BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pendekatan pembangunan manusia telah menjadi tolak ukur pembangunan. pembangunan, yaitu United Nations Development Programme (UNDP)

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

PENDAHULUAN. hidup yang layak dibutuhkan pendidikan. Pendidikan dan kesehatan secara. dan merupakan jantung dari pembangunan. Negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena itu, pembangunan merupakan syarat mutlak bagi suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Manusia adalah kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Tujuan utama dari

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Proses pembangunan sebenarnya adalah merupakan suatu perubahan sosial

BAB I PENDAHULUAN. perubahan pada indikator sosial maupun ekonomi menuju kearah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. fisik/fasilitas fisik (Rustiadi, 2009). Meier dan Stiglitz dalam Kuncoro (2010)

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. implementasi kebijakan desentralisasi fiskal di Provinsi Sulawesi Barat. Bab ini

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs). Salah

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan suatu negara sangat tergantung pada jumlah penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. menunjang pertumbuhan ekonomi yang pesat. Akan tetapi jika bergantung pada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

PENDAHULUAN. perubahan struktur sosial, sikap hidup masyarakat, dan perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berada di garda terdepan. Pembangunan manusia (human development)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

I. PENDAHULUAN. Manusia merupakan kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar

BAB II JAWA BARAT DALAM KONSTELASI NASIONAL

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. Selama awal perkembangan literatur pembagunan, kesuksesan

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian yang secara terus menerus tumbuh akan menimbulkan

RINGKASAN PENERAPAN PENGANGGARAN PARTISIPATIF DI TINGKAT DESA

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator untuk melihat

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

BAB I PENDAHULUAN. multidimensi, yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek. hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi.

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

V. GAMBARAN UMUM. Penyajian gambaran umum tentang variabel-variabel endogen dalam

I. PENDAHULUAN. ekonomi yang terjadi. Bagi daerah indikator ini penting untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Hal ini ditandai dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya bervariasi antarwilayah, hal ini

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan perhatian khusus pada kualitas sumber daya manusia.

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

BAB I PENDAHULUAN. yang merdeka, berdaulat, bersatu, dan berkedaulatan rakyat dalam suasana. pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. lumpuhnya sektor-sektor perekonomian dunia, sehingga dunia dihadapkan bukan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan Desentralisasi di Indonesia ditandai dengan adanya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan daerah lain di pulau Jawa yang merupakan pusat dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tentu dapat menjadi penghambat bagi proses pembangunan. Modal manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. pada sebuah ketidakseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem

BAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan pembangunan khususnya pembangunan manusia dapat dinilai

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. dampak investasi dan pengeluaran pemerintah terhadap kinerja perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. penting daripada pembangunan nasional, dengan tujuan akhir adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. mengartikan pembangunan ekonomi. Secara tradisional, pembangunan ekonomi

BAB IV GAMBARAN UMUM. 15 Lintang Selatan dan antara Bujur Timur dan dilalui oleh

BAB I PENDAHULUAN. (United Nations Development Programme) sejak tahun 1996 dalam seri laporan

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi diartikan juga sebagai peningkatan output masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bersama yang diterjemahkan sebagai kesejahteraan hidup. Secara ekonomi

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) (Metode Baru)

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

Sebagai sebuah instansi sektor publik, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita, atau yang biasa disebut pertumbuhan ekonomi. Indikator

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. internasional dikenal adanya tujuan posisi manusia sebagai central dalam

I. PENDAHULUAN. Implementasi desentralisasi fiskal yang efektif dimulai sejak Januari

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan merupakan sebuah upaya atau proses untuk melakukan

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Kata kunci : jumlah alumni KKD, opini audit BPK, kinerja pembangunan daerah.

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

BAB 1 PENDAHULUAN. ekonomi di setiap negara. Tujuan peningkatan penyerapan tenaga kerja sering

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dihadapi oleh semua negara di dunia. Amerika Serikat yang tergolong sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan pada era 1950-an hanya berfokus pada bagaimana suatu negara dapat meningkatkan pendapatannya guna mencapai target pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Meier dan Rouch (2000 dalam Arsyad, 2010: 3) yang mengatakan bahwa selama dekade 1950-an hingga dekade 1960-an, kebijakan-kebijakan pembangunan ditujukan terutama pada maksimalisasi pertumbuhan Gross National Product (GNP) melalui proses akumulasi modal dan industrialisasi. Menurut Todaro dan Smith (2011: 16), pembangunan diartikan sebagai upaya mencapai tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita (income per capita) yang berkelanjutan. Diharapkan dengan pertumbuhan pendapatan yang meningkat, suatu negara dapat memperbanyak output yang lebih cepat dibandingkan laju pertumbuhan penduduk. Namun pada kenyataannya, pengertian tersebut terlalu sempit dalam memaknai pembangunan. Banyak negara-negara berkembang yang mencapai target pertumbuhan ekonominya, tetapi gagal dalam merubah tingkat kehidupan sebagian besar masyarakatnya. Keberhasilan pembangunan oleh suatu negara tidak dapat diukur hanya dengan melihat tingkat pertumbuhan ekonominya saja. Sudah terbukti bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menyisakan masalah-masalah baru seperti kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan. Pemerintah diharapkan mampu 1

mengelola sektor-sektor lainnya, seperti sosial dan lingkungan guna mencapai suatu pembangunan yang menyeluruh. Menurut Tjokrowinoto (1996 dalam Munir, 2002: 73), terdapat 3 pergeseran paradigma pembangunan yang perlu dicermati. Pertama paradigma production centered development, yang hanya berpatokan pada pertumbuhan dengan segala karakteristiknya. Paradigma ini kemudian bergeser ke Welfare Paradigm, yang berpatokan pada kesejahteraan yang menjanjikan keadilan. Hingga pada era 1980- an, bergeser ke paradigma People Centered Development, pergeseran paradigma ini terjadi seiring dengan perkembangan manusia. Paradigma ini tidak hanya fokus pada kesejahteraan dan keadilan, tetapi juga melihat perkembangan pembangunan manusia yang berkelanjutan. Human Development Report (1990), menyebutkan bahwa pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki oleh manusia. Di antara banyak pilihan tersebut, pilihan yang terpenting adalah untuk berumur panjang dan sehat, untuk berilmu pengetahuan, dan untuk mempunyai akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan agar dapat hidup secara layak. United Nations for Development Program (UNDP) sejak tahun 1990, telah mengembangkan indeks kinerja pembangunan, yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM). UNDP kemudian menerbitkan laporan tahunan mengenai kinerja dari IPM pada negara-negara di dunia. 2

No Tabel 1.1 Peringkat IPM Negara-negara Asia Tenggara Tahun 2011 2013 Negara IPM Negara di Asia Tenggara dari 187 Negara 2011 2012 2013 1 Singapura 12 11 9 2 Brunai Darussalam 31 30 30 3 Malaysia 61 62 62 4 Thailand 91 89 89 5 Indonesia 110 109 108 6 Filipina 118 118 117 7 Vietnam 121 121 121 8 Laos 139 139 139 9 Myanmar 150 150 150 10 Kamboja 137 137 137 Sumber: BPS RI, 2013 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat kelima di antara negara-negara Asia Tenggara, di bawah Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Meskipun mengalami tren positif dalam peningkatan IPM Indonesia, namun jika dibandingkan dengan negara tetangga terdekat yaitu Singapura, Malaysia, dan Brunai Darussalam, posisi Indonesia masih sangat jauh tertinggal. Tentu saja banyak faktor yang mempengaruhi hal ini, diantaranya adalah luas wilayah dan jumlah penduduk. Provinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi termuda kedua dengan 5 kabupaten di dalamnya, telah memperlihatkan tren positif dalam capaian IPM-nya. Perkembangan IPM Sulawesi Barat dengan 5 kabupaten di dalamnya dan nasional ditunjukkan pada Gambar 1.1. 3

PERKEMBANGAN IPM 71.76 72.27 72.77 73.29 73.81 72.78 69.18 69.64 70.11 70.73 71.41 70.21 69.55 69.99 70.41 70.79 71.14 70.38 68.89 69.32 69.78 70.76 71.38 70.03 70.18 70.82 71.62 72.07 72.56 71.45 70.83 71.34 71.86 72.41 73.16 71.92 66.61 67.38 67.88 68.44 69.17 67.90 NASIONAL PROVINSI SULBAR MAMUJU UTARA MAMUJU MAMASA MAJENE POLMAN 2009 2010 2011 2012 2013 Rata-rata Sumber: BPS Sulawesi Barat, 2013 Gambar 1.1 Perkembangan IPM Nasional dan Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2009 2013 Gambar 1.1 menunjukkan bahwa meskipun mengalami kenaikan, namun IPM Provinsi Sulawesi Barat dan 5 kabupaten di dalamnya masih berada di bawah rata-rata nasional. Rata-rata IPM nasional dari tahun 2009 2013 yaitu sebesar 72,78 sementara rata-rata IPM Provinsi Sulawesi Barat hanya mencapai 70,21. Pada tingkat kabupaten, rata-rata IPM Kabupaten Polewali Mandar (Polman) berada diurutan paling bawah, yaitu sebesar 70,90 dan Kabupaten Mamasa diurutan paling atas dengan nilai rata-rata IPM sebesar 71,45. Capain IPM Sulawesi Barat tersebut berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat yang melampaui pertumbuhan ekonomi nasional, baik itu pada level pemerintahan kabupaten/kota maupun level provinsi. Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Barat dapat dilihat pada Gamber 1.2. 4

Pertumbuhan Ekonomi di Sulawesi Barat dan Nasional (Persen) 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2009 2010 2011 2012 2013 Polewali Mandar 5.41 10.55 9.68 9.91 8.03 Majene 8.94 9.88 7.52 7.04 5.56 Mamasa 7.52 8.54 7.35 6.62 5.28 Mamuju 8.26 10.59 11.51 11.48 9.09 Mamuju Utara 13.37 17.65 16.14 12.98 8.56 Sulawesi Barat 6.03 11.89 10.32 9.01 7.16 Nasional 4.63 6.22 6.49 6.26 5.73 Sumber: BPS Sulawesi Barat, 2013 Gambar 1.2 Perkembangan IPM Sulawesi Barat dan Nasional Tahun 2009 2013 Gambar 1.2 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Sulawesi Barat melampaui pertumbuhan ekonomi nasional sejak tahun 2009 2013, hal ini berarti bahwa aktivitas perekonomian di Sulawesi Barat terus tumbuh dan berkembang namun hal ini tidak sejalan dengan tingkat pencapaian IPM di Sulawesi Barat yang masih tertinggal dari pencapaian IPM nasional. Berdasarkan skala internasional, capaian IPM dikategorikan menjadi kategori tinggi (IPM 80), kategori menengah atas (66 IPM < 80), kategori menengah bawah (50 IPM < 66), dan kategori rendah (IPM < 50). Pemeringkatan tersebut, menempatkan Provinsi Sulawesi Barat dengan kelima kabupaten di dalamnya pada level menengah atas, tetapi masih relatif jauh untuk dapat mencapai tingkat pembangunan manusia pada kategori level tinggi yaitu dengan nilai IPM lebih besar atau sama dengan 80. Tabel 1.2 menyajikan capaian IPM Sulawesi Barat bila dibandingkan dengan daerah lainnya di Indonesia. 5

Tabel 1.2 Peringkat IPM Provinsi di Kawasan Timur Indonesia Tahun 2011 2013 Provinsi IPM Peringkat 2011 2012 2013 2011 2012 2013 Kalimantan Barat 69,66 70,31 70,93 28 28 29 Kalimantan Tengah 75,06 75,46 75,68 7 7 7 Kalimantan Selatan 70,44 71,08 71,74 26 25 26 Kalimantan Timur 76,22 76,71 77,33 5 5 4 Kalimantan Utara - - 74,72 - - 10 Sulawesi Utara 76,54 76,95 77,36 2 2 3 Sulawesi Tengah 71,62 72,14 72,54 22 22 23 Sulawesi Selatan 72,14 72,70 73,28 19 18 19 Sulawesi Tenggara 70,55 71,05 71,73 25 26 27 Gorontalo 70,82 71,31 71,77 24 24 25 Sulawesi Barat 70,11 70,73 71,41 27 27 28 Maluku 71,87 72,42 72,70 21 21 22 Maluku Utara 69,47 69,98 70,63 30 30 30 Papua Barat 69,65 70,22 70,62 29 29 31 Papua 65,36 65,86 66,25 33 33 34 Sumber: BPS RI, 2013 Tabel 1.2 menunjukkan bahwa capaian IPM untuk provinsi-provinsi yang ada di Pulau Sulawesi relatif sama, kecuali Sulawesi Utara yang jauh meninggalkan daerah lainnya dengan capaian IPM menempati peringkat kedua pada tahun 2011 dan 2012, kemudian turun satu peringkat pada tahun 2013 di peringkat ketiga. Bila melihat capaian IPM untuk daerah-daerah di Pulau Kalimantan, Maluku, dan Papua, peringkat IPM pada daerah-daerah ini relatif sama kecuali Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara. Hal ini juga dapat mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan dalam hal pembangunan manusia antardaerah di Indonesia, di mana untuk peringkat IPM 10 terbawah didominasi oleh daerah-daerah di wilayah timur Indonesia, dan 10 teratas didominasi oleh daerah-daerah di wilayah barat seperti Jawa dan Sumatera. 6

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan capaian IPM di Sulawesi Barat, adalah dengan memberikan porsi belanja pemerintah yang besar pada sektor-sektor yang berpengaruh langsung pada pencapaian pembangunan manusia. Dua hal yang dianggap menjadi kunci dan merepresentasikan dari indikator penghitung IPM adalah, belanja pemerintah sektor pendidikan dan belanja pemerintah sektor kesehatan. Menurut Mirza (2012), investasi pada bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena aset utama penduduk miskin adalah tenaga kasar. Peningkatan belanja pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan diharapkan dapat memudahkan penduduk miskin dalam mengakses pendidikan dan kesehatan murah untuk kemudian nantinya akan meningkatkan taraf hidup penduduk miskin. Pertumbuhan alokasi belanja pada sektor pendidikan dan kesehatan di 5 kabupaten se-sulawesi Barat, dapat di lihat pada Tabel 1.3. No Tabel 1.3 Belanja Pendidikan dan Kesehatan Kabupaten se-sulawesi Barat Tahun 2011 2013 Kabupaten Belanja Pendidikan (Juta Rupiah) Belanja Kesehatan (Juta Rupiah) 2011 2012 2013 2011 2012 2013 1 Polman 283.605 326.635 351.830 58.574 61.593 75.405 2 Majene 168.453 186.228 211.395 32.748 41.747 63.413 3 Mamasa 136.066 159.007 163.448 26.171 31.508 31.987 4 Mamuju 168.650 186.586 211.615 61.636 57.497 71.006 5 Matra 65.991 71.030 77.205 48.338 34.761 40.402 Sumber: DJPK Kementerian Keuangan, 2013 Tabel 1.3 menunjukkan bahwa pertumbuhan belanja pada dua sektor ini memiliki tren positif, namun porsi alokasi belanja kesehatan pada masing-masing kabupaten dianggap masih rendah. Berbeda dengan porsi alokasi belanja 7

pendidikan yang memang sudah tinggi, bila dilihat dari rasio belanja pendidikan terhadap total belanja. Hal ini, terlihat pada Gambar 1.3. Rasio Belanja Pendidikan terhadap Total Belanja (Persen) 0.12 0.25 0.13 0.12 0.14 0.21 0.27 0.12 0.16 0.21 0.23 0.19 0.40 0.41 0.39 0.39 0.36 0.34 0.32 0.43 Sumber: DJPK Kementerian Keuangan, 2013 Gambar 1.3. Rasio Belanja Pendidikan terhadap Total Belanja Kabupaten se-sulawesi Barat Tahun 2006 2013 Gambar 1.3 menunjukkan bahwa meskipun terjadi fluktuasi dalam pengalokasian belanja pendidikan oleh pemerintah, namun trennya tetap meningkat. Dengan semakin meningkatnya kemampuan pembiayaan daerah dalam mendanai program-program strategi bidang pendidikan, diharapkan dapat secara signifikan menaikkan capaian pembangunan manusia di daerah tersebut. Pendidikan dan kesehatan merupakan dua hal pokok yang menjadi kunci dari pembangunan manusia. Selain pendidikan, sektor kesehatan juga perlu mendapat perhatian dari pemerintah. 0.08 0.15 0.27 0.31 0.32 0.20 0.19 0.27 0.27 0.16 0.25 0.36 0.34 0.31 0.38 0.38 0.37 0.43 0.46 0.44 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Kab. Mamuju Utara Kab. Mamuju Kab. Mamasa Kab. Majene Kab. Polman 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 Rasio Belanja Kesehatan terhadap Total Belanja (Persen) 0.10 0.11 0.10 0.14 0.06 0.08 0.09 0.08 0.09 0.10 0.09 0.10 0.08 0.10 0.08 0.08 0.09 0.07 0.07 0.06 0.06 0.07 0.07 0.06 0.08 0.08 0.07 0.09 0.09 0.07 0.08 0.11 0.09 0.10 0.10 0.08 0.09 0.09 0.09 0.09 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 Sumber: DJPK Kementerian Keuangan, 2013 Gambar 1.4. Rasio Belanja Kesehatan terhadap Total Belanja Kabupaten se-sulawesi Barat Tahun 2006 2013 Kab. Mamuju Utara Kab. Mamuju Kab. Mamasa Kab. Majene Kab. Polman 8

Gambar 1.4 menunjukkan bahwa porsi alokasi belanja pemerintah di 5 kabupaten di Sulawesi Barat pada sektor kesehatan masih kecil. Kecilnya alokasi belanja kesehatan tersebut menjadi penyebab sulitnya masyarakat menengah ke bawah dalam mengakses fasilitas kesehatan dan akan berdampak pada rendahnya kualitas hidup masyarakat, serta akan menghambat produktifitas masyarakat itu sendiri. Pemerintah daerah seharusnya dapat mengidentifikasi lebih jauh tentang sektor-sektor yang memerlukan perhatian serius dalam pembangunan, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengalokasian belanja pemerintah yang besar dan tepat sasaran pada sektor-sektor strategis merupakan wujud pelaksanaan fungsi pelayanan pemerintah kepada masyarakatnya. Pemberian kewenangan yang lebih kepada daerah merupakan momentum yang tepat bagi pemerintah daerah agar dapat mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan kebutuhan daerah tersebut serta dalam rangka mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Pemerintah daerah juga diharapkan dapat melihat berbagai peluang dalam mencari sumber-sumber pembiayaan lainnya (selain pajak daerah dan retribusi daerah) untuk membantu pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan, seperti misalnya dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ataupun dana hibah dari lembaga-lembaga donor dunia seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Bank Dunia. 9

1.2 Keaslian Penelitian Grimm (2008), melakukan penelitian tentang pembangunan manusia berdasarkan klasifikasi pendapatan. Penelitian tersebut menemukan bahwa ketimpangan pembangunan manusia sangat besar terjadi di negara-negara Afrika sub-sahara, dan juga terdapat perbedaan besar dalam hal capaian pembangunan manusia antara negara kaya dan negara miskin. Penelitian ini juga menekankan bahwa pemerintah harus peka terhadap ketimpangan yang terjadi di wilayahnya, dalam hal ini ketimpangan pendapatan, ketimpangan kualitas pendidikan, dan kesehatan. Kritik dalam penelitian ini, Human Development Index (HDI) tidak memperhitungkan ketimpangan yang terjadi dalam suatu wilayah atau negara. Dengan melihat distribusi pendapatan, diharapkan pengambil kebijakan dapat melihat dengan jelas masalah pembangunan yang dihadapi oleh kalangan miskin dan kaya, demikian juga antara negara kaya dan miskin. Baho (2009), melakukan penelitian tentang dampak dana otonomi khusus terhadap pembangunan manusia di Kabupaten Sorong Tahun 1996 2007. Penelitian ini menggunakan uji beda dua untuk mengetahui apakah ada perbedaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebelum dan sesudah adanya otonomi khusus di Kabupatern Sorong. Hasil analisis menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan IPM di Kabupaten Sorong antara sebelum dan sesudah adanya otonomi khusus, atau dengan kata lain dana otonomi khusus belum memberikan pengaruh terhadap pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Sorong. Hal ini terlihat dari capaian IPM 10

Kabupaten Sorong masih berada pada kategori menengah ke bawah, yaitu 50 IPM < 66. Yuanda (2013), melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di DKI Jakarta Tahun 2006 2011. Penelitian dilakukan pada 6 kabupaten/kota administrasi di Provinsi DKI Jakarta. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi, belanja pendidikan, belanja kesehatan, jumlah tenaga kesehatan, dan tingkat pengangguran. Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia adalah regresi data panel. Dengan teknik estimasi menggunakan Common Effect Model (CEM), hasil penelitian menemukan bahwa tidak terdapat pengaruh variabel pertumbuhan ekonomi terhadap IPM, terdapat pengaruh yang positif dan signifikan variabel belanja pendidikan, dan belanja kesehatan terhadap IPM, terdapat pengaruh positif dan signifikan jumlah tenaga kesehatan terhadap IPM, serta terdapat pengaruh negatif dan signifikan tingkat pengangguran terhadap IPM. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak selalu seiring dengan pembangunan manusia, di sisi lain belanja pendidikan dan belanja kesehatan mempengaruhi pembangunan manusia secara signifikan. Gyven (2012), melakukan penelitian di wilayah Provinsi Papua Tahun 2007 2010. Penelitian ini menganalisis pengaruh PDRB per kapita, dana otonomi khusus serta investasi terhadap IPM di Provinsi Papua, dengan menggunakan model regresi data panel pada 10 kabupaten/kota. Hasil penelitian menunjukkan 11

bahwa dana otonomi khusus dan investasi memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap IPM, sedangkan variabel PDRB per kapita tidak signifikan, dan bertanda negatif. Naput (2012), melakukan penelitian tentang pengaruh dayabeli, belanja kesehatan, dan belanja pendidikan terhadap IPM di Indonesia. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh dayabeli masyarakat, belanja pendidikan, dan belanja kesehatan terhadap indikator pendidikan dan indikator kesehatan dalam IPM pada kabupaten/kota di Indonesia. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan data cross-section, yang dikumpulkan dengan metode dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa belanja kesehatan yang diproksikan dengan realisasi belanja kesehatan kabupaten/kota tahun 2007, secara statistik tidak signifikan dan tidak berpengaruh positif terhadap angka harapan hidup tahun 2007 2009. Belanja pendidikan yang diproksikan dengan realisasi belanja pendidikan tahun 2007, secara signifikan tidak berpengaruh positif terhadap angka melek huruf tahun 2007 2009. Daya beli masyarakat berpengaruh positif dan signifikan terhadap rata-rata lama sekolah 2007 2009 demikian juga halnya terhadap angka melek huruf. Syahputra (2012), meneliti tentang ketimpangan kualitas pembangunan manusia di Provinsi Sumatera Utara tahun 2005 2009. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui kualitas pembangunan manusia dan ketimpangannya dilihat dari IPM pada kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara. Data yang digunakan terdiri dari PDRB per kapita, jumlah penduduk, tingkat melek huruf, rata-rata lama sekolah, dan harapan hidup. Alat analisis yaitu IPM, Klassen, 12

inequality adjusted HDI, indeks Theil, dan korelasi pearson product moment. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 18 kabupaten/kota di Sumatera Utara masih berada pada kuadran IV tipologi Klassen, ini menunjukkan bahwa 18 kabupaten/kota tersebut relatif masih tertinggal baik dari segi IPM maupun PDRB per kapita. Medan memiliki IPM tertinggi yaitu 0,6175, sedangkan yang terkecil adalah Tapanuli Tengah yaitu sebesar 0,4520. Loss HDI tertinggi juga diperoleh Tapanuli Tengah dan terendah adalah Medan, dan indeks ketimpangan Theil untuk Sumatera Utara sebesar 0, 1743. Berdasarkan korelasi Pearson menunjukkan korelasi negatif antara IPM (HDI), Loss HDI dan indeks Theil yang berarti dengan meningkatnya IPM, maka loss HDI akan menurun dan indeks ketimpangan Theil juga turun. Ashan (2011), melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan manusia di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2005 2009. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menganalisis pengaruh PDRB per kapita, belanja pendidikan, belanja kesehatan, rasio angkatan kerja yang tidak bekerja dengan jumlah angkatan kerja, jumlah puskesmas, tipe rumah sakit daerah, jumlah penduduk lulusan Sekolah Dasar (SD), dan jumlah penduduk lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Untuk kemudian melihat pengaruhnya terhadap pembangunan manusia di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan menggunakan model data panel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa PDRB per kapita, pengeluaran pemerintah bidang pendidikan, dan kesehatan berpengaruh positif dan signifikan terhadap IPM. PDRB per kapita memberikan pengaruh paling besar, kemudian belanja kesehatan 13

dan belanja pendidikan. Rasio angkatan kerja yang tidak bekerja per jumlah angkatan kerja, jumlah puskesmas, dan jumlah penduduk lulusan SMP berpengaruh positif, tetapi tidak signifikan terhadap IPM. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada objek penelitian, serta periode waktu penelitian. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu belanja pemerintah sektor pendidikan, belanja pemerintah sektor kesehatan, pengeluaran per kapita, dan PDRB untuk melihat pengaruhnya terhadap pembangunan manusia yang dalam hal ini adalah IPM. 1.3 Rumusan Masalah Berdasarkan ulasan pada latar belakang, maka dapat dirumuskan rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tingkat kabupaten/kota dan provinsi di Sulawesi Barat masih berada di bawah rata-rata nasional, memberikan alokasi belanja pemerintah yang besar pada sektor pendidikan dan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pendidikan dan kesehatan sehingga menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan secara bertahap akan meningkatkan capaian IPM di Sulawesi Barat. 2. Sulawesi Barat mengalami pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata nasional sejak tahun 2009 2013, namun hal ini berbanding terbalik dengan capaian pembangunan pada manusia yang masih berada di bawah rata-rata nasional. 14

1.4 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka pertanyaan penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah sektor pendidikan terhadap pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Barat? 2. Bagaimana pengaruh belanja pemerintah sektor kesehatan terhadap pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Barat? 3. Bagaiman pengaruh PDRB terhadap pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Barat? 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah sektor pendidikan terhadap pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Barat. 2. Menganalisis pengaruh belanja pemerintah sektor kesehatan terhadap pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Barat. 3. Menganalisis pengaruh PDRB terhadap pembangunan manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Barat. 1.6 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi pemerintah daerah khususnya pemerintah Provinsi Sulawesi Barat dan pemerintah 15

kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Barat, sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan agar lebih fokus terhadap pembangunan yang menyeluruh di Provinsi Sulawesi Barat. 2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk penelitian yang lebih lanjut. 1.7 Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini terbagi kedalam 5 bab utama, yang terdiri dari: Bab I Pendahuluan, berisi latar belakang, keaslian penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaaat penelitian, dan sistimatika penulisan. Bab II Landasan Teori, berisikan teori, kajian terhadap penelitian terdahulu, kerangka penelitian. Bab III Metode Penelitian, berisikan desain penelitian, metode pengumpulan data, defenisi operasional, dan metode analisis data. Bab IV Analisis, berisi tentang deskripsi data, uji akurasi instrumen, dan pembahasannya. Bab V Simpulan dan Saran, berisi tentang simpulan, implikasi, keterbatasan, dan saran. 16