HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

WALKER (HYMENOPTERA: CHALCIDIDAE)

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA A. Parasitoid Brachymeria sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Parasitasi Tetrastichus brontispae terhadap Pupa Brontispae Di Laboratorium

HASIL DAN PEMBAHASAN

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

TINJAUAN PUSTAKA. bawah, biasanya pada pelepah daun ke Satu tumpukan telur terdiri dari

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hymenoptera. Ordo Hymenoptera memiliki ciri-ciri empat sayap yang tipis

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

HASIL. Tabel 2 Jumlah imago lebah pekerja A. cerana yang keluar dari sel pupa. No. Hari ke- Koloni I Koloni II. (= kohort) Warna Σ mati Warna Σ Mati

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Telur P. castanae Hubner. Bentuk telur oval dan dapat menghasilkan telur sebanyak butir perbetina.

TINJAUAN PUSTAKA. Capung

TINJAUAN PUSTAKA Apis cerana Sebagai Serangga Sosial

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Bojer. (Lepidoptera: Crambidae) Imago betina meletakkan telur secara berkelompok pada dua baris secara

EVALUASI TINGKAT PARASITISASI PARASITOID TELUR DAN LARVA TERHADAP PLUTELLA XYLOSTELLA L. (LEPIDOPTERA: YPONOMEUTIDAE) PADA TANAMAN KUBIS-KUBISAN

Hama penghisap daun Aphis craccivora

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

TINJAUAN PUSTAKA. oleh Blanchard tahun 1926 dari tanaman Cineraria di Argentina (Parrella 1982)

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

TINJAUAN PUSTAKA. imago memproduksi telur selama ± 3-5 bulan dengan jumlah telur butir.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

Pengorok Daun Manggis

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Lalat buah dengan nama ilmiah Bractrocera spp. tergolong dalam ordo

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. (1964) menyatakan bahwa pada tahun 1863 penggerek batang padi kuning dikenal

ACARA I PENGGUNAAN LALAT Drosophila SEBAGAI ORGANISME PERCOBAAN GENETIKA

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Siklus Hidup B. tabaci Biotipe-B dan Non-B pada Tanaman Mentimun dan Cabai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Sebaran Jumlah Telur S. manilae Per Larva Inang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

INVENTARISASI PARASITOID HAMA PENGGULUNG DAUN PISANG (Erionota thrax L.) DI KOTA METRO DAN SEKITARNYA PROVINSI LAMPUNG

TINJAUAN PUSTAKA. buku pertama di atas pangkal batang. Akar seminal ini tumbuh pada saat biji

TINJAUAN PUSTAKA. A. Karakteristik dan Klasifikasi Kupu-Kupu Klasifikasi kupu-kupu menurut Scobel (1995) adalah sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Buah-buahan

BALAI LITBANG P2B2 BANJARNEGARA IDENTIFIKASI DAN PEMBEDAHAN NYAMUK

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.


HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Pradewasa dan Imago

BAB I PENDAHULUAN. Aturan karantina di negara-negara tujuan ekspor komoditi buah-buahan

II. TELAAH PUSTAKA. Gambar 2.1 Morfologi nyamuk Aedes spp. (Wikipedia, 2013)

TINJAUAN PUSTAKA Ulat Sutra ( Bombyx mori L. Ras Ulat Sutera

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), adapun sistematika dari hama ini adalah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL A. Teknik Penangkaran T. h. helena dan T. h. hephaestus

Transkripsi:

12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna kuning kehijau-hijauan di bagian tengahnya (Gambar 3). Menurut Clausen (1940), telur dengan ciri-ciri tersebut merupakan telur tipe hymenopteriform. Telur tersebut diperoleh dari hasil pembedahan alat reproduksi imago parasitoid betina yang baru saja kopulasi. Pembedahan dilakukan pada alat reproduksinya karena pembedahan pada inang yang terparasit sangat sulit dilakukan, karena telur telah bercampur dengan jaringan lemak inangnya. Telur B. lasus mempunyai panjang 0,86 mm dan lebar 0,19 mm. Pengukuran telur menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 11x10. Produksi telur berkisar sekitar 75 butir tergantung pada ketersediaan inang dan makanan bagi imago (Kalshoven 1981). 0,5 mm Gambar 3 Telur parasitoid B. lasus Tipe produksi telur sebagian besar Hymenoptera adalah synovigenic sehingga ketersediaan makanan menjadi sangat penting bagi imago. Jika imago betina tidak menemukan makanan yang mengandung nutrisi yang dibutuhkan, atau imago tidak menemukan inang yang sesuai maka telur masak tidak akan diletakkan tetapi diserap kembali (ovisorption) (Prabowo 1996). Reproduksi serangga parasit dari ordo Hymenoptera dapat terjadi secara partenogenetik dan dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu thelyotoky,

13 deuterotoky dan arrhenotoky. Arrhenotoky merupakan tipe reproduksi yang paling umum pada Hymenoptera, telur dapat berkembang baik secara partenogenetik maupun melalui pembuahan. Telur yang dibuahi menjadi diploid dan akan berkembang menjadi individu individu betina. Telur yang tidak dibuahi tetap haploid dan akan berkembang menjadi individu individu jantan (Pudjianto 1994). Larva Tubuh larva parasitoid B. lasus berwarna bening kekuningan. Larva parasitoid pada pembedahan hari ke-3 dan ke-4 setelah inang terparasit ruas-ruas tubuhnya belum tampak, berwarna kuning pucat dan kecil. Larva pada pembedahan hari ke-5 dan ke-6 berwarna kuning dengan panjang tubuh 5,55 mm dan lebar kepala 0,97 mm (lampiran tabel 1), dan ruas-ruas tubuhnya mulai tampak. Pengukuran ini menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 2x10. Ruas-ruas tubuh larva pada pembedahan hari ke-4 (Gambar 4a) dan ke-5 (Gambar 4b) masih belum jelas. Ruas-ruas tubuh larva semakin jelas pada pembedahan hari ke-7 (Gambar 4c) dan ke-8 (Gambar 4d). Tubuh larva terdiri dari 12 ruas, tidak bertungkai dengan kapsul kepala berkembang jelas pada pembedahan hari ke-7. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, tipe larva B. lasus dapat digolongkan kedalam tipe hymenopteriform. Menurut Clausen (1940), larva tipe hymenopteriform terdiri dari 12 atau 13 ruas dan tidak mempunyai sistem trakea yang terbuka. Larva hidup bebas dalam rongga tubuh inangnya. a b c d 2 mm 2 mm 2 mm 2 mm Gambar 4 Larva parasitoid B. lasus ( a, hari ke-4; b, ke- 5; c, ke-7; d, hari ke-8) 2 mm

14 Pupa,05 Pupa B. lasus memiliki ukuran panjang tubuh 6,88 mm, dan lebar kepala 2,22 mm (lampiran tabel 2). Pengukuran pupa dilakukan pada 20 pupa berumur sebelas hari setelah pemarasitan. Pengukuran menggunakan program TPS DIG dengan perbesaran 2x10. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pupa umumnya dijumpai pada pembedahan hari ke-9 dan hari ke-10 setelah inang terparasit. Pada awalnya, pupa berwarna cokelat belum berbentuk dan tertutup kokon, hal tersebut terlihat saat pembedahan hari ke-9 (Gambar 5a). Pada hari ke-10, pupa mulai terbentuk dan terlihat lebih jelas bentuknya, tidak tertutup oleh kokon dan bewarna kuning kecoklatan (Gambar 5b). Pada hari ke-11 pupa mulai berubah warna dengan menimbulkan warna hitam sedikit demi sedikit (Gambar 5c). Berdasarkan hasil pengamatan dengan cara pembedahan warna hitam ini biasanya dimulai dari bagian toraks kemudian bagian abdomen, terakhir pada bagian tungkai dan kepala, hingga pada akhirnya seluruh tubuhnya berwarna hitam pekat. Pupa parasitoid B. lasus bertipe exarate (Gambar 5b). Borror et al. (1996) menyatakan bahwa pupa tipe exarate mempunyai ciri yaitu embelan-embelan bebas dan tidak melekat pada tubuh. Pupa demikian kelihatan sangat pucat. Pupa berada dalam tubuh inang yang telah mengalami pengerasan dan umumnya tidak ditutupi oleh kokon. a b c 2 mm 2 mm 2 mm Gambar 5 Pupa parasitoid B. lasus (a, hari ke-9; b, 10; c, 11) Imago Imago parasitoid, baik jantan maupun betina, umumnya berwarna hitam dengan tanda kuning dengan sayap yang transparan. Kepala dan antena berwarna hitam. Antena imago jantan dan betina memiliki persamaan bentuk dan tidak ada

15 perbedaan yang menonjol. Antena jantan dan betina, mempunyai ciri-ciri berbentuk siku dengan ruas pertama panjang dan ruas berikutnya kecil dan membelok membentuk sudut dengan ruas yang pertama (Gambar 6a). Menurut Boror et al. (1996), antena dengan ciri- ciri berbentuk siku, dengan ruas pertama panjang dan ruas-ruas berikutnya kecil dan membelok pada satu sudut dengan yang pertama merupakan antena bertipe genikulat. Berdasarkan ciri-ciri tersebut maka tipe antena B. lasus adalah genikulat. Imago parasitoid mempunyai femur tungkai belakang yang membesar dengan bagian apikal bewarna kuning, tibia belakang bewarna krem-kekuningan, (Gambar 6b) (Joseph et al. 1973). Femur yang membesar inilah yang menjadi ciri khas dari famili Chalcididae. Boror et al. (1996) menyatakan bahwa Chalcididae adalah chalcidoidchalcidoid yang berukuran sedang (panjangnya 2-7 mm) dengan femur belakang sangat menggembung dan bergeligi. Chalcididae biasanya berwarna hitam dengan tanda kuning. Imago parasitoid B. lasus mempunyai alat peletakan telur (ovipositor) yang pendek dan sayap-sayap yang tidak terlipat secara longitudinal bila beristirahat. Imago parasitoid betina (Gambar 7a) dan jantan (Gambar 7b) dapat dibedakan dengan mengamati bentuk alat kelamin. Alat kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya ovipositor pada imago betina di bagian ventral ujung abdomennya, sedangkan imago jantan tidak. Ovipositor ini dapat terlihat di bawah mikroskop stereo. a b Gambar 6 Bagian tubuh imago parasitoid B. lasus (a; antena, b; femur tungkai belakang)

16 2 mm a 2 mm b Gambar 7 Imago parasitoid B. lasus ( a, betina; b, jantan) Serangga betina umumnya mempunyai ukuran yang lebih besar daripada yang jantan. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap 20 imago jantan dan 20 imago betina, terlihat bahwa panjang tubuh dan lebar kepala imago betina lebih panjang dengan panjang tubuh dan lebar kepala imago jantan (Tabel 1). Imago parasitoid betina mempunyai panjang tubuh (tidak termasuk ovipositor) 6,86 mm dan lebar kepala 2,49 mm (lampiran tabel 3). Imago jantan mempunyai panjang tubuh 6,15 mm dan lebar kepala 2,18 mm (lampiran tabel 4). Tabel 1 Ukuran imago parasitoid B. lasus Jenis kelamin Ukuran rata-rata 20 Imago B. lasus (mm) Panjang Tubuh Lebar Kepala Betina 6,86 2,49 Jantan 6,15 2,18 Joseph et al. (1973) menyatakan bahwa B. lasus betina memiliki ciri- ciri panjang sekitar 5,0-7,0 mm, dengan tubuh berwarna hitam, koksanya berwarna hitam, mengkilap, trokanter berwarna hitam, femur mengkilap hitam dengan bagian apikal berwarna kuning, tibia depan dan tengah berwarna kuning dengan bulu pada tubuh putih keperakan. Kepala selebar toraks, dan ovipositor tidak terlalu panjang. Sedangkan B. lasus jantan memiliki ciri ciri panjang 3,3-5,5 mm, dan antena memiliki sensillae trichoid di sisi ventralfunicle.

17 Gejala Inang Terparasit Inang yang terparasit dapat dibedakan dari yang tidak terparasit (inang sehat). Inang yang terparasit memiliki ciri-ciri struktur tubuhnya mengeras dan terdapat bercak-bercak berwarna hitam. Seluruh tubuh pupa terparasit akhirnya akan berwarna hitam dan jika disentuh atau diganggu tidak bergerak (Gambar 8a). Inang yang tidak terparasit akan tetap sehat dan bewarna kuning segar kecoklatan, dan jika disentuh atau diganggu akan bergerak (Gambar 8b). Pupa inang yang terparasit akan menunjukkan perubahan gejala setiap harinya hingga imago parasitoid muncul. Hal ini disebabkan oleh reaksi tubuh inang yang terparasit terhadap perkembangan parasitoid di dalamnya. Pada hari pertama inang yang terparasit hanya diam dan bila disentuh tidak akan bergerak. Pada hari kedua inang mulai menunjukkan gejalanya dengan munculnya garisgaris hitam pada abdomennya (Gambar 9a). Diduga bahwa larva parasitoid mulai muncul pada hari kedua. Hari ketiga gejalanya sama dengan hari kedua. Pada hari keempat inang mulai kaku dan garis hitamnya semakin jelas (Gambar 9b). Pada hari keenam pupa kaku dan berwarna coklat kehitaman pada seluruh tubuhnya (Gambar 9c). Inang akan semakin keras dan bewarna hitam pada hari kedelapan (Gambar 9d). Pada hari kesembilan parasitoid di dalam pupa inang telah menjadi pupa. Pada hari ke sepuluh pupa inang terparasit bewarna hitam dan semakin keras bila disentuh (Gambar 9e). Pada hari-hari berikutnya tidak banyak perubahan pada tubuh pupa terparasit hingga imago parasitoid muncul. a b Gambar 8 Perbedaan Inang (a, terparasit; b, sehat)

18 a b c d e Gambar 9 Gejala pupa yang terparasit (a, hari kedua; b, hari keempat; c, hari keenam; d, hari kedelapan; e, hari kesepuluh) Pupa E. thrax yang terparasit oleh B. lasus akan mengeras, menghitam kemudian mati. Gejala awalnya adalah pupa mengeras dan apabila disentuh tidak bergerak atau pergerakkannya sangat lambat, kemudian muncul warna hitam pada tubuh inang yang dapat dilihat dalam waktu 2-3 hari setelah terparasit. Efek bagi inangnya adalah kematian setelah parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kalshoven (1981) yang menyatakan bahwa pupa sebagai inang akan mati dalam beberapa hari setelah terparasit oleh imago betina. Siklus Hidup Parasitoid B. lasus Siklus hidup adalah waktu yang diperlukan untuk perkembangan parasitoid sejak telur diletakkan sampai imago parasitoid meletakkan telur kembali. Kalshoven (1981) menyebutkan bahwa siklus hidup B. lasus bekisar antara 12-13 hari, hal ini terbukti dengan hasil pengamatan inang yang terparasit siklus hidup umumnya berkisar 13-14 hari diamati dari awal terparasit hingga imago parasitoid muncul dan meletakkan telurnya kembali. Berdasarkan pada pembedahan terhadap inang terparasit, perkiraan lama stadium telur, larva, dan pupa B. lasus berturut-turut adalah ; 2,4 hari; 5,6 hari dan 6,3 hari dan siklus hidupnya adalah 14,3 hari (Tabel 2), (lampiran tabel 5). Berdasarkan hasil pengamatan, keturunan yang dihasilkan oleh imago betina yang tidak kopulasi atau tidak mengalami pembuahan semuanya berkelamin jantan. Imago betina yang mengalami kopulasi menghasilkan keturunan jantan dan betina. Hal ini sesuai dengan Boror et al. (1996) yang

19 menyatakan bahwa keturunan yang dihasilkan pada kebanyakan kelompok ordo Hymenoptera dikontrol oleh proses pembuahan telur. Telur yang telah dibuahi akan berkembang menjadi betina, sedangkan telur yang tidak dibuahi akan berkembang menjadi imago jantan. Kelangsungan hidup imago B. lasus tergantung pada ketersediaan makanan, seperti nektar atau madu. Tabel 2 Perkiraan Lama Stadia Parasitoid B. lasus Tingkat Perkembangan Parasitoid Rata- rata Lama Stadium (hari) Telur 2,4 Larva 5,6 Pupa 6,3 Siklus Hidup 14,3 Pudjianto (1994) menyatakan bahwa larutan madu sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup imago parasitoid. Kelangsungan hidup imago parasitoid sangat ditentukan oleh ketersediaan makanan berupa madu. Makanan akan menjadi sumber energi yang sangat dibutuhkan untuk pergerakan parasitoid dan mendukung produksi telur. Prabowo (1996) menyatakan bahwa nutrisi berpengaruh terhadap kesuburan imago jantan dan produksi telur imago betina. Protein, gula, air, karbohidrat, dan vitamin bagi sebagian besar serangga merupakan unsur penting untuk produksi telur. Setiap serangga mempunyai kebutuhan yang berbeda yang harus terpenuhi dan apabila mengalami kekurangan akan menurunkan kemampuan produksi telurnya. Perilaku Parasitoid B. lasus Cara Memarasit Inang Proses pemilihan inang oleh parasitoid diatur oleh kombinasi berbagai faktor yang bekerjanya sering tumpang tindih satu dengan yang lain. Faktor kimia memegang peranan utama dalam setiap tahap pemilihan inang. Sinyal kimiawi dari pupa inang ke parasitoid pupa berupa kairomon untuk parasitoid pupa. Kairomon yang memacu peletakan telur pada hemolimfa pupa dari ngengat

20 sedangkan lilin diketahui sebagai asam amino dan magnesium klorida yang merangsang oviposisi (Waage & Greathead 1989) Brachymeria lasus termasuk parasitoid pupa yaitu parasitoid yang memarasit ketika inang pada stadia pupa. Parasitoid meletakkan telur dalam tubuh inang ketika inang tersebut berada pada stadia pupa, dan parasitoid menyelesaikan perkembangan pradewasanya dalam tubuh pupa inang. Parasitoid ini hidup di dalam tubuh inang dari telur, larva, pupa dan setelah menjadi imago akan mulai keluar dari lubang yang dibuatnya sendiri dengan cara menggigit tubuh inang yang telah mengalami pengerasan. Parasitoid yang hidup dalam tubuh inang disebut endoparasit. Proses penemuan inang oleh parasitoid merupakan sebuah proses yang sangat kompleks, dimana proses ini perbedaannya tergantung pada jarak inang (long and short range). Salah satu proses perilaku pencarian inang pada parasitoid yaitu penemuan habitat inang (host habitat finding), dimana merupakan proses pencarian inang dalam habitat inang ( Kalshoven 1981). Brachymeria lasus yang akan memarasit inangnya pertama akan berjalan jalan di atas tubuh inangnya kemudian setelah parasitoid tersebut merasa aman dan inangnya sesuai untuk meletakkan telurnya maka B. lasus mulai menusukkan ovipositornya pada bagian abdomen inangnya dengan kisaran waktu 10 menit hingga 15 menit sampai inang tidak bergerak lagi atau bergerak melambat, kemudian telur parasitoid dimasukkan menggunakan ovipositornya ke dalam tubuh inang. B. lasus akan meletakkan tubuhnya dan tungkai belakang akan mengait atau mencengkeram tubuh inang dengan erat sehingga pada saat parasitoid menusukkan ovipositornya ke tubuh inang dan inang bereaksi dengan bergerak maka parasitoid tersebut tidak akan jatuh dari tubuh inang (Gambar 10). Gambar 10 Imago B. lasus memarasit inang E. thrax

21 Kemunculan parasitoid Parasitoid B. lasus muncul pada pagi hingga menjelang siang hari sekitar pukul 07.00-11.00 WIB. Kemunculan imago secara bergantian satu-persatu dengan keluar melalui lubang yang dibuat dengan cara menggigit tubuh pupa. Setiap imago yang muncul membuat lubang keluarnya sendiri, sehingga tubuh pupa akan penuh dengan lubang tempat keluarnya imago. Dari hasil pengamatan diperoleh apabila dalam satu pupa terdapat 15 imago, maka lubang yang terdapat diseluruh tubuh pupa berjumlah 15 lubang (Gambar 11). Gambar 11 Lubang keluar parasitoid B. lasus Kemunculan parasitoid diawali dengan imago jantan yang kemudian diikuti oleh imago betina. Hal ini sama dengan pernyataan Pudjianto (1994) bahwa pada kebayakan Hymenoptera parasitoid, imago jantan umumnya muncul sedikit lebih awal dari yang betina. Ukuran tubuh inang sangat berpengaruh terhadap banyaknya imago parasitoid yang muncul, apabila ukuran inangnya besar maka jumlah imago parasitoid yang muncul berkisar 15 hingga 20 imago, sedangkan jika ukuran tubuh inangnya kecil maka imago parasitoid yang muncul hanya berkisar 7 hingga 10 imago B. lasus Kopulasi Kopulasi pada sebagian besar Hymenoptera parasit terjadi segera setelah kemunculannya. Serangga jantan umumnya muncul sedikit lebih awal dari serangga betina sehingga kopulasi terjadi segera setelah kemunculan serangga

22 betina. Namun demikian, pada beberapa spesies kopulasi tidak segera terjadi, terutama bila suhu lingkungan rendah. Pada beberapa spesies, untuk dapat memproduksi telur yang terbuahi diperlukan lebih dari satu kopulasi, sedangkan pada spesies yang lain cukup dengan satu kali kopulasi (Pudjianto 1994). Kopulasi terjadi segera setelah kemunculan imago betina parasitoid B. lasus. Imago jantan akan menarik perhatian betina, dengan menggetarkan sayapnya. Parasitoid betina yang tertarik akan mendekatinya, kemudian meninggalkan parasitoid jantan sambil mengeluarkan cairan dan parasitoid jantan akan mengikuti kemanapun betina berjalan sambil terus menggetarkan sayapnya hingga akhirnya terjadi kopulasi. Kopulasi B. lasus berlangsung kurang lebih selama 20 detik. Pudjianto (1994) menyatakan bahwa kopulasi pada sebagian besar Hymenoptera terjadi segera setelah kemunculannya bila terdapat individuindividu yang jenis kelaminnya berbeda.