BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS. lama. Manfaat jika seseorang memiliki daya tahan : a. Meningkatkan kemampuan kerja jantung

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Permainan sepak bola merupakan salah satu olahraga endurance beregu

BAB V PEMBAHASAN. jam yang dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada hari latihan dan hari tidak

Kesinambungan Energi dan Aktifitas Olahraga. (Nurkadri)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN TINGKAT KONSUMSI KARBOHIDRAT, PROTEIN DAN LEMAK DENGAN KESEGARAN JASMANI ANAK SEKOLAH DASAR DI SD N KARTASURA I SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. melekat kecintaanya terhadap cabang olahraga ini. Sepuluh tahun terakhir ini

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. diperlukan dalam mensuplai energi untuk aktifitas fisik (1).

BAB I PENDAHULUAN. wanita atau laki-laki sampai anak-anak, dewasa, dan orangtua bahwa dengan

BAB I PENDAHULUAN. remaja akhir dan dewasa awal berdasarkan tahap perkembangannya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. A. LatarBelakang Masalah. Lari jarak pendek (sprint) adalah lari yang menempuh jarak antara 100

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. landasan awal dalam pencapaian prestasi (M. Sajoto, 1988)

I. PENDAHULUAN. kesehatan, bahkan pada bungkus rokok-pun sudah diberikan peringatan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. interval-interval yang berupa masa-masa istirahat. Interval training dapat

Nutrisi untuk Mendukung Tenaga Kerja yang Sehat dan Produktif. dr. Yulia Megawati

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. cabang-cabang olahraga. Atlet yang menekuni salah satu cabang tertentu untuk

PENGARUH PEMBERIAN PISANG (MUSA PARADISIACA) TERHADAP KELELAHAN OTOT (AEROB DAN ANAEROB) PADA ATLET SEPAK TAKRAW

NUTRISI PADA ATLET dr. Ermita I.Ilyas, MS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Milik MPKT B dan hanya untuk dipergunakan di lingkungan akademik Universitas Indonesia

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI

Kehamilan akan meningkatkan metabolisme energi karena itu kebutuhan energi dan zat gizi lainnya juga mengalami peningkatan selama masa kehamilan.

BAB I PENDAHULUAN. sama lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Muatan positif merupakan hasil pembentukan dari kation dalam larutan.

MODUL 9 KEBUTUHAN ZAT GIZI DAN JUMLAH KALORI YANG DIPERLUKAN OLEH ATLET

2015 PENGARUH LATIHAN CIRCUIT TRAINING TERHADAP PENURUNAN LEMAK TUBUH DAN PENINGKATAN KEMAMPUAN DAYA TAHAN AEROBIK (VO2 MAX)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4/11/2015. Nugroho Agung S.

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu, dan Tempat

Rumus IMT (Index Massa Tubuh) sendiri sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. lum masa dewasa dari usia tahun. Masa remaja dimulai dari saat pertama

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

BAB I PENDAHULUAN. penduduk usia lanjut di Indonesia mengalami peningkatan yang cukup

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Prestasi olahraga yang menurun bahkan di tingkat ASEAN menjadi suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bentuk variabel tertentu atau perwujudan dari nutritute dalam bentuk. variabel tertentu ( Istiany, 2013).

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh: REISYA NURAINI J

BAB 1 PENDAHULUAN. selama metabolisme berkepanjangan saat latihan yang intens. 1,2 Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. sebagai generasi penerus bangsa yang potensi dan kualitasnya masih perlu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BIOKIMIA NUTRISI. : PENDAHULUAN (Haryati)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit RSUD dr. Moewardi. 1. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Moewardi

GIZI. Pentingnya makanan bagi kesehatan Makanan bergizi Syarat dan Nilai makanan sehat Zat makanan yang mengganggu kesehatan

METODOLOGI Desain, Tempat, dan Waktu Jumlah dan Cara Penarikan Sampel Jenis dan Cara Pengumpulan Data

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

KEBUTUHAN DAN PENGATURAN MAKAN SELAMA LATIHAN, PERTANDINGAN, DAN PEMULIHAN Dr.dr.BM.Wara Kushartanti, MS FIK-UNY

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi yang dibutuhkan untuk kesehatan optimal sangatlah penting.

Suharjana FIK UNY Suharjana FIK UNY

BAB I PENDAHULUAN. Sepak bola merupakan olahraga yang paling populer di Indonesia. Hal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyusun jaringan tumbuhan dan hewan. Lipid merupakan golongan senyawa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GIZI KESEHATAN MASYARAKAT. Dr. TRI NISWATI UTAMI, M.Kes

Pemanfaatan Energi dalam Olahraga

BAB 1 PENDAHULUAN. gizi olahraga yang benar dan professional (Depkes RI, 2002).

MEMBANGUN PRESTASI OLAHRAGA BERDASAR ILMU OLAHRAGA

LEMBAR PERSETUJUAN...

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, masalah gizi perlu mendapatkan perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. Serikat pada tahun 1891 dari sebuah sekolah pelatihan fisik (Young Men s

BAB I PENDAHULUAN. lain. Elektrolit terdiri dari kation dan anion. Kation ekstraseluler utama adalah natrium (Na + ), sedangkan kation


BAB I PENDAHULUAN. gaya hidup dan kebiasan makan remaja mempengaruhui baik asupan

BAB I PENDAHULUAN. suatu perubahan pembangunan bangsa. Peranan penting tersebut

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. VO2max dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.

BAB II LANDASAN TEORI

PERUBAHAN FISIOLOGIS KARENA LATIHAN FISIK Efek latihan a. Perubahan biokhemis b. Sistem sirkulasi dan respirasi c. Komposisi badan, kadar kholesterol

SISTEM ENERGI DAN ZAT GIZI YANG DIPERLUKAN PADA OLAHRAGA AEROBIK DAN ANAEROBIK. dr. Laurentia Mihardja, MS *

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

Pola hidup sehat untuk penderita diabetes

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan salah satu aset sumber daya manusia dimasa depan

BAB I PENDAHULUAN. Olahraga sepatu roda (inline skating) merupakan olahraga yang. membutuhkan keseimbangan antara kelincahan, kekuatan, kecepatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan tujuan untuk memperoleh prestasi optimal pada cabang-cabang olahraga.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

energi yang dibutuhkan dan yang dilepaskan dari makanan harus seimbang Satuan energi :kilokalori yaitu sejumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan

Specific Dynamic Action

BAB I PENDAHULUAN. tahan aerobik yang baik diperlukan tingkat VO 2 max yang tinggi. Banyak faktor

8 Cara Menurunkan Kadar Gula Secara Alami

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kemampuan otot dan sistem kardiorespiratori dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN. manusia pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Volume O2max ini

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

MODUL 10 PEDOMAN MAKANAN BAGI OLAHRAGAWAN

Penting Untuk Ibu Hamil Dan Menyusui

Kekurangan Zat Besi dan Anemia pada Atlit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Taufik Awaluddin Muharom,2013

Transkripsi:

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritis 1. Daya Tahan Daya tahan adalah kemampuan melakukan kerja dalam waktu yang lama. Manfaat jika seseorang memiliki daya tahan : a. Meningkatkan kemampuan kerja jantung b. Meningkatkan semua komponen fisik lainnya c. Meningkatkan aktifitas gerak yang ekonomis d. Meningkatkan daya reflek e. Meningkatkan kemampuan kerja otot Terdapat dua unsur daya tahan yang perlu ditingkatkan, yaitu daya tahan otot (muscle endurance) dan daya tahan jantung paru (cardiovascular endurance). Untuk meningkatkan daya tahan dan kekuatan otot dilakukan dengan melakukan latihan beban. Pada prinsipnya, yang membedakan diantara keduanya adalah banyaknya pengulangan yang harus dilakukan dalam setiap set latihan. Latihan daya tahan untuk otot dilakukan dengan cara pengulangan maksimal sebanyak 20-25 kali. Sementara itu, latihan untuk kekuatan otot dilakukan dengan cara melakukan pengulangan sebanyak 8-12 kali repetisi maksimal (RM). 10

Latihan dilakukan harus sesuai dengan bagian otot yang akan ditingkatkan daya tahannya. Misalnya otot lengan ditingkatkan daya tahannya dengan melakukan push up, otot perut dengan sit up, otot punggung dengan back up, otot tungkai dengan squat, semuanya dilakukan sebanyak 20-25 RM. Untuk latihan daya tahan otot dapat pula digunakan alat seperti barbel sebagai beban latihan (Nenggala, 2001). Lamanya waktu seseorang untuk aktif dengan peningkatan denyut jantung, kemampuan jantung, paru-paru dan darah untuk memenuhi kebutuhan disebut sebagai daya tahan kardiorespirasi. Latihan daya tahan kardiorespirasi meningkatkan kemampuan untuk melakukan berbagai aktifitas seperti berlari, jalan cepat atau berenang. Latihan dapat meningkatkan kapasitas jantung, paru-paru dan darah untuk mengangkut oksigen dan mengeluarkan sisa pembakaran dari dalam tubuh. Latihan kardiorespirasi ini adalah aktifitas aerobik, tubuh kita akan mengangkut oksigen dengan lebih efisien sehingga akan memberikan manfaat terhadap tubuh dan sel otak karena mendapatkan oksigen yang cukup. Kardiorespirasi seseorang diukur dengan asupan oksigen maksimal (VO2 maksimal). Daya tahan kardiorespirasi menggambarkan kesehatan jantung dan sistem sirkulasi dimana hal tersebut tergantung pada kondisi tubuh masing-masing orang. Untuk meningkatkan daya tahan kardiorespirasi aktifitas yang dilakukan lamanya harus lebih dari 20 menit dan 11

menggunakan otot tubuh (kaki, bokong dan perut) serta latihan dengan intensitas yang dapat meningkatkan denyut jantung. Adanya peningkatan fungsi jantung dan paru-paru serta aliran darah yang lancar akan memberikan manfaat : a. Meningkatkan output jantung dan sirkulasi oksigen b. Nadi dalam keadaan istirahat lebih lambat c. Meningkatkan efisiensi pernafasan d. Meningkatkan sirkulasi e. Menurunkan tekanan darah (Whitney, 2008) 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi VO 2 Maksimal a) Genetik Jaringan otot dalam tubuh kita terbagi dalam 2 jenis yaitu fast twitch atau tipe 2 dan slow twitch atau tipe 1. Fast twitch digunakan dalam sistem energi ATP PC dan anaerobik glikolisis sedangkan slow twitch digunakan dalam sistem aerobik yaitu untuk daya tahan. setiap individu dilahirkan dengan distribusi jaringan otot yang berbeda-beda proporsi antara fast twitch dan slow twitch. Proporsi jaringan otot dapat diubah dengan latihan (Bean, 2009). Kapasitas jantung paru dipengaruhi oleh genetik sekitar 40% dan dapat diubah dengan latihan. Sifat genetik mempengaruhi perbedaan 12

dalam kekuatan, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan reaksi, fleksibilitas dan keseimbangan pada setiap orang (Sinamo, 2012). b) Usia Daya tahan kardiorespiratori akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, namun penurunan ini dapat berkurang apabila berolahraga secara teratur sejak dini (Moeloek, 1984). Kebugaran meningkat sampai mencapai usia 25-30 tahun, kemudian akan terjadi penurunan kapasitas fungsional dari seluruh tubuh, kira-kira 0,8-1% per tahun. Olahraga yang teratur dapat mengurangi penurunan sampai separuhnya (Dewi, 2013). Sebuah studi longitudinal yang sangat baik menunjukkan bahwa penurunan kapasitas aerobik terjadi lebih lambat pada subjek aktif secara fisik dibandingkan dengan subjek sedentaris. subjek berumur 45 tahun dan terlibat dalam peltihan fisik yang konsisten selama 23 tahun berikutnya, dan pada akhir waktu itu mereka mengalami hanya sepertiga dari penurunan aerobik yang diukur pada kelompok kontrol tidak berolahraga. Disamping itu, berat badan mereka turun rata-rata 8 kg, dan tekanan darah tidak meningkat dengan usia, yang sering terjadi pada orang-orang sedentaris. Penelitian lain yang dilakukan oleh Amara et. al. (2000) menunjukkan bahwa penurunan VO 2 maksimal seiring bertambahnya 13

usia adalah fungsi dari perubahan massa lemak bebas sehingga sebagian besar (69%) dari responden dalam VO 2 maksimal di rentang usia 55-86 tahun dapat diperhitungkan dengan model alometrik. Hasil ini menunjukkan bahwa kehilangan massa jaringan aktif pada orang tua merupakan factor penting dalam hilangnya VO 2 maksimal. Dengan demikian, tampaknya ada kehilangan yang signifikan dalam kapasitas otot oksidatif dikaitkan dengan usia. Jumlah dan kualitas massa jaringan aktif mungkin penentu dalam hilangnya daya aerobik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh penelitian Wijayanti (2006) yang membuktikan keeratan hubungan negatif antara persen lemak tubuh terhadap VO 2 maksimal dipengaruhi oleh faktor usia. Dapat ditarik kesimpulan bahwa VO 2 maksimal pada usia 20-29 tahun tetap lebih tinggi daripada kelompok umur yang lebih tua berapapun persen lemak tubuhnya (Sinamo, 2012). c) Jenis Kelamin Daya tahan kardiovaskular pada wanita lebih rendah 15-25% dibandingkan dengan pria. Perbedaan tersebut disebabkan adanya perbedaan maximal muscular power yang berhubungan dengan luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin dan kapasitas paru-paru. Wanita memiliki jaringan lemak yang lebih banyak sedangkan pria memiliki serat otot yang lebih tebal, besar dan 14

kuat sehingga lebih unggul dalam melakukan kegiatan fisiknya (Dewi,2013). Wanita memiliki kadar hemoglobin yang lebih rendah 12-14 mg / dl sedangkan pria 14-16 mg / dl yang menyebabkan oksigen yang diangkut oleh hemoglobin pada pria lebih banyak dan berpengaruh pada daya tahan kardiovaskular dimana membutuhkan oksigen untuk menghasilkan energi. Hal ini berkaitan dengan fungsi utama hemoglobin yaitu mengikat dan mengangkut oksigen dari paru-paru untuk diedarkan dan dibagikan ke seluruh jaringan tubuh. Seseorang dengan kadar hemoglobin normal akan memiliki daya tahan kardiovaskular yang lebih baik dibandingkan dengan orang yang memiliki kadar hemoglobin rendah (Huldani, 2010). d) Komposisi Tubuh Obesitas meningkatkan resiko kelelahan selama bekerja. Semakin tinggi indeks masa tubuh semakin mudah mengalami kelelahan. Hal ini dikarenakan banyak panas yang diproduksi, rasio luas permukaan tubuh terhadap volume tubuh semakin kecil dan isolasi panas oleh lemak. Indeks masa tubuh juga berkaitan erat dengan lemak tubuh (Sukawati, 2010). Usia 15 18 tahun status gizi dapat diukur dengan menggunakan indicator IMT menurut umur. 15

TABEL 1. KLASIFIKASI STATUS GIZI IMT/U USIA 5 18 TAHUN Kategori Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Sumber : KEMENKES, 2011 Nilai Z-skor < - 3 SD -3 SD sampai dengan < -2 SD -2 SD sampai dengan 1 SD >1 SD sampai dengan 2 SD >2 SD Persen massa lemak umumnya digunkan untuk menentukan komposisi tubuh optimal pada atlet. Persen lemak tubuh optimal untuk anak-anak dan remaja yaitu 11-20% untuk laki-laki dan 16-25% untuk perempuan. Pengukuran komposisi tubuh secara rutin diperlukan pada atlet untuk memonitor perubahan massa otot dan massa lemak tubuh. Penurunan massa otot pada atlet memberikan dampak negatif pada metaolisme tubuh, kekuatan, dan daya tahan. Salah satu cara untuk mengukur komposisi tubuh yaitu menggunakan Bioelctrical Impedance Analysis (BIA). Laki-laki remaja umumnya perubahan komposisi tubuh yang terjadi yaitu peningkatan massa otot karena adanya peningkatan produksi hormon testoteron yang berperan dalam sintesis protein. Peningkatan massa otot mengalami puncaknya pada usia 18-25 tahun. Selain itu terjadi perubahan fisiologis jantung menjadi lebih besar sehingga menyebabkan peningkatan curah jantung. Curah jantung yang meningkat memungkinkan lebih 16

banyak hemoglobin melalui jantung untuk menyediakan oksigen guna otot jantung. Peningkatan curah jantung selanjutnya dapat meningkatkan ketahanan kardiorespirasi karena mampu meningkatkan volume oksigen maksimal (VO 2 maksimal) selama melakukan aktivitas fisik. Jaringan lemak menambah berat badan, tetapi tidak mendukung kemampuan untuk secara langsung menggunakan oksigen selama olahraga berat (Arum, 2014). 3. Multistage Fitness Test (Bleep Test) Alat dan Fasilitas : a. Lintasan datar yang tidak licin sepanjang 20 meter b. Laptop c. Program bleep test d. Stopwatch e. Buat dua garis dengan jarak yang ditentukan oleh kecepatan kaset. Kecepatan standar adalah satu menit (untuk jarak 20 meter) f. Meteran g. Alat tulis 17

Pelaksanaan : a. Ikuti petunjuk dari kaset. Setelah 5 hitungan bleep, peserta tes mulai berlari / jogging, dari garis pertama ke garis kedua. Kecepatan berlari harus diatur konstan dan tepat tiba di garis, lalu berbalik arah (pivot) ke garis asal. Jika peserta tes sudah sampai di garis sebelum terdengar bunyi bleep, peserta tes harus menunggu di belakang garis, dan baru berlari lagi saat bunyi bleep. Begitu seterusnya, peserta tes berlari bolak-balik sesuai dengan irama bleep. b. Lari bolak-balik ini terdiri dari beberapa tingkatan (level). Setiap tingkatan terdiri dari beberapa balikan (shuttle). Setiap level ditandai dengan 3 kali bleep (seperti tanda turalit), sedangkan setiap shuttle ditandai dengan satu kali bleep. c. Peserta tes berlari sesuai dengan irama bleep sampai ia tidak mampu mengikuti kecepatan irama tersebut (pada saat bleep terdengar, peserta tes belum sampai di garis). Jika dalam 2 kali berturut-turut peserta tes tidak berhasil mengejar irama bleep, maka peserta tes tersebut dianggap sudah tidak mampu mengikuti tes, dan harus berhenti. d. Lakukan pendinginan dengan cara berjalan, jangan langsung berhenti / duduk. 18

TABEL 2. PREDIKSI NILAI VO 2 MAKSIMAL TES LARI MULTI TAHAP (BLEEP TEST) Sumber : Sutonda, 2009 19

TABEL 3. STANDARD VO 2 MAKSIMAL PEMAIN SESUAI DENGAN Tingkat Prestasi Pemain TINGKATAN Standar VO 2 maksimal (ml/kg BB/menit Tim Nasional 63,0 Pemain Profesional 69,2 Pemain Kelas Utama 68,8 Pemain Kelas Kedua 51,2 Pemain Amatir Tingkat Regional 50,0 Remaja 48,4 Sumber : Andhika, 2010 TABEL 4. STANDARD VO 2 MAKSIMAL PEMAIN SESUAI DENGAN USIA Usia Sangat buruk Buruk Cukup Baik Sangat baik Sangat baik sekali 13-19 <35 35.0-38.3 38.4-45.1 45.2-50.9 51.0-55.9 >55.9 20-29 <33 33.0-36.4 36.5-42.4 42.5-46.4 46.5-52.4 >52.4 30-39 <31.5 31.5-35.4 35.5-40.9 41.0-44.9 45.0-49.4 >49.4 40-49 <30.2 30.2-33.5 33.6-38.9 39.0-43.7 43.8-48.0 >48.0 50-59 <26.1 26.1-30.9 31.0-35.7 35.8-40.9 41.0-45.3 >45.3 60+ <20.5 20.5-26.0 26.1-32.2 32.3-36.4 36.5-44.2 >44.2 Sumber : The Physical Fitness Specialist Manual, 1998 20

4. Sumber Energi saat Olahraga Energi dihasilkan dari proses pemecahan adenosine triphosphate (ATP) yang dihasilkan di setiap sel tubuh dari proses pemecahan karbohidrat, lemak, protein, alkohol. Keempat sumber energi tersebut diangkut dan dibentuk oleh berbagai proses biokimia untuk dijadikan hasil akhir yang sama. Energi dihasilkan ketika gugus phosphate dipecah sehingga ATP kehilangan gugus phosphate tersebut dan disebut adenosine diphosphate (ADP). Beberapa energi dipakai untuk bekerja (seperti kontraksi otot), tetapi (sekitar 1/3-1/4 dari energi yang dihasilkan) dikeluarkan sebagai panas. Itulah sebabnya mengapa suhu tubuh kita meningkat saat berolahraga (Bean, 2008). Asupan energi menurut Depkes (1996) dikatakan deficit tingkat berat jika asupan <70% AKG, deficit sedang jika asupan 70-79% AKG, asupan 80-80% AKG termasuk kategori defisit tingkat ringan, asupan 90-119% AKG dikatakan cukup dan asupan >120% AKG termasuk kategori lebih. Sumber energi utama untuk atlet dengan VO2 maksimal kurang dari 50% adalah lemak. Glikogen otot dan glukosa darah memberikan setengah dari energi untuk olahraga aerobik dengan intensitas latihan sedang (<60% VO2 max) dan hampir semua dari energi selama latihan dengan intensitas berat (>80% dari VO2 maksimal). Saat durasi singkat dengan penggunaan VO2 maksimal >70% (seperti olahraga renang atau lari sprint), glikogen 21

adalah sumber utama energi. Pada durasi panjang dengan penggunaan VO2 maksimal >70% (seperti lari jarak jauh, bersepeda atau renang) glikogen otot akan habis dalam waktu 100-120 menit; dengan asupan karbohidrat yang cukup (Stump, 2012). Penyerapan karbohidrat selama latihan dengan durasi panjang dan karbohidrat loading sebelum latihan akan memiliki dampak yang berbeda pada sumber energi yang digunakan. Glikemik indeks dikonsumsi segera setelah latihan tidak dibutuhkan selama asupan karbohidrat terpenuhi; konsentrasi insulin yang tinggi disertai makanan dengan kadar glikemik indeks yang tinggi pada saat proses pemulihan akan mempercepat pembentukan kembali glikogen otot (Stevenson 2005 dalam Stump 2012). Daya tahan tergantung pada kekuatan aerobik, didukung dengan ketersediaan karbohidrat dan lemak. Kelelahan dihubungkan dengan menurunnya glikogen otot; meningkatnya glikogen otot atau glukosa darah selama pertandingan, ketika lemak meningkat dan menurunnya karbohidrat akan menurunkan daya tahan saat pertandingan. Orang yang terlatih memiliki kemampuan oksidasi lemak yang tinggi, dengan cadangan glikogen selama melakukan olahraga daya tahan. Atlet lari yang mengkonsumsi makanan rendah lemak tidak memiliki cukup energi, EFA dan beberapa mineral terutama zink; asupan yang tidak adekuat mempengaruhi penampilan saat pertandingan. Atlet binaraga memiliki 22

asupan kalori yang rendah tetapi tinggi asupan protein dibandingkan dengan orang yang bukan atlet; hal ini yang menyebabkan malnutrisi dan sistem imun yang terganggu (Stump, 2012). Penggunaan antara lemak ataupun karbohidrat oleh tubuh sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot akan ditentukan oleh 2 faktor yaitu intensitas serta durasi olahraga yang dilakukan. Pada olahraga dengan intensitas rendah (±25 VO2 maksimal) dengan waktu durasi yang panjang seperti jalan kaki atau lari-lari kecil, pembakaran lemak akan memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan pemabakaran karbohidrat dalam hal produksi energi tubuh. Namun walaupun lemak akan berfungsi sebagai sumber energi utama dalam olahraga dengan intensitas rendah, ketersediaan karbohidrat tetap akan dibutuhkan oleh tubuh untuk menyempurnakan pembakaran lemak serta untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Pada olahraga moderat-tinggi yang bertenaga seperti sprint atau juga olahraga beregu seperti sepak bola atau bola basket, pembakaran karbohidrat akan berfungsi sebagai sumber energi utama tubuh dan akan memberikan kontribusi yang lebih besar dibandingkan dengan pembakaran lemak. Kontribusi pembakaran karbohidrat sebagai sumber energi utama tubuh akan meningkat hingga sebesar 100% ketika intensitas olahraga berada pada rentang 70-95% VO2 maksimal (Iriawan, 2007). 23

Sumber energi untuk latihan dengan waktu yang lama, berasal dari lemak karena lemak dapat memberikan kontribusi energi 60% - 70% dari energi yang dibutuhkan oleh tubuh pada olahraga ultraendurance (6-10 jam). Tetapi pemecahan lemak tidak dapat berlangsung kecuali glukosa darah dan glikogen otot sudah tidak dapat digunakan karena jumlahnya yang terbatas dalam tubuh (Mahan, 2008). 5. Karbohidrat Karbohidrat merupakan nutrisi sumber energi yang tidak hanya berfungsi untuk mendukung aktifitas fisik seperti berolahraga namun karbohidrat juga merupakan sumber energi utama bagi sistem saraf pusat termasuk otak. Di dalam tubuh, karbohidrat yang dikonsumsi oleh manusia dapat tersimpan di dalam hati dan otot sebagai simpanan energi dalam bentuk glikogen. Total karbohidrat yang dapat disimpan dalam tubuh orang dewasa kurang lebih sebesar 500 gr atau mampu menghasilkan energi sebesar 2000 kkal. Di dalam tubuh manusia, sekitar 80% dari karbohidrat ini akan tersimpan sebagai glikogen di dalam otot, 18-22% akan tersimpan sebagai glikogen di dalam hati dan sisanya akan bersirkulasi di dalam aliran darah dalam bentuk glukosa. Pada saat berolahraga terutama olahraga dengan intensitas moderattinggi, kebutuhan energi bagi tubuh dapat terpenuhi melalui simpanan 24

glukosa yang terdapat di dalam aliran darah (blood glucose) dimana ketersediaan glukosa di dalam aliran darah ini dapat dibantu oleh glikogen hati agar kadarnya tetap berada pada keadaan normal. Proses pembakaran 1 gram karbohidrat akan menghasilkan energi sebesar 4 Kkal. Walaupun nilai ini relatif kecil jika dibandingkan dengan energi hasil pembakaran lemak, namun proses metabolisme energi karbohidrat akan mampu untuk menghasilkan ATP (molekul dasar pembentuk energi) dengan kuantitas yang lebih besar serta dengan laju yang lebih cepat jika diabndingkan dengan pembakaran lemak (Irawan, 2007). a. Simpanan Karbohidrat (Glikogen) Karbohidrat disimpan dalam bentuk glikogen di dalam otot dan hati. Glikogen yang tersimpan pada otot tiga kali lebih banyak dibandingkan glikogen yang tersimpan di dalam hati. Total penyimpanan rata-rata dalam tubuh sekitar 500 gram (400 gram tersimpan di dalam otot dan 100 gram tersimpan di dalam hati). Penyimpanan ini setara dengan 1600-2000 Kkal, cukup untuk memenuhi kebutuhan energi dalam sehari meskipun tidak ada asupan makan. Hal ini menyebabkan diet rendah karbohidrat akan mengurangi berat badan secara signifikan dalam beberapa hari pertama. Kehilangan berat badan ini adalah kehilangan glikogen dan air. Atlet endurance memiliki konsentrasi glikogen otot yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang biasa yang memiliki aktifitas sedang. 25

Peningkatan masa otot sama dengan meningkatkan kapasitas penyimpanan glikogen. Penyimpanan glikogen dalam hati bertujuan untuk menjaga glukosa darah dalam keadaan istirahat dan selama menjalani latihan / pertandingan olahraga. Glukosa dalam darah ditunjukkan dalam jumlah yang kecil (sekitar 15 gram, setara dengan 60 Kkal) dan di dalam otak (sekitar 2 gram atau setara dengan 8 Kkal) dan konsentrasi tersebut tetap dalam jumlah yang kecil baik pada saat istirahat maupun saat latihan / pertandingan olahraga (Bean, 2009). Selama olahraga endurance yaitu 90 menit atau lebih seperti marathon, simpanan glikogen otot akan menurun secara progresif. Ketika kadarnya sangat rendah maka kita tidak dapat melakukan olahraga dengan intensitas tinggi. Atlet harus segera menghentikan latihannya karena akan merasa kelelahan. Berkurangnya cadangan glikogen merupakan proses bertahap, dengan latihan berat secara berulang dalam beberapa hari dimana pemecahan glikogen otot membutuhkan pemulihan dengan cepat, begitu juga pada olahraga dengan intensitas tinggi yang berulang beberapa kali selama pertandingan / latihan. Contohnya pelari jarak jauh yang berlari dengan jarak rata-rata 10 mil setiap hari tetapi tidak mengkonsumsi cukup karbohidrat pada makanannya atau perenang yang menyelesaikan set latihan diatas konsumsi oksigen maksimal, dapat mengurangi penyimpanan 26

glikogen secara cepat. Diet tinggi karbohidrat atau penyimpanan glikogen (glycogen supercompensation) dapat membantu atlet dalam memaksimalkan penyimpanan glikogen dan dapat menjaga endurance saat pertandingan / latihan (Mahan, 2008). b. Kebutuhan Karbohidrat bagi Atlet Pemberian karbohidrat bagi atlet bertujuan untuk mengisi kontraksi otot. Atlet yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit akan mengalami kelelahan sehingga permainan olahraga kurang maksimal dan tidak berprestasi. Karbohidrat yang dibutuhkan dalam makanan berkisar antara 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram karbohidrat / kg berat badan / hari (Depkes, 1997). c. Asupan Karbohidrat Sebelum Latihan / Pertandingan Diet tinggi karbohidrat untuk daya tahan atlet masih diterapkan hingga saat ini dengan manipulasi latihan dan diet selama satu minggu. Tiga hari pertama, mengkonsumsi makanan tinggi lemak, tinggi protein dan latihan dengan keras untuk menguras glikogen otot. Selama sisa hari berikutnya diet difokuskan pada makanan yang kaya akan kandungan karbohidrat dengan protein dan lemak yang cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi. Di hari terakhir atlet akan mendapatkan hasil dari latihan dan diet yang 27

dijalankan selama satu minggu yaitu penambahan massa otot yang diisi oleh glikogen. Diet tinggi karbohidrat yang lebih modern dilakukan dengan mengkonsumsi makanan dengan karbohidrat sebanyak 50% pada tiga hari pertama, dilanjutkan dengan 70% karbohidrat 3 hari sebelum pertandingan. Latihan dilakukan selama 90 menit dari hari pertama sampai hari ke lima. Pada hari ke enam atau satu hari sebelum pertandingan diwajibkan untuk beristirahat. Kelebihan dari metode pemuatan karbohidrat (Carbohydrate load) adalah mencegah hipoglikemia dan meningkatkan kemampuan otot. Meningkatkan penyimpanan glikogen dan meningkatkan penyimpanan air di dalam tubuh, membantu mencegah dehidrasi karena glikogen disimpan dengan 3-4 kali berat air dalam tubuh. Kekurangan dari metode tersebut adalah berat badan yang berlebihan karena retensi air, masalah pencernaan karena biasanya mengkonsumsi gula untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat yang tinggi, kelelahan dalam berolahraga menjelang hari pertandingan, lesu dikarenakan kelebihan karbohidrat, kekakuan otot (Smith, 1989). Sherman et al (1981) dalam Giriwijoyo (2012) mengemukakan bahwa metode yang lebih aman digunakan adalah 6 hari sebelum kompetisi, intensitas latihan dikurangi bersamaan dengan asupan CHO yang 28

ditingkatkan dari 350 gram menjadi 500 gram atau 70% dari total kalori selama 3 hari sebelum pertandingan. Hasilnya akan sama efektifnya dengan metode klasik yang diungkapkan dalam Smith (1989) tetapi lebih aman karena tidak menyebabkan hipoglikemia dan kelelahan kronik. Hal ini sejalan dengan penelitian Utoro (2012) yang melakukan intervensi pemuatan karbohidrat terhadap atlet sepak bola di Semarang. Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pemuatan karbohidrat adalah : fase tinggi CHO tidak kurang dari 2 hari, jumlah CHO yang adekuat adalah 80% dari total kalori disertai dengan banyak minum, dan istirahat selama proses pemuatan CHO minimal 2 hari. TABEL 5. PEMUATAN KARBOHIDRAT Sebelum Intensitas Latihan Lama Asupan Karbohidrat Pertandingan Latihan 6 hari Sedang (70% VO 2 maksimal) 90 menit Normal (5 gr/kg BB) 4-5 hari Sedang (70% VO 2 maksimal) 40 menit Normal (5 gr/kg BB) 2-3 hari Sedang (70% VO 2 maksimal) 20 menit Tinggi (10 gr/kg BB) 1 hari Istirahat - Tinggi (10 gr/kg BB) Sumber : Whitney, 2008 d. Asupan Karbohidrat Selama Latihan / Pertandingan Jenis makanan yang dapat memenuhi asupan gizi secara cepat harus selalu tersedia yaitu air putih, garam dapur (NaCl), gula putih, minuman isotonik dan makanan-makanan yang mudah dicerna dan mengandung 29

CHO dengan indeks glikemik (GI = Glicaemic Index) dan Glicaemic load (GL) yang tinggi. Indeks glikemik adalah nilai yang menunjukkan berapa cepat makanan yang mengandung CHO meningkatkan nilai gula darah. Glicaemic load adalah nilai yang menunjukkan berapa banyak dan berapa cepat CHO dalam meningkatkan gula darah. Singkong rebus, roti putih, kentang rebus, pisang, es krim adalah contoh dari makanan yang mengandung CHO dengan GI dan GL yang tinggi. Makanan yang direbus lebih mudah dicerna daripada gorengan, akan tetapi makanan tersebut harus dibuat menarik agar dikonsumsi oleh atlet dalam sela waktu pertandingan. Stres selama masa pertandingan akan mengurangi nafsu makan atlet, terlebih bila makanan yang disajikan tidak menarik. Tujuan penyediaan makanan tersebut adalah untuk mencegah terjadinya gangguan homeostasis yang dapat berupa gangguan keseimbangan air dan elektrolit atau hipoglikemi yang dapat menurunkan performance atlet saat pertandingan, bukan untuk membuat perut menjadi kenyang. Persediaan air saat pertandingan hendaknya minimal 40-50% air yang hilang dapat diganti saat masih dalam pertandingan. Minuman yang disediakan adalah air putih dan minuman isotonik agar air yang masuk dalam keadaan hipotonis (keringat bersifat hipotonis) untuk menggantikan keringat yang keluar dari dalam tubuh (Giriwijoyo, 2012). 30

e. Asupan Karbohidrat Setelah Latihan / Pertandingan Rata-rata hanya 5% dari glikogen otot yang digunakan mengalami resintesis setiap jam selama latihan / pertandingan. Setidaknya membutuhkan waktu selama 20 jam untuk pemulihan yang sempurna setelah latihan yang melelahkan, sekitar 600 gram karbohidrat yang harus dikonsumsi. Tingkat resintesis glikogen otot yang tertinggi ketika mengkonsumsi karbohidrat 1-1,85 gr/kg/jam segera setelah latihan / pertandingan dan dalam selang waktu 15-60 menit selama 5 jam setelah latihan / pertandingan. Pembentukan glikogen otot akan menurun sebanyak 50% apabila asupan karbohidrat ditunda beberapa jam. Tertundanya asupan karbohidrat yang terlalu lama setelah latihan / pertandingan akan mengurangi resintesis glikogen otot. Hal ini juga terlihat pada konsumsi karbohidrat dengan tinggi glikemiks indeks akan menghasilkan glikogen otot yang lebih tinggi selama 24 jam setelah latihan dibandingkan dengan konsumsi karbohidrat dengan glikemiks indeks yang rendah. Menambahkan sekitar 5-9 gram protein pada setiap 100 gram karbohidrat setelah latihan akan meningkatkan resintesis glikogen karena asam amino akan berfungsi untuk memperbaiki otot dan hormon. Banyak atlet yang tidak langsung mengkonsumsi makanan segera setelah latihan / pertandingan karena keadaan stres dan suhu tubuh yang 31

meningkat terutama untuk mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat. Atlet lebih memilih untuk meminum minuman yang mengandung karbohidrat daripada harus mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat seperti pisang, apel potong, melon atau jeruk (Mahan, 2008). 6. Lemak Lemak merupakan zat padat energi, nilai kalorinya 9 kalori setiap gram lemak. Penyimpanan lemak di dalam tubuh tidak memerlukan banyak air seperti pada penimbunan karbohidrat, sehingga memiliki volume maupun berat yang relatif rendah dan energi yang tersimpan lebih besar dibandingkan dengan karbohidrat. Lemak yang memegang peranan penting dalam makanan adalah trigliserida yang molekulnya terdiri dari gliserol dan tiga molekul asam lemak. Jaringan lemak di dalam tubuh dianggap tidak aktif, sehingga tidak ikut dalam proses-proses metabolisme sehari-hari, tetapi merupakan cadangan energi yang kelebihan atau tidak terpakai (Sediaoetama, 1985). Kebutuhan lemak tidak dinyatakan secara mutlak. WHO menganjurkan konsumsi lemak sebanyak 15-30% dari kebutuhan energi. Jumlah ini memenuhi kebutuhan lemak esensial dan untuk membantu penyerapan vitamin larut lemak. Diantara lemak yang dikonsumsi sehari dianjurkan paling banyak 10% dari kebutuhan energi berasal dari lemak 32

jenuh, dan 3-7% dari lemak tidak jenuh ganda. Konsumsi kolesterol yang dianjurkan adalah 300 mg sehari (Almatsier, 2001). Lemak seperti asam lemak esensial sangat penting bagi membran sel, kulit, hormon, dan melarutkan vitamin larut lemak. Tubuh memiliki total penyimpanan glikogen yang setara dengan 2600 kalori sedangkan lemak menyumbangkan sampai 3500 kalori. Atlet dengan berat badan 74 kg dengan 10% lemak tubuh sama dengan 57000 kalori. Lemak adalah utama, tetapi bukan sumber tenaga yang paling penting dalam olahraga dengan intensitas ringan berat. Meskipun lemak merupakan sumber yang baik bagi aktifitas otot selama olahraga aerobik dan banyak fungsi lainnya di dalam tubuh, konsumsi lemak yang berlebihan sangat tidak dianjurkan. Atlet yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak akan mengkonsumsi karbohidrat yang lebih sedikit. Intensitas dan durasi olahraga adalah faktor yang menentukan oksidasi lemak. Oksidasi lemak akan menurun ketika olahraga dengan intensitas tinggi. Oksidasi lemak mencapai nilai maksimal pada saat olahraga dengan intensitas 59% - 64% VO 2 maksimal untuk atlet yang terlatih sedangkan pada orang biasa terjadi pada intensitas 47% - 52% VO 2 maksimal. Diet tinggi lemak dapat digunakan untuk menunjang olahraga dengan intensitas tinggi tetapi disertai dengan pemuatan karbohidrat sebelum pertandingan (Mahan, 2008). 33

Otot akan menggunakan asam lemak sebagai energi apabila glukosa darah menurun. Apabila hal tersebut berlangsung lebih dari beberapa menit maka hormon epinephrine akan memberikan sinyal agar memecah lemak didalam sel yang disimpan dalam bentuk trigliserida dan membebaskan asam lemak ke dalam darah. Setelah 20 menit dari olahraga, konsentrasi asam lemak dalam darah melampaui konsentrasi istirahat normal (Whitney, 2008). Pemakaian tinggi lemak dalam jangka waktu yang lama akan berdampak negatif pada kesehatan. Diet tinggi lemak berkaitan dengan penyakit kardiovaskular, obesitas, diabetes dan beberapa jenis penyakit kanker. Atlet harus mengkonsumsi lemak sebanyak 20-30% dari kebutuhan energi. Asupan lemak yang rendah (kurang dari 15% dari kebutuhan energi) akan berdampak pada daya tahan saat berolahraga (Mahan, 2008). 7. Protein Protein membangun setiap struktur sel dan jaringan di dalam tubuh termasuk jaringan otot, organ dalam, tendon, kulit, rambut dan kuku. Sekitar 20% dari berat badan total terdiri dari protein. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan dan pembentuk jaringan baru dan berbagai proses metabolisme dan dapat juga digunakan sebagai sumber energi. Hampir semua enzim dan hormon membutuhkan protein seperti adrenalin dan 34

insulin. Protein berperan sebagai pengatur keseimbangan cairan dalam jaringan, pengangkut zat gizi keluar masuk sel dan membawa oksigen serta pengatur pembekuan darah. Banyak penelitian membuktikan baik olahraga yang bersifat endurance maupun kekuatan dengan asupan protein 0,75 gr/kg BB/hari itu tidak mencukupi kebutuhan. Tambahan protein dibutuhkan untuk mengganti pemecahan protein selama olahraga maupun setelah olahraga dan untuk menunjang pertumbuhan. Olahraga memicu aktivasi enzim yang mengoksidasi asam amino di dalam otot dan digunakan sebagai sumber energi. Intensitas olahraga yang tinggi dan durasi yang panjang akan memecah lebih banyak protein untuk dijadikan sumber energi (Bean, 2008). Pada latihan aerobik yang panjang, sintesis protein akan berkurang dan pemecahan protein bertambah dengan melepaskan asam amino. Selama pemulihan proses ini berbalik, dengan demikian tidak akan terjadi penurunan lean body mass yang progresif walaupun melakukan olahraga yang berulang-ulang (Giriwijoyo, 2008). Asam-asam amino tertentu seperti glutamate dan BCAAs dioksidasi selama olahraga, sementara yang lainnya masuk ke proses glukoneogenesis (leusin yang dirubah menjadi asam amino lain, alanin, yang dirubah didalam hati menjaadi glukosa. Glukosa 35

ini akan dilepaskan kembali ke dalam darah sebagai sumber energi (Bean, 2008). Meningkatnya produksi urea menandakan terpakainya protein sebagai sumber energi. Katabolisme protein dan kebutuhannya akan meningkat jika seseorang berlatih berat, tertutama bila asupan karbohidrat yang kurang. Meskipun katabolisme protein totalnya selama olahraga yang panjang itu sekitar 5-10% dari total energi yang terpakai, tetapi pengaruhnya terhadap kebutuhan protein telah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Penelitian terhadap keseimbangan nitrogen menunjukkan bahwa atlet endurance mempunyai kebutuhan protein yang lebih besar dibandingkan dengan pesantai. Asupan karbohidrat yang cukup untuk menjaga keseimbangan energi, tidak akan menggunkan protein melebihi kebutuhan normal. Asupan protein 1,5 gr/kg BB/hari atau setara dengan 10-15% dari kebutuhan energi cukup untuk memenuhi kebutuhan termasuk untuk anak dalam masa pertumbuhan dan menjalani latihan yang berat (Giriwijoyo, 2012). Asupan protein yang berlebih akan dirubah menjadi urea di dalam hati dan akan dikeluarkan melalui ginjal. Butuh air yang banyak untuk mengeluarkan urea dalam bentuk urin. Kelebihan asupan protein akan menyebabkan kerusakan ginjal dan dehidrasi (Bean, 2008). 36

TABEL 6. KEBUTUHAN PROTEIN UNTUK ATLET Tipe atlet Kebutuhan protein/kg BB (gram) Atlet endurance intensitas sedang sampai berat 1,2-1,4 Atlet yang mengandalkan kekuatan 1,4-1,8 Atlet dengan program penurunan massa lemak tubuh 1,6-2,0 Atlet dengan program peningkatan berat badan 1,8-2,0 Sumber : Bean, 2008 8. Zat besi Zat besi adalah salah satu zat gizi yang paling penting untuk olahraga sebagai komponen dari hemoglobin darah dan merupakan alat untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke seluruh jaringan tubuh (Mahan, 2008). Protein membantu tubuh dalam penyerapan zat besi dari makanan yang disebut ferritin. Ferritin menerima zat besi dari makanan dan menyimpan ke dalam sel mukosa usus halus. Ketika tubuh membutuhkan zat besi, mukosa ferritin mengeluarkan zat besi ke protein lainnya, transferrin darah dan mengangkut ke seluruh tubuh. Zat besi akan diangkut keluar oleh sel usus bersamaan dengan feses jika tubuh tidak membutuhkan zat besi. Penyerapan zat besi tergantung pada sumber makanan yang dikonsumsi. Ada 2 jenis zat besi berdasarkan sumbernya, zat besi heme 37

yang ditemukan pada makanan yang berasal dari hewani seperti daging, unggas, dan ikan. Zat besi non-heme ditemukan pada makanan yang berasal dari tumbuhan. Zat besi yang berasal dari hewani hanya sebesar 10% saja tetapi lebih mudah diserap oleh tubuh. Penyerapan zat besi heme sebesar 25% sedangkan non-heme 17%, tergantung pada faktor makanan dan penyimpanan zat besi dalam tubuh. Dalam keadaan kekurangan zat besi, penyerapan akan meningkat, sedangkan pada keadaan berlebih, penyerapan zat besi akan menurun. Makanan yang menghambat penyerapan zat besi diantaranya adalah kalsium dalam susu, protein pada kacang kedelai, kacang tanah, teh, dan kopi. Vitamin C diketemukan sebagai zat gizi yang dapat membantu proses penyerapan zat besi (Whitney, 2008). a. Metabolisme Zat Besi Terdapat mekanisme pembatasan penyerapan asupan zat besi ke dalam tubuh. Sekitar 85% dari asupan zat besi digunakan untuk membentuk hemoglobin yaitu pigmen warna merah pada darah yang mengangkut oksigen. Sebagian zat besi digunakan untuk pertumbuhan atau pembentukan jaringan baru atau tersimpan sebagai ferritin dalam tubuh (Smith, 1989) Asupan zat besi sejumlah 18% yang diserap berasal dari makanan yang dikombinasi antara hewani dan nabati dan hanya 10% yang diserap 38

dari sumber makanan nabati. Penyerapan zat besi tergantung pada tingkat kesehatan dari individu itu sendiri dan kecukupan zat besi di dalam tubuh. Penyerapan akan berlangsung lambat sebanyak 2% dengan gangguan GI atau meningkat sebanyak 35% pada anak yang sedang dalam masa perkembangan. Penyerapan zat besi akan meningkat dalam keadaan tertentu seperti dalam keadaan hamil. Tubuh membuat mukosa tranferrin menyerap lebih banyak zat besi dari usus dan lebih banyak transferrin darah untuk mengangkut zat besi ke seluruh tubuh. Ketika jumlah zat besi di dalam tubuh sudah tercukupi, maka penyerapan akan berkurang. Transferrin darah mengankut zat besi ke dalam sumsum tulang dan jaringan lainnya. Sumsum tulang menggunakan zat besi dalam jumlah besar untuk membuat sel darah merah. Kelebihan zat besi disimpan dalam ferritin protein yang tersimpan di dalam hati, limpa dan sumsum tulang. Ketika banyak asupan zat besi ferritin dengan cepat dibuat dan dipecah. Hati akan mengubah ferritin menjadi bentuk simpanan lain yang disebut hemosiderin ketika jumlah zat besi dalam keadaan berlebih. Homosiderin melepaskan zat besi lebih lambat dibandingkan dengan ferritin. Penyimpanan zat besi yang berlebih digunakan sebagai radikal bebas, menyerang sel lemak, DNA, dan protein. 39

Sela darah merah rata-rata bertahan selama 4 bulan kemudian sel limpa dan hati mengahncurkan dan mendegradasi untuk di bentuk kembali dengan sel darah merah yang baru oleh transferrin darah yang membawa kembali zat besi ke dalam sumsum tulang (Whitney, 2008). b. Kebutuhan Zat Besi untuk Atlet Metabolisme aerobik membutuhkan oksigen yang harus diangkut ke seluruh tubuh melalui hemoglobin. Metabolisme aerobik sangat penting bagi atlet endurance sehingga harus menjaga agar kadar hemoglobin selalu dalam keadaan normal. Tidak hanya penting sebagai bagian dari hemoglobin darah saja, tetapi juga terlibat dalam aktifasi oksigen di dalam sel otot. Myoglobin membantu mengangkut oksigen untuk produksi ATP. TABEL 7. REKOMENDASI ASUPAN ZAT BESI HARIAN Jenis Kelamin Usia Asupan Zat Besi (mg) Pria 11 18 tahun 18 >9 tahun 10 Wanita 11-50 tahun 18 >51 tahun 10 Hamil* 18 Menyusui* 18 Anak-anak 1-3 tahun 15 4-10 tahun 10 *membutuhkan suplemen zat besi Sumber : Smith, 1989 40

B. Kerangka Berpikir Genetik Kapasitas jantung paru Asupan zat gizi makro : Jenis kelamin Asupan zat besi Sel darah merah (hemoglobin) Usia Daya tahan atlet (VO 2 maksimal) Karbohidrat Lemak Protein Status gizi Komposisi tubuh Sumber : Dewi (2013), Sinamo (2012), Whitney (2008), Huldani (2010), Sukawati (2010). C. Kerangka Konsep Asupan zat gizi makro : Karbohidrat Lemak protein Asupan zat besi Kadar hemoglobin darah Variabel independen Daya tahan atlet sepakbola usia 13-16 tahun (VO 2 maksimal) variabel dependen 41

D. Hipotesis 1. Ada hubungan asupan karbohidrat terhadap daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung 2. Ada hubungan asupan lemak terhadap daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung 3. Ada hubungan asupan protein terhadap daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung 4. Ada hubungan asupan zat besi terhadap daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung 5. Ada hubungan kadar hemoglobin darah terhadap daya tahan atlet sepak bola usia 13-16 tahun di sekolah sepak bola UNI Bandung 42