KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang

METODOLOGI KAJIAN Tempat dan Waktu Kajian Lokasi penelitian

PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNITAS KORBAN TSUNAMI MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO MIRODIYATUN RESI NURIDAYATI

Nomor : 5/PER/BP-BRR/I/2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Semester I Tahun Anggaran 2010

PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNITAS KORBAN TSUNAMI MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO MIRODIYATUN RESI NURIDAYATI

PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOMUNITAS KORBAN TSUNAMI MELALUI LEMBAGA KEUANGAN MIKRO MIRODIYATUN RESI NURIDAYATI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. Proses perencanaan pembangunan yang bersifat top-down sering dipandang

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

BAGIAN I. PENDAHULUAN

II. PASAL DEMI PASAL Pasal l Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN MASYARAKAT

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN (ESL 327 ) Ko-Manajemen. Kolaborasi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan

Oleh Prof Dr Abdullah Ali

WALIKOTA BENGKULU PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DANA BERGULIR SAMISAKE

TERWUJUDNYAMASYARAKAT KABUPATEN PASAMAN YANGMAJU DAN BERKEADILAN

BAB IV RELASI ANTAR KOMUNITAS DAN ORGANISASI LUAR

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

BAB VI PENUTUP. Laporan Akhir PLPBK Desa Jipang Menuju Desa Yang Sehat, Berkembang dan Berbudaya 62

penelitian 2010

ARAH DAN KEBIJAKAN UMUM PENANGGULANGAN KEMISKINAN

BAB 12 REVITALISASI PROSES DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH

I. Permasalahan yang Dihadapi

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PEMBANGUNAN AIR MINUM DAN PENYEHATAN LINGKUNGAN BERBASIS MASYARAKAT

METODE KAJIAN. Tipe Dan Aras Kajian. Tipe Kajian

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

RENCANA STRATEGIS TAHUN BAB I PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara geografis, geologis, hidrologis, dan sosio-demografis, Indonesia

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan deskripsi, analisis dan pembahasan hasil penelitian, pada

Kesimpulan Diskusi Oleh: [Kelompok 3] Aspek-Aspek Sosial Konflik dan Kerentanan

S A L I N A N PERATURAN BUPATI PROBOLINGGO NOMOR : 28 TAHUN 2015 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KREDIT MODAL KERJA USAHA MIKRO DI KABUPATEN PROBOLINGGO

Anggaran Dasar. Konsil Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia [INDONESIAN NGO COUNCIL) MUKADIMAH

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - MEMUTUSKAN. 12. Kemitraan.../3 AZIZ/2016/PERATURAN/KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

PERATURAN DAERAH KOTA KUPANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN DANA PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 27 TAHUN 2011

KELOMPOK USAHA SIMPAN PINJAM GOTONG ROYONG

BAB I PENDAHULUAN. Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK)

PENGHARGAAN ADIUPAYA PURITAMA KELOMPOK INDIVIDU/ORGANISASI TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia berdasarkan data statistik tahun 2004, dapat dilihat dari

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 189/PMK.05/2010 TENTANG

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Bab 1 merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah,

Strategi Pemberdayaan Lembaga Keuangan Rakyat BPR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari setiap individu, perusahaan-perusahaan dan masyarakat

MENGEMBANGKAN DEMOKRATISASI DESA. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Republik Indonesia

GUBERNUR NANGGROE ACEH DARUSSALAM

BAB IV RENCANA AKSI DAERAH PENGURANGAN RESIKO BENCANA KABUPATEN PIDIE JAYA TAHUN

Peran Sektor Swasta dalam Percepatan Pembangunan Ekonomi di Daerah Tertinggal, Pendekatan Progam P2DTK 1

BAB I PENDAHULUAN. Perdesaan (PNPM-MP) salah satunya ditandai dengan diberlakukannya UU No. 6

Perempuan dan Industri Rumahan

BAB VIII STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN

sebagai anggota dengan bekerjasama secara kekeluargaan. Koperasi di Indonesia berlandaskan pancasila dan undang-undang dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Sejarah AusAID di Indonesia

Rapat Dewan Pengarah Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah. Kepulauan Nias, Provinsi Sumut. Jakarta, 3 Mei 2005

Gambar 1. Proses Pembangunan/Pengembangan KSM

BAB I PENDAHULUAN. Setelah disahkannya Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1.8.(2) Peremajaan Permukiman Kota Bandarharjo. Semarang

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DALAM KERANGKA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MISKIN 1 Nani Zulminarni 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Sari Surya

xvii Damage, Loss and Preliminary Needs Assessment Ringkasan Eksekutif

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB I PENDAHULUAN. pukul 20:09 WIB] 1 [diakses pada hari Rabu, 04 Mei 2011,

BAB I PENDAHULUAN Sekilas Tentang UPK Sauyunan Kecamatan Bojongsoang

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. disalurkan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) melalui Unit Pengelola Keuangan

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Bencana gempa bumi yang berkekuatan 8,9 skala Richter yang diikuti

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB VI PENUTUP. sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa aktor sebagai bagian program yang terlibat

ANALISIS MANFAAT LEMBAGA KEUANGAN BERBENTUK KOPERASI (KSP/USP)

KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

A. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM

WALIKOTA SURABAYA PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 33 TAHUN 2011 TENTANG

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

Manusia selalu dihadapkan pada masalah ekonomi seperti kesenjangan. ekonomi, kemiskinan, dan masalah-masalah lainnya. Namun banyak masyarakat

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 10 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Butir-Butir Pembahasan Sidang Kabinet Terbatas Tentang Pelaksanaan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD Nias

Transkripsi:

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 7.1. Kesimpulan Berkenaan dengan tujuan pertama dari kajian ini yaitu menganalisis keberhasilan dan kelemahan dalam pelaksanaan program pemberdayaan dan pengembangan ekonomi mikro oleh LKM Seunuddon Finance dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Keberhasilan Pelaksanaan Program Pemberdayaan dan Pengembangan ekonomi mikro bagi komunitas korban tsunami oleh LKM Seunuddon. Dapat disimpulkan: bahwa dengan durasi waktu yang sangat singkat LKM Seunuddon Finance berhasil menyalurkan dana bantuan dari BRR Aceh- Nias kepada komunitas korban yang telah menyerahkan kartu identitas (KTP). b. Kelemahan dalam pelaksanaan program pemberdayaan dan pengembangan, dapat disimpulkan bahwa pertama, sumberdaya manusia pengelola LKM masih rendah. Kedua, tingkat kejujuran, pemahaman tentang program, kesadaran usaha bersama secara bergulir dan kemandirian pengelola dan penerima bantuan modal masih rendah, sehingga dana yang di amanahkan kurang tepat sasaran. Ketiga, pemahaman berkoperasi baik bagi pengurus koperasi/lkm sendiri maupun komunitas korban masih sangat rendah. Kelima, kapasitas atau capacity building LKM/koperasi masih dipertanyakan dalam mengelola dana besar. Keenam, kurang percaya masyarakat terhadap lembaga BRR Aceh-Nias, indikasi korupsi yang terjadi dalam berbagai lembaga penyedia layanan dalam proses rekonstruksi dan rehabilitasi pasca tsunami termasuk koperasi/lkm serta AMF, NGO lokal, nasional maupun internasional. Ketujuh, memunculkan konflik baru dalam komunitas korban antara yang mendapat bantuan dengan yang tidak mendapat bantuan. Berdasarkan tujuan kedua penelitian ini yaitu menganalisis dampak dan tingkat keberdayaan korban tsunami setelah mendapat bantuan dari LKM Seunuddon Finance dapat disimpulkan bahwa: a. Program pemberdayaan dan pengembangan LKM/koperasi yang dikucurkan oleh BRR Aceh-Nias yang dipercayakan salah satunya pada LKM Seunuddon Finance di Gampong Keude Simpang Jalan Kecamatan

140 Seunuddon belum mampu memberdayakan ekonomi mikro korban tsunami walaupun dana yang kucurkan mencapai 900 juta rupiah. Ada beberapa sebab antara lain; sejak awal diprogramkan oleh BRR Aceh- Nias, belum ada upaya sosialiasi strategi bersama masyarakat mulai tahap perencanaan, implementasi dan evaluasi program belum sepenuhnya dilaksanakan secara partisipatif sehingga tujuan tidak tercapai. Program bersifat top down, sarat dengan unsur birokratis dan struktural. b. Hasil kajian menunjukkan bahwa tidak ada perubahan yang nyata atau signifikan pada ekonomi mikro komunitas. Penyebab tidak adanya perubahan ekonomi komunitas yang signifikan dapat dilihat dalam dua segi yaitu segi kelembagaan LKM/koperasi dan segi komunitas itu sendiri. Pertama, penyebabnya dari segi kelembagaan LKM/koperasi bahwa LKM tidak memiliki sumber daya manusia yang profesional dalam mengelola dana bergulir secara berkelanjutan termasuk waktu yang dimiliki pengurus LKM untuk memverifikasi komunitas calon penerima modal usaha terbatas sehingga modal usaha yang dikucurkan banyak yang tidak tepat sasaran. Tidak tepatnya sasaran menyebabkan image komunitas terhadap LKM kurang baik. Selain itu, program LKM tidak dilakukan sosialisasi secara maksimal baik oleh BRR Aceh-Nias maupun LKM/koperasi itu sendiri, sehingga keterlibatan komunitas sebagai penerima manfaat tidak ada. Lembaga LKM/koperasi masih dipandang pesimis oleh komunitas, citra koperasi/lkm yang buruk mengurangi kepercayaan komunitas. Secara ekternal dan internal lembaga koperasi/lkm masih terjadi konflik. Konflik ekternal, terjadi dalam komunitas yang mendapat bantuan dengan yang tidak mendapat bantuan modal dengan pengurus LKM. Kedua, dari segi komunitas, modal bantuan yang di dapat dari LKM dipergunakan untuk kebutuhan konsumtif sehari-hari, hal ini karena tidak ada sumber pendapatan lain pasca tsunami dan konflik, juga anggapan jumlah modal usaha yang disalurkan terlalu kecil untuk modal usaha. c. Pola bantuan modal, prinsipnya sudah cukup baik. Namun dalam realisasi pola bantuan modal tidak tepat sasaran dan pengembalian dana hanya 35 persen. Adapun pola bantuan pertama, Qardhul Hasan, pinjaman jenis ini adalah pinjaman (maximal 2 juta), karena sifat dari pinjaman ini adalah

141 pinjaman lunak yang diperuntukkan bagi masyarakat korban gempa dan tsunami yang punya motivasi ingin usaha tapi tidak mempunyai asset produktif. Kedua, pola mudharabah/bagi Hasil. pembiayaan jenis ini adalah pembiayaan (maximal 5 Juta) yang diperuntukkan bagi masyarakat yang telah mempunyai usaha kembali setelah bencana Gempa dan tsunami. Pola yang digunakan adalah bagi hasil dari keuntungan sesuai dengan penyertaan yang diberikan LKM kepada masyarakat, dan LKM hanya berhak mendapatkan keuntungan dari penyertaan modalnya sebesar (20 persen- 80 persen), 20 persen untuk LKM dan 80 persen untuk peminjam. d. Komunitas korban yang mendapat bantuan dari program LKM, tidak mengalami perubahan ekonomi secara signifikan, ditilik dari jenis pekerjaan sebelum dan sesudah tsunami. Berkaitan dengan tujuan ketiga dari penelitian ini yaitu menganalisis prospek keberlanjutan program pemberdayaan dan pengembangan ekonomi mikro korban tsunami dapat disimpulkan bahwa: a. Prospek keberlanjutan program dapat dikatakan terancam gagal, kemungkinan gagal cukup besar, hal ini diindikasikan sudah tiga tahun tsunami dana yang kembali dari masyarakat baru 35 persen. b. Bahwa prospek keberlanjutan program tidak akan bertahan lama seperti yang diharapkan. Hal ini dapat ditunjukkan oleh beberapa sebab antara lain: Pertama, faktor sosioculture masyarakat yang kurang memahami arti penting swadaya dan dana bergulir dalam komunitas korban tsunami termasuk pengurus LKM. Kedua, pendataan yang masih simpang siur serta diketahui masyarakat yang baru keluar dari situasi dan kondisi musibah tsunami dan konflik berkepanjangan masih menyimpan traumatik secara psikologis, sosiologis. Ketiga, kredit macet mencapai 65 persen di LKM Seunuddon Finance. Keempat, pola dana bergulir atau pola kredit masih relatif baru bagi komunitas di Keude Simpang Jalan. Kelima, komunitas terbiasa menerima dana bantuan secara percuma dari beberapa NGO dan lembaga donor lainnya, sehingga kesadaran untuk mengembalikan dana bantuan dari LKM sulit. Keenam, lemahnya kesadaran komunitas dalam program semacam ini. Ketujuh, dari 350 individu yang mendapat dana dari LKM Seunuddon Finance hanya

142 beberapa orang saja yang dana bantuan tersebut digunakan sesuai dengan usahanya, lainnya hanya digunakan untuk kebutuhan konsumtif. Tujuan terakhir dari penelitian ini adalah dirumuskannya strategi dan agenda pemberdayaan dan pengembangan ekonomi mikro korban tsunami dapat disumpulkan sebagai berikut. Berdasarkan hasil rancangan program yang diuraikan diatas. Ternyata masih banyak masalah berkaitan dengan aspek pemahaman, kesadaran, kemandirian termasuk kejujuran individu dan kelompok termasuk dalam berorganisasi dalam lembaga lokal. Maka tidak banyak yang dapat dilakukan ketika pemahaman, kesadaran, kemadirian dan kejujuran masih rendah baik secara individu maupun berorganisasi dalam lembaga lokal. Untuk itu hanya dua program utama yang dapat dilakukan yaitu pertama, penguatan komunitas korban tsunami dalam meningkatkan pemahaman, kesadaran, kejujuran dan kemndirian secara kekeluargaan. Kedua, penguatan LKM/Koperasi dengan melakukan restrukturisasi pengurus koperasi/lkm dengan melibatkan seluruh anggota komunitas. Sehingga tumbuh kepercayaan terhadap LKM/koperasi dalam mengemban amanah. 7.2. Rekomendasi Belajar dari pelaksanaan proses perencanaan program pemberdayaan dan pengembangan komunitas korban melalui LKM yang pernah dilaksanakan di Gampong Keude Simpang Jalan Seunuddon, merupakan pembelajaran yang sangat berharga bagi berbagai pihak terutama yang berkepentingan dalam program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat. Berbagai program pemberdayaan dan pengembangan komunitas selayaknya dirancang sesuai dengan komunitas lokal, yang berdasarkan prinsip-prinsip partisipasi, transparansi, akuntabilitas, demokrasi dan desentralisasi. Prinsip-prinsip tersebut diharapkan dapat menjawab sebagian tujuan program yaitu terberdayanya komunitas, meningkatkan partisipasi komunitas dalam pengambilan keputusan pembangunan mulai dari proses perencanaan, implementasi, monitoring dan evaluasi. Program pemberdayaan dan pengembangan komunitas seharusnya menjadi media pembelajaran dan pengembangan kemampuan para pelaku pembangunan, serta media untuk mewujudkan masyarakat sebagai penggagas dalam sebuah kegiatan pembangunan dan juga diarahkan pada penyelenggaran pemerintahan baik dan benar. Harapan konsep perencanaan partisipatif dari

143 program pemberdayaan dan pengembangan komunitas nantinya dapat diterapkan ke dalam sistem perencanaan program pembangunan di Gampong. Namun pada kenyataannya sistem perencanaan pembangunan yang berlaku sampai dengan saat ini, masih tetap bersifat top down. Dengan melihat realitas permasalahan yang ada dalam upaya pemberdayaan ekonomi komunitas korban melalui LKM sebagai pilar pembangunan, maka ada beberapa rekomendasi yang dapat pengkaji sampaikan, antara lain: a. Bagi BRR Aceh-Nias, mampu melakukan evaluasi menyeluruh sejak awal program tahun 2005-sampai sekarang, tentang program pemberdayaan dan pengembangan LKM untuk kesejahteraan masyarakat. Hasil evaluasi tersebut dapat menjadi landasan program selanjutnya. b. Lembaga keuangan mikro (LKM) harus bisa berkompetisi dengan lembaga keuangan yang informal dengan mengedepankan pelayanan yang pro terhadap usaha mikro, sehingga usaha mikro akan tertarik serta nyaman dalam melakukan pinjamannya, hal yang terpenting dan merupakan indikator pelayanan adalah proses pelayanan yang tidak berbelit-belit. Menciptakan jejaring dan kolaborasi dengan lembagalembaga formal dan informal untuk mendorong pengembangan usaha ekonomi kelompok yang merupakan kelembagaan ekonomi warga masyarakat di Gampong Keude Seunuddon. Koperasi dan LKM seunuddon Finance mesti menampung semua produk tambak, nelayan dan lain-lain. Untuk menjaga stabilitas harga. Koperasi dan LKM juga mendapat keuntungan dari proses tersebut. c. Pemerintah, swasta, dan elemen masyarakat yang diwakili oleh Koperasi/LKM dan LSM harus bisa membuat lembaga-lembaga keuangan mikro yang kuat serta mengedepankan distribusi keadilan dalam prosesnya. Hal tersebut supaya usaha mikro bisa terhindar dari rentenir yang nota benenya akan mengeksploitasi usaha mikro dengan bunga yang tinggi. Bagaimana elemen pemerintah, swasta, LSM, koperasi mempunyai komitmen dalam bekerjasama untuk bisa merealisasikan visi dan misi dalam melenyapkan ketidakberdayaan di Indonesia. d. Komunitas lokal diharapkan dapat berpartisipasi secara langsung dalam setiap proses pemberdayaan dan pengembangan komunitas. Partisipasi

144 komunitas mesti diperhatikan mulai dari perencanaan program, implemnetrasi, monitoring dan evaluasi. e. Upaya mencapai pemberdayaan dan pengembangan diperlukan kebijakan pemerintah pusat maupun daerah juga diperankan oleh tokohtokoh masyarakat, seperti elit KPA, ulama, tokoh pemuda, geuchik, mukim, imam gampong, tuha peut, tuha lapan, tokoh adat/panglima laot, kajrun blang, pengusaha, akademisi, jurnalis, aktifis sipil, mahasiswa, dan aktifis-aktifis lainnya. Mestinya mampu berperan sebagai pekerja sosial yang secara konsisten memperjuangkan kepentingan komunitas yang termarjinalkan dalam masyarakat. Semua element tersebut mesti mampu berperan sebagai pekerja sosial. Pekerja sosial merupakan aktifitas profesional untuk menolong individu, kelompok, dan masyarakat dalam meningkatkan atau memperbaiki kapasitas mereka agar berfungsi sosial dan menciptakan kondisi-kondisi masyarakat yang kondusif untuk mencapai tujuan tersebut. f. Untuk mendukung terlaksananya program pengembangan masyarakat khususnya melalui program LKM, maka saran yang dapat dikemukakan dalam kaitannya dengan kebijakan dan perencanaan sosial: 1. Perlu adanya kebijakan yang terarah dan kongkrit dari Pemerintah Daerah dan BRR Aceh-Nias dalam upaya mendorong dan menciptakan jaringan kerjasama baik secara formal maupun informal dalam upaya pemberdayaan ekonomi mikro bagi masyarakat korvban tsunami dan konflik. 2. Perlu dilakukan upaya koordinasi secara kontiu bagi semua stakeholder yang terlibat dalam program pemberdayaam ekonomi mikro di Aceh (BRR, Pemda, AMFC, NGOs). 3. Perlu dilakukan memaksimalkan fungsi AMFC yang sudah di bentuk secara baik, jangan hanya bervsifat politis. g. Untuk mengembangkan usaha ekonomi mikro LKM Seunuddon Finance di Keude Seunuddon Kec. Seunuddon, ada beberapa langkah yang dapat ditempuh: 1. LKM perlu menjalin kerjasama dengan perbankan dan Pemda Aceh Utara serta NGOs guna memenuhi kebutuhan akan tambahan modal usaha.

145 2. Perluasan aksesibilitas terhadap pasar agar peningkatan produksi dengan mudah dapat ditransfer ke bentuk pendapatan. 3. Peningkatan kualitas sumber daya manusia LKM melalui berbagai pelatihan keterampilan dan bimbingan manajemen yang berkaitan dengan pengembangan uasaha ekonomi produktif, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.