BAB I PENDAHULUAN. berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PENURUNAN KAPASITAS ALUR SUNGAI PEKALONGAN TERHADAP AREAL HUNIAN DI TEPI SUNGAI TUGAS AKHIR

KRITERIA DAN TIPOLOGI PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kemampuan manusia dalam menyesuaikan dirinya terhadap lingkungan

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

PENDAHULUAN Latar Belakang

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan - 1 -

I. PENDAHULUAN. Jakarta merupakan ibukota Negara Indonesia dan pusat pemerintahan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. dengan yang lain, yaitu masing-masing wilayah masih dipengaruhi oleh aktivitas

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH Bujur Timur dan Lintang Utara, dengan batas. Utara : Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota-kota besar di negara-negara berkembang umumnya mengalami laju

BAB I PENDAHULUAN. Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan bagian

PENDAHULUAN Latar Belakang Pengembangan wilayah merupakan program komprehensif dan terintegrasi dari semua kegiatan dengan mempertimbangkan

BAB I PENDAHULUAN. Geografi merupakan ilmu yang mempelajari gejala-gejala alamiah yang

INFO TEKNIK Volume 9 No. 1, Juli 2008 (43-50)

I. PENDAHULUAN. Banjir pasang (rob) merupakan peristiwa yang umumnya terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya penelitian ini terkait dengan permasalahan-permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir adalah peristiwa meluapnya air hingga ke daratan. Banjir juga

meningkat. Banjir dapat terjadi karena peluapan air yang berlebihan di suatu tempat akibat hujan deras, peluapan air sungai, atau pecahnya bendungan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Kota-Kota Tepian Air di Indonesia Sumber: Heldiyansyah, 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V. ANALISIS DAN SINTESIS

AIR Banjir dan Permasalahannya Di kota medan

PENGELOLAAN DAN KELESTARIAN KEBERADAAN SUMBER AIR SEBAGAI SALAH SATU UNSUR PENTING KEBUTUHAN MANUSIA

II. TINJAUAN PUSTAKA. lukisan atau tulisan (Nursid Sumaatmadja:30). Dikemukakan juga oleh Sumadi (2003:1) dalam

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 26 Oktober 2010 : Ribuan rumah warga Kecamatan Medan Belawan,

PROFIL DINAS PERUMAHAN RAKYAT DAN KAWASAN PERMUKIMAN KOTA PEKANBARU TA.2017 BIDANG KAWASAN PERMUKIMAN

PENDAHULUAN. waktu terjadi pasang. Daerah genangan pasang biasanya terdapat di daerah dataran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan adalah upaya memajukan, memperbaiki tatanan, meningkatkan

HIDROSFER III. Tujuan Pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari pulau dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Tinjauan Umum

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang. bertingkat atau permukiman, pertanian ataupun industri.

BAB 1 KONDISI KAWASAN KAMPUNG HAMDAN

Morfologi Permukiman Pesisir pada Daerah Aliran Sungai di Kota Dumai. Muhammad Rijal a, Gun Faisal b

BAB I PENDAHULUAN. dalam pemenuhannya masih sulit dijangkau terutama bagi penduduk berpendapatan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kota merupakan sebuah tempat permukiman yang sifatnya permanen

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

terbuka hijau yang telah diubah menjadi ruang-ruang terbangun, yang tujuannya juga untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi penduduk kota itu sendiri.

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN Uraian Umum

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Nelayan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Oleh karena itu,bukan suatu pandangan yang aneh bila kota kota besar di

BAB I PENDAHULUAN. merupakan pelayanan mendasar bagi masyarakat kota. Sejalan dengan fungsi ini,

PENGENDALIAN AIR DALAM REKLAMASI DI DKI JAKARTA

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

3.3 KONSEP PENATAAN KAWASAN PRIORITAS

`BAB I PENDAHULUAN. tertentu. Pada dasarnya pembangunan dalam sektor permukiman adalah

BAB I PENDAHULUAN - 1 -

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 2000 persentase penduduk kota di Negara Dunia Ketiga telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. laju pertumbuhan penduduk yang pesat sebagai akibat dari faktor-faktor

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

2015 DAMPAK BANJIR CILEUNCANG TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN RANCAEKEK KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi dan pusat pembangunan di Provinsi Sumatera Utara yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia merupakan suatu negara kepulauan terbesar di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

V. DESKRIPSI LOKASI DAN SAMPEL PENELITIAN. Kelurahan Kamal Muara merupakan wilayah pecahan dari Kelurahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kebutuhan akan sumberdaya lahan. Kebutuhan lahan di kawasan

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan penduduk yang berlangsung dengan pesat telah. menimbulkan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan bangsa terutama di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.1.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP PENGGUNAAN DAN PELESTARIAN AIR DI LINGKUNGANNYA (Studi kasus di Daerah Aliran Sungai Garang, Semarang) Purwadi Suhandini

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. prioritas utama dalam pemenuhannya. Seiring dengan perkembangan jaman dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Rumah Susun Sewa Di Kawasan Tanah Mas Semarang Penekanan Desain Green Architecture

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Terdapat beberapa penelitian dan kajian mengenai banjir pasang. Beberapa

dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai

SD kelas 6 - ILMU PENGETAHUAN ALAM BAB 10. PELESTARIAN LINGKUNGANLatihan soal 10.4

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15/PERMEN/M/2006 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Sungai

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.2. Tipologi kota-kota perairan di Pulau Kalimantan Sumber: Prayitno (dalam Yudha, 2010)

BAB I PENDAHULUAN. Perbedaan pada karakteristik desa dapat dilihat dari tipologi desa.

PROFIL PELAKSANAAN PROGRAM KOTA TANPA KUMUH (KOTAKU) KOTA TANJUNGBALAI

BAB I PENDAHULUAN. sebagai akibat akumulasi beberapa faktor yaitu: hujan, kondisi sungai, kondisi

I. PENDAHULUAN. Secara keseluruhan daerah Lampung memiliki luas daratan ,80 km², kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan tepi air ataupun kawasan tepi sungai di Indonesia sebenarnya berakar pada faktor-faktor geografi dan sejarah nusantara yang selama berabad-abad telah menjadi bagian dari jalur perdagangan internasional (Suprijanto 2003). Dari sisi geografis, banyak kota kota di Indonesia berlokasi di daerah pantai, dataran rendah maupun dataran tinggi (pegunungan), seperti Kota Palembang (Sumatera Selatan) terletak di tepi Sungai Musi, Kota Banjarmasin (Kalimantan Selatan) terletak di tepi Sungai Kuin dan Sungai Barito dan banyak lagi kota kota yang lainnya. Dari itu duapertiga bagian wilayahnya adalah perairan, menjadikan Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di dunia, hal tersebut menjadikan pula beberapa bagian wilayah di Indonesia merupakan kawasan pesisir atau tepi air. Kawasan tepi pantai adalah termasuk kawasan tepi air, seperti halnya kawasan tepi sungai/laut dan kawasan tepi danau. Namun kawasan tepi sungai memiliki beberapa kelebihan, terutama berkaitan dengan fungsi dan aksessibilitas yang lebih strategis. Apabila ditinjau dari sejarah kelautan, bangsa Indonesia sudah sejak berabad-abad yang lalu dikenal dengan kehidupan baharinya, dengan memfungsikan kota pantai menjadi pusat-pusat perdagangan melalui jalur transportasi laut. Kawasan sungai umumnya sangat menarik bagi pertumbuhan perumahan, terutama perumahan nelayan, yang ingin dekat dengan mata pencaharian mereka sebagai penangkap ikan di laut. Umumnya perumahan nelayan ini dibangun

seadanya, sehingga tumbuh usaha-usaha reklamasi pantai yang tidak terkendali, berebut dengan pihak swasta yang bermodal besar. Pada perkembangan selanjutnya kawasan tepi sungai menjadi tempat yang menarik untuk pemukiman, gejala tersebut dapat terjadi karena berbagai alasan, antara lain: merupakan kawasan alternatif pemukiman kota bagi kaum urbanis. Secara empiris daerah bantaran sungai di kota senantiasa digunakan terutama oleh masyarakat miskin kota sebagai tempat tinggal. Kondisi tersebut menyebabkan tingginya laju pertumbuhan perkotaan, dimana kawasan tepi sungai cenderung tumbuh lebih cepat, baik secara demografis maupun ekonomi. Besarnya daya tarik kota, dimana terbukanya lapangan untuk pekerjaan dengan tenaga tidak terampil (informal) merupakan satu diantara tingginya arus urbanisasi. Lahan untuk perumahan semakin sulit didapat dan semakin mahal di luar jangkauan sebahagian anggota masyarakat, karena pendapatan sebagian penduduk di negara-negara berkembang seperti Indonesia begitu rendah, sehingga setelah dipakai untuk membayang makan, pakaian, keperluan sehari-hari dan lain-lain, hanya sedikit sekali yang tersisa untuk keperluan rumah. Sementara itu harga rumah terus meningkat sehingga pendapatan penduduk semakin jauh dibawah harga rumah yang termurah sekalipun (Panudju, B. 1999). Fasilitas hunian merupakan kebutuhan yang sangat mendasar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi penduduk, sedangkan perumahan merupakan indikator dari kemampuan suatu pemerintah dalam memenuhi salah satu kebutuhan pokok penduduknya (Budihardjo, E. dan Sudanti H, 1993). Akibat adanya bangunan pada bantaran-bantaran sungai ini, maka kegiatan aktifitas manusia penghuni

bangunan tersebut tidak terelakkan menjadi perusak tata guna lahan dan sungai, seperti semrawutnya tata letak perumahan,sampah-sampah yang dibuang ke badan sungai yang mengakibatkan kedalaman terganggu, terjadi pendangkalan sungai dan erosi, alur sungai menjadi berubah sehingga keruntuhan tebing terjadi dan manfaat sungai sebagai sumber air bersih dan sumber ikan bagi manusia menjadi hilang (Firdaus, 2000). Dilihat dari Undang-undang No 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang disebutkan bahwa penataan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tata ruang terencana,dengan memperhatikan keadaan lingkungan alam, lingkungan buatan, lingkungan sosial, interaksi antar lingkungan, tahapan dan pengelolaan pembangunan,serta pembinaan kemampuan kelembagaan dan sumberdaya manusia yang ada dan tersedia, dengan selalu mendasarkan pada satu kesatuan wilayah nasional dan ditujukan bagi sebesar-besarnya kemakmuran. Bantaran sungai sangat memungkinkan untuk dilakukan penataan ruang dan dengan memperhatikan fungsi sebagai penyangga ekologi, sosial dan ekonomi sebab perkembangan ekonomi dapat diasosiasikan dengan masalah lingkungan yang muncul pada bantaran sungai itu sendiri. Beberapa masalah tersebut berhubungan dengan urbanisasi, perubahan yang cepat dalam menggunakan lahan sehingga terjadi pengurangan ruang terbuka hijau, juga ketidak seimbangan suplai air, banjir, erosi tanah, sedimentasi sungai dan lain-lain (Al Mamun et al,1999). Kesalahan yang selalu terjadi dan juga sering dijumpai dalam perencanaan tata ruang wilayah adalah penetapan kawasan pemukiman atau pusat perkembangan justru di daerah-daerah rawan longsor dan banjir. Terlebih lagi perkembangan tata

wilayah juga sering tidak bisa dikendalikan yang mengarah ke daerah banjir, bahkan konsep masterplan drainase yang sekarang dianut di seluruh Indonesia alah drainase yang dapat mendatangkan banjir yakni konsep drainase yang secepatnya mengalirkan kelebihan air ke sungai, sehingga sungai tidak mampu menampung air tersebut dan akibatnya akan meluap (Maryono, A. 2003). Salah satu kota tepi air adalah kota Tanjungbalai, yang merupakan salah satu kota yang terdapat di Propinsi Sumatera Utara yang memiliki sungai besar yaitu Sungai Asahan dan Sungai Silau, sungai ini membelah Kota Tanjungbalai. Secara spesifik Sungai Asahan tersebut bermuara ke Selat Malaka, sebab Kota Tanjungbalai berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Di sepanjang pinggiran/tepi Sungai Asahan berdirilah pemukiman-pemukiman penduduk. Bentuk dari pemukimanpemukiman ini bermacam-macam, seperti halnya mengikuti tepian sungai dan ada juga membesar ke badan sungai. Pemukiman ini sudah ada sejak tahun 1950 sampai sekarang. Di tepi kedua sungai ini, banyak terdapat pemukiman-pemukiman, diantaranya pemukiman di Kelurahan Kuala Silo Bestari yang pemukimannya mengarah ke tengah sungai Asahan lapis demi lapis. Hampir setengah badan Sungai Asahan ini ditumbuhi oleh rumah-rumah panggung dibuat dari kayu dengan konstruksi seadanya. Beberapa dari rumah rumah ini bangunannya sudah mulai lapuk dan miring termasuk di Kelurahan Sejahtera. Inilah yang menjadi alasan dalam pemilihan lokasi penelitian. Semua permasalahan yang telah disebutkan terdapat dalam lokasi ini.

1.2 Identifikasi Penelitian Kawasan pemukiman tepi sungai, bentuk pemukimannya sangat dipengaruhi oleh air pasang surut permukaan sungai. Secara geografis Kota Tanjungbalai terletak pada ketinggian rata-rata 0 3 meter diatas permukaan laut. Kondisi ini merupakan daratan yang relatif datar, sehingga sebagian pemukiman yang berada ditepi sungai akan tergenang apabila terjadinya air pasang sungai. Adanya pengikisan tepi sungai (abrasi) dan sedimentasi menyebabkan batas daratan dan garis pantai tidak dapat dibedakan lagi. Hal ini berpengaruh terhadap kondisi fisik dan bentuk bangunan yang berada dalam kawasan tersebut. Kondisi pemukiman tepi Sungai Asahan ini khususnya di Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan infrastruktur yang terbatas dan tidak memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan pemerintah. Kepadatan bangunan sangat tinggi serta kualitas bangunan sangat rendah. Keberadaan bangunan yang tepat berada di tepi sungai bahkan sudah tepat di atas air. 1.3 Rumusan Penelitian Berdasarkan hal diatas dapat dirinci permasalahan yang ada di lokasi penelitian yaitu bagaimana pola permukiman, proses pertumbuhan dan faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air di Sungai Asahan Tanjungbalai untuk kedua lokasi penelitian.

1.4 Lingkup Penelitian Dalam penulisan tesis ini kajian morfologi pemukiman tepi sungai hanya meneliti pada Kelurahan Kuala Silo Bestari dan Kelurahan Sejahtera Kecamatan Tanjungbalai Utara Kota Tanjungbalai. Kedua Lokasi ini tepat berada di bibir sungai dan pemukiman sudah melewati garis sempadan sungai menuju ke arah tengah sungai. 1.5 Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian diatas maka tujuan Kajian Morfologi Pemukiman Tepi Air sungai Asahan adalah untuk mengetahui pola pemukiman tepi air, mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air, mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air. 1.6 Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian mengenai kajian ini diharapkan akan bermanfaat baik untuk bidang akademis maupun untuk pemerintah terutama pemerintah Tanjungbalai. Penelitian ini merupakan suatu bagian dari proses penataan ruang secara keseluruhan dan juga sebagai masukan bagi pengelola kota/pengambil keputusan untuk menentukan pola kebijakan pengadaan pemukiman. Sebagai manfaat akademis/ilmu pengetahuan penelitian ini dapat dijadikan bahan bacaan dan acuan mengenai morfologi pemukiman di tepi sungai.

1.7 Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang yaitu pesatnya pertumbuhan pemukiman, adanya pemanfaatan badan sungai sebagai lahan pemukiman dan permasalahan pemukiman yang tumbuh organik sepanjang pada lokasi penelitian, sehingga permasalahan yang ada menjadi begitu kompleks. Untuk memudahkan penuliasan penelitian ini dirancang suatu kerangka pemikiran seperti terlihat pada gambar 1.1. LATAR BELAKANG 1. Pesatnya pertumbuhan pemukiman di tepi Sungai Asahan 2. Kelurahan Kuala Silo Bestari yang pemukimannya mengarah ke tengah Sungai Asahan lapis demi lapis. 3. Badan Sungai Asahan ditumbuhi oleh rumah panggung 4. Pemukiman Kelurahan Sejahtera berada didalam garis sempadan Sungai Silau PERMASALAHAN 1. Pemukiman yang tidak teratur dengan kepadatan bangunan yang tingi 2. Berkembangnya pemukiman disepanjang Sungai Silau dan Sungai Asahan 3. Mengapa terjadi pemukiman di tepi Sungai Silau dan Sungai Asahan? TUJUAN 1. Untuk mengetahui pola pemukiman tepi air 2. Untuk mengetahui proses pertumbuhan pemukiman tepi air 3. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab pertumbuhan pemukiman tepi air Tinjauan Umum Tinjauan Khusus 1. Pemukiman tepi sungai 2. Garis Sempadan sungai 3. Tipologi pemukiman tepi sungai 4. Morfologi pemukiman tepi sungai KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI 1. Kota Tanjungbalai 2. Kecamatan Tanjungbalai Utara 3. Kelurahan Kuala Silo Bestari 4. Kelurahan Sejahtera Pengolahan Data Kesimpulan Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran