PEMBAHASAN ... (3) RMSE =

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 1. Peta administrasi Riau dan plotting stasiun pengamatan wilayah Riau

ESTIMASI CURAH HUJAN BERDASARKAN DATA CMORPH (CPC MORPHING TECHNIQUE) WILAYAH RIAU

I. PENDAHULUAN. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan menganalisis potensi data CMORPH dalam menduga curah hujan permukaan.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN

STK 511 Analisis statistika. Materi 7 Analisis Korelasi dan Regresi

Analisis Regresi: Regresi Linear Berganda

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. maka di kembangkan kerangka pemikiran penelitian sebagai berikut: ketinggian

PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Tanjungpinang Timur,

Hipotesis adalah suatu pernyataan tentang parameter suatu populasi.

REGRESI KUADRAT TERKECIL PARSIAL UNTUK STATISTICAL DOWNSCALING

III. METODE PENELITIAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. bebas X yang dihubungkan dengan satu peubah tak bebas Y.

1. PENDAHULUAN. [8 Januari 2006] 1 ( )

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi merupakan bentuk analisis hubungan antara variabel prediktor

homogen jika titik-titik tersebar secara merata atau seimbang baik di atas maupun dibawah garis, dengan maksimum ragam yang kecil.

8. MODEL RAMALAN PRODUKSI PADI

KOREKSI DATA HUJAN DASARIAN TRMM DI STASIUN KLIMATOLOGI KAIRATU MENGGUNAKAN REGRESI LINEAR SEDERHANA

5 HASIL PENELITIAN 5.1 Jumlah Produksi YellowfinTuna

RMSE = dimana : y = nilai observasi ke-i V PEMBAHASAN. = Jenis kelamin responden (GENDER) X. = Pendidikan responden (EDU) X

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Pelayanan Jasa Pelabuhan Sunda Kelapa

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilaksanakan di Pulau Untung Jawa Kabupaten

TUGAS AKHIR. Metode Regresi Kuadrat Terkecil Parsial Untuk Pra-Pemrosesan Data Luaran GCM CSIRO Mk-3

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN

Hubungan Suhu Muka Laut Perairan Sebelah Barat Sumatera Terhadap Variabilitas Musim Di Wilayah Zona Musim Sumatera Barat

Pertemuan 4-5 ANALISIS REGRESI SEDERHANA

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di kawasan wisata Puncak Bogor, Provinsi Jawa

Perkiraan Koefisien Pengaliran Pada Bagian Hulu DAS Sekayam Berdasarkan Data Debit Aliran

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis regresi linier sederhana 2. Analisis regresi linier berganda. Universitas Sumatera Utara

3. PENENTUAN DOMAIN GCM DALAM PENYUSUNAN MODEL STATISTICAL DOWNSCALING

BAB III METODE PENELITIAN. Prima Artha, Sleman. Sedangkan subjek penelitiannya adalah Data

BAB II LANDASAN TEORI. : Ukuran sampel telah memenuhi syarat. : Ukuran sampel belum memenuhi syarat

PEMODELAN PRINCIPAL COMPONENT REGRESSION DENGAN SOFTWARE R

BAB I PENDAHULUAN. menyelidiki hubungan di antara dua atau lebih peubah prediktor X terhadap peubah

BAB II LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan

METODE PENELITIAN. Batu. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Pemodelan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Mutu Tembakau Temanggung dengan Kombinasi antara Generalized Least Square dan Regresi Ridge

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. belajar kimia SMA Negeri 1 Jogonalan Kabupaten Klaten.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis Korelasi adalah metode statstika yang digunakan untuk menentukan tingkat

ANALISA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI PADI DI DELI SERDANG. Riang Enjelita Ndruru,Marihat Situmorang,Gim Tarigan

PREDIKSI AWAL MUSIM HUJAN MENGGUNAKAN PARAMETER SEA SURFACE TEMPERATURE DI PANGKALPINANG

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Analisis korelasi adalah metode statistika yang digunakan untuk menentukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. Model Sistem Prediksi Gabungan Terbobot

BAB 2 LANDASAN TEORI. Analisis regresi (regression analysis) merupakan suatu teknik untuk membangun

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Analisis regresi merupakan sebuah alat statistik yang memberi penjelasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyusunan fungsi produksi menurut umur

BAB III METODE PENELITIAN. dan penguasaan keterampilan kognitif baik secara sendiri-sendiri atau bersama -

Dari tabel di atas, diperoleh nilai dari Durbin-Watson sebesar 2.284, di. mana angka tersebut bernilai lebih besar dari 2, yang berarti terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Provinsi Daerah Tingkat (dati) I Sumatera Utara, terletak antara 1-4 Lintang

MA5283 STATISTIKA Bab 7 Analisis Regresi

BAB 3 METODA PENELITIAN. industri penghasil bahan baku sektor pertambangan yang terdaftar di

PENGAUH KUALITAS PRODUK, HARGA, CITRA MEREK DAN DESAIN PRODUK TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN MOBIL JENIS MPV MEREK TOYOTA. Risnandar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3 PENENTUAN DOMAIN SPASIAL NWP

Regresi dengan Microsoft Office Excel

KATA PENGANTAR TANGERANG SELATAN, MARET 2016 KEPALA STASIUN KLIMATOLOGI PONDOK BETUNG TANGERANG. Ir. BUDI ROESPANDI NIP

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Perusahaan emiten manufaktur sektor (Consumer Goods Industry) yang

Dimana : a = konstanta b = koefisien regresi Y = Variabel dependen ( variabel tak bebas ) X = Variabel independen ( variabel bebas ) Untuk mencari rum

IV METODE PENELITIAN

5. HUBUNGAN ANTARA PEUBAH-PEUBAH PENJELAS GCM CSIRO Mk3 DAN CURAH HUJAN BULANAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS KORELASI KANONIK ANTARA CURAH HUJAN GCM DAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU. Oleh : Heru Novriyadi G

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS PENGARUH CURAH HUJAN DI KOTA MEDAN

7. PEMBAHASAN UMUM 7.1. Penentuan Domain

Atina Ahdika. Universitas Islam Indonesia 2015

Peramalan (Forecasting)

Biaya operasional terendah adalah dialami oleh PT. Centrin Online Tbk (CENT), dan tertinggi di alami oleh Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

IV. METODE PENELITIAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. METODE PENELITIAN


BAB I PENDAHULUAN. Di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyard km 3 : 97,5% adalah air

BAB I Pendahuluan. 1. Mengetahui pengertian penelitian metode regresi. 2. Mengetahui contoh pengolahan data menggunakan metode regresi.

Bab IV. Pembahasan dan Hasil Penelitian

3. METODE. Kerangka Pemikiran

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. berbatasan dengan Laut Jawa, Selatan dengan Samudra Indonesia, Timur dengan

III. METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

5 MODEL ADITIF VECTOR AUTOREGRESSIVE EXOGENOUS

PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN. buah. Dari 105 kuesioner yang dikirimkan kepada seluruh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. salah satu kota pemekaran dengan penerimaan PAD yang cukup tinggi.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga,

METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional. Untuk memperjelas dan memudahkan pemahaman terhadap variabelvariabel

Transkripsi:

7 kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan model dapat dilihat dari beberapa parameter, antara lain : Koefisien korelasi Korelasi dinyatakan dengan suatu koefisien yang menunjukkan hubungan (linier) relatif antara dua peubah (Sucahyono et al. 2009). Persamaan koefisien korelasi adalah : XY X Y r... (3) X X Y Y Jika nilai koefisien korelasi curah hujan estimasi dengan curah hujan observasi semakin besar maka semakin kuat hubungan diantara keduanya sehingga pola nilai estimasi akan semakin mendekati pola data aktualnya. Root Mean Square Error (RMSE) Galat atau error didefinisikan sebagai selisih antara curah hujan estimasi dengan curah hujan observasi (Wibowo 2010). RMSE menunjukkan tingkat bias pendugaan yang dilakukan oleh model estimasi curah hujan. RMSE dapat diketahui dengan persamaan sebagai berikut : RMSE =... (4) Jika nilai RMSE antara curah hujan estimasi dan curah hujan observasi semakin kecil maka semakin kecil perbedaan diantara keduanya sehingga nilai estimasi akan semakin akurat. Uji Pearson Uji Pearson merupakan uji non parametrik dalam statistika. Uji ini dilakukan untuk menyatakan ada atau tidaknya hubungan antara peubah x dengan peubah y dan melihat seberapa besar sumbangan suatu peubah terhadap peubah lainnya. Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini, yaitu : H o : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara curah hujan estimasi dan curah hujan observasi. H 1 : terdapat hubungan yang signifikan antara curah hujan estimasi dan curah hujan observasi. Hipotesis diterima berdasarkan nilai P value, jika P value kurang dari selang kepercayaan (α) maka tolak H o dan kedua data berbeda secara nyata. IV. PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Klimatologi Riau merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki wilayah di daratan dan lautan sehingga terbagi menjadi provinsi Riau dan provinsi Kepulauan Riau. Provinsi Riau secara geografis terletak antara 01 05' 00'' LS - 02 25' 00'' LU dan antara 100 00' 00'' - 105 05' 00'' BT. Provinsi ini terdiri dari 9 kabupaten dan 2 kota dengan luas wilayah 89 150 km 2. Secara umum, wilayah Provinsi Riau memiliki topografi dataran rendah dan agak bergelombang dengan ketinggian pada beberapa kota antara 2-91 mdpl (http://www.riau.go.id). Provinsi Kepulauan Riau merupakan provinsi baru hasil pemekaran dari Provinsi Riau berdasarkan UU No. 25 tahun 2002. Provinsi ini terletak antara 01 o 10' 00'' LS 5 o 10' 00'' LU dan antara 102 o 50' 00'' 109 o 20' 00'' BT. Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari 4 kabupaten dan 2 kota dengan luas wilayah 252 601 km 2, sekitar 95 % berupa lautan dan sisanya berupa daratan (http://www.kepriprov.go.id). Penelitian ini mengambil empat titik pengamatan, yaitu Provinsi Riau diwakili oleh stasiun Pekanbaru dan stasiun Japura Rengat. Sementara itu, Kepualuan Riau diwakili oleh stasiun Tanjung Pinang dan Dabo Singkep. Perbedaan topografi antara wilayah daratan dan lautan akan menyebabkan perbedaan kondisi klimatologis di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau. Secara umum wilayah Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan berkisar 2000-3000 mm per tahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan musim hujan (http://www.riau.go.id). Berdasarkan distribusi hujan pada setiap stasiun (Gambar 3) terlihat bahwa wilayah Riau, baik Provinsi Riau maupun Kepulauan Riau memiliki pola hujan ekuatorial, dimana pola ini berbentuk bimodal (dua puncak hujan). Pola hujan tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan antara musim hujan dan musim kemarau. Menurut Tjasyono (2004), puncak musim hujan pada pola ekuatorial terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau saat ekinoks.

8 Gambar 3 Pola hujan wilayah Riau. 4.2 Analisis Pola Hubungan Curah Hujan Observasi Terhadap Curah Hujan CMORPH Penggunaan data penginderaan jauh untuk menduga unsur-unsur iklim, misalnya curah hujan diharapkan dapat menanggulangi masalah ketersediaan data. Penelitian ini mencoba mengkaji penggunaan data CMORPH untuk pendugaan curah hujan di wilayah Riau. Umumnya, data penginderaan jauh bersifat global sehingga dalam pemanfaatannya perlu dilakukan tinjauan awal pola hubungannya dengan data observasi di permukaan. Pola hubungan antara data observasi dan data CMORPH dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan hasil plotting kedua data (Gambar 4) tersebut pada masingmasing wilayah kajian menunjukkan bahwa pola curah hujan CMORPH cukup mampu mengikuti pola dan variasi curah hujan permukaan. Dengan demikian, data CMORPH memiliki potensi yang cukup baik untuk digunakan dalam menduga curah hujan di permukaan. Potensi pemanfaatan data CMORPH untuk pendugaan curah hujan permukaan dapat pula ditunjukkan dari nilai korelasi (r) antara kedua data tersebut. Sementara itu, persentase keragaman yang dapat diwakili oleh masing-masing pola hubungan dapat dinilai berdasarkan koefisien determinasi (R 2 ) dari masing-masing model regresi sederhana antara kedua data tersebut. Pembangunan model regresi sederhana untuk setiap stasiun hujan dilakukan antara data observasi sebagai peubah tak bebas (y) dan rataan nilai curah hujan setiap grid dalam masing-masing domain data CMORPH sebagai peubah bebas (x).

9 Gambar 4 Pola hubungan curah hujan dasarian observasi dengan data CMORPH pada masing-masing lokasi penelitian. Pembangunan model estimasi curah hujan perlu memperhitungkan pengaruh musim. Oleh karena itu, penelitian ini terlebih dulu melakukan pemisahan antara musim hujan dan musim kemarau dengan menggunakan uji nyata dua regresi. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah perlu dilakukan pemisahan model estimasi untuk musim hujan dan musim kemarau. Hasil uji dua regresi menunjukkan bahwa nilai α lebih besar daripada taraf nyata sebesar 5% (Lampiran 3-6). Hal ini berarti bahwa persamaan regresi musim hujan dan musim kemarau tidak berbeda nyata, sehingga kedua persamaan tersebut tidak saling berkorelasi. Dengan demikian, dalam penelitian ini selanjutnya tidak diperlukan pemisahan model estimasi antara musim hujan dengan kemarau. 4.3 Analisis Regresi Curah Hujan Observasi dan Curah Hujan CMORPH Analisis pola hubungan antara data observasi dan CMORPH juga dilakukan dengan regresi linier. Regresi linier digunakan untuk membentuk model hubungan antara peubah terikat dengan satu atau lebih peubah bebas (Kurniawan 2008). Model regresi yang digunakan adalah model regresi sederhana yang dibangun dari integrasi antara data observasi dengan nilai rata-rata curah hujan CMORPH dalam setiap ukuran domain yang dikaji pada masingmasing wilayah kajian. Persamaan regresi sederhana ini mengambil intersep = 0. Nilai koefisien korelasi (r) dan determinasi (R 2 ) antara data observasi dengan CMORPH pada masing-masing domain di setiap wilayah kajian terlihat pada Tabel 2. Koefisien korelasi menunjukkan ukuran kekuatan hubungan antara dua peubah atau lebih. Sementara itu, nilai koefisien determinasi menunjukkan proporsi keragaman atau variasi total dalam nilai peubah tak bebas yang dapat diterangkan atau diakibatkan oleh hubungan linier dengan nilai peubah bebas (Ulkhaq 2010).

10 Tabel 2. Nilai koefisien korelasi (r) dan determinasi (R 2 ) untuk masing-masing stasiun hujan berdasarkan analisis regresi sederhana Stasiun R 2 (%) Korelasi 1x1 3x3 5x5 7x7 9x9 1x1 3x3 5x5 7x7 9x9 Pekanbaru 32.6 37.1 34.7 33.2 32.6 0.622 0.636 0.611 0.596 0.587 Japura Rengat 22.7 23.3 28.5 28.9 27.5 0.519 0.512 0.545 0.549 0.532 Tanjung Pinang 10.7 11.5 47.4 21.7 27.9 0.509 0.519 0.727 0.559 0.579 Dabo Singkep 37.0 47.5 37.1 34.1 34.7 0.686 0.728 0.669 0.645 0.636 Rata-rata 25.8 29.9 36.9 29.5 30.7 0.584 0.599 0.638 0.587 0.584 Secara umum, berdasarkan Tabel 2 tampak bahwa korelasi antara data observasi dengan data CMORPH pada masing-masing domain di masing-masing wilayah penelitian cukup tinggi berkisar antara 0.509 hingga 0.728 dengan tingkat keragaman berkisar antara 10.7% hingga 47.5%. Hal ini menunjukkan bahwa data CMORPH cukup baik digunakan sebagai prediktor curah hujan permukaan dan dapat mewakili sekitar 10.7% hingga 47.5% keragaman hujan yang terjadi. Selain itu, berdasarkan Tabel 2 tampak pula bahwa data CMORPH memiliki kemampuan lebih baik dalam mengestimasi curah hujan di wilayah Pekanbaru dan Dabo Singkep dibandingkan dengan di wilayah Japura Rengat dan Tanjung Pinang. Hal ini terlihat dari nilai koefisien korelasi dan determinasi yang dihasilkan relatif lebih kecil dibandingkan dengan Pekanbaru dan Dabo Singkep. 4.4 Analisis Partial Least Square Curah Hujan Observasi dan Curah Hujan CMORPH Pembangunan model regresi antara data observasi dan data CMORPH dengan melibatkan peubah bebas (x) yang cukup banyak menimbulkan multikolieritas. Multikolinieritas merupakan suatu kondisi dimana terjadi korelasi yang kuat diantara peubah bebas (x) yang diikutsertakan dalam pembentukan model regresi linier (Handoyo 2008). Hal ini akan menghasilkan penduga model regresi yang bias, tidak stabil, dan mungkin jauh dari nilai sasarannya (Bilfarsah 2005). Multikolinieritas dapat dideteksi dari nilai VIF (Variation Inflation Faktor), dimana jika VIF > 10 maka telah terjadi multikolinieritas. Berdasarkan hasil perhitungan nilai VIF (Lampiran 7 10) diketahui bahwa model regresi pada setiap titik pengamatan di masing-masing domain memiliki nilai VIF yang lebih besar dari 10. Hal ini mengindikasikan adanya multikolinieritas. Multikolinearitas dapat diatasi dengan mereduksi peubah bebas. Salah satu cara untuk mengatasi masalah multikolinearitas adalah melalui metode kuadrat terkecil parsial (partial least square). Metode ini lebih menitikberatkan pada kovarians diantara peubah bebas dan peubah tak bebas. 4.4.1 Keragaman Peubah Bebas Berdasarkan Metode Partial Least Square (PLS) Penggunaan metode Partial Least Square (PLS) dalam mengatasi masalah multikolinearitas dilakukan dengan jumlah komponen yang berbeda-beda. Hal ini bergantung pada nilai x variance (keragaman curah hujan CMORPH) dalam suatu model estimasi. Jumlah komponen pada penelitian ini ditentukan bila nilai x variance berkisar 90% dan nilai koefisien determinasi relatif stabil. Nilai x variance dan koefisien determinasi untuk masing-masing domain di setiap titik pengamatan terlihat pada Tabel 3.

11 Tabel 3. Keragaman x dan koefisien daterminasi (R 2 ) berdasarkan metode Partial Least Square Stasiun Domain Jumlah PC x variance R 2 (%) 3x3 4 0.9731 47.1 Pekanbaru 5x5 4 0.9678 85.9 7x7 3 0.9752 98.7 9x9 11 0.9009 68.2 3x3 5 0.9784 30.5 Japura Rengat 5x5 4 0.9805 96.5 7x7 3 0.9517 98.7 9x9 12 0.9081 53.3 3x3 4 0.9848 23.6 Tanjung Pinang 5x5 5 0.9772 74.3 7x7 4 0.9648 87.8 9x9 10 0.9474 48.8 3x3 5 0.9889 59.0 Dabo Singkep 5x5 4 0.9765 94.5 7x7 3 0.9588 95.8 9x9 11 0.9287 76.2 Secara umum berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa nilai x variance akan meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah komponen. Domain 3x3 dan 5x5 dengan menggunakan lima buah komponen sudah dapat menggambarkan keragaman curah hujan CMORPH sebesar 90%. Sedangkan domain 7x7, hanya diperlukan tiga komponen untuk dapat mewakili peubah bebas secara keseluruhan. Hal ini dimungkinkan karena pada domain 7x7 distribusi peubah cukup baik sehingga hanya dengan jumlah komponen yang sedikit maka sudah dapat menggambarkan keragaman peubah bebas. Namun, domain 9x9 justru memerlukan jumlah komponen yang relatif lebih banyak, yaitu 12 komponen untuk dapat menggambarkan keragaman curah hujan CMORPH pada wilayah kajian. Hal ini diakibatkan tidak semua peubah bebas dalam domain tersebut dapat mewakili keragaman curah hujan. Dengan demikian, jumlah komponen yang digunakan untuk menggambarkan keragaman yang hujan tidak bergantung pada ukuran domain. 4.4.2 Koefisien Determinasi Berdasarkan Metode Partial Least Square (PLS) Nilai koefisien determinsi menunjukkan proporsi keragaman atau variasi total dalam nilai peubah tak bebas yang dapat diterangkan atau diakibatkan oleh hubungan linier dengan nilai peubah bebas (Ulkhaq 2010). Nilai koefisien determinasi (R 2 ) dapat memberikan informasi tambahan mengenai penentuan jumlah komponen yang digunakan dalam pembangunan model estimasi (Kusaeri 2010). Nilai koefisien determinasi untuk masing-masing domain pada setiap titik pengamatan ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai koefisien determinasi akan menunjukkan kemampuan model estimasi dalam mengestimasi curah hujan permukaan. Nilai koefisien determinasi berkisar 23.6 % hingga 98.7 %. Nilai koefisien determinasi tertinggi akan tercapai pada domain 7x7, dimana domain tersebut juga hanya memerlukan jumlah komponen yang relatif sedikit seperti yang terlihat pada Tabel 3. Selain itu, data CMORPH memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menerangkan keragaman curah hujan di wilayah Pekanbaru dan Dabo Singkep dibandingkan wilayah Japura Rengat dan Tanjung Pinang. Hal ini terlihat dari nilai koefisien determinasi yang lebih kecil dibandingkan wilayah Pekanbaru dan Dabo Singkep.

12 Gambar 5 Perbandingan nilai koefisien determinasi (R 2 ) antara regresi sederhana dan Partial Least Square (PLS). Secara umum, nilai koefisien determinasi berdasarkan metode kuadrat terkecil (Partial Least Square) akan mengalami peningkatan dibandingkan dengan menggunakan regresi sederhana. Peningkatan nilai koefisien determinasi rata-rata sebesar 50% seperti terlihat pada Gambar 5, dimana perbandingan antara kedua metode tersebut memiliki hasil akhir yang sangat jauh berbeda. Dengan demikian, penggunaan metode kuadrat terkecil parsial (Partial Least Square) melalui pereduksian peubah bebas data CMORPH terbukti dapat mengatasi masalah multikolinearitas. 4.5 Validasi Model Suatu model estimasi curah hujan yang dihasilkan masih harus ditinjau keterandalannya untuk melihat apakah data estimasi memilki kemampuan untuk mengikuti variasi hujan permukaan. Keterandalan suatu model dapat dilihat melalui proses validasi antara data estimasi dengan data observasi. Suatu model estimasi curah hujan dapat dikatakan layak digunakan untuk menduga curah hujan jika hasil validasi modelnya baik. Tingkat keterandalan model dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi antara curah hujan observasi dan curah hujan estimasi. Jika nilai koefisien korelasi curah hujan estimasi dengan curah hujan observasi semakin besar maka semakin kuat hubungan diantara keduanya sehingga pola nilai estimasi akan semakin mendekati pola data aktualnya. Selain itu, tingkat keterandalan model juga dapat dilihat dari nilai RMSE (Root Mean Square Error). Jika nilai RMSE antara curah hujan estimasi dan curah hujan observasi semakin kecil maka semakin kecil perbedaan diantara keduanya sehingga nilai estimasi akan semakin akurat. Hasil validasi model estimasi untuk masing-masing domain pada setiap titik pengamatan ditunjukkan pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter statistik dalam validasi model Stasiun Verifikasi Validasi Domain Korelasi RMSE P value R 2 Prediksi (%) 3x3 0.607 49.44 0.000 36.8 Pekanbaru 2003-2007 2008 5x5 0.700 45.20 0.000 48.9 7x7 0.630 49.19 0.000 39.6 9x9 0.647 48.32 0.000 41.9 3x3 0.505 35.44 0.002 25.4 Japura Rengat 2003-2007 2008 5x5 0.551 34.43 0.000 30.3 7x7 0.491 35.88 0.002 24.1 9x9 0.521 34.89 0.001 27.1 3x3 0.237 61.96 0.165 5.6 Tanjung Pinang 2003-2007 2008 5x5 0.136 66.20 0.429 1.8 7x7 0.177 67.33 0.301 3.1 9x9 0.151 73.79 0.379 2.2 3x3 0.663 53.35 0.000 43.9 Dabo Singkep 2003-2007 2008 5x5 0.540 70.80 0.001 29.1 7x7 0.595 64.31 0.000 35.4 9x9 0.456 78.49 0.008 20.8

13 Wilayah Riau dibagi menjadi dua bagian, yaitu wilayah daratan (Provinsi Riau) dan wilayah kepulauan (Kepulauan Riau). Wilayah daratan diwakili oleh Pekanbaru dan Japura Rengat. Sementara wilayah kepulauan diwakili oleh Tanjung Pinang dan Dabo Singkep. Karakteristik hujan kedua wilayah tersebut dipengaruhi oleh kondisi sekitar stasiun pengamatan. Curah hujan estimasi wilayah Pekanbaru menunjukkan korelasi yang signifikan dengan curah hujan observasi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien korelasi yang relatif tinggi, yaitu berkisar 0.607 hingga 0.700. Sementara itu, berdasarkan uji Pearson diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara curah hujan estimasi dengan curah hujan observasi sehingga ada korelasi diantara kedua data tersebut. Hasil validasi model estimasi menunjukkan variabilitas curah hujan lebih sering terjadi saat musim hujan, dengan faktor kesalahan atau galat terkecil sebesar 45.20 mm yaitu pada domain 5x5. Dengan demikian, model estimasi curah hujan pada domain 5x5 memberikan hasil keluaran estimasi terbaik dalam mengestimasi curah hujan wilayah Pekanbaru dibandingkan domain lainnya. Gambar 6 Pola curah hujan observasi dan curah hujan estimasi Pekanbaru. Perbandingan antara curah hujan observasi dengan curah hujan estimasi ditunjukkan oleh Gambar 6. Berdasarkan gambar tersebut, terlihat bahwa curah hujan observasi dan curah hujan estimasi memiliki pola yang hampir sama. Namun, secara umum model estimasi curah hujan untuk wilayah Pekanbaru menghasilkan keluaran yang nilainya lebih tinggi daripada kondisi sebenarnya (over estimate). Hasil estimasi yang bersifat over estimate sebagian besar terjadi saat musim hujan terjadi. Hal ini dimungkinkan akibat tingginya fluktuasi curah hujan pada bulan-bulan tersebut.

14 Gambar 7 Pola curah hujan observasi dan curah hujan estimasi Japura Rengat. Hasil validasi curah hujan observasi dan curah hujan estimasi wilayah Japura Rengat memiliki korelasi yang signifikan diantara kedua data tersebut. Hal ini terlihat dari nilai koefisien korelasi yang relatif tinggi, yaitu berkisar 0.491 hingga 0.551 seperti ditunjukkan oleh Tabel 4. Berbeda dengan wilayah Pekanbaru, curah hujan estimasi pada wilayah Japura Rengat bersifat under estimate atau hasil estimasi curah hujan memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan dengan kondisi sebenarnya seperti terlihat pada Gambar 7. Nilai curah hujan yang bersifat under estimate umumnya terjadi pada Agustus hingga November. Kondisi ini menyebabkan nilai koefisien determinasi yang dihasilkan menjadi rendah yaitu sekitar 24.1% hingga 30.3% dengan galat terkecil sebesar 34.43 mm pada domain 5x5. Dengan demikian, model estimasi curah hujan pada domain tersebut memberikan hasil yang terbaik dibandingkan domain lainnya.

15 Gambar 8 Pola curah hujan observasi dan curah hujan estimasi Tanjung Pinang. Curah hujan estimasi pada wilayah Tanjung Pinang menunjukkan korelasi yang tidak signifikan dengan curah hujan observasi. Hal ini terlihat dari nilai koefisien korelasi yang relatif rendah. Selain itu, uji Pearson juga menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara curah hujan estimasi dan curah hujan observasi. Oleh karena itu, curah hujan CMORPH kurang mampu mengestimasi curah hujan permukaan wilayah Tanjung Pinang. Berdasarkan Gambar 8 diketahui bahwa curah hujan estimasi dan curah hujan observasi memiliki pola yang tidak signifikan. Selain itu, curah hujan hasil estimasi juga bersifat under estimate. Kondisi ini menyebabkan nilai galat menjadi tinggi sehingga menjadikan nilai Root Mean Square Error (RMSE) juga meningkat. Oleh karena itu, model estimasi yang dibangun kurang baik dalam mengestimasi curah hujan permukaan wilayah Tanjung Pinang. Validasi curah hujan estimasi dengan curah hujan observasi wilayah Dabo Singkep menunjukkan korelasi yang cukup signifikan, dengan nilai koefisien korelasi berkisar 0.456 hingga 0.663. Sementara itu, perbandingan antara curah hujan estimasi dan curah hujan observasi ditunjukkan oleh Gambar 9. Berdasarkan gambar tersebut diketahui bahwa curah hujan estimasi memiliki pola yang signifikan dengan curah hujan observasi, terutama pada domain 3x3. Namun, untuk bulan November hingga Desember terlihat perbedaan yang signifikan antara curah hujan estimasi dan curah hujan observasi atau curah hujan estimasi memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan curah hujan observasi (over estimate). Hal ini akan mempengaruhi faktor kesalahan atau galat pada model estimasi. Tabel 4 menunjukkan bahwa galat terkecil pada Dabo Singkep terjadi pada domain 3x3 sebesar 53.35 mm. Selain itu, curah hujan estimasi yang dihasilkan oleh model estimasi pada domain tersebut mampu mewakili 43.9% dari keragaman hujan yang terjadi. Dengan demikian, domain 3x3 memberikan hasil yang lebih baik dalam menduga curah hujan permukaan dibandingkan domain lainnya.

16 Gambar 9 Pola curah hujan observasi dan curah hujan estimasi Dabo Singkep. Secara keseluruhan, curah hujan estimasi cukup mampu mengikuti pola curah hujan permukaan. Namun, untuk bulan Agustus hingga November yang diperkirakan bulan-bulan basah curah hujan estimasi menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dengan curah hujan observasi. Hal ini dimungkinkan tingginya variabilitas curah hujan yang terjadi pada bulan-bulan tersebut. Jika ditinjau dari kondisi wilayah terlihat bahwa untuk wilayah daratan, domain yang memberikan hasil keluaran terbaik adalah domain 5x5. Sementara itu untuk wilayah kepulauan, domain 3x3 memberikan hasil keluaran yang terbaik. Hal ini disebabkan oleh kondisi wilayah, dimana wilayah kepulauan akan lebih dipengaruhi oleh faktor lautan. Selain itu, model estimasi curah hujan akan memberikan hasil keluaran yang lebih baik pada wilayah daratan. Dengan demikian, curah hujan CMORPH lebih baik digunakan dalam mengestimasi curah hujan permukaan pada wilayah daratan. V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Curah hujan CMORPH mampu mengikuti pola dan variasi curah hujan permukaan sehingga baik digunakan sebagai prediktor curah hujan permukaan, dimana curah hujan CMORPH mampu mewakili sekitar 10.7% hingga 47.5% keragaman hujan yang terjadi. Teknik downscaling dengan menggunakan partial least square (PLS) lebih baik dibandingkan teknik downscaling dengan menggunakan regresi sederhana, dimana penggunaan PLS dapat meningkatkan nilai koefisien determinasi (R 2 ) dari 47.5% dengan menggunakan regresi sederhana menjadi 98.7% dengan menggunakan PLS. Validasi model menunjukkan bahwa untuk wilayah daratan, domain yang memberikan hasil keluaran terbaik adalah domain 5x5. Sementara itu untuk wilayah kepulauan, domain 3x3 memberikan hasil keluaran yang terbaik. Dengan demikian, curah hujan CMORPH lebih baik digunakan dalam mengestimasi curah hujan permukaan wilayah daratan. 5.2 Saran Kebutuhan periode data yang lebih panjang dan kualitas data yang lebih baik sangat dibutuhkan untuk memberikan hasil estimasi yang lebih akurat. Kajian efektifitas penggunaan domain dan bentuk domain masih sangat terbatas sehingga diperlukan kajian lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA Abdi H. 2007. Partial Least Square (PLS) Regression. The University of Texas. Dallas, USA. Asdak C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. [Balitklimat] Balai Penelitian Agroklimat. 2007. Pengembangan Sistem Informasi Spasial Database Iklim Nasional. http://balitklimat.litbang.deptan.go.id/. [30 Agustus 2010]. Bilfarsah A. 2005. Efektifitas Metode Aditif Spline Kuadrat Terkecil Parsial Dalam Pendugaan Model Regresi. Makara Sains Vol 9 No. 1, Page 28-33. Boer R. 2002. Analisis Risiko Iklim untuk Produksi Pertanian dalam Pelatihan Dosen PT Se-Sumatera-Kalimantan