BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis atau TB (singkatan yang sekarang ditinggalkan adalah TBC)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis, dengan gejala klinis seperti batuk 2

I. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu masalah kesehatan utama yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Kegiatan penanggulangan Tuberkulosis (TB), khususnya TB Paru di

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat menimbulkan komplikasi kesakitan (morbiditas) dan kematian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus di kalangan masyarakat. Menurut World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberculosis Paru (TB Paru) merupakan salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar bakteri TB menyerang paru, tetapi

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mencapai kualitas hidup seluruh penduduk yang lebih baik. Oleh banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bakterituberkulosis tersebut (Kemenkes RI,2012). Jumlah prevalensi TB di

BAB I PENDAHULUAN. menular (dengan Bakteri Asam positif) (WHO), 2010). Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan global utama dengan tingkat

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Indonesia saat ini berada pada ranking kelima negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dari golongan penyakit infeksi. Pemutusan rantai penularan dilakukan. masa pengobatan dalam rangka mengurangi bahkan kalau dapat

BAB I PENDAHULUAN. masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. pengobatan. Pada era Jaminan Kesehatan Nasional saat ini pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. dan termasuk salah satu sasaran Millennium Development Goals (MDGs) dalam

PENGARUH KOINSIDENSI DIABETES MELITUS TERHADAP LAMA PENGOBATAN PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT SURAKARTA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisis faktor-faktor..., Kartika, FKM UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberculosis, yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN MOTIVASI PETUGAS TBC DENGAN ANGKA PENEMUAN KASUS TBC DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 GAMBARAN MOTIVASI KLIEN TB PARU DALAM MINUM OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI POLIKLINIK PARU RUMAH SAKIT DUSTIRA KOTA CIMAHI

BAB 1 PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Sumber infeksi TB kebanyakan melalui udara, yaitu

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia. Jumlah kasus TB pada tahun 2014 sebagian besar terjadi di Asia

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

BAB I PENDAHULUAN. ditakuti karena menular. Menurut Robins (Misnadiarly, 2006), tuberkulosis adalah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. bahwa penyakit tuberkulosis merupakan suatu kedaruratan dunia (global

INTISARI. Ari Aulia Rahman 1 ; Yugo Susanto 2 ; Rachmawati 3

BAB I PENDAHULUAN UKDW. kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. Treatment, Short-course chemotherapy)

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. TB Paru merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Endang Basuki dan Trevino Pakasi Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. TB sudah dilakukan dengan menggunakan strategi DOTS (Directly Observed

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) sejak tahun 1993

BAB I PENDAHULUAN. Diperkirakan sekitar 2 miliar atau sepertiga dari jumlah penduduk dunia telah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia, terutama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia.

I. PENDAHULUAN. secara global masih menjadi isu kesehatan global di semua Negara (Dave et al, 2009).

PRATIWI ARI HENDRAWATI J

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit paling mematikan di

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO) Tahun 2011, kesehatan adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. di negara berkembang. Badan kesehatan dunia, World Health Organitation

BAB 1 PENDAHULUAN. Organisasi Kesehatan Dunia/World Health Organization (WHO) memperkirakan

BAB 1 PENDAHULUAN. menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (World

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

Ari Kurniati 1, dr. H. Kusbaryanto, M. Kes 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Asam) positif yang sangat berpotensi menularkan penyakit ini (Depkes RI, Laporan tahunan WHO (World Health Organitation) tahun 2003

I. PENDAHULUAN. Angka kematian dan kesakitan akibat kuman Mycobacterium tuberculosis masih

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... vii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiv INTISARI... xv ABSTRACT...

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Tuberkulosis paru adalah suatu infeksi kronik disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. paru yang disebabkan oleh basil TBC. Penyakit paru paru ini sangat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini tergolong

PROGRAM KERJA PENERAPAN STRATEGI DOTS

BAB I PENDAHULUAN. oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis dan dapat disembuhkan. Tuberkulosis

I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan dalam masyarakat (Depkes RI, 2009). pembangunan berkelanjutan yang diberi nama Sustainable Development Goals

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Departemen Kesehatan RI (2008) tuberkulosis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi kronis yang masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berobat dan putus berobat selama 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang sudah ada sejak zaman purbakala. Hal ini terbukti dari penemuan-penemuan kuno seperti sisa-sisa tulang belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di seluruh dunia. Sampai tahun 2011 tercatat 9 juta kasus baru

ABSTRAK PREVALENSI TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT PARU ROTINSULU BANDUNG PERIODE JANUARI-DESEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang. disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang pada

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

BAB I PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) paru yaitu salah satu penyakit menular yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Microbacterium tuberculosis (WHO, 2012).Bakteri ini menyebar melalui droplet

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia

Penyakit Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit. infeksi yang memberikan dampak morbiditas dan mortalitas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. jumlah kematian per tahun. Kematian tersebut pada umumnya

BAB I. PENDAHULUAN. mengganti aktor pusat menjadi daerah dalam hal pengambilan kebijakan. dengan masyarakat. Dengan begitu, informasi tentang proses

BAB 1 PENDAHULUAN. kehidupan manusia. Melalui pembangunan kesehatan diharapkan akan tercapai

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. tanah lembab dan tidak adanya sinar matahari (Corwin, 2009).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Millenium Development Goals (MDGs) merupakan agenda serius untuk

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laporan Tuberkulosis (TB) dunia oleh World Health Organization (WHO) yang terbaru (2010), masih menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah pasien TB terbesar nomor 5 di dunia karena setiap tahun kasus TB di Indonesia bertambah seperempat juta kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian terjadi setiap tahun yang disebabkan oleh tuberkulosis. WHO juga memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa tiap tahunnya dan antara tahun 2002-2020 diperkirakan sekitar 1 miliyar manusia akan terinfeksi. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi (Anggraeni, 2011). Penanggulangan tuberkulosis (TB) di Indonesia sudah berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda namun terbatas pada kelompok tertentu. Setelah perang kemerdekaan, TB ditanggulangi melalui Balai Pengobatan Penyakit Paru Paru (BP-4). Sejak tahun 1969 penanggulangan dilakukan secara merata melalui Puskesmas. Pada awal tahun 1990-an WHO dan International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-effective). Strategi ini dikembangkan dari 1

2 berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalaman-pengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB dan XDR- TB (Kementerian Kesehatan RI, 2011 a ). Indonesia merupakan salah satu dari 27 negara dengan kasus MDR-TB (Multi Drugs Resistant-TB) tinggi, dan merupakan salah satu dari 69 negara yang minimal ditemukan satu kasus XDR-TB (Extensively Drug Resistant-TB) hingga akhir tahun 2010 (World Health Organization, 2012). Munculnya kasus MDR- TB dan XDR-TB di Indonesia menyebabkan penyakit TB masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Oleh karena itu penyakit TB sangat perlu mendapat perhatian untuk ditanggulangi karena bakteri Mycobacterium tuberculosis sangat mudah menular melalui udara saat pasien TB batuk/bersin, meludah ataupun berbicara. Masalah tuberkulosis juga dapat diperberat dengan infeksi HIV/AIDS yang berkembang cepat (Kementerian Kesehatan RI, 2011 b ). Millenium Development Goals (MDG)/ Tujuan Pembangunan Milenium sebagai hasil dari KTT Millenium PPB dan diterapkan hingga sekarang di 189 negara termasuk Idonesia. MDG memiliki beberapa tujuan yang salah satunya adalah memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya seperti TB. Untuk itu pemerintah Indonesia menetapkan pengendalian tuberkulosis sebagai prioritas kesehatan nasional dan di tahun 1999 Menteri Kesehatan mencanangkan Gerakan Nasional Terpadu Pemberantasan Tuberkulosis atau Gerdunas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004).

3 TB masih sulit dikendalikan di Indonesia karena penyakit tersebut memiliki dimensi sosial dan ekonomi yang terkait dengan kemiskinan dan pemukiman yang rapat, selain itu peningkatan jumlah penderita TB juga disebabkan karena kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan meminum obat sehingga dapat menyebabkan resistensi (Kementerian Kesehatan RI, 2006). Pengobatan menggunakan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) yang cost-effective (DOTS) yang tersedia merupakan upaya penyembuhan penyakit TB dan pencegahan penularan penyakit TB kepada orang lain. Namun diperlukan suatu sistem pelayanan kesehatan yang berfungsi baik, dengan manajemen kasus dan tindak lanjut yang kuat. Pengobatan yang sukses membutuhkan dosis harian selama minimal enam bulan (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004). Survei pada tahun 2004 mengungkapkan pola pencarian pelayanan kesehatan jika terdapat anggota keluarga yang mempunyai gejala TB, sebagian besar akan memilih berkunjung ke Puskesmas dan rumah sakit pemerintah dan sekitar 14% ke rumah sakit swasta. Keterlambatan dalam mengakses fasilitas DOTS untuk diagnosis dan pengobatan TB merupakan salah satu tantangan utama di Indonesia dengan wilayah geografis yang sangat luas. Probabilitas terjadinya resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lebih tinggi terjadi di rumah sakit dan sektor swasta yang belum terlibat dalam program pengendalian TB nasional sebagai akibat dari tingginya ketidakpatuhan dan tingkat drop out pengobatan karena tidak diterapkannya strategi DOTS yang tepat. Untuk itu implementasi sistematik serta evaluasi dari implemantasi strategi DOTS perlu dilakukan, terutama di rumah

4 sakit swata yang tidak dipantau secara langsung oleh pemerintah (Kementerian Kesehatan, 2011 a ). Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian atau peristiwa terkait dengan terapi obat yang melibatkan suatu obat atau obat yang berpotensi mempengaruhi hasil terapi yang diharapkan. Dengan mengidentifikasi penyebab DRPs, maka farmasis dapan menyusun care plan untuk mengatasi DRPs sehingga tercapai tujuan terapi yang diharapkan (Cipolle et al., 2004). Drug Related Problems (DRPs) pada pasien TB sering sekali terjadi karena penggunaan kombinasi beberapa antibiotik dan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga dapat menyebabkan ketidakberhasilan pengobatan TB, hal ini akan menyebabkan tidak tercapainya target angka kesembuhan (Cure Rate) dan angka keberhasilan pengobatan tidak tercapai yang merupakan indikator keberhasilan pengendalian TB. Dari hasil penelitian Kajian drug related problems yang berpengaruh terhadap ketidakberhasilan pengobatan TB di Kalimantan Tengah Jenis DRPs yang paling banyak menyebabkan ketidakberhasilan terapi TB adalah Adverse Drug Reaction dan kegagalan menerima obat (Cory, 2009). Penelitian lain menunjukkan bahwa sebanyak 131 kasus terdapat Drug Therapy Problem yang ditemukan pada pasien tuberkulosis di beberapa Puskesmas Surabaya dan yang paling banyak terjadi adalah Adverse Drug Reaction sebesar 81 (62,31%) kejadian, diikuti ketidakpatuhan 28 (21,54%) kejadian, kategori dosis terlalu rendah 15 (11,54%), dan dosis terlalu tinggi 2 ( 1,54%) kejadian (Priyandani, 2014).

5 Untuk itu sebagai pengemban tugas pelayanan kefarmasian, seorang farmasis memiliki tanggung jawab terhadap adanya DRPs yaitu dalam hal: 1. Mengidentifikasi masalah 2. Menyelesaikan masalah 3. Melakukan tindakan untuk mencegah terjadinya DRPs (Aslam et al., 2003). Dengan melakukan tindakan pencegahan terjadinya DRPs maka farmasis telah berperan peran aktif dalam pemberantasan TB melalui pencegahan terjadinya ketidakberhasilan pengobatan TB yang dapat menyebabkan terjadinya MDR dan XDR. Hal ini dapat mendorong tercapainya sasaran strategi nasional pengendalian TB pada rencana strategis Kementerian Kesehatan dari tahun 2009 sampai dengan 2014 yaitu dengan menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per 100.000 penduduk yang dijabarkan secara terperinci sebagai berikut: 1. Meningkatkan persentase kasus baru TB paru BTA positif yang ditemukan dari 73% menjadi 90% 2. Meningkatkan persentase keberhasilan pengobatan kasus baru TB BTA (positif) mencapai 88% 3. Meningkatkan persentase provinsi dengan CDR di atas 70% dari 50% 4. Meningkatkan persentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan di atas 85% dari 80% menjadi 88% (Kementerian Kesehatan RI, 2011 a ).

6 B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Berapakah prevalensi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien tuberkulosis paru BTA positif di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2010-Desember 2012. 2. DRPs apa saja yang terjadi pada pada pasien tuberkulosis paru BTA positif di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta Periode Januari 2010-Desember 2012. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Drug Related Problems yang terjadi pada pengobatan pasien TB paru BTA positif di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010-Desember 2012. 2. Tujuan Khusus a) Mengetahui prevalensi kejadian DRPs pada pasien tuberkulosis paru BTA positif di Rumah Sakit Pantih Rapih Yogyakarta periode Januari 2010- Desember 2012. b) Mengetahui jenis DRPs yang sering terjadi pada pasien tuberkulosis paru BTA positif di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta periode Januari 2010- Desember 2012.

7 D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain: 1. Sebagai masukan bagi Rumah Sakit dalam menyusun standar pelayanan medik pasien tuberkulosis (TB) paru BTA positif untuk meningkatkan keberhasil terapi TB pasien. 2. Sebagai referensi bagi klinisi dan farmasis klinik untuk melakukan monitoring terhadap pasien TB Paru BTA Positif. 3. Sebagai masukan untuk pengembangan penelitian penyakit TB selanjutnya. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai penyakit TB telah banyak dilakukan, penelitian penelitian tersebut sebagian berfokus pada ADR (Adverse Drug Reaction) pada pengobatan TB, antara lain: 1. Penelitian mengenai Hyperuricemia and Arthralgias During Pyrazinamide Therapy in Patients With Pulmonary Tuberculosis yang menyimpulkan bahwa Hyperuricemia dan Arthralgia dapat terjadi pada pasien TB paru yang menerima terapi kombinasi dan pirazinamid merupakan komponen terapi kombinasi yang menyebabkan kejadian tersebut. (Qureshi et al., 2007) 2. Penelitian mengenai Adverse events associated with treatment of latent tuberculosis in the general population yang menyimpulkan bahwa Risiko Adverse event yang terjadi pada pasien TB di Rumah Sakit

8 meningkat pada pasien yang berumur 65 tahun keatas sehingga perlu pertimbangan terhadap risiko dan benefit dari pengobatan TB pada pasien lanjut usia. (Smith et al., 2011) Penelitian mengenai kajian Drug Related Problems telah banyak dilakukan pada beberapa penyakit selain Penyakit Tuberkulosis misalnya Kajian Drug Related Problems Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe-2 Dengan Hipertensi di Rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta. Namun mengenai Kajian Drug Related Problems pada pengobatan pasien TB belum pernah dilakukan dilakukan di Rumah Sakit Panti Rapih. Penelitian mengenai kajian DRPs pada pengobatan TB pernah dilakukan oleh Nika Cory (2009) yang berjudul Kajian Drug Related Problem yang Berpengaruh Terhadap Ketidakberhasilan Pengobatan TB di Kalimantan Tengah. Tempat penelitian ini dilakukan di dinas kesehatan dan Puskesmas dan dilakukan secara retrospektif yang melibatkan 39 pasien TB yang gagal dan 225 orang pasien TB Drop Out, dimana pasien yang mengalami reaksi efek samping pada pasien yang gagal sebesar 38% dan pada pasien TB Drop Out sebesar 39,6%. Pasien yang gagal menerima obat pada pasien TB yang gagal sebesar 58,97% dan pada pasien TB Drop Out sebesar 10,2%. Pengambilan data dalam penelitian ini juga dilakukan secara retrospektif, namun data yang diperoleh diambil di Rumah Sakit Swasta yang berupa catatan medik pasien selama melakukan pengobatan TB, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Nika Cory (2009) diperoleh dari rekapitulasi data dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas.