HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Habitat dan Morfologi Jabon Jabon merah (A. macrophyllus) merupakan tanaman pioner yang toleran cahaya, dapat hidup di dataran rendah sampai ketinggian m dpl. Penyebaran alami jabon merah di Indonesia lebih sempit bila dibandingkan dengan jabon putih, yang meliputi Sulawesi, Maluku dan Papua. Tinggi pohon jabon merah bisa mencapai 40 meter dengan batang bundar dan tegak lurus mencapai 70% 80% dengan lingkar batang mencapai lebih dari 150 cm (diameter lebih dari 50 cm). Daya tumbuh di lahan kritis juga cukup baik, bahkan bisa dijadikan sebagai buffer zone untuk kepentingan konservasi atau daerah penyangga karena memiliki perakaran yang dalam. Di Hungoyono, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo, jabon merah ditemukan tumbuh dengan subur diatas bukit karst dekat sumber air panas tempat peneluran burung maleo (Macrocephalon maleo) (Halawane et al. 2011). Jabon putih (A. cadamba) merupakan tanaman pionir yang dapat tumbuh baik pada tanahtanah aluvial yang lembab dan umumnya dijumpai di hutan sekunder di sepanjang bantaran sungai dan daerah transisi antara daerah berawa, daerah yang tergenang air secara permanen maupun secara periodik. Beberapa pohon jabon terkadang juga ditemukan di areal hutan primer. Jenis ini tumbuh baik pada berbagai jenis tanah, terutama pada tanahtanah yang subur dan beraerasi baik (Soerianegara & Lemmens 1993). Penyebaran jabon putih di Indonesia cukup luas meliputi seluruh Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, seluruh Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Papua. Jabon tumbuh pada daerah lembab di pinggir sungai, rawa dan kadangkadang terendam air. Jabon tersebar dari daerah pantai hingga ketinggian 00 m dpl (Heyne 1987). Jabon termasuk jenis kayu daun lebar yang lunak (ringan). Kayu teras berwarna putih kekuningan sampai kuning terang, tidak dapat dibedakan dengan jelas warnanya dari kayu gubal (Martawijaya et al. 1989). Beberapa ciri morfologi yang membedakan jabon merah dari jabon putih dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Perbedaan ciri morfologi jabon merah dan jabon putih No Karakteristik Jabon merah Jabon putih Tunas daun muda Pangkal daun Urat daun primer Batang muda Berwarna merah Runcing Berwarna merah Berwarna merah kehitaman 5 Batang pohon dewasa Berwarna kehitaman 6 Warna buah Buah masak fisiologis berwarna coklat kemerahan Sumber: Martawijaya et al. (1989), Halawane et al. (2011) Berwarna coklat muda Rata Berwarna hijau kekuningan Berwarna hijau kecoklatan Berwarna coklat kelabu Buah masak fisiologis berwarna kuning

2 Perkembangan M. procris M. procris merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yaitu terdiri dari telur, larva yang terdiri dari lima instar, pupa dan imago. Perubahan setiap instar larva ditandai dengan terjadinya pergantian kulit pada setiap fase larva. Lama perkembangan M. procris mulai dari telur, larva, pupa sampai imago dengan pakan jabon merah dan putih tersaji pada Tabel 2. Data stadium dan ukuran pradewasa dan dewasa M. procris ditunjukkan pada Lampiran 1 5. Tabel 2 Ratarata stadium larva dan pupa serta lama hidup imago Moduza procris pada daun jabon merah dan jabon putih (hari) Tahap Jabon merah Jabon putih perkembangan N Stadium Stadium Larva Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Pupa Imago* Jantan Betina * = lama hidup, N = jumlah ulangan (individu) ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 2.38 Telur Telur berbentuk agak bulat berwarna hijau kekuningan dan terdapat rambutrambut halus seperti duri pada permukaannya (Gambar 3a). Telur yang diperoleh dari hasil pembedahan imago betina ratarata berukuran 1.32 mm untuk pakan dengan daun jabon merah, dan 1.36 mm pada jabon putih (Tabel 3). Menurut Morrell (1948), telur M. procris berukuran 1 mm, dengan lama fase telur 3.5 hari. Telur diletakkan kupukupu betina pada ujung daun tanaman inang yang terdapat bekas gigitan larva. Telur berwarna hijau kekuningan, agak bulat berbentuk kubah dengan permukaan berbentuk heksagonal dan terdapat bulubulu halus seperti duri (Gambar 3b). 11 a 0..5 mm 0 b Gambar 3 Telur Moduza procris, (a) hasil pembedahan, (b) menurut Morrell (1948).

3 Tabel 3 Ukuran pradewasa dan imago Moduza procris pada jabon merah dan jabon putih (mm) Jabon merah Jabon putih Tahap Panjang Panjang perkembangan N Lebar Lebar tubuh tubuh Telur Larva * Instar 1 Instar 2 Instar 3 Instar 4 Instar 5 Pupa Jantan Betina Imago ** Jantan Betina ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± ± 0.92 Keterangan: * = lebar pada larva adalah lebar kepala, N = jumlah ulangan (individu) ** = lebar pada imago adalah rentang sayap imago ± ± ± ± ± ± ± ± ± mm 3 5 mm a b c 2.5 mm 5 mm 6 mm 6 d e f cm 1 cm Gambar 4 Larva Moduza procris, (a) instar 1 awal, (b) instar 1 akhir, (c) instar 2, (d) instar 3, (e) instar 4, (f) instar 5. Larva Larva M. procris berbentuk silindris (erusiform). Larva tua berwarna coklat tua sampai hitam. Pada ruas tubuh terdapat sejumlah duri. Kepala berwarna coklat tua sampai coklat kemerahan dengan bercakbercak merah. Pada kepala terdapat ciri khas yaitu adanya semacam tanduk bercabang pada bagian ujung. Larva memakan daun dengan cara menggigit dari ujung daun tanaman dan meninggalkan tulang daun. Semakin besar ukuran stadium larva semakin banyak daun yang dimakan. Larva yang akan berganti kulit berhenti makan untuk sementara waktu. Pergantian kulit ditandai dengan adanya sisa bekas kulit (eksuvia). Eksuvia ini akan dimakan kembali oleh larva kecuali eksuvia kepala.

4 Larva akan merespon bila diganggu, dan mengeluarkan cairan berwarna hijau sebagai perlindungan diri dari serangan musuhnya. Larva Instar 1. Larva instar 1 memiliki panjang awal 3 mm dan berwarna coklat kehijauan, sesuai dengan warna daun yang dimakan (Gambar 4a). Setelah keluar dari telur larva mencari pakan di sekitarnya dan mulai memakan tepi daun dalam jumlah yang sedikit serta gerakan larva masih lambat. Rambutrambut tubuh belum terbentuk. Kepala larva agak bulat dengan lebar 0.91 mm (Gambar 4b). Ratarata stadium larva instar 1 pada pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (3. hari), daripada pakan daun jabon putih (3.40 hari) (Tabel 2). Menurut Morrell (1948), umumnya larva hidup secara soliter pada setiap ujung daun tanaman inangnya. Bourinbaiar dan Huang (2006) menambahkan bahwa aktifitas larva muda relatif rendah, sehingga keberadaannya masih di sekitar daerah peletakkan telur. Larva Instar 2. Larva instar 2 yang baru berganti kulit mempunyai panjang tubuh sekitar 8 mm. Larva berwarna merah kecoklatan. Pada instar 2 ini larva mulai banyak makan daripada instar sebelumnya. Akhir instar 2, larva memiliki panjang tubuh mm (Gambar 4c). Ratarata stadium larva instar 2 dengan pemberian pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (3.20 hari) daripada jabon putih (4.50 hari). Sebaliknya ukuran larva instar 2 relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih daripada jabon merah (Tabel 3). Morrell (1948) melaporkan bahwa larva instar 2 mempunyai panjang tubuh sekitar mm dengan lama stadium 3 hari. Larva Instar 3. Larva instar 3 memiliki panjang tubuh awal sekitar 13 mm, dengan warna tubuh coklat kehitaman. Pada akhir instar larva mempunyai panjang tubuh sekitar 18 mm, dengan warna yang sama coklat kehitaman. Serabut tubuh mulai tumbuh dan sepasang serabut yang lebih panjang pada bagian kepala yang menyerupai tanduk pada bagian ujung (Gambar 4d). Pada instar 3 larva mulai intens makan akan tetapi tidak dalam jumlah yang banyak. Larva makan untuk mencukupi kebutuhan tubuh dan proses moulting. Ratarata stadium larva instar 3 dengan pemberian pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (3. hari) daripada jabon putih (3.20 hari). Sebaliknya ukuran larva relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih daripada jabon merah (Tabel 3). Morrell (1948) melaporkan bahwa pada fase ini panjang tubuh larva sekitar mm dengan lama hidup 3 hari. Larva Instar 4. Larva instar 4 memiliki panjang tubuh awal sekitar 20 mm, dengan warna tubuh coklat kehitaman (Gambar 4e). Rata rata stadium larva instar 4 lebih singkat pada pakan daun jabon merah (3. hari) daripada daun jabon putih (3.40 hari). Sebaliknya ukuran relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih (Tabel 3). Morrell (1948) melaporkan bahwa pada fase ini lama hidup larva berlangsung selama 4 hari, dengan panjang tubuh mencapai mm. Larva Instar 5. Larva instar akhir ini memilih panjang tubuh awal 30 mm, dan panjang tubuh akhir 35 mm. Larva berwarna coklat kehitaman (Gambar 4f). Ratarata lebar kepala larva mencapai 4.91 mm. Ratarata stadium larva instar 5 13

5 pada pakan daun jabon putih relatif lebih singkat (2.70 hari) daripada jabon merah (3.50 hari). Sebaliknya ukuran relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih (Tabel 3). Menurut Morrell (1948), pada fase akhir ini lama hidup larva berlangsung selama 3 hari dengan panjang tubuh 31 mm. Ratarata stadium larva secara keseluruhan pada pemberian pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (16.00 hari) daripada jabon putih (17.20 hari). Pupa Bentuk pupa berlekuklekuk dan terlihat seperti daun kering yang menggulung. Pupa berwarna coklat kekuningan atau coklat kehitaman. Bagian posterior pupa menempel pada batang atau daun dan terikat oleh benang sutra tipis (kremaster) (Gambar 5). Ratarata stadium pupa dengan pakan daun jabon putih relatif lebih singkat (8. hari) daripada jabon merah (8.70 hari). Sebaliknya ukuran pupa baik jantan maupun betina relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih daripada daun jabon merah (Tabel 3). 14 a b c Gambar 5 Pupa Moduza procris, (a) ventral, (b) dorsal, (c) lateral. Imago Imago yang baru keluar dari pupa sayapnya masih pendek, lunak, dan berkerut. Setelah beberapa saat, sayapsayap akan berkembang dan mengeras, pigmentasi akan terbentuk, dan imago siap melanjutkan perkembangannya. Kupukupu M. procris berwarna hitam, coklat kemerahan dengan spot putih berbentuk huruf V, bagian ventral berwarna putih kehijauan, warna pada betina dan jantan sulit dibedakan karena sangat mirip (Gambar 6a dan 6b). Perbedaan antara jantan dan betina dapat dilihat dari ukuran tubuh. Ukuran tubuh pada jantan relatif lebih kecil dari betina. Selain itu pada abdomen betina dicirikan dengan adanya ovipositor, sedangkan pada jantan tidak terdapat ciri tersebut. Proses kopulasi pada kupukupu berlangsung selama 50 menit (Gambar 6c). Pada akhir kopulasi biasanya sayap imago rusak. Kupukupu betina lebih banyak dari jantan dengan nisbah kelamin 8 : 2. Imago betina yang melakukan kopulasi dengan cahaya matahari yang cukup, setelah dilakukan pembedahan mampu menghasilkan telur butir. Morrell (1948) melaporkan bahwa imago betina hanya meletakkan 1 telur pada satu daun tumbuhan inangnya. Jumlah telur yang diletakkan tergantung kecukupan nutrisi dan cahaya matahari. Morrell (1960) juga melaporkan bahwa semua spesies Nymphalidae terbang dengan kuat dan cepat. Kebanyakan imago jantan sangat menyukai cahaya matahari, sehingga kopulasi dilakukan pada tempat yang banyak terdapat cahaya.

6 15 1 cm 1 cm a b c Gambar 6 Imago Moduza procris, (a) jantan, (b) betina, (c) kopulasi jantan dan betina. Lama hidup imago betina yang diberi pakan daun jabon merah relatif lebih singkat (11.75 hari) daripada jabon putih (15.25 hari) (Tabel 2). Hasil yang sama juga terjadi pada imago jantan dengan lama hidup hari pada pakan daun jabon merah, dan hari pada pakan daun jabon putih. Sebaliknya ratarata ukuran imago betina maupun jantan relatif lebih besar pada pakan daun jabon putih daripada jabon merah (Tabel 3). Secara keseluruhan hasil pengamatan lama stadium dan ukuran M. procris tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara jabon merah dan jabon putih. Parasitoid M. procris Selama penelitian ditemukan dua jenis parasitoid pada pupa, yaitu Theronia sp. (Hymenoptera: Ichneumonidae), dan Brachymeria lassus (Hymenoptera: Chalcididae) (Gambar 7a dan 7b). Jumlah kedua jenis parasitoid ini tersaji pada Tabel 4. Data pengamatan parasitoid yang ditemukan selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 4 Parasitoid yang keluar dari pupa Moduza procris (ekor) Parasitoid Jumlah pupa Jumlah parasitoid Jumlah parasitoid terparasit yang keluar per inang Theronia sp Brachymeria lasus

7 Parasitoid merupakan serangga yang bersifat sebagai parasit pada serangga atau binatang Arthropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitik pada fase pradewasa (larva) sedangkan pada fase dewasanya biasanya hidup bebas dan tidak terikat pada inangnya. Jumlah parasitoid yang ditemukan lebih banyak pada jabon merah, akan tetapi selama pengamatan tidak ditemukan gejala awal larva atau pupa yang terserang parasitoid. Menurut Untung (1996), kebanyakan famili Ichneumonidae merupakan parasitoid soliter, yaitu hanya ada satu individu yang muncul dalam satu pupa. Purnomo (2000) juga menyatakan bahwa Ichneumonidae merupakan famili yang banyak bertindak sebagai parasitoid pada bermacam inang. Menurut Soviani (2012), yang melaporkan bahwa sebagian besar famili Chalcididae merupakan parasitoid primer Lepidoptera mm 7 mm a b Gambar 7 Parasitoid pada Moduza procris, (a) Theronia sp., (b) Brachymeria lassus. Selain parasitoid yang ditemukan, ada beberapa jenis parasitoid yang diketahui menyerang hama jabon di lapangan. Menurut Susanty (2014), yang melaporkan bahwa ada lima jenis parasitiod yang menyerang hama Artrochista hilaralis. Kelima jenis parasitoid tersebut yaitu Phanerotoma sp., Chelonus sp., Apanteles sp., Tetrastichus sp., dan Ooencyrtus sp.. Kandungan Kimia Daun 1. Uji Proksimat Analisis proksimat pertama kali dikembangkan di Weende Experiment Station Jerman oleh Hennerberg dan Stokmann. Oleh karena itu analisis ini sering juga dikenal dengan analisis Weende. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui komponen utama dari suatu bahan. Analisis ini menjadi perlu untuk dilakukan karena menyediakan data kandungan utama dari suatu bahan makanan atau pakan (Soejono 1990). Faktor lain adalah karena analisis proksimat dalam makanan berkenaan dengan kadar gizi dari bahan makanan tersebut (Hui 2006). Berdasarkan hasil pengujian proksimat, daun jabon putih mengandung kadar air, protein, serat kasar, nitrogen, ADF dan lignin dalam jumlah yang lebih banyak daripada daun jabon merah. Sebaliknya daun jabon merah lebih banyak mengandung lemak dan selulosa. Kandungan lainnya seperti kadar abu, Bahan Ekstra Tanpa Nitrogen (BETAN), Ca, P dan silika dalam jumlah yang relatif

8 sama. Kandungan NaCl pada kedua jabon tersebut ada dalam persentasi yang sama (Tabel 5). Tabel 5 Hasil analisis kandungan senyawa primer pada daun jabon merah dan jabon putih (%) Jenis analisis Jabon merah Jabon putih Kadar air Kadar abu Protein kasar Serat kasar Lemak total BETAN Calsium (Ca) Phospor (P) Nitrogen (N) Natrium Clorida (NaCl) ADF Selulosa Lignin Sillika Hasil pengujian asam amino pada daun jabon merah dan putih cenderung berbeda. Kandungan asam amino daun jabon merah lebih rendah dari pada daun jabon putih. Kandungan asam amino tertentu seperti asam aspartat, asam glutamat, serin, glysin, alanin, prolin, tyrosin dan sistein relatif lebih tinggi pada jabon putih. Golongan asam amino esensial seperti arginin, threonin, metionin, isoleusin, leusin dan phenilalanin lebih tinggi pada jabon putih. Pada jabon merah kandungan asam amino esensial paling tinggi adalah histidin dan valin (Tabel 6). Tabel 6 Hasil pengujian kimia asam amino pada daun jabon merah dan jabon putih (%) Unsur asam amino Jabon merah Jabon putih Asam Aspartat Asam Glutamat Serin Glysin Histidin* Arginin* Threonin* Alanin Prolin Tyrosin Valin* Metionin* Sistein Isoleusin* Leusin* Phenilalanin* Lisin * = asam amino essensial

9 2. Uji Fitokimia Fitokimia merupakan suatu metode untuk menentukan ciri senyawa aktif penyebab efek racun atau efek yang bermanfaat. Senyawa hasil identifikasi ditunjukkan oleh ekstrak tumbuhan kasar yang diuji dengan sistem biologi (Harborne 1987). Hasil uji golongan senyawa metabolik sekunder ini ditandai dengan terjadinya perubahan warna dari serbuk daun jabon setelah ditambahkan pereaksi sesuai dengan uji senyawa yang dilakukan. Hasil identifikasi dari warna yang dihasilkan pada pengujian fitokimia, diperoleh dua jenis senyawa yaitu kuinon dan steroid (Tabel 7). Senyawa kuinon merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbonkarbon (Harborne 1987). Senyawa kuinon hasil uji termasuk dalam kelompok antrakuinon. Hal ini sejalan dengan Robinson (1991) yang menyatakan bahwa golongan kuinon alam terbesar terdiri atas antrakuinon dan keluarga tumbuhan yang kaya akan senyawa jenis ini, salah satunya adalah tumbuhan dari famili Rubiacea. Tabel 7 Hasil pengujian senyawa metabolik sekunder pada daun jabon merah dan jabon putih Senyawa aktif Hasil identifikasi Jabon merah Jabon putih Alkaloid Flavanoid Kuinon Tanin Saponin Steroid Triterpenoid Keterangan: () = negatif, (+) = positif tetapi lemah, (++) = positif dan kuat Senyawa kedua yang terdeteksi yaitu steroid. Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya terbentuk dari sistem cincin siklopentana prehidrofenantrena. Menurut Robinson (1995), steroid merupakan golongan senyawa metabolik sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai obat. Kedua senyawa yang terdapat pada tumbuhan ini diduga berperan sebagai pelindung dari serangga dan serangan mikroba yang bersifat merugikan (Harborne 1987, Robinson 1995). Preferensi Makan M. procris Pada metode pilihan, ratarata luas daun yang dimakan oleh larva instar 4 pada jabon merah lebih banyak (5.61 ± cm²) daripada jabon putih (18.11 ±.02 cm²) (Tabel 8). Sebaliknya pada metode tanpa pilihan, larva relatif lebih banyak memakan daun jabon putih ( ± cm²) daripada daun jabon merah ( ± cm²). Data luasan daun yang dimakan larva per hari pada metode pilihan dan tanpa pilihan ditunjukkan pada Lampiran 7 8. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada preferensi makan metode pilihan, selama proses perkembangannya larva lebih memilih pakan daun jabon merah daripada daun jabon putih, dan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Sebaliknya pada metode tanpa pilihan, larva relatif lebih banyak memakan pakan 18

10 Tabel 8 Jumlah luasan daun jabon merah dan jabon putih yang dimakan oleh larva Moduza procris instar 4 pada metode pilihan dan tanpa pilihan (cm²) Metode Jabon merah Jabon putih P* Pilihan 5.61 ± ± Tanpa pilihan ± ± * P > 0,05 menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata daun jabon putih daripada daun jabon merah, meskipun tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Pengamatan selama tiga hari menunjukkan bahwa untuk metode pilihan jumlah luasan daun jabon merah yang dikonsumsi larva jauh lebih banyak dan terjadi peningkatan dari hari pertama sampai hari ketiga sebelum larva mulai berganti kulit menjadi instar 5 (Gambar 8a). Sebaliknya pada pakan daun jabon putih konsumsi daun tidak terlalu banyak walaupun terjadi peningkatan dari hari pertama sampai hari ketiga. Pada metode tanpa pilihan, larva memakan daun jabon merah dan daun jabon putih dalam jumlah yang relatif sama. Namun pada pakan daun jabon putih terdapat penurunan konsumsi pada hari terakhir instar 4, sedangkan pada pakan daun jabon merah hal tersebut tidak terjadi (Gambar 8b). 19 a b Gambar 8 Luas daun yang dimakan oleh larva per hari pada jabon merah dan putih dengan metode pilihan (a) dan tanpa pilihan (b) JM = jabon merah, JP = jabon putih. Pada preferensi makan dengan metode tanpa pilihan larva instar 4 relatif lebih banyak makan daun jabon putih daripada daun jabon merah. Hal ini diduga kandungan nutrisi (senyawa primer) lebih banyak terdapat pada daun jabon putih.

11 Nutrisi tersebut diantaranya adalah kadar air, protein kasar, karbohidrat (serat kasar dan BETAN), ADF dan lignin. Kebutuhan akan air untuk proses metabolisme tubuh tergantung pada kandungan air yang terdapat di dalam daun (pakan yang di konsumsi). Hal ini sejalan dengan Purnomo et al. (2008) yang melaporkan bahwa kandungan air yang tinggi pada suatu pakan berkorelasi positif dengan pemilihan inang bagi serangga fitofag. Nutrisi penting kedua yang dibutuhkan oleh larva M. procris dalam perkembangannya yaitu nutrisi protein kasar dan karbohidrat (serat kasar dan BETAN). Protein dan karbohidrat banyak terdapat pada daun jabon putih. Protein adalah nutrisi utama yang dibutuhkan oleh serangga fitofag, dan ini paling sering menjadi nutrisi pembatas untuk pertumbuhan optimal serangga. Protein juga termasuk salah satu zat penting yang sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Selain itu, protein juga mempengaruhi kualitas makanan secara keseluruhan, dalam hal ini berhubungan dengan keseimbangan asam amino esensial yang tersedia dalam protein (Bernays & Chapman 1994). Kandungan karbohidrat pada suatu pakan diduga berperan membantu mengoptimalkan pertumbuhan larva (Ahmad & Kamal 2001). Selain nutrien penting di atas yang tak kalah penting yaitu lemak, kadar abu dan nutrisi pendukung lainnya, seperti ADF, lignin dan selulosa. Lemak merupakan bentuk simpanan energi paling utama dalam tubuh disamping sebagai sumber gizi esensial bagi serangga fitofag (Bernays & Chapman 1994). Kadar abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai nutrisi yang penting karena abu tidak mengalami pembakaran sehingga tidak menghasilkan energi. Jumlah abu dalam bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan BETAN. Nilai ADF pada daun mewakili kandungan lignin dan selulosa dinding sel tanaman. Selain itu nilai ADF ini juga secara khusus berhubungan langsung dengan kemampuan cerna pakan pada hewan (Soejono 1990). Makanan serangga fitofagus umumnya mempunyai kandungan nitrogen dan air yang tinggi dibutuhkan untuk mempercepat pertumbuhannya. Kadar nitrogen dan air dalam daun dapat berfluktuasi karena berhubungan dengan musim dan fenologi tumbuhan, keadaan ini dapat mempengaruhi kehidupan (performance) serangga ini (Ahmad & Kamal 2001). Selain itu, Sanchez (1992) juga melaporkan bahwa kehilangan nitrogen dari tanah disebabkan oleh penguapan, pencucian, denitrifikasi, pengikisan dan penyerapan oleh tanaman. Pada lapisan atas biasanya kandungan N lebih tinggi yaitu sekitar 95% dan umumnya menurun dengan kedalaman tanah yaitu sekitar 60%. Hasil pengujian fitokimia menunjukan bahwa kandungan kuinon dan steroid yang terdeteksi pada daun jabon putih dalam jumlah yang lebih sedikit, sehingga menyebabkan dipilihnya pakan daun jabon putih oleh larva ini. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuringtyas et al. (2007) yang melaporkan bahwa larva cenderung memilih pakan dengan kandungan senyawa metabolik sekunder dalam jumlah yang sedikit. Preferensi makan dengan metode pilihan, menunjukkan bahwa larva lebih memilih pakan daun jabon merah daripada daun jabon putih (Tabel 8). Hal ini diduga karena kandungan nutrisi yang terdapat pada pakan mempunyai fungsi dan pemanfaatan yang berbedabeda sesuai kebutuhan larva. Pada jabon putih kandungan nutrisi penting seperti kadar air, protein, karbohidrat (serat kasar dan BETAN), lignin, nitrogen dan kandungan lainnya dalam persentase yang banyak. Akan tetapi, persentase serat kasar dan lignin yang terdapat pada daun jabon putih 20

12 dalam jumlah yang banyak dapat menjadi faktor terjadinya antifeedant. Hal ini sejalan dengan Syahputra (2005) yang melaporkan bahwa serat dan lignin diduga dapat mempengaruhi laju konsumsi larva, sehingga berhenti makan dan mulai memilih pakan lain yang lebih sedikit kandungan serat kasar dan lignin. Kandungan nitrogen yang tinggi pada jabon putih juga kurang berperan pada larva instar akhir, karena kandungan nitrogen lebih banyak dibutuhkan oleh larva instar awal daripada larva instar akhir (Bernays & Chapman 1994). Selain itu pada pakan daun jabon merah kandungan lemak dalam persentase yang lebih banyak daripada pakan daun jabon putih (Tabel 5). Disamping berfungsi sebagai sumber energi, lemak juga berperan sebagai struktur membran dan yang paling penting yaitu sebagai komponen kulit pelindung, karena salah satu jenis lemak dalam bentuk sterol merupakan prekursor hormon moulting exdison (Bernays & Chapman 1994). Schoonhoven (1997) juga melaporkan bahwa lemak berperan sebagai salah satu lini pertahanan bagi serangga. Hal ini disebabkan aktivitas MFO (MixedFunctionOxidase) juga berlangsung pada jaringan lemak tubuh larva. Menurut Ahmad (1982), larva Lepidoptera generalis memiliki aktivitas MFO yang lebih tinggi daripada serangga spesialis. Sistem polisubstrat monooksigenase (PSMOs) atau sistem MFO sebenarnya secara genetik sudah ada pada tubuh serangga. Hal ini dapat menyebabkan larva M. procris mampu beradaptasi dan bersifat toleran terhadap senyawasenyawa metabolik yang dihasilkan oleh tanaman inangnya. Perilaku beradaptasi terhadap lingkungan sangat diperlukan oleh serangga untuk mengatasi rintangan yang merupakan pertahanan tumbuhan misalnya rintangan kandungan allelokimia, fisik tanaman dan ekologi. Keadaan ini membuat serangga harus dapat mematahkan pertahanan tanaman, baik pertahaan kimia maupun pertahanan fisik agar tetap bertahan hidup (survive). Menurut Schoonhoven (1997), hal serupa juga terjadi pada ulat tembakau Spodoptera frugiperda, yang mampu beradaptasi dengan senyawa nikotin yang dihasilkan oleh tanaman tembakau. Syahputra et al. (2004) juga melaporkan bahwa, sistem metabolisme senyawa aktif pada serangga tersebut membentuk konjugat yang larut dalam air. Konjugat ini kemudian dikeluarkan dari tubuh bersamasama dengan kotoran serangga. Berdasarkan hasil tersebut diatas, maka daun jabon putih dapat dijadikan sumber pakan penting pada fase awal pertumbuhan larva. Hal ini disebabkan pada daun jabon putih lebih banyak mengandung nutrisi penting yang dibutuhkan larva untuk tumbuh dan berkembang. Sebaliknya daun jabon merah mengandung beberapa senyawa primer penting yang berperan sebagai pelindung dan sistem pertahanan bagi larva M. procris terhadap senyawa kimia yang terdapat pada daun jabon. 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pemeliharaan Tanaman Uji Pemeliharaan Serangga Uji Pengamatan Perkembangan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Metode Penelitian Pemeliharaan Tanaman Uji Pemeliharaan Serangga Uji Pengamatan Perkembangan 4 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian perkembangan dan preferensi makan dilakukan di Laboratorium Entomologi Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan, IPB. Pengujian kandungan kimia daun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) IDENTIFIKASI FITOKIMIA DAN EVALUASI TOKSISITAS EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat) Abstrak Kulit buah langsat diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut yang berbeda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 7 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Distribusi Spasial A. tegalensis pada Tiga Varietas Tebu Secara umum pola penyebaran spesies di dalam ruang terbagi menjadi tiga pola yaitu acak, mengelompok, dan teratur. Sebagian

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Peletakan Telur Kepik Coklat pada Gulma Hasil analisis varians menunjukkan bahwa umur tanaman kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap distribusi peletakan telur,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura

TINJAUAN PUSTAKA. enam instar dan berlangsung selama hari (Prayogo et al., 2005). Gambar 1 : telur Spodoptera litura S. litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi TINJAUAN PUSTAKA Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadangkadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA

2016 PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI MACAM PAKAN ALAMI TERHAD APPERTUMBUHAN D AN PERKEMBANGAN FASE LARVA BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kupu-kupu merupakan satwa liar yang menarik untuk diamati karena keindahan warna dan bentuk sayapnya. Sebagai serangga, kelangsungan hidup kupu-kupu sangat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Broiler Ayam broiler termasuk ke dalam ordo Galliformes,familyPhasianidae dan spesies Gallusdomesticus. Ayam broiler merupakan ayam tipe pedaging yang lebih muda dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam sebelum TINJAUAN PUSTAKA Chilo saccharipaghus Bojer (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur diletakkan pada permukaan daun, berbentuk oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengendalian Hayati, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Februari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

PROTEIN. Rizqie Auliana

PROTEIN. Rizqie Auliana PROTEIN Rizqie Auliana rizqie_auliana@uny.ac.id Sejarah Ditemukan pertama kali tahun 1838 oleh Jons Jakob Berzelius Diberi nama RNA dan DNA Berasal dari kata protos atau proteos: pertama atau utama Komponen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid

TINJAUAN PUSTAKA. Parasitoid TINJAUAN PUSTAKA Parasitoid Parasitoid adalah serangga yang stadia pradewasanya menjadi parasit pada atau di dalam tubuh serangga lain, sementara imago hidup bebas mencari nektar dan embun madu sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 17. Kandang Pemeliharaan A. atlas HASIL DAN PEMBAHASAN Suhu dan Kelembaban Ruangan Rata-rata suhu dan kelembaban ruangan selama penelitian pada pagi hari 22,4 0 C dan 78,6%, siang hari 27,4 0 C dan 55%, sore hari 25 0 C dan 75%. Hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitoid yang ditemukan di Lapang Selama survei pendahuluan, telah ditemukan tiga jenis parasitoid yang tergolong dalam famili Eupelmidae, Pteromalidae dan Scelionidae. Data pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae

Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Parasitoid Larva dan Pupa Tetrastichus brontispae Oleh Feny Ernawati, SP dan Umiati, SP POPT Ahli Muda BBPPTP Surabaya Pendahuluan Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang arthopoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. diikuti oleh akar-akar samping. Pada saat tanaman berumur antara 6 sampai TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Pada saat jagung berkecambah, akar tumbuh dari calon akar yang berada dekat ujung biji yang menempel pada janggel, kemudian memanjang dengan diikuti oleh akar-akar samping.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tikus

TINJAUAN PUSTAKA Tikus 5 TINJAUAN PUSTAKA Tikus Tikus merupakan salah satu satwa liar yang menjadi hama penting bagi kehidupan manusia baik dalam bidang pertanian, perkebunan, maupun permukiman. Lebih dari 150 spesies tikus

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng

TINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan

Pakan ternak. Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Pakan ternak Dibutuhkan oleh ternak untuk : 1. Hidup pokok 2. Pertumbuhan 3. Produksi 4. Mengganti sel yang rusak pada jaringan Melalui proses pencernaan, penyerapan dan metabolisme SUMBER ENERGI (JERAMI,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat

TINJAUAN PUSTAKA. Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Sukun (Artocarpus communis Frost) Dalam sistematika tumbuh-tumbuhan tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Dephut, 1998): Kingdom : Plantae Divisio : Spematophyta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang 5 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan siklus hiduptrichogramma spp. (Hymenoptera : Trichogrammatidae) Famili Trichogrammatidae merupakan parasitoid telur yang bersifatgeneralis. Ciri khas Trichogrammatidae terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus Hidup dan Morfologi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Attacus atlas Attacus atlas merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (Chapman, 1969). Klasifikasi A. atlas menurut Peigler (1989) adalah sebagai berikut: Kelas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Jenis jenis Hama Pada Caisim Hasil pengamatan jenis hama pada semua perlakuan yang diamati diperoleh jenis - jenis hama yang sebagai berikut : 1. Belalang hijau Phylum :

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda : Insekta :

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saninten (Castanopsis argentea Blume A.DC) Sifat Botani Pohon saninten memiliki tinggi hingga 35 40 m, kulit batang pohon berwarna hitam, kasar dan pecah-pecah dengan permukaan

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi Proksimat Komposisi rumput laut Padina australis yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu tidak larut asam dilakukan

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bioekologi Kupu-kupu Troides helena (Linn.) Database CITES (Convention on International Trade of Endangered Spesies of Wild Flora and Fauna) 2008 menyebutkan bahwa jenis ini termasuk

Lebih terperinci

TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA

TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA TUGAS ILMU HAMA TANAMAN PENGARUH PROTEIN BAGI PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN SERANGGA Oleh: KELOMPOK 2 BAYU WIDHAYASA (0910480026) DIAN WULANDARI (0910480046) EVANA NUZULIA P (0910480060) FADHILA HERDATIARNI

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4

TINJAUAN PUSTAKA. Siklus hidup S. litura berkisar antara hari (lama stadium telur 2 4 TINJAUAN PUSTAKA Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae) Biologi Siklus hidup S. litura berkisar antara 30 60 hari (lama stadium telur 2 4 hari, larva yang terdiri dari 6 instar : 20 26 hari, pupa 8

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Caisim (Brassica juncea L.) Caisim merupakan jenis sayuran yang digemari setelah bayam dan kangkung (Haryanto dkk, 2003). Tanaman caisim termasuk dalam famili Cruciferae

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Penelitian Ketinggian wilayah di Atas Permukaan Laut menurut Kecamatan di Kabupaten Karanganyar tahun 215 Kecamatan Jumantono memiliki ketinggian terendah 3 m dpl

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Tanaman Sorgum Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) banyak ditanam di daerah beriklim panas dan daerah beriklim sedang. Sorgum dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m di

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik Hidroponik adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan tentang cara bercocok tanam tanpa menggunakan tanah sebagai media tanam (soilless culture). Media tanam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa

VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM. 6.1 Pembahasan Umum. Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa VI. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM 6.1 Pembahasan Umum Berdasarkan hasil penelitian perkembangan Ostrinia furnacalis di Desa Manawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo, di peroleh bahwa kontribusi terbesar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Mangga berakar tunggang yang bercabang-cabang, dari cabang akar ini tumbuh cabang lagi kecil-kecil, cabang kecil ini ditumbuhi bulu-bulu akar yang sangat halus. Akar tunggang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permen jelly merupakan salah satu produk pangan yang disukai semua orang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. Permen jelly memiliki tekstur lunak yang diproses dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama

HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA. Amini Kanthi Rahayu, SP. POPT Ahli Pertama HAMA KUMBANG BIBIT Plesispa reichei PADA TANAMAN KELAPA Amini Kanthi Rahayu, SP POPT Ahli Pertama Latar Belakang Berbagai hama serangga banyak yang menyerang tanaman kelapa, diantaranya kumbang badak Oryctes

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik lokasi Penelitian dilakukan di Desa Padajaya Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur. Lokasi penelitian termasuk dataran tinggi dengan ketinggian sekitar 1300 meter di atas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hama Symphilid Symphylid memiliki bentuk yang menyerupai kelabang, namun lebih kecil, berwarna putih dan pergerakannya cepat. Dalam siklus hidupnya, symphylid bertelur dan telurnya

Lebih terperinci

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua

BAB IV. Selama proses habituasi dan domestikasi Attacus atlas (F1-F2) dengan pemberian dua BAB IV Hasil Dari Aspek Biologi Ulat Sutera Liar Attacus atlas (Lepidoptera : Saturniidae) Selama Proses Habituasi dan Domestikasi Pada Pakan Daun Sirsak dan Teh 4.1. Perubahan tingkah laku Selama proses

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei

PEMBAHASAN. Tabel 11 Hubungan jenis murbei dengan persentase filamen Jenis Murbei 10 Persentase Filamen Persentase filamen rata-rata paling besar dihasilkan oleh ulat besar yang diberi pakan M. cathayana sedangkan yang terkecil dihasilkan oleh ulat yang diberi pakan M. alba var. kanva-2.

Lebih terperinci