organisasi seperti rendahnya kepuasan, tingginya tingkat stres, dan rendahnya komitmen karyawan. Al-Ababneh (2010) menyatakan bahwa, menentukan hubungan langsung antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja termasuk sulit dilakukan. Masih dari hasil penelitian Al-Ababneh (2010), tidak ada gaya kepemimpinan yang signifikan berpengaruh pada kepuasan kerja. Penelitian tersebut bahkan menyimpulkan hubungan antara gaya kepemimpinan dan kepuasan kerja tidak bisa dibuktikan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pada subjek penelitian yang dilakukan peneliti. Dalam sebuah organisasi atau perusahaan, perlu adanya evaluasi guna mengetahui kinerja dari perusahaan tersebut. Salah satu bentuk evaluasi yang bisa dilakukan adalah dengan mengukur tingkat kepuasan kerja karyawan. Menurut Kushel dan Newton (1986) kepuasan kerja karyawan ditentukan dari seberapa puaskah karyawan terhadap pekerjaan, kelompok kerja, serta pemimpin mereka sendiri. Kepuasan kerja juga bisa diartikan sebagai perbandingan antara apa yang diharapkan diperoleh dan apa yang benar-benar diperoleh karyawan dari pekerjaan yang dijalani (Locke, 1969). Sementara itu, menurut Ting (1997) dalam Lo dan Ramayah (2011), selain lingkungan pekerjaan dan upah, kepuasan kerja juga dipengaruhi oleh karakteristik personal karyawan, karakteristik personal manajer, gaya kepemimpinan-manajemen, serta sifat dari pekerjaan yang diemban oleh karyawan. Selain itu, kepuasan kerja juga bisa dijadikan indikasi keinginan karyawan meninggalkan perusahaan serta mengukur turnover karyawan. 5
Karyawan yang merasa tidak puas dengan pekerjaannya akan lebih mudah untuk keluar dari pekerjaannya daripada karyawan lain yang merasa puas (Padilla- Vellez, 1993; Gangadhraiah et al., 1990; Martin, 1990) dalam Mosadegh Rad dan Yarmohammadian (2006). Menurut Spector (1997) dalam Lo dan Ramayah (2011), kepuasan kerja didefinisikan sebagai sebuah keadaan yang menunjukkan orang suka (puas) atau tidak suka (tidak puas) pada pekerjaan mereka. Karyawan yang puas akan bertahan sedangkan yang tidak puas akan memilih untuk keluar mencari pekerjaan lain. Dari penjabaran di atas, penelitian ini membahas mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja dalam sebuah perusahaan. Lebih lanjut, peneliti membandingkan gaya kepemimpinan transaksional ataukah transformasional yang memberikan kepuasan kerja lebih tinggi pada karyawan. Sehingga diharapkan penelitian ini memberikan informasi yang lebih komprehensif mengenai manajerial perusahaan dalam hal ini gaya kepemimpinan manajer serta dampaknya pada karyawan. Dengan demikian perusahaan dapat menerapkan kebijakan yang tepat sehingga bisa membantu dalam mencapai misi, visi, dan tujuan-tujuan perusahaan. 1.2 Pertanyaan Penelitian Berikut ini pertanyaan penelitian yang diajukan dalam penelitian: 1. Apakah kepemimpinan transaksional berpengaruh positif pada kepuasan kerja karyawan PDAM Tirtawening Kota Bandung? 6
2. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada kepuasan kerja karyawan PDAM Tirtawening Kota Bandung? 3. Apakah kepemimpinan transformasional dapat menjelaskan varian variabel kepuasan kerja melebihi yang dapat dijelaskan oleh kepemimpinan transaksional? 1.3 Tujuan Penelitian 2. Untuk menguji pengaruh positif kepemimpinan transaksional pada kepuasan kerja karyawan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung. 3. Untuk menguji pengaruh positif kepemimpinan transformasional pada kepuasan kerja karyawan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung. 4. Untuk menguji apakah kepemimpinan transformasional dapat menjelaskan varian variabel kepuasan kerja melebihi yang dapat dijelaskan oleh kepemimpinan transaksional. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Dengan penelitian ini diharapkan peneliti bisa mengetahui gaya kepemimpinan seperti apa yang lebih efektif dan memberikan dampak positif bagi perusahaan. Selain itu peneliti juga bisa mengetahui seberapa besar pengaruh gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional terhadap 7
kepuasan kerja karyawan di sebuah perusahaan. Sehingga dikemudian hari bisa memberikan pemahaman serta pengetahuan bagi peneliti jika berada dalam sebuah manajemen perusahaan. 1.4.2 Bagi Pembaca Diharapkan dengan adanya penelitian ini, pembaca bisa mendapatkan gambaran serta pengetahuan tentang pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja di sebuah perusahaan di Indonesia. Dengan adanya penelitian ini diharap bisa memberikan masukan serta referensi mengenai kondisi nyata manajemen perusahaan khususnya di Indonesia. Selain itu penelitian ini juga bisa menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya sehingga bisa meghasilkan penelitian yang lebih baik dan komprehensif. 1.4.3 Bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung Dengan adanya penelitian ini diharapkan perusahaan bisa memaksimalkan kinerja manajemen dengan memilih gaya kepemimpinan yang paling sesuai bagi perusahaan. Dengan demikian terciptalah suasana kerja yang kondusif, efektif, dan nyaman bagi karyawan yang berujung pada pemenuhan kepuasan kerja karyawan. Pada akhirnya perusahaan bisa berkembang dan mencapai tujuan yang direncanakan. 8
1.5 Sistematika Penelitian Dalam penelitian ini tersusun dalam lima bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut: BAB 1: PENDAHULUAN Pada bab I ini berisi latar belakang dilakukannya penelitian, rumusan masalah yang diajukan, tujuan dilakukannya penelitian, manfaat yang didapat dari penelitian, sistematika penelitian, serta ruang lingkup dalam penelitian. BAB 2: LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS Pada bab II ini berisi mengenai teori-teori yang pernah diungkapkan oleh peneliti sebelumnya yang kemudian dijadikan landasan bagi penelitian ini. Dalam bab ini juga disampaikan hipotesis dari rumusan masalah pada bab I. BAB 3: METODE PENELITIAN Pada bab III ini berisi disain penelitian yang digunakan, populasi sampel penelitian, metode pengumpulan data yang digunakan, penjabaran definisi operasional dan pengukuran variabel, serta penjabaran metode-metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini. BAB 4: ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab IV ini berisi analisa data yang diperoleh selama pengumpulan data penelitian. Dalam bab ini juga dibahas mengenai hipotesis yang diajukan pada bab sebelumnya. 9
BAB 5: SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V ini berisi kesimpulan dari penelitian yang dilakukan serta saran-saran yang didapat selama penelitian berlangsung. Saran dalam penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan pada penelitian selanjutnya. 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Untuk menghindari pertanyaan yang menyimpang dari penelitian ini, maka ruang lingkup penelitian ini dibatasi hanya mengenai pengaruh gaya kepemimpinan terhadap kepuasan kerja di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirtawening Kota Bandung. 10
BAB 2 LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Kepemimpinan Banyak peneliti mengartikan kepemimpinan dengan berbagai arti. Walaupun tidak ada arti yang paling benar tentang kepemimpinan (Yukl, 2002), sebagian besar definisi kepemimpinan memiliki beberapa elemen yang sama, yaitu grup, pengaruh, dan tujuan (Bryman, 1992) dalam de Jong dan Den Hartog (2007). Sementara itu, menurut Kreitner (1995), dalam Mosadegh Rad dan Yarmohammadian (2006), perilaku kepemimpinan dapat digunakan untuk mempengaruhi karyawan untuk meningkatkan hasil organisasi. Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Voon et al. (2011) mengutip Northouse (2010) dan Yukl (2005) mengatakan bahwa kepemimpinan adalah proses interaksi antara pemimpin dengan bawahannya yakni pemimpin berusaha mempengaruhi bawahannya untuk bisa mencapai tujuan yang sama. Penelitian terdahulu tentang kepemimpinan telah mengartikan dan mengklasifikasikan berbagai gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang paling terkemuka adalah gaya kepemimpinan transaksional dan transformasional yang dikemukakan Burn pada tahun 1978. Karakteristik kepemimpinan transaksional dan transformasional disajikan dalam Tabel 2.1. 11
Tabel 2.1: Karakteristik Kepemimpinan Transaksional dan Contingent Reward Exception (active) Management-by- Management-by- Exception (passive) Laissez-Faire Transformasional Kepemimpinan Transaksional Kontrak pertukaran antara penghargaan dengan usaha, menjanjikan imbalan, mengakui prestasi. Mengawasi dan mencari penyimpangan dari aturan dan standar yang ada, mengambil tindakan korektif. Mengintervensi hanya jika standar tidak terpenuhi. Lepas tanggung jawab, menghindari membuat keputusan. Kepemimpinan Transformasional Charisma Menciptakan misi dan visi, menanamkan kebanggaan, memperoleh rasa hormat dan kepercayaan. Inspiration Mengkomunikasikan harapan yang tinggi, Intellectual Stimulation Individualized Consideration menggunakan simbol-simbol, mengekspresikan tujuan penting dengan cara yang sederhana. Meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, dan pemecahan masalah. Memberikan perhatian secara pribadi, memperlakukan setiap karyawan secara individu, sebagai pelatih, memberi nasihatnasihat. Sumber: Bernard M. Bass. 1990. From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share The Vision. Organizational Dynamics (Winter): 19-31 Kepemimpinan juga bisa dilihat sebagai sebuah rangkaian dari sikap, perilaku, karakteristik, dan keterampilan berdasarkan nilai individu maupun 12
organisasi, kepentingan, dan kepercayaan terhadap karyawan dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda (Mosadegh Rad & Yarmohammadian, 2006). Selain itu kepemimpinan juga bisa diartikan sebagai kemampuan seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahannya supaya bisa mengeluarkan kemampuan terbaik mereka. Faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain menghargai karyawan, jujur dan penuh integritas, meningkatkan efisiensi, serta membuka komunikasi yang baik dengan karyawan (Aronson et al., 2003). 2.1.1.1 Kepemimpinan Transaksional Bass dan Avolio (1995), mengemukakan bahwa kepemimpinan transaksional terdiri dari tiga dimensi, yaitu Contingent Reward, active mangement-by-exception, dan passive management-by-exception. 2.1.1.1.1 Contingent Reward Manajer yang mempraktekkan kepemimpinan Contingent Reward menganggap hubungan mereka dengan karyawannya sebagai serangkaian kontrak, penawaran, atau layanan/reward pengorbanan. Mereka cenderung memotivasi pekerja dengan menjanjikan hadiah yang cocok serta memberi pengakuan atas kinerja positif yang mereka peroleh (Bass, 1985; Avolio, 1999). Contigent reward merujuk pada seorang pemimpin yang menjadikan imbalan sebagai upaya pemimpin dalam memotifasi karyawan untuk bekerja dengan baik sesuai target yang ingin dicapai. Manajer jenis ini membiarkan karyawannya mengetahui apa yang diharapkan perusahaan pada dirinya dan apa yang akan didapat jika memenuhi harapan tersebut. Jika berdasarkan jenis 13
kepemimpinan ini, artinya terjadi sebuah kontrak verbal atau tertulis antara manajer dengan karyawan yang menetapkan pekerjaan apa yang harus dilaksanakan dan juga hadiah yang akan didapatkan jika pekerjaan itu terlaksana dengan baik sesuai kesepakatan. 2.1.1.1.2 Management-by-Exception Berdasarkan Wells (2011), kepemimpinan transaksional mengelola perusahaan berdasar penguatan positif yang fokus pada peraturan dan prosedur yang berlaku. Pemimpin jenis ini cenderung menjalankan kekuasaan berdasarkan posisi mereka dalam organisasi. Mereka memantau jalannya perusahaan dengan mengidentifikasi serta memberikan hukuman jika terjadi kesalahan (Bass, 1985; Avolio, 1999). Gaya kepemimpinan Management-byexception ini bisa dibagi dua yaitu management-by-exception aktif dan management-by-exception pasif. Mengutip Antonakis et al. (2003) yang ditulis Voon et al. (2011) menyatakan management-by-exception aktif merujuk pada pemimpin yang secara aktif melakukan monitoring pada pekerja dan memastikan mereka mencapai target perusahaan. Pemimpin jenis ini secara aktif melakukan pengawasan pada perilaku karyawannya, serta memaksakan tindakan disipliner dalam upaya menjaga standar pekerjaan. Gaya kepemimpinan management-by-exception pasif mengutip Antonakis et al. (2003) yang ditulis dalam Voon et al. (2011) merujuk pada pemimpin yang melakukan tindakan hanya ketika terjadi masalah di perusahaan. Pemimpin jenis ini secara pasif mengawasi standar kerja dengan 14
melakukan intervensi dan menerapkan tindakan disipliner hanya sebagai respon ketika terjadi kerusakan atau kesalahan dalam pekerjaan. 2.1.1.2 Kepemimpinan Transformasional Berdasarkan Yukl (1989), kepemimpinan transformasional adalah proses mempengaruhi perubahan besar dalam sikap dan asumsi anggota organisasi dan membangun komitmen untuk misi atau tujuan organisasi. Pemimpin transformasional membangun relasi yang positif dengan karyawannya dengan tujuan untuk memperkuat karyawan itu sendiri dan juga organisasi. Menurut Bryman (1992), kepemimpinan transformasional adalah pemimpin yang visioner dan mempertimbangkan kebutuhan psikologis bawahannya sehingga mereka merasa berharga dan dihargai di perusahaan. Manajer yang menerapkan gaya kepemimpinan transformasional mendorong karyawan untuk melihat jauh kedepan menempatkan kepentingan organisasi di atas kepentingan diri sendiri. Selain itu pemimpin transformasional tidak sungkan memberi nasihat serta mau mengembangkan karyawannya baik dalam urusan pekerjaan maupun urusan pribadi. Manajer menantang karyawannya untuk selalu memberikan yang terbaik dan memberi mereka tujuan yang jelas. Avolio, Bass, dan Jung (1997) menyatakan pemimpin transformasional bisa dibagi lagi menjadi empat subkomponen yang saling berhubungan: 15
2.1.1.2.1 Attributed Charisma Pemimpin jenis ini dikagumi dan dipercaya oleh pengikut atau karyawan (Bass dan Riggio, 2006). Mereka berperan sebagai contoh dan karyawannya mempunyai keinginan untuk menjadi seperti atasannya. Pemimpin yang memiliki pengaruh idealisme besar lebih berani mengambil risiko dan konsisten daripada dengan sewenang-wenang mempraktekkan standar etika dan perilaku moral yang tinggi. 2.1.1.2.2 Inspirational Motivation Pemimpin jenis ini menggunakan inspirasi dan nilai-nilai guna mengajak karyawannya untuk percaya dan berusaha keras mencapai tujuan yang sama. Mereka sangat optimistis tentang masa depan dan sangat berhasrat untuk bisa mencapai tujuan mereka (Bass dan Riggio, 2006). 2.1.1.2.3 Intellectual Stimulation Pemimpin jenis ini mendorong karyawannya untuk menjadi kreatif dalam memecahkan masalah dan mempertanyakan pokok permasalahan yang ada. Mereka mengajak karyawannya untuk memikirkan sebuah masalah dari berbagai sudut pandang dan menerapkan teknik pemecahan masalah yang inovatif (Bass dan Riggio, 2006). 2.1.1.2.4 Individualized Consideration Pemimpin jenis ini menghargai kebutuhan pribadi dan membantu karyawan mengembangkan kemampuan yang dibutuhkannya untuk mencapai hasil yang signifikan. Mereka suka menghabiskan waktu untuk 16
mengembangkan, mengajar, dan memberi pelatihan pada karyawan (Bass dan Riggio, 2006). 2.1.2 Kepuasan Kerja Secara metodologis, kita dapat mendefinisikan kepuasan kerja sebagai reaksi afektif karyawan terhadap pekerjaan, didasarkan pada perbandingan antara hasil aktual dan hasil yang diinginkan (Mosadegh Rad & Yarmohammadian, 2006). Kepuasan kerja umumnya diakui sebagai konstruksi multifaset yang mencakup perasaan karyawan tentang berbagai elemen pekerjaan baik intrinsik dan ekstrinsik. Hal tersebut mencakup aspek-aspek tertentu yang berhubungan dengan gaji, tunjangan, promosi, kondisi kerja, supervisi, praktek organisasi dan hubungan dengan rekan kerja (Misener et al., 1996) dalam Mosadegh Rad dan Yarmohammadian (2006). Kepuasan kerja juga bisa didefinisikan sebagai penilaian keadaan puas dari sebuah pekerjaan atau pengalaman (Locke, 1976). Dari definisi tersebut menunjukkan bahwa karyawan membentuk sikap mereka terhadap pekerjaan dengan mempertimbangkan perasaan, keyakinan dan perilaku mereka. Spector (1985) kemudian menemukan bahwa jika karyawan merasa terpenuhi dan merasa dihargai hasil kerjanya, karyawan tersebut merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka. Padilla-Vellez (1993), Gangadhraiah et al. (1990), dan Martin (1990) dalam Mosadegh Rad dan Yarmohammadian (2006), berpendapat kepuasan kerja merupakan anteseden langsung dari omset serta niat untuk meninggalkan 17
tempat kerja. Pekerja yang merasa tidak puas akan memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk meninggalkan pekerjaan mereka daripada rekan-rekan mereka yang merasa puas dengan pekerjaannya. Sementara itu, Armstrong (2003), dalam Al-Ababneh (2010), mendefinisikan kepuasan kerja sebagai perasaan dan sikap karyawan terhadap pekerjaan. Jika karyawan menunjukkan rasa suka dan sikap positif pada pekerjaan berarti mereka merasa puas. Sebaliknya jika mereka tidak suka dan bersikap negatif berarti mereka tidak puas dengan pekerjaan tersebut. 2.2 Pengaruh Kepemimpinan Pada Kepuasan Kerja 2.2.1 Pengaruh Kepemimpinan Transaksional Pada Kepuasan Kerja Kepemimpinan transaksional secara luas diartikan sebagai sebuah kesepakatan kerja yang dilakukan oleh manajer dengan karyawannya. Kesepakatan tersebut berupa imbalan serta hukuman yang akan didapat ketika karyawan melaksanakan pekerjaannya dengan baik atau sebaliknya. Lebih lanjut Bass dan Burns (1995), menyatakan bahwa kepemimpinan transaksional menunjukkan bahwa para pemimpin merespon kebutuhan karyawan yang lebih rendah seperti kebutuhan fisiologis dan rasa aman. Gaya kepemimpinan ini berkembang dari teori hirarki kebutuhan manusia yang diperkenalkan Maslow. Pernyataan tersebut di dukung Bass (1985), yang menyatakan terpenuhinya kebutuhan dasar manusia seperti kebutuhan fisiologis, rasa aman, dan pengharapan akan menimbulkan kepuasan kerja. Kepuasan kerja karyawan merupakan salah satu unsur penting dari kesuksesan organisasi. Dalam Voon et 18
al. (2011) menyatakan organisasi yang sukses biasanya mempunyai karyawan yang puas pada pekerjaan mereka sedangkan rendahnya kepuasan kerja karyawan bisa melumpuhkan organisasi (Galup, Klein, Jiag, 2008). Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan Bass (1990) yang menyatakan kepemimpinan transaksional dan trasformasional memiliki hubungan positif dengan persepsi karyawan terhadap pekerjaan dan juga pada kepuasan pemimpin dan organisasi. Pengaruh kepemimpinan transaksional terhadap kepuasan kerja telah banyak dibahas oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Andaryanto (2008) dalam penelitiannya mengenai kepuasan kerja menyatakan kepemimpinan transaksional memiliki hubungan positif pada kepuasan kerja dalam hal ini karir yang sesuai sebagai bagian dari pekerjaan. Masih pada penelitian yang dilakukan Andaryanto (2008), mengungkapkan bahwa kepemimpinan transaksional membantu terciptanya efisiensi dan kepuasan kerja (Janssen dan Yperen, 2004). Oleh karena itu, penelitian tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan transaksional memberikan dampak positif pada kepuasan kerja karyawan. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Nisak (2010) menyatakan bahwa kepemimpinan transaksional berpengaruh positif pada kepuasan kerja karyawan. Kepemimpinan transaksional cenderung berfokus pada jangka pendek dan keamanan fisik karyawannya. Pemimpin-karyawan menggunakan pendekatan ekonomi dan kepemimpinan transaksional sering dilihat reaktif daripada proaktif. 19
Kepemimpinan transaksional contingent reward memberikan pengaruh positif pada kepuasan kerja dengan memacu karyawan melalui pemberian hadiah atau insentif ketika mereka berhasil dan memberikan hukuman ketika mereka gagal mencapai target yang ditentukan sebelumnya. Pemberian hadiah seperti pujian, pengakuan, dan insentif perlu untuk dilakukan sebagai bentuk penghargaan atas pekerjaan mereka serta memberikan kepuasan individu dalam bekerja di perusahaan. Namun, di lain pihak pemberian saran, kritik, dan koreksi perlu juga dilakukan untuk menjaga karyawan untuk memperbaiki diri dan menjaga mereka tetap berada di jalur yang benar. Hasil tersebut konsisten dengan penelitian yang dilakukan Voon et al. (2011) yang menyatakan contingent reward memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan kerja. Hanya saja, kepemimpinan jenis ini tidak memberikan ikatan emosional yang kuat antara pemimpin dengan bawahannya (Jung & Avolio, 2010). Kepemimpinan transaksional management-by-exception bisa dibagi menjadi kepemimpinan aktif atau kepemimpinan pasif. Kepemimpinan jenis ini berfokus pada upaya mengidentifikasi kesalahan dan menerapkan kedisiplinan di tempat kerja. Kepemimpinan transaksional aktif akan secara aktif melakukan monitoring pada karyawannya. Hal tersebut dilakukan guna mencari penyimpangan dari aturan atau standar yang ada serta dengan cepat melakukan upaya korektif untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Pemimpin transaksional aktif ini tidak sungkan memberi bantuan pada karyawannya dalam menyelesaikan tugas yang menjadi tanggung jawab 20
mereka. Menurut Steers (1996) dalam Nisak (2010), dengan menghubungkan kebutuhan dasar karyawan dan harapan pemimpin yang ingin dicapai, serta penghargaan yang akan diperoleh karyawan maka tingkat motivasi mereka bisa ditingkatkan sehingga kepuasan kerja karyawan juga bisa terpenuhi. Kepemimpinan transaksional pasif terjadi ketika pemimpin melakukan intervensi hanya ketika terjadi penyimpangan dari aturan atau standar yang ada tidak terpenuhi/terlaksana (Bass, 1990). Pemimpin jenis ini cenderung menunggu hal buruk terjadi daripada harus secara aktif melakukan pengawasan dan mencari celah dari sistim yang ada di tempat kerja mereka. Walaupun begitu, dalam penelitiannya, Putri (2003) menyatakan variabel kepemimpinan transaksional mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Dari penjabaran dan penelitian sebelumnya, penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: H1: Kepemimpinan transaksional berpengaruh positif pada kepuasan kerja karyawan. 2.2.2 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional Pada Kepuasan Kerja Menurut Mosadegh Rad dan Yarmohammadian (2006), kepemimpinan transformasional dapat dilihat dari cara komunikasi yang terbuka serta menghargai karyawan secara individu. Pemimpin yang menerapkan gaya kepemimpinan tersebut lebih signifikan meningkatkan kepuasan kerja karyawannya. Masih menurut Mosadegh Rad dan Yarmohammadian (2006), dalam penelitan mereka menunjukkan bahwa 21