BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

HALAMAN PENGESAHAN...

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. dan kemandirian. Berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 Angka 5 memberikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. sektor publik yang nantinya diharapkan dapat mendongkrak perekonomian rakyat

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 32 Tahun 2004 sebagai penyempurnaan Undang-undang Nomor 22

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 30 TAHUN 2005 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara

BAB I PENDAHULUAN. daya bagi kesehjateraan manusia yakni pembangunan tersebut. Adapun tujuan nasional

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasilnya. Di awal pelita, yaitu pelita I, titik berat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam publikasi United Nations Development Programme (UNDP) melalui Human

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

Kata Kunci: PAD, Belanja Modal, DAU, IPM

INUNG ISMI SETYOWATI B

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Reformasi membawa banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Wilayah negara Indonesia terbentang dari Sabang sampai Merauke. Setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 50 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan Republik Indonesia mengatur asas desentralisasi,

E-Jurnal EP Unud, 4[11]: ISSN:

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Undang-Undang Nomor No.12 tahun 2008 (revisi UU no.32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian yang unik dibandingkan dengan propinsi lain di mana pilar-pilar

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran

BAB I PENDAHULUAN. dicapai biasanya bersifat kualitatif, bukan laba yang diukur dalam rupiah. Baldric

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi, tetapi setelah bergulirnya reformasi maka pola sentralisasi berganti

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. provinsi. Dalam provinsi itu dikembangkan kembali dalam kabupaten kota,

PENILAIAN KINERJA ATAS PENERIMAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN DI DINAS PENDAPATAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM

BAB 1 PENDAHULUAN. mengelola daerahnya sendiri. Namun dalam pelaksanaannya, desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. dalam pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Transfer antar pemerintah tersebut bahkan sudah menjadi ciri

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara maritim, dimana 70 persen dari luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

BAB I PENDAHULUAN. mayoritas bersumber dari penerimaan pajak. Tidak hanya itu sumber

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. otonomi daerah. Otonomi membuka kesempatan bagi daerah untuk mengeluarkan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah wewenang pemerintah daerah dalam mengatur dan mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Andirfa (2009), menyatakan tujuan otonomi adalah untuk memaksimalkan pembangunan daerah, laju pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan antar daerah, dan meningkatkan pelayanan publik. Lin and Liu (2000), menyatakan bahwa desentralisasi fiskal dapat memberikan perubahan yang berarti untuk perekonomian suatu daerah. Malik et al. (2006), menyatakan desentralisasi struktur fiskal suatu negara adalah strategi yang efektif untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan. Menurut Inuwa (2012), perangkat penting dalam mengendalikan perekonomian adalah dengan mengalokasikan pengeluaran pemerintah, yaitu belanja modal. Belanja modal adalah belanja pemerintah daerah untuk membangun aset tetap yang ditujukan pada pelayanan publik, sehingga dapat memaksimalkan produktivitas perekonomian. Kartika dan Dwirandra (2014), apabila suatu daerah memiliki sarana prasarana yang memadai dapat membuat investor untuk melakukan investasi dan masyarakat dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari dengan nyaman sehingga tingkat produktivitas akan semakin meningkat. Apabila belanja modal meningkat, maka produktivitas masyarakat semakin meningkat yang diiringi dengan meningkatnya angka investasi, sehingga secara langsung dapat mendongkrak pendapatan asli daerah (Abimanyu, 2005). 1

Tabel 1.1 Data Realisasi Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009 2013 (Dalam Jutaan Rupiah) Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Jembrana 100.666 58.163 67.493 134.613 142.563 Tabanan 77.334 107.905 70.442 138.723 128.186 Badung 445.014 176.302 199.704 627.705 766.712 Gianyar 160.249 109.959 124.148 120.627 185.323 Klungkung 82.507 42.555 49.010 81.223 64.093 Bangli 48.305 68.608 114.687 82.340 62.762 Karangasem 141.782 77.507 118.836 171.630 180.737 Buleleng 102.442 47.207 121.895 79.443 185.896 Denpasar 88.378 65.756 88.771 206.143 254.008 Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2009 2014 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa belanja modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali berfluktuasi selama 5 tahun. Realisasi belanja modal tertinggi diraih oleh Kabupaten Badung, mengingat tingginya pendapatan asli daerah dari sektor pariwisata. Tahun 2010 realisasi belanja modal Kabupaten Klungkung terendah sebesar Rp 42.555 juta, karena konsumsi untuk kebutuhan publik (fasilitas umum) sudah dipenuhi pada periode sebelumnya yaitu sebesar Rp 82.507 juta, sehingga pada periode 2010 belanja modal menjadi lebih rendah dengan selisih anggaran sebesar Rp 39.955 juta (diperoleh dari selisih anggaran tahun 2009 dan 2010). Hariyanto dan Adi (2006), menjelaskan bahwa tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, produktifitas masyarakat diharapkan semakin tinggi sehingga terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah. Menurut Hukum Wagner, beberapa penyebab semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi pertahanan keamanan, ketertiban, kesejahteraan, perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan. 2

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Erani Yustika, mengatakan secara spesifik sumber pendanaan untuk belanja modal belum ditentukan aturannya tergantung kebutuhan masingmasing daerah. Erani menilai alokasi belanja modal yang lebih kecil dibandingkan belanja barang dan pegawai menunjukkan ketidakberpihakan pemerintah kepada rakyat karena, untuk menggenjot pembangunan sekaligus meningkatkan pendapatan perkapita dan pembangunan infrastruktur pemerintah seharusnya memberi alokasi belanja modal lebih besar (OkeZone.com, 2012). Stine (1994) menyatakan bahwa penerimaan pemerintah hendaknya lebih banyak untuk program-program layanan publik. Wong (2004), menyatakan pembangunan infrastruktur industri memberikan dampak terhadap kenaikan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Semakin banyak belanja modal maka, semakin tinggi produktivitas perekonomian karena, belanja modal berupa infrastruktur jelas berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja (Media Indonesia, 2008). Felix (2012), berpendapat bahwa Pemerintah Daerah semestinya dapat mengalokasikan belanja modal yang lebih tinggi dibandingkan belanja rutin yang relatif kurang produktif. Solikin (2007), menyatakan belum terorientasinya pengelolaan belanja modal pada publik menyebabkan alokasi belanja modal tidak terlaksana sepenuhnya bagi pemenuhan kesejahteraan publik. Gambar 1.1 merupakan data realisasi pengalokasian belanja modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009 2013. 3

Gambar 1.1 Data Realisasi Pengalokasian Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009 2013. Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2009 2014 Gambar 1.1 menunjukkan pengalokasian belanja modal pada setiap daerah di Kabupaten/Kota di Provinsi Bali yang berfluktuasi dari tahun ke tahun. Alokasi belanja modal merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena, akan meningkatkan produktivitas perekonomian daerah. Menurut Badan Pemeriksa Keuangan (2007), Pemerintah Daerah lebih banyak mengalokasikan belanjanya pada sektor-sektor yang kurang diperlukan dan digunakan untuk belanja rutin yang kurang produktif dibandingkan untuk meningkatkan pelayanan publik. Dari 100% belanja daerah rata-rata hanya 21,69% yang digunakan untuk belanja modal dalam rangka pengadaan aset untuk investasi dalam rangka meningkatkan pelayanan publik. Alokasi belanja modal belum sepenuhnya dapat terlaksana bagi pemenuhan kesejahteraan publik, sebab pengelolaan belanja daerah terutama belanja modal masih belum terorientasi pada publik, salah satunya disebabkan oleh pengelolaan belanja yang terbentur dengan kepentingan golongan semata. Halim dan Abdullah (2006), menyatakan bahwa adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat dalam proses penyusunan 4

anggaran menyebabkan alokasi belanja modal terdistorsi dan sering tidak efektif dalam memecahkan masalah di masyarakat. PAD pada masing-masing Kabupaten/Kota secara rinci dari periode 2009 2013 dijabarkan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009 2013 (dalam Jutaan Rupiah) Kabupaten/Kota 2009 2010 2011 2012 2013 Jembrana 33.952 34.380 40.529 46.470 68.485 Tabanan 93.840 116.860 141.046 183.295 225.394 Badung 850.163 979.241 1.406.259 1.870.187 2.279.113 Gianyar 112.380 153.617 209.360 253.248 319.612 Klungkung 27.665 30.990 34.724 39.843 59.152 Bangli 16.252 16.329 22.961 40.751 55.986 Karangasem 47.842 62.696 129.556 144.037 168.652 Buleleng 63.487 86.962 109.167 129.003 160.292 Denpasar 214.979 260.482 424.962 511.326 658.974 Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2009 2014 Berdasarkan Tabel 1.2, menunjukkan bahwa PAD Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2013 Kabupaten Badung pada urutan pertama sebesar Rp 2.279.113 juta rupiah, disusul oleh Kota Denpasar sebesar Rp 658.974 juta rupiah dan terendah diraih oleh Kabupaten Bangli sebesar Rp 55.986 juta rupiah. Meningkatnya belanja modal tidak terlepas dari Pendapatan Asli Daerah yang diterima. Menurut Mardiasmo (2002:46), PAD memiliki peran utama dalam pelaksanaan otonomi daerah dalam rangka mencapai tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah dalam meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Berdasarkan penelitian Kartika dan Dwirandra (2014), dapat diketahui bahwa PAD memiliki hubungan positif yang kuat dengan belanja modal. Semakin tinggi PAD, semakin tinggi belanja modal yang dikeluarkan daerah. PAD yang semakin bertambah diharapkan mampu meningkatkan alokasi belanja modal 5

pemerintah daerah sehingga berdampak pada kualitas pelayanan publik yang semakin baik. Peningkatan PAD disetiap Kabupaten/Kota di Provinsi Bali pada periode 2009 2013 tercemin pada gambar 1.2. Gambar 1.2 Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009 2013. Sumber : Badan Pusat Statistik Bali, 2009 2014 Gambar 1.2 menunjukkan peningkatan PAD pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Bali dari tahun ke tahun dalam bentuk persen. PAD di Provinsi Bali menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah berusaha menggali sumber pendapatan melalui pengembangan potensi sumber daya daerah yang nantinya akan digunakan membiayai pembangunan daerahnya sendiri sehingga, menjadi daerah yang mandiri sesuai dengan tujuan pelaksaaan otonomi daerah. Jones dan Walker (2007), menyatakan bahwa jumlah pendapatan pemerintah daerah mempunyai pengaruh yang kuat terhadap kekuatan keuangan pemerintah daerah. 6

Semakin tinggi jumlah revenue pemerintah daerah, semakin kecil kemungkinan pemerintah daerah akan mengalami kesulitan keuangan dalam pendanaan infrastruktur bagi pembangunan pemerintah daerah bersangkutan. Perkembangan industri pariwisata di Bali mampu menggerakkan sektor sektor yang mempunyai keterkaitan langsung dengan industri pariwisata, seperti sektor industri pengolahan, hiburan, perdagangan, hotel dan restoran yang dapat meningkatkan penerimaan pendapatan asli daerah. Industri pariwisata memegang peranan penting dalam perekonomian suatu negara, baik sebagai salah satu sumber penerimaan devisa maupun sebagai penciptaan lapangan kerja serta kesempatan berusaha. Sektor pariwisata juga membantu proses pembangunan dan pengembangan wilayah sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Menurut Ekanayake and Aubrey (2012), kegiatan mempromosikan potensi pariwisata suatu daerah, dapat dijadikan sebagai strategi dalam usaha meningkatkan perekonomian daerah. Industri pariwisata suatu daerah bergantung kepada jumlah wisatawan yang datang dan peningkatan pemanfaatan daerah tujuan wisata. Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dikelompokkan oleh Cohen (1984), menjadi delapan kelompok besar, yaitu (1) dampak terhadap penerimaan devisa, (2) dampak terhadap pendapatan masyarakat, (3) dampak terhadap kesempatan kerja, (4) dampak terhadap harga-harga, (5) dampak terhadap distribusi masyarakat atau keuntungan, (6) dampak terhadap kepemilikan dan kontrol, (7) dampak terhadap pembangunan pada umumnya dan (8) dampak terhadap pendapatan pemerintah. Menurut Spillane (1994:47), dampak positif 7

pariwisata terhadap pembangunan ekonomi antara lain, dampak terhadap penciptaan lapangan kerja, sumber devisa negara dan distribusi pembangunan. Pulau Bali merupakan barometer pariwisata dengan keindahan alam dan keunikan budayanya. Kabupaten/Kota di Provinsi Bali memiliki potensi daerah wisata yang bervariasi, yaitu berupa perbukitan, pegunungan, persawahan dan pantai yang banyak digemari oleh wisatawan. Jumlah kunjungan wisatawan yang meningkat setiap tahunnya akan turut membantu dalam pembangunan daerah, yakni dalam pengalokasian belanja modal. Menurut Jaka (2010), semakin banyak wisatawan berkunjung, maka semakin banyak pula pendapatan daerah, yang nantinya dipergunakan untuk sumber pembiayaaan pemerintah daerah dalam menciptakan pelayanan publik yang semakin baik. Ferry (2012), meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan akan meningkatkan penerimaan daerah terutama retribusi obyek wisata dan mempengaruhi kegiatan perekonomian masyarakat sekitarnya, sehingga nantinya dapat membiayai penyelenggaraan pembangunan daerah. Totok (2006), menyatakan semakin unik dan menarik objek wisata maka, akan semakin banyak wisatawan yang akan berkunjung ke daerah tersebut, apalagi kalau ditunjang oleh adanya sistem transportasi, akomodasi, dan promosi yang baik dan memadai. Ketersediaaan obyek wisata yang menjadi tujuan wisata, ketersediaan hotel dan restoran merupakan hal yang wajib tersedia di daerah tujuan wisata. Menurut Sianturi (2010), terdapat keterkaitan antara pajak daerah dengan alokasi belanja modal. Semakin besar pajak yang diterima oleh Pemerintah Daerah, maka semakin besar PAD. Pemerintah Daerah mempunyai wewenang untuk 8

mengalokasikan pendapatannya dalam sektor belanja langsung ataupun untuk belanja modal. Pajak hotel restoran Kabupaten/Kota di Provinsi Bali mengalami peningkatan seiring dengan perkembangan hotel dan restoran di berbagai daerah Kabupaten/Kota. Pulau Bali dengan pesona daya tarik wisata dan fasilitas pendukung yang dimiliki, maka pajak hotel dan restoran dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan daerah melalui sektor pajak daerah. Meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah semakin meningkat. Dalam keadaan normal meningkatnya GNP (Gross National Product) menyebabkan penerimaan pemerintah yang semakin besar, dan pengeluaran pemerintah menjadi semakin besar, yang dikenal dengan teori Peacock dan Wiseman tentang penerimaan pengeluaran pemerintah (Mangkoesoebroto, 1993:173). Dari paparan di atas, penelitian ini mengkaji sejauh mana pengaruh jumlah kunjungan wisatawan, pajak hotel restoran dan PAD terhadap belanja modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009 2013, mengingat berkembangnya pariwisata yang begitu pesat serta bertambahnya hotel restoran dan pendapatan asli daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Keberhasilan pengembangan sektor kepariwisataan, berarti akan meningkatkan perannya dalam penerimaan daerah, dimana kepariwisataan merupakan komponen utama (Salah, 2003:16). Dalam rangka pembangunan daerah, sektor pariwisata memegang peranan yang menentukan untuk meningkatkan pembangunan sektor-sektor lain secara bertahap. 9

1.2 Masalah Penelitian Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka dapat dibuat rumusan masalah penelitian sebagai berikut : 1) Bagaimana pengaruh langsung jumlah kunjungan wisatawan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 2) Bagaimana pengaruh langsung pajak hotel dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 3) Bagaimana pengaruh langsung jumlah kunjungan wisatawan terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 4) Bagaimana pengaruh langsung pajak hotel dan restoran terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 5) Bagaimana pengaruh langsung Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 6) Bagaimana pengaruh tidak langsung jumlah kunjungan wisatawan terhadap Belanja Modal melalui Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 7) Bagaimana pengaruh tidak langsung pajak hotel dan restoran terhadap Belanja Modal melalui Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 10

1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk menganalisis bagaimana pengaruh langsung jumlah kunjungan wisatawan terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 2) Untuk menganalisis bagaimana pengaruh langsung pajak hotel dan restoran terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 3) Untuk menganalisis bagaimana pengaruh langsung jumlah kunjungan wisatawan terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 4) Untuk menganalisis bagaimana pengaruh langsung pajak hotel dan restoran terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 5) Untuk menganalisis bagaimana pengaruh langsung Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 6) Untuk menganalisis bagaimana pengaruh tidak langsung jumlah kunjungan wisatawan terhadap Belanja Modal melalui Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 7) Untuk menganalisis bagaimana pengaruh tidak langsung pajak hotel dan restoran terhadap Belanja Modal melalui Pendapatan Asli Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali periode 2009-2013. 11

1.4 Kegunaan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Kegunaan Teoritis Penelitian ini merupakan wadah bagi penulis untuk meningkatkan pemahaman dan mampu mengaplikasikan teori-teori ekonomi pembangunan diperoleh selama masa perkuliahan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. Penelitian ini juga diharapkan dapat menambah refrensi tentang belanja modal di lingkungan akademis sehingga dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan. 2) Kegunaan Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah terutama Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali untuk dijadikan percontohan dalam sektor pariwisata dalam upaya peningkatan belanja modal Kabupten/Kota di Provinsi Bali. 1.5 Sistematika Penelitian Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya dan disusun secara sistematis serta terperinci untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan. Sistematika dari masing-masing bab dapat diperinci sebagai berikut: 12

BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah dari penelitian, masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penelitian. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN Pada bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang mendukung dan berhubungan dengan masalah yang akan dibahas yang digunakan sebagai pedoman dalam pemecahan masalah dalam penelitian ini, hasil penelitian sebelumnya yang terkait yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini serta disajikan hipotesis atau dugaan sementara atas pokok permasalahan yang diangkat sesuai dengan landasan teori yang ada. BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini membahas mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, sampel, metode pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Bab ini akan menyajikan gambaran umum wilayah, perkembangan, dan data serta menguraikan pembahasan yang berkaitan dengan pengujian pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung 13

variabel jumlah kunjungan wisatawan, pajak hotel restoran, pendapatan asli daerah dan belanja modal Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan mengemukakan simpulan berdasarkan hasil uraian pembahasan pada bab sebelumnya, keterbatasan dalam penelitian yang telah dilakukan dan saran atas penelitian yang dilakukan agar nantinya diharapkan dapat berguna bagi penelitian selanjutnya. 14