3. Metodologi Penelitian 3.1 Alat dan bahan 3.1.1 Alat Peralatan gelas yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas kimia, gelas ukur, labu Erlenmeyer, cawan petri, corong dan labu Buchner, corong biasa, termometer, batang pengaduk, tabung reaksi, dan pipet tetes. Peralatan pendukung lainnya adalah hot plate, pengaduk magnetik, pompa vakum, neraca digital Ohaus, oven Memmert, dan spatula. Untuk karakterisasi gugus fungsi digunakan FTIR 501 Shimadzu, sedangkan pada proses uji kemampuan penyerapan logam oleh kitosan, penentuan konsentrasi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan spektrometer serapan atom Avanta. 3.1.2 Bahan Tulang bandeng yang digunakan sebagai sumber isolasi kitin dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Indramayu. Untuk proses deproteinasi dan demineralisasi, digunakan NaOH teknis dari PT Brataco Chemical dan HCl teknis dari PT Brataco Chemical. Uji kelarutan kitosan dilakukan dengan menggunakan pelarut HCl dan n-heksan dari PT Brataco Chemical, asam asetat p.a, LiCl, DMAC, dan asam format. Pada uji penyerapan logam, digunakan garam kompleks CuSO 4.5H 2 O. Aquades yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboatorium Kimia Fisik Material ITB. 3.2 Tahapan Penelitian Secara Umum Tahapan Penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram berikut :
Tulang/ duri ikan bandeng yang telah dibersihkan Deproteinasi dengan NaOH Padatan tulang ikan bebas protein Demineralisasi dengan HCl 1 M Kitin Karakterisasi dengan FTIR Uji penyerapan logam Deasetilasi Spektrum IR kitin Kadar penyerapan logam Cu Kitosan Uji kelarutan Karakterisasi dengan FTIR Uji penyerapan logam Mebran kitosan Spektrum IR kitin Kadar penyerapan logam Cu Gambar 3. 1. Tahapan penelitian secara umum 3.3 Isolasi Kitin dari Tulang Ikan Bandeng Pada penelitian ini isolasi kitin dilakukan dengan metoda yang sama seperti isolasi kitin dari kulit udang [13]. 3.3.1 Penghilangan Protein Tulang dan duri ikan bandeng yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu. Sebanyak 50 gram sampel tulang/ duri yang sudah bersih tersebut dimasukkan ke dalam gelas kimia yang berisi NaOH 3,5% b/v. Perbandingan jumlah sampel terhadap volume NaOH yang digunakan sebesar 1:10 b/v. Campuran diaduk dengan pengaduk magnetik selama dua jam pada suhu 65 o C. Tulang/ duri ikan bandeng bebas protein ini kemudian disaring dengan menggunakan penghisap vakum dan dicuci dengan air hingga ph netral. Setelah tercapai ph 19
netral, tulang/ duri ikan tersebut dibilas dengan aquades dan dikeringkan dalam oven pada suhu 65 o C selama 24 jam. Setelah kering, padatan ditimbang hingga konstan. 3.3.2 Penghilangan Mineral Tulang/ duri ikan yang sudah bebas protein direaksikan dengan larutan HCl 1 M secara perlahan di dalam gelas kimia hingga tidak terbentuk gas. Perbandingan jumlah tulang/ duri ikan terhadap volume HCl yang digunakan sebesar 1:15 b/v. Campuran diaduk dengan pengaduk magnetik selama 30 menit pada suhu ruang. Tulang/ duri ikan bandeng kemudian dipisahkan dengan cara disaring menggunakan penghisap vakum, dicuci dengan air hingga ph netral, dibilas dengan aquades dan dikeringkan dalam oven pada suhu 65 o C selama 24 jam. Padatan tulang/ duri ikan bebas mineral (kitin) ini kemudian ditimbang hingga diperoleh massa konstan. 3.4 Konversi Kitin Menjadi Kitosan Kitin direaksikan dengan larutan NaOH 50% (b/v). Perbandingan jumlah kitin terhadap NaOH yang digunakan sebesar 1:10 b/v. Campuran diduk dengan pengaduk magnetik sambil dipanaskan pada suhu 60-100 o C selama satu jam. Padatan kitosan disaring dengan penghisap vakum, dicuci dengan air hingga ph netral, dan dibilas dengan aqua dm. Kitosan dikeringkan dalam oven suhu 65 0 C selama 24 jam [13]. 3.5 Karakterisasi 3.5.1 Analisis Gugus Fungsi Sampel yang akan dikarakterisasi ditambahkan 0,5-1 gram KBr dan digerus hingga halus kemudian dibentuk menjadi pelet dengan menggunakan penekan hidrolik. Pelet yang diperoleh kemudian digunakan sebagai media utama pengkarakterisasian spektroskopi inframerah. 3.5.2 Penentuan Derajat Deasetilasi Derajat deastilasi kitin dan kitosan dapat ditentukan dari spektrum infarmerah yang diperoleh dengan membandingkan absorbans C=O amida pada daerah bilangan gelombang 1650 cm -1 terhadap absorbans O H pada daerah bilangan gelombang 3450 cm -1[11]. 20
3.5.3 Uji Kelarutan dan Sintesis Membran Kitosan Uji kelarutan kitosan dilakukan untuk mengetahui pelarut yang dapat digunakan dalam sintesis membran kitosan dari tulang/ duri bandeng. Pada uji kelarutan ini, 0,5 1 gram sampel kitosan dari tulang bandeng ditempatkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan 1 2 ml pelarut. Berdasarkan literatur (bab Tinjauan Pustaka, sub bab Kelarutan Kitosan), pelarut-pelarut yang digunakan untuk menguji kelarutan kitosan tulang bandeng pada penelitian ini adalah asam asetat 1%, asam asetat 98%, dan asam format. Selain itu, kelarutan kitosan juga diuji dengan menggunakan beberapa pelarut lain yaitu HCl, larutan 5% LiCl/ DMAC, dan n-heksan. Penggunaan HCl sebagai pelarut untuk menguji kelarutan kitosan tulang bandeng didasarkan pada teori bahwa kelarutan kitosan dalam suatu pelarut terjadi akibat protonasi gugus-gugus amina oleh ion H +. Larutan 5% LiCl/ DMAC digunakan untuk menguji kelarutan kitosan tulang bandeng karena diduga produk yang terbentuk masih merupakan kitin, sedangkan n-heksan digunakan karena diduga bahwa produk yang diperoleh bukan merupakan kitin ataupun kitosan (pada penelitian ini tidak dilakukan karakterisasi dengan solid-state NMR spectroscopy untuk mengetahui produk dengan pasti) melainkan senyawa lain yang bersifat tidak polar. Setelah diperoleh pelarut yang dapat melarutkan kitosan tulang bandeng, kemudian dibuat larutan kitosan 1%. Campuran diaduk selama 24 jam sehingga diperoleh larutan yang homogen. 20 25 ml larutan kitosan ini kemudian ditempatkan dalam cawan petri untuk dicetak sebagai membran. 3.5.4 Penentuan Waktu Kontak Optimum Penyerapan Logam Cu Dalam penentuan waktu kontak optimum penyerapan logam Cu digunakan larutan Cu 2+ 200 ppm dan sampel yang digunakan hanya kitosan tulang bandeng karena keterbatasan jumlah sampel kitin duri bandeng. Kitosan tulang bandeng yang telah diisolasi dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan larutan Cu 2+ 200 ppm. Komposisi kitosan dalam larutan Cu 2+ sebesar 1% b/v [14]. Campuran diaduk dengan variasi waktu pengadukan adalah 15 menit, 30 menit, 45 menit, 1 jam, 12 jam, dan 24 jam. Setelah waktu kontak tercapai, campuran disaring dan kadar logam yang tersisa dalam larutan diukur absorbansnya dengan SSA. Waktu kontak optimum tercapai ketika logam yang tersisa dalam larutan memberikan pembacaan absorbans yang relatif konstan. Penentuan kadar logam dengan SSA dilakukan triplo. 21
3.5.5 Penentuan Kadar Penyerapan Logam Cu Penentuan kadar penyerapan logam Cu oleh kitin dan kitosan dilakukan dengan menggunakan larutan Cu 2+ 3 ppm. Kitin/ kitosan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan larutan Cu 2+ sehingga komposisi kitin/ kitosan dalam larutan adalah 1% b/v [14]. Campuran diaduk pada waktu optimum yang telah diketahui dari metode kerja sebelumnya. Campuran kemudian disaring dan kadar logam yang tersisa pada bagian filtratnya ditentukan dengan SSA. Kadar penyerapan logam ditentukan dengan membandingkan konsentrasi logam yang terserap terhadap konsentrasi logam mula-mula. Penentuan kadar logam dengan SSA dilakukan triplo. 3.5.6 Penentuan Efektivitas Penyerapan Logam Cu oleh Kitosan Pada penelitian ini kitosan juga digunakan untuk menyerap Cu 2+ dalam larutan Cu 2+ 10 ppm dan 200 ppm. Hal ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi maksimum larutan sampel logam yang masih dapat diserap kitosan dengan baik. Uji efektifitas penyerapan logam ini tidak dilakukan pada kitin karena kitin yang diperoleh memiliki jumlah yang terbatas. Kitosan tulang bandeng yang telah diisolasi dimasukkan ke dalam dua buah Erlenmeyer dan ditambahkan larutan Cu 2+ masing-masing 10 ppm dan 200 ppm. Komposisi kitosan dalam larutan Cu 2+ sebesar 1% b/v. Campuran diaduk pada waktu optimum yang telah diketahui dari metode kerja sebelumnya. Campuran kemudian disaring dan kadar logam yang tersisa pada bagian filtratnya ditentukan dengan SSA. Kadar penyerapan logam ditentukan dengan membandingkan konsentrasi logam yang terserap terhadap konsentrasi logam mula-mula. Penentuan kadar logam dengan SSA dilakukan triplo. 3.5.7 Analisis Pembentukan Senyawa Kompleks Cu-Kitosan Residu yang diperoleh dari proses penyerapan logam dikarakterisasi dengan spektrofotometri inframerah untuk membuktikan terbentuknya senyawa kompleks antara Cu 2+ dengan kitin/ kitosan [15]. Metode yang dilakukan pada tahap ini sama seperti analisis gugus fungsi kitin/ kitosan pada sub bab 3.5.1. 22