KEYNOTE SPEECH MENTERI PERDAGANGAN. SEMINAR RETAIL NASIONAL 2006 (RETAILER DAY & AWARD 2006) JAKARTA, 25 Januari 2007 =========================

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. Pemasaran adalah sesuatu yang meliputi seluruh sistem yang berhubungan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perubahan yang dimaksud adalah efisiensi dalam pemenuhan kebutuhan

BAB III PERUMUSAN MASALAH

I. PENDAHULUAN. besar dalam perkembangan pasar di Indonesia. Hal ini terlihat dari adanya

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia.

BAB 1 PENDAHULUAN. dibidang perdagangan eceran yang berbentuk toko, minimarket, departement

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi Indonesia. Menurut Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

BAB I PENDAHULUAN. inovasi desainer muda yang semakin potensial, tingkat perekonomian yang

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan ekonomi Indonesia. Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia (Aprindo)

I. PENDAHULUAN. negara- negara ASEAN yang lain. Hal ini disebabkan pemerintah Indonesia telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan ini, manusia dihadapkan pada berbagai macam

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Industri ritel Indonesia, merupakan industri yang strategis bagi

I. PENDAHULUAN. Lapangan Usaha * 2011** Pertanian, Peternakan, Kehutanan & Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi sekarang ini, banyak bermunculan produsen atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kotler (2009 ; 215) : Eceran (retailing)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN. Bisnis eceran ( Retail Businesses ) atau yang juga populer dengan sebutan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perdagangan eceran atau sekarang kerap disebut perdagangan ritel, bahkan

BAB I PENDAHULUAN Sejarah PT Carrefour di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. usaha ritel yang sangat sulit untuk melakukan diferensiasi dan entry barrier

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin bervariasi. Adanya tuntutan konsumen terhadap pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk mengetahui image dari suatu produk dipasar, termasuk preferensi

BAB I PENDAHULUAN UKDW. banyak bermunculan perusahaan dagang yang bergerak dibidang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat menjadi semakin penting. Hal ini disebabkan karena

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini dampak kehadiran pasar modern terhadap keberadaan

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat diikuti dengan. berkembangnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perubahan gaya hidup pada

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. peritel tetap agresif melakukan ekspansi yang memperbaiki distribusi dan juga

BAB I PENDAHULUAN. telah berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dari penetrasi modern market di

BAB I PENDAHULUAN. atas usaha pemenuhan akan kebutuhan tersebut. Usaha untuk menjual barang

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah kegiatan menjual barang atau jasa kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri,

BAB I PENDAHULUAN UKDW. menjadi pasar yang sangat berpotensial bagi perusahaan-perusahaan untuk

I. PENDAHULUAN. Pusat perbelanjaan moderen merupakan tempat berkumpulnya. pedagang yang menawarkan produknya kepada konsumen.

BAB I PENDAHULUAN. henti-hentinya bagi perusahaan-perusahaan yang berperan di dalamnya. Banyaknya

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Bisnis ritel modern di Indonesia tetap menunjukkan pertumbuhan di

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan bisnis eceran (retailer business) yang ada di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. lainnya. Globalisasi menuntut kebutuhan akan arus informasi dan pengetahuan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. lebih cenderung berbelanja ditempat ritel modern. Semua ini tidak lepas dari pengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang maju dan

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan yang ingin berhasil dalam persaingan pada era milenium harus

BAB I PENDAHULUAN. agar mampu berkompetisi dalam lingkaran pasar persaingan global. Tidak hanya dengan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. kepada perorangan untuk keperluan diri sendiri, keluarga, atau rumah tangga.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk minimarket, supermarket,

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang

BAB I PENDAHULUAN. membuat sebagian besar rakyat Indonesia terjun ke bisnis ritel. Bisnis ritel

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan Perdagangan Nomor 23/MPP/KEP/1/1998 tentang Lembaga-lembaga

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memberikan keuntungan dan menghidupi banyak orang. Pada saat krisis UKDW

BAB I PENDAHULUAN. bersaing ketat di dalam industri ritel. Banyak pemain yang mencoba menjalankan

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian Profil Perusahaan PT Trans Retail Indonesia

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Objek Penelitian

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang.

BAB I PENDAHULUAN. mengikuti pertumbuhan jumlah penduduk. Kelangsungan usaha eceran sangat

I. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia bisnis ritel di Indonesia telah berkembang demikian pesat sesuai dengan

I. PENDAHULUAN. kecil, serta melalui sistem penjualan grosir maupun retail merupakan perwujudan

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. industri dan produksi serta pada kegiatan perdagangan eceran di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai makhluk sosial, manusia diwajibkan untuk saling membantu satu sama lain,

I PENDAHULUAN. Diakses 17 juli Guritno Kusumo Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di era yang modern, pertumbuhan ekonomi terus berkembang seiring

BAB I PENDAHULUAN. cukup pesat beberapa tahun belakangan ini, dengan berbagai format dan jenisnya.

PENDAPAT AKHIR PRESIDEN TERHADAP RANCANGAN UNDANG UNDANG TENTANG PENANAMAN MODAL PADA RAPAT PARIPURNA DPR RI TANGGAL 29 MARET 2007

BAB I PENDAHULUAN. langsung. Disadari atau tidak bisnis ritel kini telah menjamur dimana-mana baik

BAB I PENDAHULUAN. (Tjokroaminoto dan Mustopadidjaya, 1986:1). Pembangunan ekonomi dapat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang terus berupaya

BAB I PENDAHULUAN. minimarket, supermarket dan hypermarket terus meningkat, hal ini diiringi

I. PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan dunia bisnis semakin pesat, ditandai dengan makin

BAB I PENDAHULUAN. munculnya pasar tradisional maupun pasar modern, yang menjual produk dari

BAB I PENDAHULUAN. Pasar ritel di Indonesia merupakan pasar yang memiliki potensi besar

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang semakin ketat baik antar perusahaan domestik

Judul : Analisis Pendapatan Usaha Warung Tradisional Dengan Munculnya Minimarket Di Kota Denpasar Nama : Ida Ayu Sima Ratika Dewi NIM :

BAB I PENDAHULUAN. produk dan jasa yang tersedia. Didukung dengan daya beli masyarakat yang terus

BAB I PENDAHULUAN. beragam. Kebutuhan dan keinginan itu bermacam-macam baik berupa fisik maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. jenis seperti kios, pasar modern/tradisional, department store, butik dan lain-lainnya

BAB I PENDAHULUAN. secara langsung ke konsumen akhir untuk keperluan konsumsi pribadi dan/atau

PEMERINTAH KABUPATEN ALOR

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan bisnis ritel dari tahun ke tahun cukup pesat. Hal ini dapat dari

BAB I PENDAHULUAN. perkotaan. Industri ritel dibagi menjadi 2 yaitu ritel tradisional dan ritel

BAB I PENDAHULUAN. sektor yang memiliki prospektif peluang besar dimasa sekarang maupun

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

Menerjang Arus Globalisasi ACFTA dan Masa Depan Ekonomi Politik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Info Bisnis, Maret 2007:30 ( 8/10/2009).

I PENDAHULUAN. Indonesia masih memperlihatkan kinerja ekonomi makro nasional yang relatif

Transkripsi:

KEYNOTE SPEECH MENTERI PERDAGANGAN SEMINAR RETAIL NASIONAL 2006 (RETAILER DAY & AWARD 2006) JAKARTA, 25 Januari 2007 ========================= Yth. Ketua Umum APRINDO dan jajarannya, Yth. Ketua Komisi VI DPR, Yth. Para Pejabat Pemerintahan yang hadir pagi ini Para Pembicara yang kami muliakan Ibu-ibu,Bapak-bapak dan para hadirin sekalian Selamat pagi. Perbaikan kondisi ekonomi beberapa tahun terakhir telah mendorong pertumbuhan usaha ritel yang pesat terutama di kota-kota besar. Kalangan dunia usaha pun menyadari bahwa usaha ritel dan pasar moderen memiliki prospek yang cukup menjanjikan dan berpotensi untuk berkembang pesat mengimbangi kebutuhan masyarakat perkotaan yang dinamis. Di samping itu, usaha ini memiliki multi-peran yang strategis, tidak saja menyangkut kepentingan produsen, distributor dan konsumen tetapi juga dalam menyerap tenaga kerja. Bidang usaha ini juga merupakan sarana yang efisien dan efektif dalam pemasaran hasil produksi sekaligus mengetahui citra suatu produk di pasar, termasuk referensi yang dikehendaki oleh pihak konsumen. Bagi Indonesia, dengan jumlah penduduk sekitar 220 juta, ditambah kunjungan wisatawan mancanegara sekitar 5 juta per tahun merupakan pasar yang sangat potensial bagi peritel nasional maupun peritel asing. Besarnya jumlah penduduk turut menentukan keberhasilan usaha ritel., Terbukti bahwa setiap ada pusat pertokoan dan perbelanjaan baru, hampir dipastikan akan selalu ramai dibanjiri masyarakat entah untuk berbelanja kebutuhan atau hanya sekedar ingin mengetahui saja (window shopping). Dari hasil sementara berdasarkan Sensus Ekonomi 2006 (SE 2006) tercatat sebanyak 22,71 juta perusahaan/usaha dengan komposisi sebanyak 9,8 juta perusahaan (43,03%) berusaha pada lokasi tidak permanen dan 12,9 juta perusahaan (56,97%) berusaha pada lokasi permanen. Bila dibandingkan dengan Sensus Ekonomi 1996 maka terjadi peningkatan dari 16,40 juta menjadi 22,73 juta usaha.

Data sementara SE 2006 pun menunjukkan adanya sekitar 10,3 juta usaha/perusahaan perdagangan besar dan eceran atau 45,28% dari seluruh usaha/perusahaan yang ada di Indonesia. Dari sisi penyebaran daerah usaha, data sementara SE 2006 menyebutkan konsentrasi usaha/perusahaan perdagangan besar dan eceran di Pulau Jawa sebanyak 6,25 juta atau 60,72% dari perusahaan perdagangan yang tersebar di Indonesia. DKI Jakarta merupakan provinsi dengan jumlah usaha/perusahaan yang paling banyak yaitu 1,1 juta atau sekitar 5%. Meski tercatat peningkatan jumlah perusahaan yang signifikan dalam kurun 10 tahun terakhir, namun kondisi perdagangan baik tradisional maupun ritel saat ini juga dihadapkan pada persaingan yang semakin ketat, terlebih dengan kehadiran peritel yang datang dari luar negeri maupun dalam negeri. Hypermarket asing pun semakin agresif melakukan ekspansi untuk memperluas jaringan gerainya, khususnya di Jakarta dan sekitarnya serta beberapa kota besar lainnya di Indonesia Ekspansi tersebut pada satu sisi dapat menjadi ancaman bagi peritel nasional, tetapi dalam kenyataannya tidak terlalu mengkhawatirkan beberapa peritel lokal, karena selain situasi ekonomi Indonesia sekarang cukup prospektif untuk menambah gerai ritel baru, para pelaku usaha ritel juga menyadari bahwa masing-masing format ritel seperti hypermarket, supermarket dan minimarket memiliki kekuatan dan strategi pasar khusus. Maraknya konsumen di kota-kota besar berbelanja ke gerai ritel moderen khususnya hypermarket yang didukung modal asing, lebih disebabkan oleh gencarnya iklan maupun promosi mengenai produk tertentu yang dijual dengan perbedaan harga yang signifikan dibandingkan perusahaan ritel lokal. Perbedaan harga tersebut diperkirakan karena faktor efisiensi dan skala ekonomis yang berbeda, disamping adanya strategi pemasaran yang diterapkan oleh peritel asing yang lebih menekankan pada volume penjualan yang besar, dengan margin/unit barang kecil sehingga harga jual menjadi lebih murah. Meskipun perusahaan ritel lokal dan asing berada dalam pembinaan Pemerintah, akan tetapi intervensi pemerintah tidak sampai pada mekanisme penentuan harga antar perusahaan ritel yang ada. Dengan kata lain, harga jual yang ditetapkan oleh peritel baik lokal maupun asing sepenuhnya diserahkan pada mekanisme pasar. Hal lain yang patut kita semua sadari adalah adanya bergesernya budaya berbelanja konsumen, dan ini merupakan salah satu faktor yang ikut mempengaruhi perkembangan ritel dan pasar moderen. Memang kenyataan saat ini merupakan konsekuensi dan tuntutan konsumen apalagi di era pasar bebas, namun keberadaan ritel dan pasar moderen perlu didukung agar sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan pasar tradisional yang digerakkan oleh pedagang kecil dan menengah. Kemitraan antara pasar moderen dengan pasar tradisional dan peritel kecil/ menengah dan koperasi perlu difasilitasi Pemerintah Pusat/Daerah, tanpa harus membebani atau memanjakan salah satunya. 2

KEBIJAKAN DI BIDANG RITEL Dukungan Pemerintah terhadap keberadaan dan iklim usaha yang kondusif dan kompetitif bagi peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat diwujudkan melalui beberapa kebijakan yang terkait dengan pembinaan dan pengembangan usaha di sektor ritel antara lain tentang: 1. Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal kecuali: Perdagangan Eceran skala Besar (Mall, Supermarket, Department Store, Pusat Pertokoan/Perbelanjaan), Perdagangan Besar (Distributor/Wholesaler, Perdagangan Ekspor dan Impor), Jasa Pameran/Konvensi, Jasa Sertifikasi Mutu, Jasa Penelitian Pasar, Jasa Pergudangan di luar Lini I dan Pelabuhan, dan Jasa Pelayanan Purna Jual. 2. Lembaga-lembaga Usaha Perdagangan, dimana dijelaskan bahwa Pedagang Pengecer (Retailer) adalah perorangan atau badan usaha yang kegiatan pokoknya melakukan penjualan secara langsung kepada konsumen akhir dalam partai kecil. 3. Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan, melalui peraturan ini ditetapkan bahwa Pemerintah Daerah bertanggungjawab mengatur mengenai Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) termasuk pengaturan wilayah bagi pengembangan pasar tradisional, pertokoan, ritel skala kecil, menengah maupun besar. Namun, sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah sesuai Undang-undang No. 32 Tahun 2002, maka ketentuan tersebut dipandang perlu disesuaikan dan ditingkatkan statusnya menjadi peraturan yang lebih tinggi (Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah) sehingga Pemerintah Daerah memiliki panduan kebijakan dalam rangka pembinaan dan penataan perpasaran. Harmonisasi kebijakan tersebut perlu dilakukan agar peran sektor ritel nasional tetap eksis, apalagi mengingat bahwa saat ini pelaku usaha ritel harus menghadapi berbagai permasalahan yang cukup berat seperti : persaingan yang semakin ketat, menurunnya sales dan gross profit serta membengkaknya operational cost (listrik, gas, air, dan operasional keamanan). Selanjutnya, peran pedagang kecil dan menengah sebagai unit usaha yang menggerakkan kegiatan pasar tradisional, perlu lebih diberdayakan bukan saja di wilayah perkotaan, tetapi juga di wilayah pedesaan/kecamatan untuk menggerakkan roda perekonomian. Pasar Tradisional harus dibina dan dikembangkan secara tepat sehingga dapat mengikuti perkembangan ekonomi dan tuntutan konsumen. Dengan demikian kekhawatiran akan terpuruknya pasar tradisional dari pasar moderen akan dapat dihilangkan. Pembinaan dan pemberdayaan pedagang kecil dan menengah, koperasi serta pasar tradisional dilakukan agar keseluruhan komponen menjadi tangguh, maju dan mandiri, serta dapat hidup bersinergi dengan pasar moderen. Selain itu pola/program kemitraan yang merupakan prasyarat operasional pasar moderen, harus ditindaklanjuti secara bertanggungjawab dengan keterlibatan Pemerintah secara proporsional. 3

Kemitraan antara usaha kecil/menengah dan besar yang di dalam bisnis ritel diperankan oleh pemasok (produsen/pengrajin/petani) pengusaha ritel pemilik properti (Pusat Pertokoan/Perpasaran, Mall) adalah sesuatu yang mutlak bagi prinsip usaha yang mempertimbangkan efisiensi dan efektifitas. Kami menyadari adanya aturan dan ketentuan Pemerintah yang jelas dan tegas memang sangat diperlukan agar pertumbuhan pasar moderen menjadi seimbang dengan pertumbuhan pasar tradisional. Keseimbangan yang terjadi pada akhirnya akan menciptakan kondisi yang saling menguntungkan, dimana kehadiran Pasar Moderen dirasakan oleh pengusaha kecil dan menengah, koperasi dan Pasar Tradisional tidak sebagai saingannya, melainkan menjadi komplementer yang sesuai dengan perkembangan ekonomi dan kebutuhan masyarakat. Dalam rangka menunjang upaya reformasi dan restrukturisasi sistem perekonomian nasional, memperlancar arus barang, menciptakan persaingan usaha yang semakin sehat serta liberalisasi perdagangan, Pemerintah sejak tahun 1998 telah membuka sebagian sektor perdagangan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) seperti perdagangan eceran skala besar (Mall, Supermarket, Department Store, Pusat Pertokoan/Perbelanjaan) dan perdagangan besar (Distributor / Wholesaler, perdagangan ekspor dan impor). Pemerintah pada prinsipnya telah mengatur ketentuan mengenai masuknya peritel asing ke Indonesia. Meski demikian, perdagangan bebas seyogyanya tidak diartikan dengan perdagangan tanpa aturan (free flow), karena prinsip dasar pemberian komitmen suatu negara dalam negosiasi dan implementasi free trade adalah senantiasa didasarkan pada National Policy Objective dan UKM - sebagai mayoritas peritel nasional - adalah kelompok yang harus dilindungi. Karena itu peraturan/perundangan di sektor ritel harus segera disesuaikan guna mewujudkan harmonisasi sektor usaha. PERKEMBANGAN RITEL MODEREN Sampai akhir tahun 2002, jaringan ritel di Indonesia telah mencapai 2.069 gerai yang tersebar diseluruh Indonesia, terdiri dari minimarket 972 gerai, supermarket 683 gerai, department store 376 gerai, dan hypermarket 38 gerai. Perkembangan pasar moderen yang pesat tersebut ternyata belum diikuti oleh perkembangan pasar tradisional. Jumlah pasar tradisional yang ada pada tahun 1997 sebanyak 10.381 buah dan bertambah di tahun 1999 menjadi 10.430 buah atau meningkat hanya 0,47%. Sedangkan data pasar tradisional sejak tahun 2000-an semakin sulit diperoleh akibat implementasi otonomi daerah. Penerapan otonomi daerah juga sangat memungkinkan diterbitkannya kebijakan pemerintah daerah tentang perpasaran - yang bersifat lokal (daerah sentris) - yang seringkali mendapat penolakan dari pelaku usaha ritel seperti halnya dengan salah satu Perda yang di PTUN-kan. Dengan demikian maka kebijakan di sektor ritel yang bersifat nasional perlu segera direalisasikan. Prospek usaha ritel di tahun mendatang secara umum tetap menjanjikan, namun tantangan yang harus dihadapi juga tidaklah ringan, beberapa kebijakan Pemerintah 4

seperti perpajakan, tarif dasar listrik, telepon, air dan ketenagakerjaan, isu yang terkait masalah keamanan (seperti : terorisme) akan sangat mempengaruhi eksistensi usaha ritel nasional, untuk itu perlu disiasati strateginya. Secara mikro masing-masing pelaku usaha ritel sangat memahami secara mendalam sesuai format ritelnya, lokasi dan konsumennya, dan secara makro strategi untuk tetap mampu bertahan di bidang usaha ritel adalah: Positioning, Innovations, Knowledge & People serta Resources. Pada kesempatan ini saya mengharapkan bahwa tumbuh dan berkembangnya usaha ritel yang semakin pesat di Indonesia akan dapat mendorong semua pelaku usaha dan pemangku kepentingan (stakeholder) untuk: a. Mewujudkan pola distribusi nasional yang lebih lancar, efisien dan efektif; b. Memberdayakan pedagang kecil dan menengah serta Koperasi menjadi tangguh, maju dan mandiri; c. Menjadi sarana distribusi / peningkatan pemasaran produk-produk dalam negeri; d. Menciptakan banyak lapangan perkerjaan baru sehingga semakin banyak menyerap tenaga kerja. Akhir kata, saya ucapkan selamat mengikuti Seminar dan semoga pertemuan strategis hari ini dapat menghasilkan inovasi dan pemikiran-pemikiran yang akan dijadikan bahan masukan bagi penyusunan kebijakan dalam pengembangan usaha ritel di Indonesia maupun untuk kepentingan pengembangan usaha ritel oleh dunia usaha sendiri. Terima kasih. Jakarta, Januari 2007 MENTERI PERDAGANGAN MARI ELKA PANGESTU 5