Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III BAHAN DAN METODE

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Jawa Barat (Berita Negara Tahun 1950);

BAB I. PENDAHULUAN. Pesatnya pembangunan menyebabkan bertambahnya kebutuhan hidup,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil analisis mengenai dampak perubahan penggunaan lahan

BAB I PENDAHULUAN. perbukitan rendah dan dataran tinggi, tersebar pada ketinggian M di

KONDISI UMUM. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 12. Peta Adminstratif Kecamatan Beji, Kota Depok

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR xiii BAB I PENDAHULUAN... 1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

I. PENDAHULUAN. Keberadaan ruang terbuka hijau saat ini mengalami penurunan yang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

METODOLOGI. Jawa Barat Kab. Kuningan Desa Ancaran. Gambar 2. Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

TUGAS TERSTRUKTUR I ANALISIS LANDSKAP TERPADU

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

5. SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Klasifikasi dan Sebaran Land Use/Land Cover Kota Bogor Tahun 2003 dan 2007

LOGO Potens i Guna Lahan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

KEPPRES 114/1999, PENATAAN RUANG KAWASAN BOGOR PUNCAK CIANJUR *49072 KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA (KEPPRES) NOMOR 114 TAHUN 1999 (114/1999)

Gambar 1. Lokasi Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

SUMBER DAYA HABIS TERPAKAI YANG DAPAT DIPERBAHARUI. Pertemuan ke 2

BAB I PENDAHULUAN. Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi segala pembangunan. Hampir

Pengembangan RTH Kota Berbasis Infrastruktur Hijau dan Tata Ruang

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PROFIL KABUPATEN / KOTA

BAB I PENDAHULUAN. Sejak manusia diciptakan di atas bumi, sejak itu manusia telah beradaptasi

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SALINAN BERITA DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR : 5 TAHUN 2010 PERATURAN BUPATI MAJALENGKA NOMOR 5 TAHUN 2010

Keputusan Presiden No. 114 Tahun 1999 Tentang : Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak- Cianjur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999, hutan adalah

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

ANALISIS LAHAN KRITIS KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR, JAWA BARAT. Helmi Setia Ritma Pamungkas, dan Muhammad Agus Karmadi.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 104 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERUBAHAN PERUNTUKAN DAN FUNGSI KAWASAN HUTAN

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

EVALUASI ALIH FUNGSI TANAMAN BUDIDAYA TERHADAP POTENSI DAERAH RESAPAN AIRTANAH DI DAERAH CISALAK KABUPATEN SUBANG

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB I PENDAHULUAN. itu merupakan suatu anugrah dari Tuhan Yang Maha Esa. Menurut UU RI No.

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya tahun 1994, 1997, 1998, antara tahun , 2006 dan yang

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Penggunaan Lahan Kecamatan Babakan Madang dan Klapanunggal

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SESI : 7. Kualitas Air dan Pemulihan Ekosistem Topik : 7.1. Konservasi Tanah dan Air. Jadwal : Selasa, 25 November 2014 Jam : WIB.

ARAHAN POLA PENYEBARAN RUANG TERBUKA HIJAU IBUKOTA KECAMATAN TADU RAYA KABUPATEN NAGAN RAYA, NAD. Oleh : Linda Dwi Rohmadiani

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Sri Rahmawati, 2015

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG


PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH ALOS AVNIR UNTUK PEMANTAUAN LIPUTAN LAHAN KECAMATAN

By. Lili Somantri, S.Pd.M.Si

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB VII PERENCANAAN a Konsep Ruang

Ayesa Pitra Andina JURUSAN TEKNIK GEOMATIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2014

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya yang sangat penting untuk kehidupan

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Transkripsi:

32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan pada penelitian ini adalah kombinasi antara Band 3, 2, dan 1 (RGB) yang menghasilkan kenampakan alami (natural colour). Interpretasi secara visual pada Citra ALOS AVNIR dilakukan berdasarkan pada unsur-unsur interpretasi yaitu : rona, pola, tekstur, ukuran, bentuk, bayangan, site, dan asosiasi. Gambar berikut merupakan hasil komposit alami dari kombinasi Band 3, Band 2 dan Band 1. Gambar 13. Citra ALOS AVNIR Pada data ALOS AVNIR seperti yang terlihat pada Gambar 14 terlihat adanya gangguan awan dan haze. Pada analisis data penginderaan jauh, gangguan awan akan direprsentasikan sebagai data hilang (missing data) yang memerlukan

33 proses masking dalam keseluruhan analisis. Pada umumnya gangguan awan dan bayangannya ini tidak dapat diperbaiki. Berikut merupakan wilayah Kota Depok yang dipotong dari citra ALOS AVNIR (Gambar 14) : Gambar 14. Citra ALOS AVNIR wilayah Kota Depok 5.2. Analisis Parameter Pendekatan Model Konservasi Air Pendekatan Model Konservasi Air menggunakan berbagai parameter yang masing-masing dapat diketahui luasannya, sebagai berikut : 5.2.1. Kelas Lereng Gambar 15. menunjukkan Peta Kontur yang digunakan dalam proses pembuatan peta kelas lereng melalui metode DEM dan Gambar 16. menunjukkan pembagian kelas lereng beserta luasan di wilayah Kota Depok :

34 Gambar 15. Kelas Lereng Kota Gambar 15. Peta Kontur Kota Depok Berdasarkan peta kelas lereng, Kota Depok didominasi oleh kelas lereng 0 2% (landai) dengan luas area sebesar 14.384,9 Ha (71,42%). Sedangkan kelas lereng 15-40% banyak terdapat di sepanjang aliran sungai. Gambar 16. Kelas Lereng Kota Depok 5.2.2. Geologi Pada Gambar 17. menunjukkan sebaran jenis geologi beserta luasan di wilayah Kota Depok :

35 Gambar 17. Jenis Geologi Kota Depok Berdasarkan peta geologi, Kota Depok merupakan daerah yang mempunyai struktur geologi yang didominanasi oleh formasi Pleistocene Volcanic Facies yang hampir diseluruh wilayah Kota Depok dengan luasan sebesar 19.988,1 Ha (99,24%). 5.2.3. Curah Hujan Pada Gambar 18. merupakan peta curah hujan Kota Depok beserta tabel luasan masing-masing kelas curah hujan : Gambar 18. Curah Hujan Kota Depok

36 Gambar 18. menunjukkan bahwa Kota Depok didominasi oleh curah hujan rata-rata sekitar 1500-2000 mm/tahun dengan luasan sebesar 6.937 Ha di Kecamatan Cimanggis dan sebagian Kecamatan Sukmajaya dan Kecamatan Beji. Berdasarkan fenomena ini, curah hujan merupakan menyumbang besar terhadap kejadian banjir lokal di wilayah Kota Depok. 5.2.4. Jenis Tanah Gambar 19. menunjukkan sebaran jenis tanah di Kota Depok beserta luasan masing-masing jenis tanah. Gambar 19. Jenis Tanah Kota Depok Kota Depok di dominasi oleh jenis tanah Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan yang memiliki tingkat kesuburan yang tinggi di hampir seluruh wilayah Kota Depok dengan luas 19.101,2 Ha (94,83%). Sedangkan jenis tanah Asosiasi Latosol Merah, Latosol Coklat Kemerahan dan Laterit hanya terdapat di sebagian wilayah Kecamatan Limo dengan luas sebesar 1.040,7 Ha (5,17%). 5.2.5. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan di daerah penelitian sebagian besar didominasi oleh permukiman dan semak belukar. Selain itu, penggunaan lahan lainnya berupa tegalan, kebun, hutan, lahan terbuka, bedengan dan sawah. Berikut definisi dari penggunaan lahan :

37 1. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. 2. Kebun adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (perdu, palem, bambu, dll) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan ternak dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagi komponen yang ada. 3. Tegalan adalah usaha pertanian tanah kering yang intensitas penggarpannya dilaksanakan secara permanen. 4. Sawah adalah lahan pertanian yang berpetak-petak dan dibatasi oleh pematang (galengan) dan saluran untuk menahan/menyalurkan air. 5. Permukiman adalah suatu wilayah yang ditempati oleh seseorang atau kelompok manusia. Permukiman memiliki kaitan yang cukup erat dengan kondisi alam dan sosial kemasyarakatan sekitar. 6. Semak adalah tipe vegetasi kecil atau kerdil yang tumbuh tidak lebih tinggi daripada perdu dan tidak bernilai komersial. Bisa merupakan areal bekas tebangan atau bekas perladangan yang ditinggalkan. 7. Tanah terbuka adalah areal tanah yang belum dimanfaatkan untuk kegiatan produktif, baik kegiatan non pertanian maupun pertanian.

Gambar 20. Penggunaan Lahan Kota Depok 38

39 Tabel 16. Luas Penggunaan Lahan Kota Depok No Penggunaan Lahan Luas (Ha) % 1 Awan 0.5 0.003 2 Bayangan 0.7 0.003 3 Bedengan 98.9 0.5 4 Bendungan 6.7 0.03 5 Danau/Situ 73.8 0.4 6 Hutan 448.0 2.2 7 Kebun 460.8 2.3 8 Lahan Terbuka 416.1 2.1 9 Lapangan Golf 293.5 1.5 10 Perumahan kepadatan tinggi 1210.7 5.9 11 Perumahan kepadatan sedang 5295.3 26.2 12 Perumahan kepadatan rendah 1616.4 8.0 13 Perumahan kepadatan sangat rendah 4294.1 21.3 14 Sawah 2091.7 10.4 15 Semak belukar 744.3 3.7 16 Sungai 149.1 0.7 17 Tegalan 2982.4 14.7 Total Luas 20183.3 Penggunaan lahan Kota Depok didominasi oleh permukiman (perumahan) yaitu seluas 12.416,5 Ha (61,52%) yang terdiri dari perumahan dengan kepadatan bangunan tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. 5.3. Analisis Ruang Terbuka Hijau Kota Depok Berdasarkan PP No. 47 tahun 1997, Kota Depok merupakan salah satu kota yang termasuk di dalam Kawasan Bopunjur dengan pemanfaatan ruang yang sangat dibatasi oleh fungsinya sebagai kawasan konservasi air dan tanah yang memiliki nilai strategis sebagai kawasan yang dapat memberikan perlindungan terhadap kawasan di bawahnya, yaitu wilayah Propinsi Jawa Barat dan wilayah Propinsi DKI Jakarta. Hal ini dalam rangka mempertahankan dan menyediakan kawasan Ruang Terbuka Hijau yang ditujukan untuk mengimbangi lahan terbangun kota. Kota Depok mempunyai fungsi dan peranan penting sebagai kawasan resapan air (penyangga) bagi kehidupan Kota Jakarta, sehingga perlu pengelolaan yang terhadap sumberdaya air yang ada di kawasan Kota Depok. Sumber-sumber

40 daya air tersebut terdiri dari air tanah dan air permukaan (sungai dan situ), dimana saat ini kondisi kualitas dan kuantitas sumber daya air di Kota Depok sudah pada tahap yang mengkhawatirkan dalam segi kualitas. Hal ini terlihat dari keberadaan situ yang tersisa dan terpelihara hanya 19 dari 49 situ (Bappeda, 2007). Wilayah Kota Depok memiliki berbagai penggunaan lahan berupa RTH ataupun Non RTH. Penggunaan lahan berupa RTH dibedakan atas RTH Privat dan RTH Publik. Tabel 17 berikut ini memperlihatkan luas RTH Kota Depok : Tabel 17. Luas dan Persentase RTH Kota Depok RTH Non RTH RTH Privat RTH Publik No Penggunaan Lahan Luas % Luas % Luas % Luas % 1 Bedengan 98.9 0.5 98.9 0.4 2 Bendungan 6.7 0.03 6.7 0.03 3 Danau/Situ 73.8 0.4 73.8 0.4 4 Hutan 448.0 2.2 448.0 2.2 5 Kebun 460.8 2.3 460.8 2.3 6 Lahan Terbuka 416.1 2.0 416.1 2.0 7 Lapangan Golf 293.5 1.4 293.5 1.5 8 Sawah 2091.7 10.4 2091.7 10.4 9 Semak belukar 744.2 3.7 744.2 3.7 10 Sungai 149.1 0.7 149.1 0.7 11 Tegalan 2982.4 14.7 2982.4 14.7 12 Permukiman kepadatan tinggi 1210.71 5.9 13 Permukiman kepadatan sedang 5295.3 26.2 14 Permukiman kepadatan rendah 1616.4 8.0 Permukiman kepadatan sangat 15 rendah 4294.1 21.3 16 Awan 0.5 0.003 17 Bayangan 0.7 0.003 Total Luas 7765.6 38.48 12417.7 61.5 6995.6 34.6 769.9 3.8 Berdasarkan Tabel 17 di atas, terlihat bahwa Kota Depok memiliki luas RTH sebesar 7.765,6 Ha (38,48%) dan Non RTH sebesar 12.417,7 Ha (61,52%). Berdasarkan luasan RTH tersebut, maka kondisi RTH di Kota Depok telah sesuai dengan UU RI No. 26 Tahun 2007, yaitu luas RTH dengan proporsi minimal 30% dari luas wilayah keseluruhan. Kota Depok memiliki luas RTH privat 6.995,6 Ha (34,66%) melebihi standar maksimal yaitu 10% dan RTH publik hanya 769,9 Ha (3,82%) dibawah standar maksimal yaitu 20%. Untuk memenuhi standar luas tersebut, maka masih diperlukan RTH publik sebesar 16,18%.

41 5.4. RTH Kota Depok ditinjau dari RTRW 5.4.1. RTRW Kota Depok Pada Tabel 18 berikut ini menunjukkan luasan dari tiap rencana penggunaan lahan pada RTRW Kota Depok Periode 2000-2010 dan pada Gambar 21. menunjukkan rencana penggunaan lahan pada RTRW Kota Depok Periode 2000-2010 Tabel 18. Luasan RTRW Kota Depok No RTRW Luas (Ha) 1 Kawasan Dagang dan Jasa Subpusat 446.657 2 Fasilitas Umum 64.652 3 Kawasan Industri 460.814 4 Kawasan Campuran 245.636 5 Kawasan Tertentu 454.506 6 Kebun 118.996 7 Kawasan Komersial dan Jasa Pusat Kota 426.019 8 Kawasan Pendidikan Tinggi 59.922 9 Kawasan Perkantoran dan Jasa Pelayanan Umum 205.091 10 Perumahan Kepadatan Bangunan Tinggi 5097.91 11 Perumahan Kepadatan Bangunan Sedang 6140.581 12 Perumahan Kepadatan Bangunan Rendah 135.441 13 Perumahan Kepadatan Bangunan Sangat Rendah 4487.864 14 Sawah 643.15 15 Sempadan Sungai 834.984 16 Situ 319.62 Luas Total 20141.843

42 Gambar 23. RTRW Kota Depok Periode 2000-2010 Gambar 21. RTRW Kota Depok Periode 2000-2010

43 Berikut rencana penggunaan lahan pada RTRW Kota Depok dari sudut pandang RTH publik dan RTH privat : Gambar 22. RTH Publik dan Privat pada RTRW Peta RTH Publik dan RTH Privat (RTRW) diperoleh dari Tabel 18, dimana penggunaan lahan yang terdapat pada RTRW diperinci menjadi RTH Publik dan RTH Privat. Berdasarkan Gambar 22. menunjukkan bahwa Kota Depok memiliki RTH Privat sebesar 40,68% dari luas wilayah dan RTH Publik sebesar 9,32% dari luas wilayah. 5.4.2. RTH Hasil Interpretasi Citra ALOS AVNIR Berikut merupakan peta RTH hasil interpretasi Citra ALOS AVNIR berdasarkan pada 9 unsur interpretasi. Gambar 23. RTH Publik dan RTH Privat Kota Depok (Analisis)

44 Peta RTH Publik dan RTH Privat (analisis) diperoleh dari Tabel 17, dimana penggunaan lahan hasil interpretasi citra ALOS AVNIR diperinci menjadi RTH Publik dan RTH Privat Berdasarkan Gambar 23, terlihat bahwa antara RTRW Kota Depok dan Peta Analisis RTH Kota Depok terdapat perbedaan segi luasan RTH Publik dan RTH Privat, namun dalam segi letak tidak begitu banyak perbedaan. Untuk memenuhi kekurangan RTH publik sebesar 16,18% agar sesuai UU RI No.26 Tahun 2007 (20%), maka disarankan pada setiap kecamatan di Kota Depok dapat menyumbangkan RTH berdasarkan zona konservasi air terutama pada Kecamatan Sawangan yang memiliki tingkat konservasi tinggi sebesar 12,99% (Tabel 19). 5.5. Analisis Pendekatan Model Konservasi Air Tabel 19 menunjukkan luas dan peresentase dari wilayah konservasi air tiap kecamatan di Kota Depok. Tabel 19. Wilayah Konservasi Air Tiap Kecamatan No Kecamatan Rendah Sedang Tinggi Luas % Luas % Luas % 1 BEJI 556.5 2.7 686.4 3.4 202.6 1.0 2 CIMANGGIS 3078.0 15.2 2331.8 11.5 169.7 0.8 3 LIMO 133.8 0.6 1830.4 9.0 277.9 1.3 4 PANCORAN MAS 1051.6 5.2 1618.4 8.0 306.3 1.5 5 SAWANGAN 0.01 0.004 1975.3 9.7 2622.9 12.9 6 SUKMAJAYA 1285.8 6.3 1787.6 8.8 267.6 1.3 Total Luas 6106.03 30.2 10230.09 50.7 3847.2 19.06 Gambar 24. Zona Tingkat Konservasi Air

45 Dari Tabel 19 terlihat bahwa pada setiap kecamatan di Kota Depok memiliki wilayah konservasi tinggi. Namun, kecamatan yang merupakan daerah konservasi tingkat tinggi adalah Kecamatan Sawangan dengan luas wilayah tingkat konservasi tinggi sebesar 2.622,9 Ha (12,99%). 5.6. Rekomendasi Penggunaan Lahan Berdasarkan Tingkat Konservasi Air Berikut merupakan tabel yang memperlihatkan penggunaan lahan yang termasuk pada tingkat konservasi air rendah ( WC = 1,24 2,11) dan tingkat konservasi tinggi (WC = 2,98 3,85) pada tiap kecamatan Kota Depok : Tabel 20. Penggunaan Lahan Konservasi Air Tinggi Tiap Kecamatan No Kecamatan 1 BEJI 2 CIMANGGIS 3 LIMO 4 PANCORAN MAS 5 SAWANGAN 6 SUKMAJAYA Penggunaan Lahan/Nilai WC Tingkat Rendah Nilai WC Tingkat Tinggi Nilai WC Bedengan 1.90 Danau/Situ 3.10 Perumahan kepadatan sedang 1.75-1.90 Hutan 3.10-3.60 Perumahan kepadatan tinggi 1.35-2.0 Sawah 3.20 Tegalan 1.75-1.90 Lapangan Golf 1.90 Danau/Situ 3.10 Perumahan kepadatan sedang 1.75-1.90 Hutan 3.10 Perumahan kepadatan tinggi 1.35-2.0 Sawah 3.20 Tegalan 1.75-1.90 Perumahan kepadatan sedang 0.80 Danau/Situ 3.73 Perumahan kepadatan tinggi 1.88-2.0 Hutan 3.45 Kebun 3.05 Perumahan kepadatan rendah 3.05 Sawah 3.05-3.45 Semak belukar 3.05 Bedengan 1.75 Danau/Situ 3.10-3.85 Perumahan kepadatan sedang 1.90 Sawah 3.20-3.45 Perumahan kepadatan tinggi 1.35-2 Semak belukar 3.05 Tegalan 1.75-1.90 Sungai 3.05-3.45 Perumahan kepadatan tinggi 2.0 Danau/Situ 3.85 Hutan 3.85 Kebun 3.05 Lahan Terbuka 3.05 Perumahan kepadatan rendah 3.05 Perumahan k.sangat rendah 3.05 Sawah 3.05-3.45 Semak belukar 3.05 Tegalan 3.05 Bedengan 1.75-1.90 Bendungan 3.20 Perumahan kepadatan sedang 1.65-1.90 Danau/Situ 3.60 Perumahan kepadatan tinggi 1.25-2.0 Hutan 3.05 Tegalan 1.75-1.90 Kebun 3.05 Perumahan kepadatan rendah 3.05 Perumahan k. sangat rendah 3.05 Sungai 3.05-3.20

46 Pada Tabel 20 menunjukkan penggunaan lahan yang termasuk tingkat konservasi tinggi dan rendah berdasarkan nilai WC (Water Conservation). Dari tabel ini terlihat bahwa penggunaan lahan yang termasuk tingkat konservasi air tinggi, sebagian besar adalah penggunaan lahan yang termasuk dalam RTH (danau/situ, hutan, sawah, kebun, semak belukar, sungai, hutan, lahan terbuka, tegalan, dan bendungan). Kecamatan Sawangan memiliki zona konservasi air tingkat tinggi seluas 12,9% (Tabel 19). Hal ini didukung dengan Tabel 20 yang menunjukkan bahwa sebagian besar penggunaan lahan di Kecamatan Sawangan merupakan RTH. Kecamatan Cimanggis dan Sukmajaya memiliki zona konservasi air tingkat tinggi hanya seluas 0,8% dan 1,3%, sedangkan kedua kecamatan ini memiliki zona konservasi tingkat rendah seluas 15,2% dan 6,3% (Tabel 19). Hal ini kemungkinan yang menyebabkan kedua kecamatan ini mengalami banjir lokal. Jika dilihat pada Gambar 24, kedua kecamatan ini didominasi oleh permukiman. Untuk mengatasi banjir lokal yang terjadi pada kedua kecamatan ini, maka perlu dibangun RTH yang lebih besar (luasan) dibandingkan kecamatan lain dan pemilihan penggunaan lahan yang tepat (meresapkan air). Sehingga nilai WC akan tinggi dan secara langsung zona konservasi air tingkat tinggi pun akan meningkat (luasan). Disarankan memperluas hutan di Kecamatan Cimanggis dan Sukmajaya atau melakukan perubahan lahan dari tegalan menjadi semak belukar atau hutan. Hal ini karena semak belukar dan hutan memiliki daya serap air lebih tinggi dibandingkan tegalan. Partisipasi aktif masyarakat luas sangat dibutuhkan dalam membangun ataupun mempertahankan RTH. Partisipasi masyarakat dapat berupa penyediaan lahan untuk RTH dan kesadaran untuk menanam berbagai jenis pohon di lingkungan rumah masing-masing. Metode konservasi vegetatif yang dapat dilakukan adalah dengan cara memanfaatkan media tanaman dan lubang-lubang cacing sebagai upaya untuk meresapkan air tanah (lubang biopori).

47 5.7. Hubungan Tingkat Konservasi Air dengan RTH Berikut merupakan tabel luas dan persentase RTH dan Tingkat konservasi air pada setiap kecamatan yang memperlihatkan hubungan keduanya. Tabel 21. RTH dan Tingkat Konservasi Air No Kecamatan RTH Tingkat Konservasi Air Luas % Luas % 1 BEJI 471.0 2.3 202.7 1.004 2 CIMANGGIS 1425.2 7.1 169.7 0.8 3 LIMO 1250.4 6.1 277.9 1.4 4 PANCORAN MAS 1044.0 5.1 306.3 1.5 5 SAWANGAN 2524.6 12.5 2622.9 12.9 6 SUKMAJAYA 1050.2 5.2 267.6 1.3 Total Luas 7765.5 38.5 3847.2 19.0 Pada Tabel 21. terlihat bahwa Kecamatan Sawangan memiliki wilayah dengan tingkat konservasi tinggi dan lebih luas dibandingkan dengan kecamatan lain. Hal ini terjadi karena pada Kecamatan Sawangan luas penggunaan lahan yang berupa RTH sebesar 2.524,6 Ha (12,5) lebih tinggi dibandingkan kecamatan yang lain. Oleh karena itu, RTH yang telah ada di Kecamatan Sawangan haruslah dipertahankan. Pada Kecamatan Limo, Pancoran Mas, Sawangan dan Sukmajaya terjadi hubungan yang berbanding lurus terhadap RTH, namun di Kecamatan Beji dan Cimanggis terjadi sebaliknya. Maka, hubungan tingkat konservasi air dengan RTH berbanding lurus sekitar 66,67% di wilayah Kota Depok.