BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

RATNA ANNISA UTAMI

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE. Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

HASIL DAN PEMBAHASAN

4 Hasil dan Pembahasan

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 PERCOBAAN Mikroba C. violaceum, Bacillus cereus dan E. coli JM 109

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

o C 1 menit, penempelan 50 o C 1 menit, polimerisasi 72 o C 1 menit (tiga tahap ini

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

Teknik-teknik Dasar Bioteknologi

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAHAN DAN METODE. ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

BIO306. Prinsip Bioteknologi

SKRIPSI F Oleh LILY FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis

PRINSIP TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

BAB in. METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

BAB XIII. SEKUENSING DNA

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

Hasil dan Pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

Saintek Vol 5, No 6, Tahun 2010 POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Zuhriana K.Yusuf

Enzim-enzim Yang Terlibat Dalam Bioteknologi ( Kuliah S2)

Rekombinasi Gen Penyandi -xilosidase asal Geobacillus Thermoleovorans IT-08 dalam Plasmid Phis1525

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Vektor klon pgemt-easy dan peta restriksi yang dimiliki (Promega 1999).

POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

PRINSIP UMUM DAN PELAKSANAAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji Kualitatif dan Kuantitatif Hasil Isolasi RNA

3 Metodologi Penelitian

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal.

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

BAHAN DAN METODE. Gambar 7 Peta linier pbd80. B11. BamHI. SalI. pflap amp r GOI. pbd80 ColE oriv NPTIII LB NPTII Pro GOI Term RB pbd80

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab III Metodologi Penelitian

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

Kajian Ekspresi Gen a-amilase untuk Mendapatkan Isolat Bakteri Rekombinan Pembawa Gen a-amilase

LAPORAN PENELITIAN LANJUT. KLONING DAN EKSPRESI GEN PENGKODE ENZIM SELULASE DAN XILANASE DARI Bacillus subtilis DALAM Escherichia coli

Kloning Gen pcbc dari Penicillium chrysogenum ke dalam Plasmid ppicza untuk Pengembangan Produksi Penisilin G

III. METODE PENELITIAN

PEMBUATAN DNA REKOMBINAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

Keragaman Hayati merupakan cerminan dari keragaman genetik Keragaman Genetik mahluk hidup merupakan hasil perubahan struktur gen yang berlangsung

REPLIKASI DNA. Febriana Dwi Wahyuni, M.Si.

SUBKLONING DAN EKSPRESI Gen fim-c S. typhimurium

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

Farmaka Vol. 14 No G145R VIRUS HEPATITIS B PADA ESCHERICHIA COLI JM109 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

Transkripsi:

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas, terbentuknya hairpin, terbentuknya self dimer atau pair dimer, dan perbedaan Tm antar primer. Primer hasil perancangan memiliki spesifisitas kurang baik karena mengenali 2 gen yang berbeda. Gen yang dikenali adalah chaperonin 60.1 dan gen MTGROEOP yang mengkode pembentukan protein β-ketoacyl-acyl Carrier Protein Synthase (KCS) dan protein berukuran 10 kda. Hal ini sulit dihindari karena setelah dilakukan proses penyamaan homologi menggunakan program online LALIGN pada situs : www.ch.embnet.org didapat 99,9% homologi antara gen chaperonin 60.1 dan gen MTGROEOP dengan perbedaan hanya 1 basa. Keberadaan dimer (penempelan antara primer) dan hairpin (pembentukan loop dari primer) tidak terlalu mempengaruhi kinerja primer, dan Tm dari kedua primer cukup jauh akan tetapi tidak mempengaruhi kinerja primer sehingga bisa digunakan pada kondisi yang sama (perbedaan Tm 4 0 C). Proses optimasi PCR dilakukan untuk memperoleh 1 produk PCR dengan menentukan kondisi dan komposisi reaksi yang optimum. Hasil elektroforesis produk PCR dengan suhu penempelan 55, 56, dan 60 C menunjukkan bahwa pada suhu ini belum terjadi proses amplifikasi karena diduga pada suhu ini belum terjadi penempelan primer. Untuk menentukan konsentrasi optimum ion Mg 2+, primer, dntp dan Taq polimerase yang digunakan dalam reaksi amplifikasi, variasi konsentrasi digunakan dan komponen lain PCR tidak divariasikan. Pada suhu 57 C dengan variasi MgCl 2 produk PCR yang mengandung 2 dan 3 mm MgCl 2 memberikan produk PCR lebih dari satu, reaksi lainnya tidak memberikan amplifikasi sama sekali tapi hanya reaksi dengan 2 mm MgCl 2 yang memberikan produk PCR hasil perhitungan berukuran. Produk amplifikasi lebih dari satu dapat disebabkan karena konsentrasi ion Mg 2+ berlebih akan menyebabkan primer menempel di tempat yang tidak diharapkan sehingga akan dihasilkan produk yang tidak spesifik. Optimisasi konsentrasi ion Mg 2+ sangat penting karena Taq DNA polimerase merupakan enzim yang 18

19 dipengaruhi oleh magnesium. Taq DNA polimerase membutuhkan ion magnesium bebas pada bagian atas enzim dimana cetakan DNA, primer dan dntp terikat. Pada konsentrasi Mg 2+ yang rendah akurasi Taq DNA polimerase tinggi tapi kecepatan polimerisasi DNA rendah dan sebaliknya. Selain itu Mg 2+ berlebih akan menstabilisasi untai ganda DNA dan mencegah denaturasi DNA secara lengkap sehingga akan menyebabkan berkurangnya jumlah produk amplifikasi yang dihasilkan. Pada suhu 57 C dengan variasi konsentrasi dntp, reaksi PCR yang mengandung 1 dan 0,8 mm dntp memberikan produk PCR lebih dari satu, reaksi lainnya tidak memberikan produk PCR sama sekali tapi hanya reaksi yang mengandung 1 mm dntp yang memberikan produk PCR hasil perhitungan berukuran. Pada suhu 57 C dengan variasi konsentrasi Taq polimerase, reaksi PCR yang mengandung 0,5 U Taq polimerase memberikan satu produk PCR sedangkan pada reaksi dengan 1 dan 1,5 U Taq polimerase memberikan produk PCR lebih dari satu. Ketiga konsentrasi memberikan produk PCR hasil perhitungan berukuran. Produk PCR lebih dari satu dapat terjadi karena jumlah Taq polimerase yang terlalu tinggi dapat menyebabkan meningkatnya produk yang tidak spesifik dan apabila digunakan terlalu rendah maka jumlah produk yang diharapkan akan sedikit. Pada suhu 57 C dengan variasi jumlah primer, reaksi PCR yang mengandung 30; 15 dan 7,5 pikomol memberikan 3 produk PCR dengan hasil perhitungan berukuran. Dari ketiga reaksi tidak ada perbedaan intensitas produk pada yang bermakna. Pada suhu 58 C dengan variasi jumlah primer, reaksi PCR yang mengandung 30; 15 dan 7,5 pikomol memberikan satu produk PCR berukuran. Pada suhu 59 C amplifikasi memberikan produk PCR lebih dari satu namun memberikan produk PCR berukuran hasil perhitungan. Jumlah primer yang meningkat dapat menyebabkan kesalahan penempelan primer di tempat selain target yang akan diamplifikasi sehingga akan terjadi peningkatan jumlah produk yang tidak spesifik.

20 5 4 3 2 1 M 4 3 2 1 M M = Marka, 1 = kontrol negatif, 2 = 2 mm MgCl 2, 3 = 3 mm MgCl 2, 4 = 4 mm MgCl 2, 5 = 5 mm MgCl 2. M = Marka, 1 = kontrol negatif, 2 = 1 mm dntp, 3 = 0,8 mm dntp, 4 = 0,6 mm dntp (A) (B) 4 3 2 1 M M 1 2 3 4 M = Marka, 1 = kontrol negatif, 2 = 0.5 Unit Taq polimerase, 3 = 1 Unit Taq polimerase, 4 = 1,5 Unit Taq polimerase (C) M = Marka, 1 = kontrol negatif, 2 = 30 pikomol primer, 3 = 15 pikomol primer, 4 = 7,5 pikomol primer (D)

21 M 1 2 3 4 M 1 2 M = Marka, 1 = kontrol negatif, 2 = 30 pikomol primer, 3 = 15 pikomol primer, 4 = 7,5 pikomol primer. (E) M = Marka, 1 = kontrol negatif, 2 = Produk PCR. (F) Gambar 4.1 Hasil Optimasi Komposisi PCR. A = Variasi Konsentrasi MgCl 2, B = Variasi Konsentrasi dntp, C = Variasi Jumlah Taq Polimerase, D = Variasi Jumlah Primer, Suhu 57 C, E = Variasi Jumlah Primer, Suhu 58 C, F = Suhu 59 C.. Berdasarkan data optimasi yang telah dilakukan maka proses PCR untuk selanjutnya dilakukan pada suhu 58 C dengan komposisi cetakan DNA 22,5 ng, primer M. tuberculosis forward dan M. tuberculosis reverse masing-masing 30 pikomol, MgCl 2 2 mm, Taq polimerase 1 Unit, Taq Buffer 2,5 L dan aquabidest steril ditambahkan hingga volume reaksi mencapai 25 L. Produk PCR yang dihasilkan mempunyai nukleotida A bebas pada ujung 3. Produk PCR ini kemudian diligasikan ke vektor kloning pgem-t yang memiliki nukleotida T bebas pada ujung 5 sehingga bila diligasi akan saling komplemen. Ligasi dilakukan dengan enzim T4 DNA ligase. Perbandingan DNA sisipan dan vektor yang disarankan oleh produsen pgem-t Kit adalah 1:8 hingga 8:1, walaupun secara prinsip semakin besar perbandingan jumlah DNA sisipan terhadap vektor maka semakin besar kemungkinan jumlah vektor yang tersisipi. Untuk mendapatkan hasil ligasi yang optimum maka reaksi ligasi dilakukan pada suhu 4 C selama 20 jam setelah sebelumnya diinkubasi 37 C 1 jam

22 pada suhu ruang. Perbandingan ligasi yang digunakan adalah 1:1, 3:1, 6:1, 8:1 dan 16:1. Hasil reaksi ligasi kemudian ditransformasi ke dalam E. coli JM 109 menggunakan metode kejut panas. Proses transformasi berhasil apabila biakan dapat tumbuh pada media yang mengandung ampisilin. Dari hasil biakan diperoleh E. coli transforman yang dapat tumbuh pada media mengandung ampisilin dengan koloni berwarna putih dan koloni biru, koloni putih menunjukkan adanya plasmid rekombinan dan koloni biru memiliki plasmid tanpa DNA sisipan. Untuk menganalisis keberhasilan ligasi maka koloni putih yang dihasilkan dari hasil transformasi kemudian diisolasi plasmidnya, dan dilakukan analisis migrasi dibandingkan dengan pgem-t tanpa DNA sisipan. Plasmid rekombinan bergerak lebih lambat dibandingkan dengan pgem-t tanpa DNA sisipan, yang menunjukkan bahwa plasmid rekombinan yang membawa DNA sisipan ukurannya bertambah sehingga bergerak lebih lambat. Tabel 4.1 Jumlah Koloni Hasil Transformasi dan Koloni Putih Yang Mengandung Plasmid Rekombinan Perbandingan jumlah DNA Jumlah koloni putih Jumlah koloni putih mengandung terhadap vektor plasmid rekombinan 3 : 1 56 17 6 : 1 2-8 : 1 26 5 koloni 16 : 1 6-5 4 3 2 1 Gambar 4. 2 Analisa Migrasi Plasmid Rekombinan. 1 = plasmid tanpa DNA sisipan ; 2, 3, 4, 5 = plasmid dengan DNA sisipan.

23 Hasil analisa migrasi menunjukkan bahwa hanya 22 koloni putih yang memiliki plasmid rekombinan. Sebagian besar koloni putih memiliki plasmid yang jarak migrasinya sama dengan plasmid tanpa DNA sisipan dan sebagian kecil koloni tidak memiliki plasmid. Menurut teori koloni putih seharusnya memiliki plasmid yang tersisipi DNA karena vektor kloning pgem-t memiliki sisi kloning tempat DNA menyisip dalam gen lacz. Koloni putih berarti mengandung DNA sisipan pada sisi kloning dalam gen lacz yang menyebabkan tidak terjadinya katabolisme X-gal dan tidak terbentuk pigmen biru yang mewarnai koloni. Dari hasil transformasi diperoleh 90 koloni putih tetapi hanya 22 koloni putih yang memiliki plasmid rekombinan. Banyaknya koloni putih yang tidak memiliki plasmid ataupun plasmid tanpa DNA sisipan dapat diakibatkan karena perbandingan ligasi antara vektor dengan DNA sisipan tidak optimal. Selain itu, waktu inkubasi yang tidak cukup lama, kegagalan proses ligasi karena adanya komponen inhibitor dalam produk PCR, produk PCR tidak terligasi karena tidak mempunyai nukleotida A bebas pada ujung 3. Penyebab lain koloni putih yang tidak memiliki plasmid ataupun plasmid tanpa DNA sisipan adalah produk PCR tidak terligasi karena terbentuknya dimer, fragmen DNA menyisip pada plasmid tapi tidak merusak gen lacz, dan adanya primer yang membentuk dimer yang mana akan terligasi ke dalam vektor dan terlihat sejajar dengan vektor tanpa DNA sisipan karena ukuran yang kecil. Untuk meyakinkan keberadaan DNA pengkode chaperonin 60.1 pada plasmid rekombinan, dilakukan analisis pemotongan plasmid. Pada saat perancangan primer bagian sisi 5 dari masing-masing primer ditambahkan urutan DNA yang dikenali oleh enzim restriksi BamHI dan EcoRI, sehingga produk PCR yang dihasilkan membawa situs restriksi tersebut pada ujung 5 dan 3. Pemotongan menggunakan enzim BamHI dan EcoRI akan memotong DNA sisipan tersebut dari plasmid. Hasil analisa pemotongan plasmid memberikan dua pola pemotongan. Pada Gambar 4.3, elektroforegram hasil restriksi tunggal plasmid rekombinan dengan BamHI ataupun EcoRI menunjukkan terdapat satu pita berukuran 3503 pb. Ukuran teoritis hasil restriksi tunggal adalah 4656 pb yaitu ukuran plasmid pgem-t ditambah dengan gen sisipan. Plasmid ini menunjukkan plasmid tidak mengandung DNA sisipan pengkode chaperonin 60.1 karena jauh berbeda dengan ukuran teoritis, hal ini dapat

24 terjadi karena produk PCR yang digunakan untuk proses ligasi tidak hanya mengandung satu produk PCR berukuran teoritis 1656 pb Pada Gambar 4.4, elektroforegram menunjukkan bahwa plasmid tidak terpotong oleh enzim restriksi dibuktikan dengan pita hasil restriksi yang sejajar dengan pita plasmid yang tidak dipotong dengan enzim restriksi. Plasmid yang tidak terpotong oleh enzim BamHI dan EcoRI mungkin besar adalah plasmid mengandung DNA sisipan chaperonin 60.1 yang telah kehilangan situs restriksi BamHI dan EcoRI. Penambahan situs restriksi bertujuan menyediakan ujung gen yang kompatibel dengan vektor ekspresi pet yang juga akan direstriksi dengan enzim yang sama. M 1 2 3 4 M 1 2 3 4 3503 pb Gambar 4.3 Hasil Analisis Karakterisasi Klon Menggunakan Enzim Restriksi (1) M = Marka, 1 = Hasil restriksi menggunakan enzim EcoRI, 2 = Hasil restriksi menggunakan enzim BamHI, 3 = Plasmid pgem-t Chaperonin 60.1 tidak dipotong dengan enzim restriksi EcoRI dan BamHI, 4 = pgem-t tanpa DNA sisipan Gambar 4.4 Hasil Analisis Karakterisasi Klon Menggunakan Enzim Restriksi (2) M = Marka, 1 = Hasil restriksi menggunakan enzim EcoRI, 2 = Hasil restriksi menggunakan enzim BamHI, 3 = Plasmid pgem-t Chaperonin 60.1 tidak dipotong dengan enzim restriksi EcoRI dan BamHI, 4 = pgem-t tanpa DNA sisipan