STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI PERENCANAAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA BAGIAN UTARA DENGAN OPSI NUKLIR

ANALISIS EMISI CO2 PADA STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKITAN LISTRIK WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR

ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN PADA OPTIMASI PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN JAWA-MADURA-BALI DENGAN OPSI NUKLIR

KONTRIBUSI PLTN DALAM MENGURANGI EMISI GAS CO2 PADA STUDI OPTIMASI PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN LISTRIK SUMATERA

BAB III METODE STUDI SEKURITI SISTEM KETERSEDIAAN DAYA DKI JAKARTA & TANGERANG

BAB IV ANALISIS PENGEMBANGAN PEMBANGKIT DI KALIMANTAN

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

PROYEKSI KEBUTUHAN DAYA LISTRIK DI PROPINSI SULAWESI TENGAH TAHUN

PERHITUNGAN FAKTOR EMISI CO2 PLTU BATUBARA DAN PLTN

OPTIMASI SUPLAI ENERGI DALAM MEMENUHI KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK JANGKA PANJANG DI INDONESIA

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

SISTEM KELISTRIKAN LUAR JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

Rencana Pengembangan Energi Baru Terbarukan dan Biaya Pokok Penyediaan Tenaga Listrik Dialog Energi Tahun 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

Reka Integra ISSN: Jurusan Teknik Industri Itenas No. 02 Vol. 02 Jurnal Online Institut Teknologi Nasional April 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB 1 PENDAHULUAN. Studi kelayakan..., Arde NugrohoKristianto, FE UI, Universitas Indonesia

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI ANALISIS PROGRAM PERCEPATAN MW TAHAP I PADA OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK JAWA BALI TESIS

STUDI PEMBANGUNAN PLTA KOLAKA 2 X 1000 KW UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN LISTRIK DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA

ANALISIS PEMBANGUNAN PLTU MADURA KAPASITAS 2 X 200 MW SEBAGAI PROGRAM MW PT. PLN BAGI PEMENUHAN KEBUTUHAN LISTRIK DI PULAU MADURA

Data yang disajikan merupakan gabungan antara data PLN Holding dan Anak Perusahaan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penambahan unit pembangkit. (Zein dkk, 2008), (Subekti dkk, 2008) meneliti

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ENERGI DI KALIMANTAN UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN ENERGI DAN PERTUMBUHAN INDUSTRI

1. PENDAHULUAN PROSPEK PEMBANGKIT LISTRIK DAUR KOMBINASI GAS UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI ENERGI

ESTIMASI KEBUTUHAN BAHAN BAKAR SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA HINGGA TAHUN Edwaren Liun *

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2014 meningkat sebesar 5,91% dibandingkan dengan akhir tahun 2013

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL DIREKTORAT JENDERAL ENERGI BARU, TERBARUKAN DAN KONSERVASI ENERGI. Disampaikan oleh

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

Optimasi Operasi Pembangkit Termis Dengan Metode Pemrograman Dinamik di Sub-Regional Bali

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari pulau

ISSN : NO

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

ESTIMASI BIAYA PENGEMBANGAN SISTEM KELISTRIKAN SUMATERA OPSI NUKLIR

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat Indonesia.

ANALISIS PENGARUH KONSERVASI LISTRIK DI SEKTOR RUMAH TANGGA TERHADAP TOTAL KEBUTUHAN LISTRIK DI INDONESIA

PEMBANGUNAN PLTU SKALA KECIL TERSEBAR 14 MW PROGRAM PT.PLN UNTUK MENGATASI KRISIS

Studi Pembangunan PLTU 2x60 MW di Kabupaten Pulang Pisau berkaitan dengan Krisis Energi di Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berjalannya waktu, permintaan akan tenaga listrik di Indonesia terus

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan

BAB IV STUDI KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK

SEMINAR ELEKTRIFIKASI MASA DEPAN DI INDONESIA. Dr. Setiyono Depok, 26 Januari 2015

listrik di beberapa lokasi/wilayah.

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah

RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) DAN PROGRAM PEMBANGUNAN PEMBANGKIT MW. Arief Sugiyanto

ANALISIS KEANDALAN SISTEM PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK PLN REGION 3 TAHUN

SISTEM mpower DAN PROSPEK PEMANFAATANNYA DI INDONESIA

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

SISTEM KELISTRIKAN DI JAMALI TAHUN 2003 S.D. TAHUN 2020

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern saat ini tidak bisa dilepaskan dari energi listrik.

Analisis Krisis Energi Listrik di Kalimantan Barat

BAB 4 SIMULASI DAN ANALISIS

BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS

SENSITIVITAS ANALISIS POTENSI PRODUKSI PEMBANGKIT LISTRIK RENEWABLE UNTUK PENYEDIAAN LISTRIK INDONESIA

ANALISIS PERENCANAAN KETERJAMINAN ALIRAN DAYA DAN BIAYA PRODUKSI PLN SUB REGION BALI TAHUN TESIS

BAB I PENDAHULUAN. apabila terjadi gangguan di salah satu subsistem, maka daya bisa dipasok dari

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN LISTRIK NUKLIR DAN FOSIL DENGAN MEMPERTIMBANGKAN ASPEK LINGKUNGAN. Mochamad Nasrullah, Suparman

DUKUNGAN PEMERINTAH TERHADAP PT. PLN (PERSERO)

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

PERANCANGAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA ANGIN SKALA KECIL DI GEDUNG BERTINGKAT

PENGEMBANGAN KELISTRIKAN NASIONAL ABSTRACT

ANALISA ALIRAN DAYA OPTIMAL PADA SISTEM KELISTRIKAN BALI

Perkembangan Kelistrikan Indonesia dan Kebutuhan Sarjana Teknik Elektro

Studi Pembangunan PLTGU Senoro (2 x 120 MW) Dan Pengaruhnya Terhadap Tarif Listrik Regional di Sulawesi Tengah

OPTIMASI PENAMBAHAN PASOKAN GAS DAN PEMANFAATAN PEMBANGKIT PLTU BATUBARA UNTUK MEMINIMALISASI BIAYA PRODUKSI LISTRIK DI SISTEM JAWA BALI ABSTRAK

ANALISIS SISTEM PEMBANGKIT LISTRIK DI JAWA TERHADAP PENYEDIAAN BATUBARA YANG TIDAK TERBATAS ( )

LEMBARAN DAERAH KOTA TARAKAN TAHUN 2010 NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG

PERBANDINGAN BIAYA PEMBANGKITAN PEMBANGKIT LISTRIK DI INDONESIA

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

STUDI PERENCANAAN PLTP 2X2,5 MW UNTUK KETENAGALISTRIKAN DI LEMBATA NUSA TENGGARA TIMUR

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERENCANAAN PENGEMBANGAN SISTEM PEMBANGKITAN TENAGA LISTRIK PULAU BINTAN TESIS SAHAT SIMANGUNSONG

BAB I PENDAHULUAN. memanfaatkan sumber daya lainnya. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 Peraturan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam memenuhi kebutuhan listrik nasional, penyediaan tenaga listrik di

OPTIMASI DESAIN DESALINASI NUKLIR MENGGUNAKAN KONSEP ZERO DISCHARGE DESALINATION (ZDD)

STUDI KEANDALAN KETERSEDIAAN DAYA PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK PT PLN SISTEM SULSELBAR TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. merupakan suatu keharusan yang harus dipenuhi. Ketersediaan energi listrik yang

I Putu Surya Atmaja. Proceeding Seminar Tugas Akhir

ANALISIS DAMPAK KENAIKAN HARGA MINYAK MENTAH DAN BATUBARA TERHADAP SISTEM PEMBANGKIT DI INDONESIA

KETERSEDIAAN SUMBER DAYA ENERGI UNTUK PENGEMBANGAN KELISTRIKAN DI SUMATERA SELATAN

ANALISA KEANDALAN SISTEM TENAGA LISTRIK JAKARTA DAN BANTEN PERIODE TAHUN

Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik iii

Pengaruh Faktor-Faktor Keekonomian Terhadap Biaya Investasi PLTN SMR

Vol.13 No.2. Agustus 2012 Jurnal Momentum ISSN : X

GUNTINGAN BERITA Nomor : HHK 2.1/HM 01/05/2014

Satria Duta Ninggar

BAB I PENDAHULUAN. Energi adalah bagian yang sangat penting pada aspek sosial dan perkembangan ekonomi pada setiap

PENGESAHAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (RUPTL) PT PLN (PERSERO)

KEBIJAKAN DAN PENGEMBANGAN ENERGI LISTRIK DI BALI

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi standar. Sistem distribusi yang dikelola oleh PT. PLN (Persero)

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

PUSAT PENGEMBANGAN ENERGI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

Transkripsi:

STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR Rizki Firmansyah Setya Budi, Suparman (PPEN) BATAN Jl. Kuningan Barat, Mampang Prapatan, Jakarta 12710 Telp./Fax: (021) 5204243, Email : almitra_gibran@yahoo.com ABSTRAK STUDI PERENCANAAN PENGEMBANGAN PEMBANGKIT WILAYAH BANGKA BELITUNG DENGAN OPSI NUKLIR. Bangka Belitung adalah salah satu wilayah yang mengalami krisis listrik dengan beban puncak yang hampir sama dengan daya mampu pembangkit. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu studi perencanaan pengembangan pembangkit. Studi ini bertujuan untuk merencanakan sistem pembangkitan yang handal dan efisien serta untuk mengetahui komposisi pembangkit yang dibangun. Studi ini menggunakan Program WASP IV untuk merencanakan pengembangan pembangkit. Kandidat pembangkit yang digunakan untuk pengembangan adalah PLTU Batubara 50 MW, PLTG 50 MW, PLTN 100, dan PLTU Biomassa 7 MW. Studi ini menggunakan 2 macam studi kasus, yaitu : Studi Kasus RUPTL dan Studi Kasus Industrialisasi. Studi ini juga memperhatikan pembangkit committed yang akan dibangun. Berdasarkan studi yang telah dilakukan diketahui bahwa untuk Studi Kasus RUPTL, biaya pokok penyediaannya sebesar Rp.61,09/kWh dan PLTN mulai beroperasi tahun 2024. Pada Studi Kasus Industrialisasi, biaya pokok penyediaannya sebesar Rp. 66,88/kWh dan PLTN mulai beroperasi tahun 2020. Komposisi pembangkit pada tahun 2030 untuk Studi Kasus RUPTL adalah 41 % PLTU Batubara, 31% PLTN, 23 % PLTG, dan 5 % adalah PLTU Biomassa, dan PLTD HSD dan MFO. Pada Studi Kasus Industrialisasi, komposisi pembangkitnya adalah sebagai berikut : 41 % PLTN, 37 % PLTU Batubara, 20 % PLTG, dan 2 % adalah PLTU Biomassa, dan PLTD HSD dan MFO. Kata kunci : perencanaan pengembangan, handal, biaya ABSTRACT GENERATION SYSTEM EXPANSION PLANNING STUDY OF BANGKA BELITUNG WITH NUCLEAR OPTION. Bangka Belitung is a province that has electricity crisist problem. The peak load almost equal with generating capacity. Because of that, expansion power plant planning study must be done. The aim of this study are to planning generating system that efficient and reliable, and to know the power plant composition. In this study, WASP IV is used to plan the expansion. The candidates that used for the expansion are 50 MW Coal Plant, 50 MW Gas Plant, 100 MW Nuclear Plant, and 7 MW Biomass Plant. Committed Plant will be considered in this expansion planning. There are two case studies in this study, RUPTL Case Study and Industrialization Case Study. Considered the expansion of power plant planning that has been done, the production cost in RUPTL case study is Rp.61.09/kWh and first nuclear plant operated in 2024. In Industrialization Case Study, the production cost is Rp.66.88/kWh and first nuclear plant operated in 2020. In RUPTL Case Study, the power plant composition in 2030 are 41 % coal plant, 31 % nuclear plant, 23 % gas plant, and 5 % from biomass and diesel (HSD and MFO) plant. In Industrialization Case Study, the power plant composition in 2030 are 41 % nuclear plant, 37 % coal plant, 20 % gas plant, and 2 % from biomass and diesel (HSD and MFO) plant. Keywords : expansion planning, reliable, cost ISSN 1979-1208 267

1. PENDAHULUAN Kemajuan dan perkembangan sektor ekonomi suatu wilayah sangat dipengaruhi oleh faktor ketersediaan pasokan energi listrik wilayah tersebut. Provinsi Kepulauan Bangka Belitung adalah salah satu wilayah di Indonesia yang mengalami krisis listrik dengan beban puncak pada tahun 2009 sebesar 96 MW. Daya mampu pembangkit yang ada di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 98 MW. Selisih yang sangat kecil antara daya mampu pembangkit dengan beban puncak yang ada menyebabkan terjadinya pemadaman jika ada pembangkit yang keluar dari sistem dan membuat sistem tidak handal (reliable). Salah satu cara yang banyak digunakan untuk menyatakan tingkat keandalan suatu sistem (pembangkit) adalah indeks LOLP (Lost of Load Probability). Indeks LOLP adalah kemungkinan sistem kehilangan beban atau sistem tidak dapat melayani beban [3]. Berdasarkan LOLP yang telah ditetapkan oleh PT. PLN (Persero), maka suatu sistem jaringan tenaga listrik hanya diperbolehkan untuk tidak menyuplai beban maksimal 1 hari/tahun (indeks LOLP < 0,274). Untuk meningkatkan LOLP tersebut, maka diperlukan adanya penambahan pembangkit baru yang sesuai dengan karakteristik dan potensi wilayah yang akan dibangun pembangkit-pembangkit tersebut. Berdasarkan RPTL 2010-2019 PT. PLN (Persero) Wilayah Bangka Belitung, penanggulangan krisis listrik dilakukan beberapa cara sebagai berikut : Mengembangkan Pembangkit PLTU sesuai Perpres No. 71/ 2006 tentang Penugasan kepada PLN Untuk Melakukan Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik Dengan Menggunakan Bahan Bakar Batubara Mendorong sektor swasta untuk membangun pembangkit, utamanya yang menggunakan Energi Terbarukan dan energi yang dihasilkan akan dibeli oleh PLN. Sewa mesin genset berbahan bakar MFO dan merelokasi pembangkit cadangan yang ada di Unit PLN Memodifikasi sumber energi Pembangkit dari BBM HSD ke BBM MFO dan Batubara Pengembangan pembangkit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung juga harus mengutamakan penggunaan sumber energi primer setempat terutama pemanfaatan sumber energi yang terbarukan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan biaya pokok penyediaan terendah (least cost) [1]. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk merencanakan sistem pembangkitan yang handal dan efisien dalam segi biaya serta untuk mengetahui komposisi pembangkit yang dibangun sehingga dapat diketahui komposisi energi yang dibangkitkan. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, muncul beberapa permasalahan pada penelitian ini, antara lain : Berapa kapasitas pembangkit yang ditambahkan ke dalam sistem? Kapan penambahan kapasitas perlu dilakukan? Jenis dan kombinasi pembangkit yang ditambahkan Bagaimana pengaruh pengembangan pembangkit terhadap kehandalan sistem. 2. METODOLOGI Metodologi yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi literatur, pengumpulan data, pengolahan data, running program bantu (WASP IV), analisis output program bantu (WASP IV), dan penyajian hasil studi. Program bantu WASP IV (Wien Automatic System Planning Package) digunakan untuk optimasi pengembangan sistem pembangkitan yang optimasinya dievaluasi berdasarkan biaya total minimum. Setiap kemungkinan rangkaian urutan penambahan unit pembangkit ISSN 1979-1208 268

pada sistem dan kendala-kendalanya dievaluasi dengan memakai fungsi obyektif yang komposisinya sebagai berikut [3] : Biaya investasi modal (I) Nilai sisa (salvage value) (S) Biaya bahan bakar (F) Biaya penyimpanan (inventory) bahan bakar (L) Biaya operasi dan perawatan di luar bahan bakar (M) Biaya energi tak terlayani (ENS) (Q) Persamaan fungsi biaya yang dievaluasi dengan WASP IV adalah : B j T I j, t L j, t F j, t M j, t Q t 1 j, t (1) dengan : Bj : Fungsi obyektif dari perencanaan pengembangan, t : Periode waktu dalam tahun (1,2,3,,T) Sedangkan garis d iatas simbol-simbol tersebut menyatakan nilai terdiskon yang mengacu ke tahun referensi dengan discount rate i. Optimisasi pengembangan pembangkit dilakukan dengan meminimumkan fungsi obyektif dari perencanaan pengembangan [3]. Perencanaan pengembangan pembangkit dilakukan untuk memenuhi perkembangan beban setiap tahunnya. Suatu sistem kelistrikan idealnya memiliki cadangan yang mencukupi sehingga apabila ada pembangkit dengan kapasitas terbesar yang lepas dari sistem karena terjadi kerusakan atau sedang dilakukan perawatan tidak akan menyebabkan terjadinya pemadaman. Penentuan besarnya cadangan harus diperhitungkan dengan matang sehingga cadangan yang ada tidak terlalu kecil atau terlalu besar. Oleh karena itu perlu ditetapkan batas cadangan (reserve margin) minimal dan batas cadangan (reserve margin) maksimal. Pengembangan pembangkit dilakukan apabila kapasitas pembangkit sudah berada dibawah beban puncak ditambah batas cadangan minimal. Pada studi ini digunakan batas cadangan minimal 10 % dan batas cadangan maksimal 40 %. Kapasitas pembangkit hasil dari pengembangan yang dilakukan tidak boleh melebihi beban puncak ditambah batas cadangan 40 %. Apabila cadangannya terlalu besar maka akan mengakibatkan biaya yang dibutuhkan juga semakin besar. Perencanaan pengembangan yang dilakukan dalam studi ini menggunakan dua macam studi kasus. Studi kasus pertama adalah studi kasus dengan menggunakan beban puncak yang ada di dalam RUPTL PT. PLN (Persero) 2010-2019 dan studi kasus kedua adalah studi kasus dengan menggunakan beban puncak industrialisasi Bangka Belitung. Industrialisasi Bangka Belitung adalah mengasumsikan pada tahun 2015, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung akan dijadikan sebagai pusat industri sehingga pertumbuhan beban puncaknya diasumsikan dua kali lipat pertumbuhan beban puncak RUPTL PT. PLN (Persero) 2010-2019 setelah tahun 2015. Di dalam RUPTL tersebut, perkiraan beban puncak hanya sampai pada tahun 2019 sehingga untuk perkiraaan beban puncak tahun 2020 sampai 2030 dilakukan dengan ekstrapolasi data-data sebelumnya. 2.1 Kondisi Kelistrikan Sistem Kelistrikan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung secara garis besar dikelompokkan menjadi dua sistem kelistrikan, yaitu : Sistem Bangka dan Sistem Belitung. Kondisi pembangkitan di kedua sistem tersebut saat ini dalam kondisi krisis, dimana daya mampu hampir sama dengan beban puncak. Sejak tahun 2002 sampai saat ini, PT. PLN ISSN 1979-1208 269

(Persero) Wilayah Bangka Belitung sangat membatasi penambahan pelanggan baru dan penambahan daya, namun demikian beban puncak terus mengalami kenaikan. Pertumbuhan beban puncak berdasarkan RUPTL PT. PLN (Persero) 2010-2019 adalah sebesar 12,1% dan diperkirakan pada tahun 2019 beban puncak Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 279 MW sedangkan pada akhir tahun 2009 terdapat permintaan pelanggan baru sebesar 39.473 pelanggan (50.008,6 KVA) dan yang mampu dilayani hanya 246 pelanggan (3.990,6 KVA). Rasio elektrifikasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebesar 45,56 %. Berdasarkan RUKN 2006-2026, target rasio elektrifikasi di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada tahun 2025 adalah sebesar 100 %. Oleh karena itu, untuk memenuhi target tersebut dan memenuhi pertumbuhan beban setiap tahun maka diperlukan suatu perencanaan pembangunan pembangkit yang efektif dan efisien baik dari segi waktu, emisi dan biaya. Perkiraan pertumbuhan beban puncak Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1 juga dapat diketahui pada tahun 2030, beban puncak industrialisasi hampir 6 kali lipat beban puncak RUPTL. Gambar 1. Perkiraan Pertumbuhan Beban Puncak Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Saat ini pembangkit yang ada menggunakan bahan bakar minyak dan sebagian mesin pembangkit sudah berumur diatas 10 tahun sehingga tidak efisien lagi dalam pengoperasiannya. Untuk itu diperlukan adanya penambahan pembangkit baru dengan bahan bakar non-bbm yang bertujuan untuk melayani pertumbuhan beban, menggantikan mesin-mesin yang sudah tua, dan meningkatkan keandalan sistem ketenagalistrikan [1]. PLN Cabang Bangka PLN Cabang Belitung Tabel 1. Pembangkit Terpasang pada Akhir Tahun 2009 Nama Pembangkit Bahan Bakar Daya Mampu (MW) PLTD Merawang HSD 49 PLTU Listrindo (Biomassa, IPP) BIOMASSA 2.5 PLTD Mentok HSD 5 PLTD Toboali HSD 4.5 PLTD Koba HSD 2.7 PLTD Tanjung Labu HSD 0.16 PLTD Pilang HSD 24.9 PLTD Padang HSD 2.7 PLTD Selat Nasik HSD 0.4 PLTD Pulau Seliu HSD 0.1 ISSN 1979-1208 270

2.2 Pengembangan Pembangkit Pengembangan pembangkit di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung harus memperhatikan kebijakan yang terdapat dalam RPTL 2010-2019 PT. PLN (Persero) Wilayah Bangka Belitung. Berdasarkan kebijakan tersebut maka dapat diperoleh beberapa kandidat pembangkit yang bisa digunakan untuk pengembangan antara lain : Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara. Pembangunan PLTU Batubara di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sudah sesuai dengan Perpres No.71/2006 tentang penugasan kepada PLN untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Pembangkit ini dibangun sebagai kandidat pembangkit pemikul beban puncak. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Biomassa Berdasarkan peta sebaran potensi kelistrikan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, terdapat potensi untuk dibangunnya PLTU Biomassa di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Berdasarkan kesepakatan kerjasama yang ditanda tangani antara BATAN dan Pemerintah Daerah Bangka Belitung pada 15 Juni 2009 dengan salah satu poin kerjasama adalah di bidang energi maka PLTN dapat dimasukkan kedalam kandidat pengembangan pembangkit. Tabel 2. Kandidat Pembangkit No Jenis Pembangkit Kapasitas (MW) 1 PLTN 100 2 PLTU Batubara 50 3 PLTG 50 4 PLTU Biomassa 7 Dalam studi ini, Program WASP (Wien Automatic System Planning Package) digunakan untuk melakukan perencanaan pengembangan pembangkit. Selain beberapa kandidat pembangkit di atas, perlu diperhatikan pula beberapa pembangkit commited yang telah disetujui untuk dibangun yang telah dicantumkan dalam RUPTL PT. PLN (Persero) 2010-2019. Oleh karena itu perlu diperhatikan terlebih dahulu kapasitas pembangkit yang telah terpasang dan kapasitas pembangkit commited sebelum menentukan tahun awal penambahan pembangkit baru. Tahun awal penambahan dimulai ketika kapasitas cadangan (reserve) pembangkit terpasang dan pembangkit commited dibawah beban puncak ditambah cadangan minimal. Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa untuk studi kasus RUPTL, kapasitas pembangkit terpasang dan pembangkit commited pada tahun 2018 telah berada dibawah beban puncak ditambah cadangan minimal sehingga penambahan pembangkit baru harus dilakukan mulai tahun 2018. Sedangkan untuk studi kasus industrialisasi, penambahan pembangkit baru harus dilakukan mulai tahun 2016. ISSN 1979-1208 271

(a) (b) Gambar 2. Pengembangan Kapasitas Pembangkit Bangka Belitung, (a) Studi kasus RUPTL, (b) Studi kasus industrialisasi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil keluaran Program WASP IV, dapat diketahui bagaimana pola pengembangan pembangkit yang paling handal dengan biaya rendah. Biaya yang dibutuhkan untuk perencanaan pengembangan pembangkit setiap tahun ditunjukkan pada Gambar 3. Biaya total perencanaan diatas mencakup biaya konstruksi (capital cost), nilai sisa (salvage value), dan biaya operasional ISSN 1979-1208 272

Gambar 3. Biaya Total Perencanaan Tiap Tahun Gambar 4. LOLP Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Biaya total yang dibutuhkan untuk perencanaan pengembangan pembangkit sampai tahun 2030 dalam studi kasus RUPTL adalah sebesar Rp. 3.501.460.000.000,-. Energi yang dibangkitkan sampai tahun 2030 adalah sebesar 57.315.000.000 kwh. Berdasarkan kedua hal tersebut, maka perencanaan pengembangan pembangkit adalah sebesar Rp. 61,09/kWh. Biaya tersebut masih dibawah harga jual listrik rata-rata per kwh pada tahun 2009 (Rp. 670,02/kWh). Sedangkan untuk studi kasus industrialisasi, membutuhkan biaya total sampai tahun 2030 sebesar Rp. 11.804.000.000.000,-. Energi yang dibangkitkan sampai tahun 2030 sebesar 176.493.000.000 kwh sehingga biaya perencanaan pengembangan pembangkit adalah sebesar Rp. 66,88/kWh. Selain mempertimbangkan aspek ekonomis, perencanaan pengembangan pembangkit juga harus memperhatikan kehandalan sistem. Berdasarkan standar yang tercantum dalam RUPTL PT. PLN (Persero) 2010-2019, LOLP maksimal yang diijinkan adalah sebesar 0.274 yang berarti dalam setahun, beban akan tidak terlayani 1 hari. Setelah dilakukan perencanaan pengembangan, LOLP di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2030 kurang dari 0,274. Dengan kata lain, perencanaan pengembangan yang dilakukan sudah memenuhi kriteria kehandalan. Berdasarkan hasil keluaran Program WASP IV dapat diketahui juga komposisi pembangkit yang dibangun per tahun. Ada beberapa kandidat yang digunakan dalam studi perencanaan pembangunan pembangkit Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini. Kandidatkandidat pembangkit tersebut adalah PLTU Batubara 50 MW, PLTG 50 MW, PLTN 100 MW, dan PLTU Biomassa 7 MW. PLTN yang digunakan dalam studi ini adalah PLTN daya kecil. PLTN daya kecil sangat cocok untuk dikembangkan di Provinsi Kepulauan Bangka ISSN 1979-1208 273

Belitung. Hal itu disebabkan karena jumlah penduduk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung relatif sedikit dan laju pertumbuhannya tidak tinggi. Selain itu, untuk memilih tipe PLTN yang akan dibangun harus memperhatikan kebijakan yang ada. Kebijakan itu antara lain : lokasi tapak yang dibangun harus berada di daratan dan tipe PLTN yang dibangun harus pernah beroperasi 3 tahun. (a) (b) Gambar 5. Jumlah Pembangkit Baru Tiap Tahun, (a) Studi kasus RUPTL, (b) Studi Kasus Industrialisasi Pada Gambar 5 ditunjukkan komposisi jumlah pembangkit yang akan dibangun tiap tahunnya. PLTN akan mulai beroperasi pada tahun 2024 untuk studi kasus RUPTL dan pada tahun 2020 untuk studi kasus industrialisasi. Berdasarkan hal itu, ada beberapa tipe PLTN daya kecil yang dapat dipilih untuk pengembangan, yaitu : IRIS dan SMART. PLTN IRIS merupakan reaktor integral jenis air tekan berdaya 100 MWe yang dirancang khusus untuk tujuan ganda (sebagai pembangkit listrik dan desalinasi air laut). Karakteristik teras dan bahan bakar PLTN ini sama dengan PWR konvensional yang diproduksi oleh Westinghouse. IRIS menggunakan bejana integral yang semua komponenkomponen utama berada di dalam bejana reaktor sehingga dapat mengurangi interkoneksi sistem pemipaan. Berkurangnya interkoneksi sistem pemipaan dapat mengurangi resiko kecelakaan kehilangan pendingin. Komponen-komponen sekunder juga berada di dalam pengungkung berbentuk bola. Sistem keselamatan yang dimiliki IRIS adalah keselamatan pasif dan inheren (melekat) yang diadopsi dari reaktor generasi ketiga. Komersialisasi IRIS ini direncanakan mulai tahun 2015 sehingga pada tahun 2024 sudah dapat digunakan di Indonesia. Tabel 3. Karakteristik IRIS dan SMART Jenis IRIS SMART Tipe PWR Integral PWR Integral Pembuat Amerika Serikat Korea Selatan Daya (MWe) 100 100 Tipe Bahan Bakar UO2 UO2 Pengkayaan 5% 5% Penggantian Bahan Bakar 5 tahun 3 tahun PLTN SMART merupakan PLTN daya kecil dengan daya termal sebesar 330 MWth dan memiliki efisiensi 30 %. SMART dirancang oleh KAERI (Korean Atomic Energy Research Institute) dengan tujuan ganda (sebagai pembangkit listrik dan desalinasi air laut) SMART mempunyai beberapa kelebihan, yaitu : desain modular, bejana reaktor integral, waktu ISSN 1979-1208 274

hidup panjang, biaya operasi dan perawatan kecil, pergantian bahan bakar lama, mudah diinspeksi, dan waktu pembangunan relatif pendek. Berdasarkan data yang diperoleh melalui Program WASP IV, dapat diketahui komposisi pembangkit yang terpasang pada tahun 2010 dan 2030. (a) (b) Gambar 6. Komposisi Pembangkit yang Terpasang, (a) Studi Kasus RUPTL, (b) Studi Kasus Industrialisasi Pada Gambar 6 dapat diketahui prosentase kapasitas setiap jenis pembangkit. Kondisi awal tahun perencanaan yaitu tahun 2010 menunjukkan bahwa PLTU sangatlah dominan. Prosentase kapasitas pembangkit PLTU lebih dari 50%. Hal itu disebabkan karena adanya kebijakan yang tercantum dalam RPTL 2010-2019 PT. PLN (Persero) Wilayah Bangka Belitung yang menyebutkan tentang penugasan kepada PLN untuk melakukan percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan bahan bakar batubara. Prosentase kapasitas PLTU Batubara pada tahun 2030 turun menjadi sekitar 41 % untuk Studi Kasus RUPTL dan 37 % untuk Studi Kasus Industrialisasi. Hal itu disebabkan karena PLTU Batubara kalah bersaing dengan PLTN. Prosentase kapasitas PLTN dari tahun ke tahun semakin meningkat dan mencapai 31 % untuk Studi Kasus RUPTL dan 41 % untuk Studi Kasus Industrialisasi pada tahun 2030. Hal itu menunjukkan bahwa PLTN adalah pembangkit yang ekonomis dan mampu bersaing dengan pembangkit jenis lain sehingga PLTN sangat cocok untuk mendukung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menjadi daerah industri. Pada Gambar 7 dapat diketahui bahwa semula PLTU Batubara sangatlah mendominasi komposisi energi yang dibangkitkan. Hal itu menandakan bahwa sebelum beroperasinya PLTN, PLTU Batubara digunakan untuk memikul beban dasar dan beban menengah sedangkan untuk beban puncaknya dipikul oleh PLTG, PLTD HSD MFO, dan PLTU Biomassa. Setelah PLTN beroperasi, beban dasar dan sebagian beban menengah akan dipikul oleh PLTN. PLTU batubara akan memikul sebagian beban menengah dan sebagian ISSN 1979-1208 275

beban puncak. Sedangkan PLTG, PLTD HSD MFO, dan PLTU Biomassa digunakan untuk memikul beban puncak saja. Komposisi seperti yang tersaji pada Gambar 7 menunjukkan bahwa PLTN adalah pembangkit yang ekonomis dan layak untuk dibangun. (a) Gambar 7. Komposisi Energi yang Dibangkitkan, (a) Studi Kasus RUPTL, (b) Studi Kasus Industrialisasi 4. KESIMPULAN Berdasarkan perencanaan pengembangan pembangkit yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa untuk Studi Kasus RUPTL, PLTN akan mulai beroperasi pada tahun 2024. Biaya total yang dibutuhkan sampai tahun 2030 sebesar Rp. 3.501.460.000.000,- dan energi yang dibangkitkan sebesar 57.315.000.000 kwh. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui biaya pokok penyediaan sebesar Rp. 61,09/kWh. Sedangkan untuk Studi Kasus Industrialisasi, PLTN akan mulai beroperasi tahun 2020. Biaya total yang dibutuhkan sampai tahun 2030 sebesar Rp. 11.804.000.000.000,- dan energi yang dibangkitkan sebesar 176.493.000.000 kwh. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui biaya pokok penyediaan sebesar Rp. 66,88/kWh. Dengan adanya perencanaan pengembangan ini menyebabkan LOLP sistem sampai tahun 2030 selalu kurang dari 0,274 dan sudah sesuai dengan standar PLN. Pada tahun 2030 pada Studi Kasus RUPTL, komposisi pembangkitnya adalah sebagai berikut : 41 % PLTU Batubara, 31% PLTN, 23 % PLTG, dan sisanya adalah PLTU Biomassa, dan PLTD HSD dan MFO. Komposisi energinya adalah sebagai berikut : 47 % dari batubara, 45 % dari nuklir, dan sisanya dari PLTD HSD dan MFO, PLTG, dan PLTU Biomassa. Sedangkan untuk studi kasus industrialisasi, komposisi pembangkitnya adalah sebagai berikut : 41 % PLTN, 37 % PLTU Batubara, 20 % PLTG, dan sisanya adalah PLTU Biomassa, dan PLTD HSD dan MFO. Komposisi energinya adalah sebagai berikut : 60 % dari nuklir, 36 % dari batubara, dan sisanya dari PLTD HSD dan MFO, PLTG, dan PLTU Biomassa. DAFTAR PUSTAKA [1] Dinas Pertambangan Dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Rencana Penyediaan Tenaga Listrik 2010-2019 PT. PLN (Persero) Wilayah Bangka Belitung. Dinas Pertambangan Dan Energi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Bangka Belitung. 2009. [2] KUNCORO, A. H. Pengembangan Metode JST untuk Peramalan Beban Tenaga Listrik pada Optimasi Perencanaan Pengembangan Sistem Pembangkitan Jawa- Madura-Bali dengan Opsi Nuklir. Badan Tenaga Nuklir Nasional. Jakarta. 2009. (b) ISSN 1979-1208 276

[3] PPEN BATAN. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir.PPEN BATAN. Jakarta. 2009. [4] PT. PLN (Persero). Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik PT. PLN (Persero) 2010-2019. PT. PLN (Persero). Jakarta. 2010. [5] PPEN BATAN. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir. Pusat Pengembangan Energi Nuklir. Jakarta. 2010. [6] PT. PLN (PERSERO). Statistik PLN 2009. Sekretariat Perusahaan PT. PLN (Persero). Jakarta. 2010. [7] SEPTIYADI, EKA. Estimasi Biaya Pokok Penyediaan Pembangkitan Tenaga Listrik: Studi Kasus Perencanaan Ekspansi Pembangkitan Tenaga Listrik Sistem Pembangkitan Sumatera Bagian Utara.Jurusan Teknik Elektro UGM. Yogyakarta. 2010. [8] IAEA. Expansion Planning for Electrical Generating System : A Guide Book.IAEA. Vienna. 1984. DISKUSI 1. Pertanyaan dari Sdr. Yohanes Dwi Anggoro (PPEN-BATAN): Dalam pemilihan kandidat yang akan igunakan dalam pengembangan pembangkit, mengapa hanya menggunakan PLTU, PLTG, dan PLTN saja? Mengapa tidak menggunakan PLTA, PLTB (bayu) dll? Jawaban: Dalam pengembangan pembangkit suatu wilayah harus memperhatikan potensi wilayah tersebut. Di propinsi Babel hanya memungkinkan PLTU, PLTG, dan PLTN saja untuk dikembangkan. Sedangkan untuk PLTA dan PLTB tidak bisa dikembangkan karena Babel tidak memiliki sumber dayanya. ISSN 1979-1208 277