Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Bandung UBR korespondensi:

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III BAHAN DAN METODE

SURVEI PARI MANTA DI LABUHAN BAJO KABUPATEN MANGGARAI BARAT

Pemasangan Tag Satelit pada Manta di Nusa Penida (Manta Tagging)

SIRKULASI ANGIN PERMUKAAN DI PANTAI PAMEUNGPEUK GARUT, JAWA BARAT

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

RANCANGAN KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR /KEPMEN-KP/2018 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

POLA ARUS PERMUKAAN PADA SAAT KEJADIAN INDIAN OCEAN DIPOLE DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA TROPIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Biomass and Abundance Estimation of Sharks and Rays Species in Komodo National Park

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

Gambar 1. Diagram TS

I. PENDAHULUAN. Indonesia berada tepat di pusat segi tiga karang (Coral Triangle) suatu

GENETIKA POPULASI Manta alfredi (Krefft, 1868) ANTARA RAJA AMPAT, PULAU KOMODO DAN NUSA PENIDA BERDASARKAN DNA MITOKONDRIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pola Sebaran Suhu Permukaan Laut dan Salinitas pada Indomix Cruise

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

BAB I PENDAHULUAN. memiliki jumlah pulau yang sangat banyak. Secara astronomis, Indonesia terletak

POLA ANGIN DARAT DAN ANGIN LAUT DI TELUK BAYUR. Yosyea Oktaviandra 1*, Suratno 2

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

VARIABILITAS SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN PULAU BIAWAK DENGAN PENGUKURAN INSITU DAN CITRA AQUA MODIS

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

Simulasi Pola Arus Dua Dimensi Di Perairan Teluk Pelabuhan Ratu Pada Bulan September 2004

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016, Halaman Online di :

3 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Beberapa fakta dari letak astronomis Indonesia:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KONDISI TERUMBU KARANG PADA LOKASI WISATA SNORKELING DI KEPULAUAN KARIMUNJAWA, JAWA TENGAH

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang s

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

Sebaran Arus Permukaan Laut Pada Periode Terjadinya Fenomena Penjalaran Gelombang Kelvin Di Perairan Bengkulu

PENGARUH MONSUN MUSIM PANAS LAUT CHINA SELATAN TERHADAP CURAH HUJAN DI BEBERAPA WILAYAH INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan secara geografis Indonesia terletak di antara benua Asia dan Benua

Hubungan Upwelling dengan Jumlah Tangkapan Ikan Cakalang Pada Musim Timur Di Perairan Tamperan, Pacitan

Gerakan air laut yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan sehari-hari adalah nomor

POLA DISTRIBUSI SUHU DAN SALINITAS DI PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

Pembangunan KSDAE di Eko-Region Papua Jakarta, 2 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

STRUKTUR KOMUNITAS ZOOPLANKTON DI PERAIRAN MOROSARI, KECAMATAN SAYUNG, KABUPATEN DEMAK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KARAKTERISTIK CURAH HUJAN DAN TINGGI MUKA AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PUTE RAMMANG-RAMMANG KAWASAN KARST MAROS

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

FREKUENSI KOMUNIKASI RADIO HF DI LINGKUNGAN KANTOR PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kecamatan Padang Cermin merupakan bagian dari Kabupaten Pesawaran, Secara

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PRISMA FISIKA, Vol. II, No. 1 (2014), Hal ISSN :

Kajian Hidrodinamika bagi Pengembangan Budidaya Laut di Sekotong, Nusa Tenggara Barat

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keanekaragaman Parasitoid dan Parasitisasinya pada Pertanaman Padi di Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Variasi Temporal dari Penyebaran Suhu di Muara Sungai Sario

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

Kelompok Ekowisata DA KKAYU AKKAL MARATUA

Variabilitas Angin dan Gelombang Laut Sebagai Energi Terbarukan di Pantai Selatan Jawa Barat

KARAKTERISTIK DAN VARIABILITAS BULANAN ANGIN PERMUKAAN DI PERAIRAN SAMUDERA HINDIA

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

Randy Aditya, Paulus Taru dan Adnan

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI DAN GEOMATIKA FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Plankton merupakan organisme renik yang hidup melayang-layang di air dan

Studi Variabilitas Lapisan Atas Perairan Samudera Hindia Berbasis Model Laut

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Pulau Panjang (310 ha), Pulau Rakata (1.400 ha) dan Pulau Anak Krakatau (320

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kondisi arus permukaan di perairan pantai: pengamatan dengan metode Lagrangian

STUDI POPULASI IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN METODE SENSUS VISUAL DI KEPULAUAN SELAYAR, SULAWESI SELATAN

PENGARUH SUHU PERMUKAAN LAUT TERHADAP HASIL TAGKAPAN IKAN CAKALANG DI PERAIRAN KOTA BENGKULU

GERHANA BULAN TOTAL 15 JUNI 2011 (16 JUNI 2011 DINI HARI DI INDONESIA)

Diterima : 5 Juni 2012 : ABSTRAK

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KAJIAN PASANG SURUT DAN ARUS PASANG SURUT DI PERAIRAN LAMONGAN

KONDISI OSEANOGRAFIS SELAT MAKASAR By: muhammad yusuf awaluddin

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

Pemantauan Kondisi Ekosistem Pesisir dan Biota Laut di Pulau Ambon dalam kaitannya dengan Isu Perubahan Iklim


KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Secara geografis wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang terbentang

JENIS SEDIMEN PERMUKAAN DI EKOSISTEM TERUMBU KARANG PULAU GILI LABAK KABUPATEN SUMENEP

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 4, Nomor 4, Tahun 2015, Halaman Online di :

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

HIDROSFER VI. Tujuan Pembelajaran

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

SIMULASI PENGARUH ANGIN TERHADAP SIRKULASI PERMUKAAN LAUT BERBASIS MODEL (Studi Kasus : Laut Jawa)

KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN PLANKTON DI PERAIRAN PULAU GUSUNG KEPULAUAN SELAYAR SULAWESI SELATAN SKRIPSI. Oleh: ABDULLAH AFIF

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

Transkripsi:

Pengaruh fase bulan dan pasang surut terhadap kemunculan pari manta (Manta alfredi) di Perairan Karang Makassar, Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur Lunar patterns and tidal cycles influences on manta ray (Manta alfredi) appeareance in the Karang Makassar Waters, Komodo National Park East Nusa Tenggara Muhammad Ichsan 1, Dulmi ad Iriana 2, Muhammad Yusuf Awaluddin 1 1Program Studi Ilmu Kelautan, Universitas Padjajaran; 2 Program Studi Perikanan, Universitas Padjajaran. Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor, Bandung UBR 46. Email korespondensi: ichsankl3_1@yahoo.co.id Abstract. Karang Makassar is known as Manta point which is located in the Komodo National Park, Indonesia. This location is one of the habitat for manta ray. This research was conducted to find out the relationship between the appereance of manta ray with lunar pattern and tidal cycle. Observation data was collected from September to October 212. Photo ID method was used to assess the number of manta ray appeareance. Lunar pattern data was obtained from USNO NAVY database, and tidal cycle was obtained from WX Tide Prediction Server. The result shows that from 2 dives, the highest average number of manta rays appearance was during full moon by 9,8 individual per dive. Meanwhile, during half moon and new moon were only 3 individual appearances per dive. On the other hand, based on tidal cycle, the highest manta rays appeareance was found during rising by 6,5 individual per dive, on falling by 4,4 individual per dive, and the lowest on slack by 3,4 individual per dive. We suggest that the best time for seeing manta rays in this location is during full moon and raising time. Keywords: Manta rays; Lunar patterns; Tidal cycle; National Komodo Park Abstrak. Perairan Karang Makassar, dikenal sebagai Manta Point yang berada di Taman Nasional (T.N.) Komodo, Indonesia. Lokasi ini merupakan salah satu habitat bagi pari manta. Penelitian kali ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara kemunculan pari manta dengan fase bulan dan pasang surut. Pengambilan data dilakukan pada bulan September Oktober 212. Metode Photo ID dipergunakan untuk menhitung jumlah individu kemunculan pari manta. Sedangkan untuk data fase bulan diperoleh dari USNO NAVY berupa persentasi cahaya bulan, sedangkan untuk pasang surut didapatkan dari WX Tide Prediction Server. Hasil menunjukkan bahwa dari 2 kali penyelaman, rata-rata kemunculan tertinggi terjadi saat fase bulan penuh sebesar 9,8 individu per penyelaman. Pada bulan setengah jumlah kemunculan paling sedikit yaitu 3 kemunculan per penyelaman, sama dengan fase bulan baru yaitu 3 kemunculan per penyelaman. Sementara itu berdasarkan pola pasang surut, diperoleh rata-rata jumlah individu tertinggi yang muncul yaitu pada pada saat pasang sebanyak 6,5 individu per penyelaman, saat surut sebesar 4,4 individu per penyelaman, sedangkan pada saat kendur paling sedikit yaitu sebesar 3,4 individu per penyelaman. Kami menyarankan bahwa waktu yang terbaik untuk melihat pari manta di lokasi ini adalah pada saat bulan penuh dan saat pasang. Kata kunci: Pari Manta; Fase Bulan; Pasang Surut; Taman Nasional Komodo Pendahuluan Indonesia merupakan negara terletak di wilayah beriklim tropis dan memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi. Salah satu diantaranya adalah spesies ikan dari famili Mobulidae (Pari). Penelitian mengenai pari manta di Indonesia masih sangat sedikit, salah satu penelitian yang pernah dilakukan di T.N. Komodo menggunakan metode accoustic tagging, dengan data antara tahun 2-23 (Dewar et al., 28), namun penelitian tersebut dikhususkan pada satu titik yaitu Karang Makassar atau disebut Manta Point karena merupakan lokasi utama bagi penyelam untuk melihat pari manta, sedangkan pada lokasi lain belum pernah dilakukan kajian. Mobulidae terdiri dari dua genus yaitu Mobula dan Manta (Evgeny, 21), manta terdiri dari dua spesies yaitu Manta alfredi dan Manta birostris (Marshall et al., 29). Wilayah yang diketahui habitat pari manta di Indonesia antara lain Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur; Daerah Konservasi Laut Raja Ampat, Papua Barat; dan T.N. Komodo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (Dewar et al., 28). Dari tempat-tempat tersebut, T.N. Komodo memiliki keunikan tersendiri, yaitu telah ditetapkan sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO tahun 1986 dan sebagai New Seven Wonders pada tahun 211. T.N. Komodo dikelola oleh Kementerian Kehutanan Republik Indonesia. Taman ini memiliki kondisi alam yang sangat mendukung kehidupan pari manta, dan aktifitas wisata bahari di taman nasional ini sudah sangat berkembang (Dewar et al., 28). 87

Kemunculan pari manta dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah; suhu perairan (Dewar et al., 28), kesuburan perairan yang dipengaruhi oleh musim (Luiz et al., 29), pasang surut yang dipengaruhi fase bulan, bahkan aktifitas manusia seperti perikanan maupun pariwisata bahari. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh fase bulan dan pasang surut terhadap kemunculan pari manta, sebagai rujukan untuk upaya konservasi maupun wisata bahari di perairan Karang Makassar T.N. Komodo Nusa Tenggara Timur. Bahan dan Metode Penelitian ini dilakukan di Perairan Karang Makassar, Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur secara geografis terletak pada koordinat 8 32 36 LS dan 119 29 22 BT. Pengambilan data dilakukan selama 23 hari dalam rentang waktu antara 26 Septembar 18 Oktober 212 dimana kondisi Indonesia sedang mengalami musim Peralihan ke II yaitu perpindahan dari musim Timur ke musim Barat. Penyelaman dilakukan sebanyak 2 kali pada siang hari. Pemantauan kondisi awal, pengambilan data, dan identifikasi dilakukan langsung di lapangan. Lokasi pengambilan data dapat dilihat pada Gambar 1. Pengambilan data kemunculan individu pari manta menggunakan metode photo ID (Ichsan, 213c) dengan kamera underwater. Suhu, waktu dan kedalaman diambil ketika bertemu pari manta menggunakan dive computer. Umumnya di Perairan Karang Makassar pari manta ditemui dari permukaan sampai kedalaman 22 meter. Dalam penelitian ini kemunculan pari manta dipisahkan menurut tingkah laku ketika ditemui seperti berenang, makan, dan membersihkan diri (Jaine et al., 212). Ciri-ciri Manta birostris dan Manta alfredi disajikan pada Gambar 2. Gambar 1. Lokasi survey di Perairan Karang Makassar Gambar 2. Perbandingan Manta birostris dan Manta alfredi (Evgeny, 21). Fase bulan dibagi menjadi tiga keadaan yaitu; bulan penuh (91% - 1% cahaya bulan), bulan setengah (11% - 9% cahaya bulan) dan bulan baru (% - 1% cahaya bulan). Pada fase bulan penuh dan bulan baru dalam keaadaan pasang Purnama, sedangkan pada saat bulan setengah terjadi pasang perbani. Data fase bulan didapatkan dari database USNO NAVY (United States Naval Observatory), berupa persentase cahaya bulan, sedangkan table pasang surut didapatkan dari WX Tide Prediction Server. Hasil dan Pembahasan Pengambilan data dilakukan selama 23 hari dalam rentang waktu antara 26 Septembar 18 Oktober 212 dimana kondisi Indonesia sedang mengalami musim Peralihan ke II yaitu perpindahan dari musim Timur ke musim Barat. Penyelaman dilakukan sebanyak 2 kali pada siang hari. 88

Pari Manta (Individu) Depik, 2(2): 87-91 T.N. Komodo terletak diantara dua pulau besar, Sumbawa di Barat dan Flores di Timur menyebabkan pergerakan air yang kuat ke Utara menuju Laut Flores ketika pasang, dan ke selatan menuju Samudra Hindia ketika surut. Posisi yang strategis ini menjadikan T.N. Komodo mendapat suplai nutrisi yang konstan (yang mendukung keberadaan fitoplankton) dan perairan yang selalu jernih (Heighes, 211 dalam Ichsan, 213a). T.N. Komodo juga mengalami arus pasang surut/tidal currents (disebabkan perubahan posisi Bumi, Bulan, dan Matahari), arus pesisir/coastal currents (disebabkan oleh angin, gelombang dan formasi daratan), arus samudra / oceanic currents (disebabkan oleh angin, pengaruh suhu, dan salinitas). Arus samudra berpengaruh besar terhadap konsentrasi klorofil-a dan keanekaragaman hayati, sedangkan kondisi perairan lebih dipengaruhi oleh arus pesisir (Heighes, 211 dalam Ichsan, 213b). Suhu saat kemunculan pari manta berkisar antara 24-3 o C, dengan suhu optimal kemunculan 27-29 o C, artinya pada kondisi suhu perairan tersebut kemunculan pari paling sering. Kedalaman air dimana pari muncul berkisar -22 meter (dari pemukaan sampai kedalaman 22 meter), sedangkan kedalaman maksimum di Karang Makassar sekitar 3 meter. Kisaran waktu penyelaman antara pukul 7.2-16. WITA, namun pari manta tidak ditemukan antara pukul 15. - 16. WITA diduga pari manta bergerak ke tempat yang lebih dalam untuk mencari makan menjelang malam hari (Dewar, 28). Dalam penelitian ini fase bulan dibagi dalam 3 keadaan, yaitu: bulan penuh (full moon), bulan setengah (half moon) dan bulan baru (new moon). Sedangkan pasang surut juga dibagi 3 keadaan, yaitu; surut (falling), kendur (slack), dan pasang (rising). Gambar 3 dan menunjukkan kemunculan pari manta dari 2 kali penyelaman. Pada bulan September-Oktober 212 terdapat total 92 individu pari manta yang muncul dalam 2 kali penyelaman dengan rata-rata 4,6 individu setiap kali penyelaman. Munculnya pari manta tertinggi terjadi pada penyelaman ke-5, yaitu sebanyak 2 individu pari manta yang bersamaan dengan saat fase bulan penuh. Sementara itu tidak ada pari manta yang muncul pada penyelaman ke-12, ke-13, dan ke-15, yaitu pada saat fase bulan setengah dan pada penyelaman ke-17 bersamaan dengan fase bulan baru (Gambar 3). 25 2 15 1 5 Dive M oon Tide 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11112131415161718192 H F F F F F H H H H H H H H H H N N H H Gambar 3. Jumlah munculnya pari manta pada bulan September - Oktober 212. Full moon (F), half moon (H), new moon (N), rising (R), slack (S), falling (F). Fase bulan Berdasarkan fase bulan, rata-rata jumlah pari manta yang muncul tertinggi ketika fase bulan penuh, yaitu sebanyak 9,8 individu per penyelaman. Pada bulan setengah jumlah kemunculan paling sedikit yaitu 3 individu pari panta setiap kali penyelaman. Hal serupa juga terjadi pada fase bulan baru yaitu hanya ditemui 3 individu pari manta per penyelaman (Gambar 4). Apabila dibandingkan dengan sejumlah upaya penyelaman yang dilakukan setiap masing-masing fase bulan tersebut, maka diperoleh bahwa pada bulan penuh pari manta selalu muncul pada setiap penyelaman (1%), sedangkan pada bulan setengah pari manta yang muncul terjadi pada 9 dari 13 penyelaman (77%), dan pada bulan baru hanya 5% saja pari manta yang muncul. Secara umum terlihat bahwa fase bulan mempengaruhi jumlah individu pari manta yang muncul di lokasi penelitian ini. Hal tersebut diduga karena adanya pengaruh dari aliran massa air di area tersebut. Tinggi rendahnya massa air yang bergerak dan membawa nutrisi dari dasar perairan ke permukaan, lokasi dimana pari manta mencari makan, hal ini disebabkan perbedaan gravitasi pada setiap fase bulan (Dewar et al., 28; Heighes, 211 dalam Ichsan 213b). Namun 89

Jumlah Pari Manta yang muncul Jumlah Pari Manta yang muncul (Individu) Depik, 2(2): 87-91 demikian, jika besarnya massa air yang menentukan banyak sedikitnya jumlah pari manta yang muncul, maka seharusnya pada fase bulan baru, yang juga terjadi pasang purnama, seharusnya ditemui jumlah individu pari manta yang banyak pula. Namun kenyataannya jumlah pari manta yang muncul relatif kecil. Sehingga diperlukan pengkajian ulang terhadap pembagian fase bulan berdasarkan presentase atau kekuatan cahaya, maupun faktor musim dan kesuburan perairan. Hal lain penyebab tingginya jumlah pari manta yang muncul pada fase bulan penuh diduga berkaitan dengan ketersediaan makanan khususnya plankton, dimana pada fase bulan penuh tersebut kelimpahan fitoplankton tinggi, hal ini sesuai dengan pendapat Dewar (28), yang menyebutkan adanya hubungan antara fase bulan dengan kelimpahan plankton di Perairan T.N. Komodo. Selain itu O shea et al. (21) melaporkan bahwa bahwa adanya hubungan fase bulan serta pasang surut dengan proses pembersihan diri dari pari manta meskipun area pembersihan diri tersebut tingkat fitoplanktonnya rendah. Pasang surut Pasang surut di T.N. Komodo terjadi 2 kali sehari (semi-diurnal: 2 kali pasang dan 2 kali surut), arah pasang surut di Perairan Karang Makassar yaitu ke Utara ketika pasang dan ke Selatan ketika surut. Dari 2 kali penyelaman masingmasing dilakukan sebanyak 5 kali pada saat kondisi surut, 9 kali pada kondisi kendur, dan 6 kali pada saat kondisi pasang. Pari manta tidak muncul pada 4 kali penyelaman, yaitu penyelaman ke 12 (saat kondisi surut), kemudian pada penyelaman ke-13 dan ke-15 (saat kondisi kendur) serta pada penyelaman ke-17 (saat kondisi pasang). Adapun jumlah pari manta yang muncul berdasarkan kondisi pasang surut dapat dilihat pada Gambar 5. Secara rata-rata tertinggi munculnya pari manta adalah pada kondisi pasang yaitu sebanyak 6,5 individu. Sementara jumlah ratarata terendah individu pari manta yang muncul yaitu sebanyak 3,4 individu tiap kali penyelaman terjadi pada saat kondisi kendur. Apabila kita bandingkan dengan usaha penyelaman yang dilakukan, maka akan diperoleh bahwa dari 5 kali penyelaman pada saat kondisi surut, terdapat 4 penyelaman saja yang terjadi munculnya individu pari manta (8%), sedangkan saat kondisi kendur, dari 9 penyelaman yang dilakukan terdapat 7 penyelaman yang terjadi kemunculan individu pari manta (78%), dan saat kondisi pasang dari 6 penyelaman terjadi 5 kemunculan individu pari manta (83%). Tingginya tingkat kemunculan pari manta pada saat pasang diduga pada saat tersebut pari manta melakukan aktivitas makan (foraging). Hal ini dilakukan karena saat arus sangat kuat dan ketinggian air bertambah sangat efisien dalam mencari makan terutama dalam hal energi yang dibutuhkan oleh pari manta dalam mencari makan tersebut. Selain itu, pada saat pasang (air bergerak dari Selatan ke Utara) kemunculan pari manta lebih tinggi, hal ini diperkirakan karena fitoplankton sebagai makanan pari manta terbawa oleh arus dan terkonsentrasi di Selatan T.N Komodo. Kondisi pasang surut menjadi penentu dalam memutuskan lokasi penyelaman dan arah penyelaman. Penyelaman paling banyak dilakukan pada kondisi kendur dimana kecepatan arus mencapai titik terlemah, namun terbukti pada saat kendur memiliki jumlah pari manta yang muncul dan kesempatan muncul paling kecil. Kekuatan arus serta tipe-tipe arus berpotensi mempengaruhi kemunculan pari manta di T.N. Komodo, namun berada di luar fokus tulisan kami saat ini. 12 1 8 6 4 7 6 5 4 3 2 2 Bulan Penuh Bulan Setengah Bulan baru Fase Bulan Gambar 4. Jumlah rata-rata munculnya pari manta berdasarkan fase bulan 1 Surut Kendur Pasang Pasang Surut Gambar 5. Jumlah rata-rata pari manta yang muncul berdasarkan kondisi pasang surut (September-Oktober 212) 9

Kesimpulan Pari manta di perairan Karang Makassar umumnya muncul pada kedalaman -22 meter, pada kisaran suhu antara 24-3 o C dengan suhu optimal berkisar 27-29 o C. Jumlah rata-rata pari manta yang muncul pada setiap kali penyelaman adalah sebanyak 9,8 ekor pada fase bulan penuh. Sementara itu pada fase bulan baru dan fase bulan setengah merupakan waktu yang minim jumlah pari manta yang muncul, yaitu hanya 3 ekor saja setiap kali penyelaman. Sedangkan berdasarkan periode pasang surut, diperoleh rata-rata tertinggi dari jumlah pari manta yang muncul yaitu pada saat pasang sebanyak 6,5 ekor setiap kali penyelaman. Sedangkan pada saat surut hanya ditemui jumlah pari yang muncul sebanyak 4,4, ekor saja. Sehingga saat yang baik untuk dapat melihat pari manta di lokasi ini adalah pada saat fase bulan penuh dengan kondisi pasang. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapan terima kasih atas intership yang diperoleh melalui Manta Watch pada tahun 212 yang menginspirasi penelitian ini. USNO NAVY juga mendapatkan kredit dari penulis karena ijin penggunaan data dalam penelitian ini. Daftar Pustaka Dewar, H., P. Mous, M. Domeier, A. Muljadi, J. Pet, J. Whitty. 28. Movements and site fidelity of Giant Manta Ray, Manta birostris, in the Komodo Marine Park, Indonesia. Marine Biology, 155: 121-133. Evgeny, R. 21. Mobulidae of the Indian Ocean: an identification hints for field sampling. IOTC Working Party on Ecosystems and Bycatch (WPEB) Victoria, Seychelles. Ichsan, M. 213a. Distribusi temporal Pari Manta (Manta alfredi) di Perairan Karang Makassar Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Bandung. Ichsan, M. 213b. Pengaruh klorofil-a terhadap kemunculan Pari Manta di Perairan Karang Makassar Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur. Jurnal Perikanan dan Kelautan, (Submitted paper). Ichsan, M. 213c. Penggunaan metode Photo ID untuk konservasi Pari Manta di Perairan Karang Makassar Taman Nasional Komodo Nusa Tenggara Timur. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Bandung 13 Juni 213. Jaine, F.RA., L.I.E. Couturier, S.J. Weeks, K.A. Townsend, M.B. Bennett. 212. When giants tutrn up: sighting trends, environmental influences and habitat use of the Manta Ray Manta alfredi at a coral reef. PLoS ONE 7(1): e4617. doi:1.1371/journal.pone.4617 Luiz, O.J., A.P. Balboni, G. Kodja., M. Andrade, H. Marum. 29. Seasonal occurances of Manta birotris (Chindrichthyes: Mobilidae) in Southeastern Brazil. Ichtyological Research, 56: 96-99. Marshall, A.D. 29. Redescription of the genus manta with resurrection of Manta alfredi (Krefft,1868), (Chondrichthyes; Myliobatoidei; Mobulidae. Magnolia Press, Auckland O shea, O.R., M.J. Kingsford, J. Seymour. 21. Tide related periodicity of manta rays and sharks to cleaning stations on a coral reefs. Marine and Freshwater Research, 61: 65-73. 91