balok laminasi sejenis, adalah kayu solid pinus dengan balok laminasi pinus-pinus, kayu akasia dengan balok laminasi akasia-akasia, kayu jabon dengan balok laminasi jabon-jabon, dan kayu sengon dengan balok laminasi sengon-sengon. Berat jenis tidak berpengaruh terhadap nilai kehilangan berat. Hal ini dibuktikan dengan berat jenis kayu pinus yang tergolong sedang memiliki nilai kehilangan yang cukup besar. Penelitian ini memperkuat simpulan Seng (1990) bahwa hubungan antara berat jenis dengan keawetan kurang berlaku umum. 4.2 Mortalitas Rayap Tanah Perhitungan mortalitas rayap memiliki peranan yang sangat penting untuk mengetahui pengaruh perekat sebagai bahan pengawet pada jenis balok laminasi. Mortalitas pada kayu solid pinus menghasilkan nilai 65,78% dan nilai mortalitas jenis balok laminasi pinus yang terbesar dihasilkan oleh balok laminasi pinuspinus dengan nilai 90,89% dan untuk nilai mortalitas terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-manii dengan nilai mortalitas sebesar 65,78% yang diuraikan pada Gambar 8. Balok laminasi pinus-manii memiliki nilai mortalitas yang sama dengan kayu solid akan tetapi hasil dari kehilangan berat yang dihasilkan berbeda. Balok laminasi pinus-manii memiliki nilai kehilangan berat yang lebih besar dari kayu solid pinus. Pengujian mortalitas juga dilakukan pada kayu akasia dan jenis balok laminasinya. Kayu solid akasia menghasilkan nilai mortalitas sebesar 84,67%. Pada balok laminasi akasia-manii memiliki nilai mortalitas rayap yang besar yaitu 100% sedangkan untuk nilai mortalitas terendah dihasilkan oleh balok laminasi akasia-akasia 84,44% yang diuraikan pada Gambar 8. Pada balok laminasi akasiamanii, memiiki nilai yang berbanding terbalik antara mortalitas dengan kehilangan berat, sehingga nilai mortalitas yang besar akan menghasilkan nilai kehilangan berat yang kecil. Pada balok laminasi akasia-manii terdapat perekat. Diduga perekat isosianat bekerja dengan baik sehingga tidak disukai oleh rayap

30 dan juga dapat menyebabkan kematian pada rayap. Selain itu, di dalam akasia dan manii juga terdapat zat ekstraktif, dimana hal tersebut kemungkinan dapat berpengaruh terhadap tingkat kematian rayap atau mortalitas rayap. Selanjutnya pengujian juga dilakukan pada kayu jabon dan balok laminasi jabon-jabon. Kayu solid jabon memiliki nilai mortalitas yang rendah dari balok laminasi jabon-jabon. Kayu solid sengon memiliki nilai mortalitas 76,67% dan balok laminasi sengon-sengon 100% yang diuraikan pada Gambar 8. Nilai mortalitas yang berbeda dihasilkan oleh kayu manii dan balok laminasi maniimanii. Nilai mortalitas kayu manii lebih besar dari nilai mortalitas balok laminasi manii-manii. Hal ini diduga, karena rayap pada pengujian tidak mampu menyesuaikan diri, sehingga menyebabkan kematian (Supriana 1983b). Selain itu faktor suhu, kebutuhan kadar air dan kelembaban dapat berpengaruh dalam mortalitas pada pengujian laboratorium Raffiuddin et al. (1991) diacu dalam Rudi (1999). Secara keseluruhan kayu solid yang memiliki nilai mortalitas terbesar ialah kayu akasia. Hal ini disebabkan, karena pada solid akasia memiliki kandungan zat ekstraktif yang dapat menyebabkan kematian rayap. Selanjutnya nilai mortalitas terendah dihasilkan oleh kayu solid jabon. Jabon merupakan tanaman yang memiliki nilai keawetan terendah dan tidak mempunyai zat ekstraktif yang dapat menyebabkan rayap mati. Lesari dan Pari (1990) diacu dalam Yanti (2008) menambahkan kayu yang berkadar ekstraktif tinggi diperkirakan lebih tahan terhadap serangan organisme perusak kayu dibandingkan yang berkadar ekstraktif rendah. Tetapi faktor ketahanan kayu lebih bergantung kepada senyawa-senyawa bio-aktif yang terdapat pada zat ekstraktif tersebut. Selain faktor zat ekstraktif, ketahanan alami dipengaruhi oleh jumlah dan tipe lignin (Zabel dan Morrel 1992) diacu dalam Yanti (2008). Pada contoh uji balok laminasi, nilai mortalitas terbesar dihasilkan balok laminasi akasia-manii dan balok laminasi sengon-sengon. Hal ini dikarenakan pada balok laminasi akasia-manii memiliki sifat anatomi dan fisis yang berbeda dengan yang lainnya, selain itu juga terdapat pengaruh dari perekat isosianat. Sementara itu pada balok laminasi sengon-sengon pada awalnya rayap hanya memakan bagian yang tidak ada perekatnya, namun selanjutnya rayap memakan

31 bagian yang mengandung perekat isosianat, sehingga mortalitas rayap pada balok laminasi tipe sengon-sengon memiliki nilai terbesar. Mortalitas rayap pada jenis balok laminasi sengon-sengon berjalan dengan lambat namun pada akhir pengujian seluruh rayap mati. Selanjutnya nilai mortalitas terendah dari contoh uji balok laminasi adalah balok laminasi tipe manii-manii. Hal ini dikarenakan, rayap pada contoh uji balok laminasi manii-manii tidak memakan bagian yang ada jenis perekatnya dan walapun memakan bagian yang mengandung perekat, itu hanya dalam jumlah yang sedikit. Selain itu pengaruh dari zat ekstraktif pada kayu manii tidak memiliki sifat zat beracun. Sehingga nilai mortalitas dari balok laminasi maniimanii menjadi rendah. Nilai mortalitas secara lengkap akan diuraikan pada Gambar 8. Mortalitas (%) 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 65.78 90.89 79.11 65.78 75.78 84.67 84.44 93.78 100.00 88.00 56.44 97.56 71.78 58.89 76.67 100.00 Kayu GPP GPJ GPM GPS Kayu GAA GAJ GAM GAS Kayu GJJ Kayu GMM Kayu GSS Solid Solid Solid Solid Solid Pinus Akasia Jabon Manii Sengon Gambar 8 Mortalitas rayap tanah C. curvignathus, dimana P = Pinus, A = Akasia, J = Jabon, M = Manii, S = Sengon, dan G = Balok laminasi. Hasil analisis ragam terhadap nilai mortalitas untuk contoh uji pada pengujian laboratorium dengan faktor jenis kayu berpengaruh nyata terhadap mortalitas rayap, namun jenis balok laminasi dan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh nyata. Hasil uji lanjut Duncan, jenis kayu menunjukkan bahwa nilai mortalitas balok laminasi manii berbeda nyata dengan jenis balok laminasi sengon dan jenis balok laminasi akasia. Namun jenis kayu manii tidak berbeda nyata dengan jenis kayu pinus dan jabon.

32 4.3 Feeding Rate Pada penelitian ini, pengujian feeding rate hanya dilakukan pada pengujian contoh uji laboratorium JIS K 1571-2004. Feeding rate dihasilkan dari nilai kehilangan berat, jumlah rayap yang hidup dan waktu pengujian kayu. Feeding rate untuk jenis kayu solid pinus menghasilkan nilai 207,92 µg/ekor/hari, feeding rate yang terbesar dihasilkan oleh balok laminasi pinusmanii sebesar 201,74 µg/ekor/hari, dan feeding rate terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-jabon sebesar 80,13 µg/ekor/hari yang diuraikan pada Gambar 9. Feeding rate yang dihasilkan oleh balok laminasi pinus-jabon berbanding lurus dengan nilai kehilangan berat. Pada kayu solid akasia feeding rate sebesar 137,52 µg/ekor/hari, feeding rate terbesar dihasilkan oleh balok laminasi akasia-jabon sebesar 226,30 µg/ekor/hari, dan feeding rate terendah dihasikan oleh balok laminasi akasiamanii sebesar 23,92 µg/ekor/hari yang diuraikan pada Gambar 9. Hal ini terjadi karena, pada balok laminasi akasia-jabon rayap memakan bagian kayu jabon sehingga menghasilkan feeding rate yang besar. Rayap tidak dapat memakan bagian yang terdapat garis rekat, untuk bagian yang terdapat pada garis rekat tidak dapat dimakan oleh rayap, namun pada balok laminasi akasia-manii bagian yang diserang atau dimakan oleh rayap terletak dekat dengan garis rekat balok laminasi sehingga menyebabkan rayap mati dan rayap mulai enggan untuk memakan balok laminasi tersebut sehingga menyebabkan sifat kanibal yang timbul pada rayap. Supriana (1983b) diacu dalam Rudi (1999) menambahkan bahwa dalam keadaan uji laboratorium rayap dihadapkan kepada suatu pilihan atau keadaan terpaksa. Dalam keadaan terpaksa tersebut, rayap memakan bahan yang diberikan. Rayap yang tidak mampu untuk menyesuaikan diri akan mati. Rayap yang berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan yang disediakan akan melakukan orientasi makan. Orientasi semacam ini dapat berlangsung secara acak dan dapat pula berlangsung karena pengaruh tertentu, misalnya oleh sejenis bau yang berasal dari makanan yang diberikan. Selanjutnya rayap akan mencoba mencicipi makanan yang diberikan dengan jalan menggigit bagian permukaan makanan, bila bagian tersebut tidak cocok mereka akan beralih ke bagian lain sampai menemukan bagian yang sesuai dan memenuhi syarat sebagai makanan. Jika

33 makanan tersebut sesuai, rayap akan meneruskan proses memakannya, sebaliknya jika tidak memenuhi syarat sebagai makanan, rayap akan meninggalkan makan dan memilih berpuasa (Supriana 1983b) diacu dalam Rudi (1999). Kayu solid jabon memiliki feeding rate sebesar 126,95 µg/ekor/hari dan balok laminasi jabon-jabon menghasilkan feeding rate sebesar 189,44 µg/ekor/hari. Selanjutnya untuk kayu solid manii menghasilkan feeding rate sebesar 169,06 µg/ekor/hari dan balok laminasi manii-manii sebesar 179,90 µg/ekor/hari yang diuraikan pada Gambar 9. Pada jenis kayu jabon dan manii, feeding rate kayu solid lebih rendah daripada feeding rate balok laminasi akan tetapi antara nilai kehilangan berat kayu solid dan balok laminasi, kayu solid memiliki nilai yang lebih besar dari balok laminasi. Kayu solid sengon memiliki feeding rate sebesar 82,99 µg/ekor/hari dan balok laminasi sengon-sengon sebesar 198,94 µg/ekor/hari yang diuraikan pada Gambar 9. Jika dilihat dari kehilangan berat, maka kehilangan berat memiliki sifat berbanding lurus dengan feeding rate. Jika dilihat secara keseluruhan feeding rate terbesar dihasilkan oleh balok laminasi akasia-jabon sebesar 226,30 µg/ekor/hari. Feeding rate pada balok laminasi akasia-jabon memiliki nilai yang cukup besar, karena pada balok laminasi akasia-jabon bagian yang dimakan adalah pada bagian jabon sedangkan bagian akasia lebih sedikit yang dimakan. Feeding rate terendah dihasilkan oleh balok laminasi tipe akasia-manii sebesar 23,92 µg/ekor/hari. Hal ini disebabkan pada balok laminasi akasia-manii bagian yang rayap makan terletak dekat dengan garis rekat sehingga rayap mati. Selain itu, perbedaan sifat kayu dan ambang rasa rayap menimbulkan preferensi makan yang berbeda pada setiap jenis rayap pada berbagai jenis kayu. Oleh karena itu, sifat fisik, dan kimia berpengaruh terhadap tingkat kerusakan kayu oleh rayap (Supriana 1983a). Pada kayu solid, feeding rate terbesar dihasilkan oleh jenis kayu pinus dengan nilai 207,92 µg/ekor/hari, hal ini dikarenakan tingkat kematian dari pinus tergolong rendah. Selain itu, kayu pinus merupakan salah satu jenis kayu yang disukai oleh rayap. Menurut Suhesti et al. 2002 diacu dalam Nandika et al. 2003 bahwa pinus merupakan kayu yang disukai oleh rayap. Menambahkan kayu pinus memiliki kandungan zat ekstraktif yang tinggi namun zat ekstraktif tersebut tidak

34 beracun terhadap rayap, sehingga rayap memiliki sifat preferensi makan yang tinggi terhadap kayu pinus (Atmosuseno 1994 diacu dalam Rudi 1999). Sedangkan nilai feeding rate terendah dihasilkan oleh kayu solid sengon dengan nilai 82,99 µg/ekor/hari. Hal ini diduga, karena sengon memiliki zat ekstraktif dengan bau yang khas dan diduga bersifat racun (saponin) terhadap rayap (Atmosuseno 1994 diacu dalam Rudi 1999). Sehingga rayap cenderung untuk tidak memakan bagian kayu solid sengon dan cenderung untuk berpuasa sehingga dapat menyebabkan kematian pada rayap. Feeding rate akan diuraikan secara lengkap pada Gambar 9. Feeding rate(µg/ekor/hari) 250 200 150 207.92 194.51 201.74 138.34 137.52 222.68 226.30 188.43 126.95 189.44 169.06 179.90 100 80.13 82.99 50 0 Kayu GPP GPJ GPM GPS Kayu GAA GAJ GAM GAS Kayu GJJ Kayu GMM Kayu GSS Solid Solid Solid Solid Solid 23.92 Pinus Akasia Jabon Manii Sengon 198.94 Gambar 9 Feeding rate C. curvignathus (µg/ekor/hari),dimana P = Pinus, A = Akasia, J = Jabon, M = Manii, S = Sengon, dan G = Balok laminasi. Hasil analisis ragam terhadap feeding rate untuk contoh uji pada pengujian laboratorium dengan faktor jenis kayu tidak berpengaruh nyata terhadap feeding rate, namun jenis balok laminasi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata. Hasil uji lanjut interaksi menunjukkan bahwa feeding rate balok laminasi akasia-manii tidak berbeda nyata dengan balok laminasi pinus-jabon dan kayu solid sengon. Balok laminasi akasia-manii berbeda nyata dengan jenis kayu dan balok laminasi lainnya. 4.4 Identifikasi Serangan Rayap Berdasarkan hasil identifikasi pada pengujian lapangan dari contoh balok laminasi dan kayu solid yang diuji lapangan, diketahui bahwa jenis rayap yang menyerang adalah Schedorhinotermes javanicus Kemner (Gambar 10).

35 Gambar 10 Rayap tanah Schedorhinotermes javanicus Kemner yang menyerang contoh uji dilapangan. S. javanicus termasuk rayap tanah yang paling luas penyebarannya dan dapat mencapai ketinggian hingga 1000 m dari permukaan laut. Tarumingkeng (1971), S. javanicus termasuk ke dalam famili Rhinotermitidae, sub famili Rhinotermitinae dan genus Schedorhinotermes. Tho (1992) menyatakan bahwa jenis rayap dari genus Schedorhinotermes masih sulit dibedakan secara detail dengan rayap tanah lainnya, juga terdapat beberapa jenis yang secara morfologi mirip tetapi telah dipisahkan berdasarkan perbedaan yang sangat kecil diacu dalam Ginting (2008). Rayap ini memiliki dua tipe kasta prajurit, yaitu kasta prajurit yang berukuran besar (major) dan kasta prajurit berukuran kecil (minor). Karakterisktik morfologi kasta prajurit yang berukuran besar adalah sebagai berikut : kepala berwarna kuning muda, panjang kepala dengan mendibel 1.47-1.57 mm. Lebar maksimum kepala 1.37-1.47 mm, dan jumlah segmen antena sebanyak 16 segmen. Panjang labrum 0.40-0.45 mm dan lebarnya 0.16-1.17 mm. Postmentum berukuran panjang 0.47-0.56 mm. Sedangkan kasta prajurit kecil mempunyai kepala beserta mendibel 1.09-1.21 mm, lebar kepala 1.61-1.66 mm dan jumlah segmen antena 15 segmen (Nandika et al. 2003). Menurut Krisna & Weesner (1970) diacu dalam Rismayadi, (1999) rayap S.javanicus dijumpai hampir di semua daerah pulau jawa terutama di daerah dengan ketinggian di bawah 1000 m dari permukaan laut. Haris (1971) menyatakan bahwa rayap tersebut menyerang tungak-tungak kayu di hutan, log yang sudah busuk dan juga merusak kayu konstruksi. 4.5 Kondisi Serangan Rayap Tanah pada Pengujian Lapangan Aktivitas jelajah merupakan bagian dari perilaku rayap untuk mencari sumber makanannya. Pada ruang-ruang yang merupakan aktivitas jelajah rayap ini

36 ditandai dengan pembentukan liang-liang kembara rayap yang melindungi aktivitasnya dari cahaya langsung (Nandika et al. 2003). Pada pengujian lapangan (kubur) mulai terlihat adanya kegiatan rayap tanah dalam mencari makan dan memakan pada satu minggu setelah penguburan menapakkan setelah penguburan kayu tepatnya tanggal 3 April 2011 dan yang pertama kali diserang adalah kayu solid jabon (J1), setelah itu rayap tanah menyerang kayu solid jabon (J3) yang diuraikan pada Lampiran 1. Pada kedua jenis kayu solid jabon, kayu jatuh ke tanah setelah satu minggu pengujian, hal ini diduga akibat bagian kayu yang berada di dalam tanah sudah habis dimakan oleh rayap sehingga kayu pada bagian atas permukaan tanah jatuh. Tanggal 12 April 2011 rayap tanah menyerang dua contoh uji lapangan (kubur) yaitu balok laminasi pinus-sengon (PS1) dan kayu solid jabon (J2). Rayap menyerang balok laminasi pinus sengon dengan menunjukkan tunel-tunel tanah. Begitu juga dengan kayu solid jabon (J2) mendapat serangan yang sama berupa tunel tanah. Selanjutnya pada tanggal 24 April kayu solid manii (M3) diserang rayap tanah, yang ditandai dengan posisi kayu yang sudah jatuh ke tanah. Tanggal 2 Mei 2011 balok laminasi jabon-jabon (JJ2) diserang oleh rayap dan pada tanggal 14 Mei 2011 rayap kembali contoh uji pengujian lapangan yaitu balok laminasi akasia-sengon (AS1) dan balok laminasi sengon-sengon (SS2) yang diuraikan pada Lampiran 1, hal ini ditunjukkan dengan adanya tunel rayap pada balok laminasi tersebut. Aktivitas jelajah rayap dalam mencari sumber makanan di lapangan terjadi secara acak. Rayap pekerja akan menyebar dari pusat sarang sampai menemukan sumber makanan yang sesuai dan kembali ke pusat sarang. Menurut Nandika et al. (2003), proses penemuan sumber makanan pada beberapa jenis serangga phytophagus terjadi melalui proses visual yaitu pengenalan bentuk, ukuran dan warna serta akibat adanya rangsangan kimiawi (attractant compound) yang terkandung pada sumber makanan sehingga serangga tersebut mengubah orientasi geraknya menuju sumber makanan, sehingga pada rayap proses penemuan sumber makanan tidak melalui proses visual mengingat rayap memiliki mata yang vestigial (tidak berkembang). Oleh karena itu, rayap akan berjelajah secara acak. rayap pekerja menyebar dari pusat sarang sampai menemukan sumber makanan

37 yang sesuai dan kembali ke pusat sarang sambil meletakkan feromon penanda jejak (trail laying pheromones) sehingga rayap pekerja lain dapat menuju sumber makanan baru yang ditemukan. Selama tidak ada gangguan atau sumber makanan lain yang lebih disukai, rayap akan tetap menggunakan sumber makanan tersebut hingga hampir habis. Proses menemukan makanan dijelaskan oleh Supriana (1983a) diacu dalam Rismayadi (1999) sebagai berikut; pada tahap awal komponen kimia kayu akan merangsang syaraf perasa olfaktori rayap dan tahap berikutnya syaraf perasa gustatori rayap akan mulai bekerja pada saat rayap mulai makan. Jika sumber makanan tersebut cocok maka rayap akan meneruskan proses makannya. Setelah pembongkaran contoh uji kubur, kayu dan balok laminasi diketahui mendapat serangan dari rayap tanah Schedorhinotermes javanicus Kemner dan semua contoh uji mendapat serangan pada bagian yang terkubur di dalam tanah. Besar kerusakan dari balok laminasi contoh uji kubur sangat berbeda-beda, kerusakan dari balok laminasi tersebut berbeda karena faktor jenis kayu yang ada pada balok laminasi. Namun pada solid kayu sengon tidak mengalami kerusakan yang besar. Hal ini mungkin saja terjadi karena jarak penanaman kayu sengon jauh dari sarang rayap, sedangkan di dekat sarang sendiri memiliki kayu atau balok laminasi yang memiliki kandungan selulosa yang banyak sehingga rayap tidak sampai menyerang kayu sengon yang ada. 4.6. Bentuk Serangan Rayap Bentuk serangan rayap tanah C. curvignathus memiliki letak lubang sarang yang sangat beragam. Pada pengujian skala laboratorium kayu solid pinus, kayu sengon, kayu jabon, kayu manii dan kayu akasia memiliki serangan yang menyebar pada semua bagian kayu seperti pada bagian tepi kayu dan tengah kayu. Berikut ini merupakan bentuk serangan rayap tanah pada pengujian skala laboratoium dapat dilihat pada Gambar 11.

38 Gambar 11 Bentuk serangan rayap tanah C. curvignathus pada kayu jabon. Kayu solid jabon merupakan kayu yang mendapat serangan terbesar dari rayap tanah C. curvignathus, hal ini dapat dilihat dari jenis serangan yang terdapat pada kayu jabon. Menurut Krisna et al. (1971) diacu dalam Rismayadi (1999) rayap akan cenderung memilih makanan yang mengandung banyak selulosa, mudah digigit dan dihancurkan. Sedangkan pada contoh balok laminasi bentuk serangan yang terjadi cenderung tidak mendekati garis rekat namun pada balok laminasi yang bentuk serangan mendekati garis rekat balok laminasi menyebabkan tingkat mortalitas yang cukup tinggi pada rayap tanah. Contoh bentuk serangan rayap yang letaknya pada garis rekat terjadi pada balok laminasi sengon-sengon menghasilkan nilai mortalitas 100% dan balok laminasi jabon-jabon menghasilkan nilai mortalitas 97,56%. Bentuk serangan yang diterima oleh balok laminasi sengon-sengon dan balok laminasi jabon-jabon dapat dilihat pada Gambar 12. A B Gambar 12 Bentuk serangan (A) balok laminasi sengon-sengon & (B) balok laminasi jabon-jabon. Selanjutnya bentuk serangan rayap yang letaknya jauh dari dengan garis rekat menghasilkan nilai mortalitas yang rendah seperti pada balok laminasi pinus-manii 65,78% dan pada balok laminasi manii-manii 58,89%. Serangan

39 rayap tanah yang diterima oleh balok laminasi pinus-manii dan balok laminasi manii-manii dapat dilihat pada Gambar 13. A B Gambar 13 Bentuk serangan (A) balok laminasi pinus-manii & (B) balok laminasi manii-manii. Bentuk penyerangan rayap yang terjadi lebih besar dibandingkan pengujian laboratorium. Karena pada pengujian lapangan waktu yang diujikan lebih lama yaitu selama 3 bulan atau 12 minggu sedangkan pengujian laboratorium hanya 3 minggu. Selain itu pada pengujian lapangan merupakan habitat asli rayap tanah, sehingga rayap merasa nyaman dengan kondisi tersebut dan rayap merasa tidak dipaksakan untuk mencari makanan. Selain itu faktor lingkungan berupa kelembaban dan suhu di dalam tanah merupakan suhu yang sesuai dengan pertumbuhan rayap sedangkan pada pengujian laboratorium suhu dan kelembaban rayap tidak sesuai. Sebagian besar contoh uji pada pengujian lapangan mengalami kerusakan pada bagian kayu atau balok laminasi yang berada dalam keadaan terkubur. Misalnya pada seluruh contoh kayu solid uji kubur mengalami serangan yang cukup besar yaitu bagian kayu yang terkubur habis dimakan oleh rayap. Hal ini dialami oleh kayu solid pinus, kayu solid manii, dan kayu solid jabon. Bahkan untuk kayu solid jabon dan kayu solid manii, kerusakan yang diperoleh hingga pada bagian atas kayu atau bagian yang tidak terkubur, serangan tersebut dapat dilihat pada Gambar 14.

40 A B Gambar 14 Bentuk serangan rayap tanah pada pengujian lapangan (A) kayu solid jabon dan (B) kayu solid manii. Jenis kayu solid sengon dan akasia, hanya mengalami kerusakan yang lebih kecil dibandingkan dengan jenis kayu solid pinus, jabon dan manii dapat dilihat pada Gambar 15. A B Gambar 15 Bentuk serangan rayap tanah pada pengujian lapangan (A) kayu solid sengon dan (B) kayu solid akasia. Pada contoh balok laminasi, ada beberapa balok laminasi yang mengalami kerusakan yang cukup besar, kerusakannya terletak pada bagian yang dikuburkan. Pada bagian yang dikuburkan balok laminasinya habis, perekat isosianat tidak terlalu berpengaruh terhadap serangan rayap. Hal ini disebabkan perekat isosianat merupakan termasuk tipe limited exterior (Forest Product Laboratory Technical 1999). Dalam hal ini, limited exterior diartikan dapat bertahan terhadap tingkat kejenuhan air dalam waktu yang singkat sehingga rayap dapat menyerang bagian yang mengandung perekat. Selain itu dalam pengujian skala lapangan, jumlah rayap yang berada di dalam tanah sangat banyak dan memiliki beragam jenis rayap. Diduga pada saat salah satu jenis rayap memakan bagian contoh uji, rayap tersebut menjadi mati selanjutnya jenis yang lain kembali memakan contoh uji, Gambar 16 merupakan contoh balok laminasi yang diserang rayap pada pengujian lapangan.

41 A B C Gambar 16 Bentuk serangan rayap tanah pada pengujian lapangan (A) balok laminasi akasia-jabon, (B) balok laminasi pinus-jabon, dan (C) balok laminasi jabon-jabon.