ESTIMASI TINGKAT KECELAKAAN LALU LINTAS NASIONAL DAN 6 PROPINSI DI PULAU JAWA INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL ANALISIS DATA KECELAKAAN UNTUK MENGETAHUI KONTRIBUSI PENYEBAB KECELAKAAN

BAB I PENDAHULUAN. pembelian kendaraan bermotor yang tinggi. motor meningkat setiap tahunnya di berbagai daerah.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. orang meninggal dunia setiap tahun nya dan lebih dari 50 jt jiwa mengalami luka luka

BAB I PENDAHULUAN. Penduduk di Indonesia dewasa ini telah mengalami proses integrasi damai

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan yang sesuai dengan

KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT Disampaikan dalam rangka Rapat Koordinasi Teknis Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Tahun 2013

BAB I PENDAHULUAN. Cidera kecelakaan lalu lintas (Road Traffic Injury) merupakan hal yang sangat

KESELAMATAN TRANSPORTASI DARAT Disampaikan Dalam Rangka Peringatan Hari Korban Kecelakaan Lalu Lintas Sedunia Tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Era globalisasi saat ini menuntut masyarakat untuk mempunyai mobilitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian

I. PENDAHULUAN. penduduk kota Bandar Lampung yang semakin padat dan pertambahan jumlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

TARGET PENCAPAIAN RENCANA UMUM KESELAMATAN JALAN (RUNK JALAN) DI PROVINSI JAWA TIMUR PADA TAHUN 2012

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang semula didominasi oleh penyakit infeksi atau menular bergeser ke penyakit non

BAB 1 : PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur. Untuk menunjang pembangunan tersebut, salah satu

EVALUASI EFEKTIFITAS PROGRAM PARTNERSHIP OF ROAD SAFETY ACTION (PRSA) JALUR PANTURA SURABAYA-TUBAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia termasuk yang cukup memprihatinkan. Sejak tahun 1992 hingga 2009, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Indonesia saat ini sangat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sebab, menempati urutan kesepuluh penyebab semua kematian dan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Dunia oleh WHO (World Health Organization) pada tahun 2004 merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, sepeda motor menjadi alat transportasi

I. PENDAHULUAN. Lalu lintas jalan merupakan sarana masyarakat yang memegang peranan penting

BAB 1 : PENDAHULUAN. tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pengguna jalan itu bukan hanya satu, dua atau tiga orang. Belasan,

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN R.I DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya sebuah kecelakaan (Hakkert, 2005). Salah satu contohnya adalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1-1 Universitas Kristen Maranatha. Tahun Mobil Penumpang Bis Truk Sepeda Motor Jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sarana transportasi merupakan sarana pelayanan untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa dijalan yang melibatkan kendaraan atau pemakai jalan lainnya

a. Manusia 89,56 % b. Jalan dan lingkungan 564% 5,64 c. Kendaraan 4,80 %

BAB I PENDAHULUAN. transportasi pribadi khususnya sepeda motor guna mempercepat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang permasalah. Semua makhluk hidup pasti sangat membutuhkan lalu lintas, untuk berpindah

BAB 3 STRATEGI DASAR MANAJEMEN LALU LINTAS

JUMLAH KENDARAAN BERMOTOR DI INDONESIA (2013) : 104,211 JUTA UNIT JUMLAH SEPEDA MOTOR : 86,253 JUTA UNIT 82,27 %

BAB I PENDAHULUAN. meninggal dunia setiap tahunnya akibat kecelakaan lalu lintas, dengan jutaan lebih

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. mencapai tujuan nasional (Lemhannas,1997). Mencermati kondisi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini tingkat kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh kelalaian

BAB I. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Hubungan faktor..., Pratiwi Andiningsari, FKM UI,

UPAYA PENINGKATAN KESELAMATAN PADA JALAN NASIONAL INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan kendaraan, salah satunya berupa kendaraan bermotor. Semakin meningkatnya penggunaan alat transportasi maka akan

BAB I PENDAHULUAN. dengan catatan korban dari usia 15 hingga 19 tahun yang tertinggi mencapai 3.841

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jalur selatan Jawa dan jalur Semarang-Madiun, yang menjadikan posisinya

MODEL KECELAKAAN SEPEDA MOTOR PADA RUAS JALAN DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GLM

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM DEKADE AKSI KESELAMATAN JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. dan mencerminkan kehendak rambu-rambu hukum yang berlaku bagi semua subyek

BAB I PENDAHULUAN. menganalisis data dimana variabel yang diperhatikan adalah jangka waktu

PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan penggunaan sepeda motor di Negara Indonesia sebagai salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. xiii

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab. terbanyak terjadinya cedera di seluruh

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BANDUNG TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang luas yang terdiri dari beberapa

BAB I PENDAHULUAN. beberapa tahun ini. Hal itu terbukti dengan adanya bagian khusus yang mengatur

BAB I BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia dewasa. Untuk menunjang pembangunan tersebut salah satu sarana yang di

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Kepolisian Republik Indonesia dalam menciptakan situasi keamanan dan

Epidemiologi Kecelakaan Lalu Lintas PERTEMUAN 9 Ira Marti Ayu Kesmas/ Fikes

IMPLEMENTASI PROGRAM KESELAMATAN JALAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Balakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dampak ekonomi (kerugian material) dan sosial yang tidak sedikit,

I. PENDAHULUAN. menjembatani kesenjangan dan mendorong pemerataan hasil-hasil pembangunan antar wilayah,

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan merupakan hal yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. a. Latar Belakang. tahun 2010 jumlah kecelakaan yang terjadi sebanyak sedangkan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone (HP) merupakan

VARIABEL UNTUK PREDIKSI FATALITAS KECELAKAAN LALU LINTAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK DEMOGRAFI WILAYAH DAN INFRASTRUKTUR JALAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepentingan yang segara diselesaikan oleh individu, sehingga seseorang

EVALUASI KECELAKAAN LALULINTAS SELAMA MUDIK LEBARAN MELALUI JALUR DARAT DI INDONESIA TAHUN 2015 DAN 2016

LAMPIRAN INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 4 TAHUN 2013 TANGGAL : 11 APRIL 2013

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta. Lalu lintas di Yogyakarta sudah semakin padat dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

ABSTRAK. Kata kunci : Pembelajaran sepeda motor berbasis multimedia PENDAHULUAN

PERILAKU PENGENDARA SEPEDA MOTOR DI JALAN LAKSDA ADISUCIPTO, YOGYAKARTA

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-nilai ketaatan, kepatuhan, kesetiaan,

MODEL PELUANG KECELAKAAN SEPEDA MOTOR BERDASARKAN KARAKTERISTIK PENGENDARA (Studi Kasus: Surabaya, Malang dan Sragen)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN MENJADI PEMBINA UPACARA BENDERA PADA HARI SENIN DI SEKOLAH SATLANTAS SIDOARJO SIDOARJO BAB I.

BAB I PENDAHULUAN. bidang tranportasi. Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi membuat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. di sekitar jalan raya, sehingga undang-undang ini memiliki fungsi hukum sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Pentingnya keamanan mengendarai mobil saat ini sudah tidak di ragukan

BAB I PENDAHULUAN. banyak karena melibatkan anak menteri. kecelakaan maut yang kembali terjadi di Tol Jagorawi KM yang

BAB I PENDAHULUAN. (On-line), (29 Oktober 2016). 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam

Perpustakaan Unika SKALA DISIPLIN

Prakata. Pd. T B

BAB I PENDAHULUAN. hukum(rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). 1

Transkripsi:

ESTIMASI TINGKAT KECELAKAAN LALU LINTAS NASIONAL DAN 6 PROPINSI DI PULAU JAWA INDONESIA Najid Staf Pengajar Jurusan Teknik.Sipil Untar Email : najid2009@yahoo.com Telp. 0818156673 Abstrak Tingkat keselamatan jalan adalah parameter yang penting terutama dalam menentukan unjuk kerja suatu jalan yang dipengaruhi oleh kecepatan dan volume lalu lintas pada jalan tersebut. Tingkat keselamatan jalan tentu berhubungan secara langsung dengan tingkat kecelakaan pada suatu jalan. Pasal 229 dan penjelasannya pada UULLAJ (Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) nomor 22 tahun 2009 menjelaskan tentang definisi tingkat kecelakaan dan definisi luka. Dengan adanya RUNK (Rencana Umum Nasional Keselamatan) maka Pemerintah Indonesia melalui beberapa Kementerian dan Kepolisian Negara Republik Indonesia bertekad mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas. Untuk mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas tersebut diperlukan analisis yang cukup akurat untuk mengetahui pemyebab kecelakaan. Untuk dapat menganalisis kecelakaan lalu lintas maka diperlukan pencatatan kecelakaan lalu lintas yang benar dan lengkap, dengan demikian pencatatn lalu lintas yang benar dan lengkap harus dapat dikontrol. Sebagaimana diketahui bahwa tingkat kecelakaan dapat dipengaruhi oleh jumlah kendaraan dan jumlah penduduk pada suatu wilayah disamping faktor-faktor lain yang juga mempunyai kontribusi pada tingkat kecelakaan tersebut. Berdasarkan faktor pengaruh tersebut tingkat kecelakaan lalu lintas dapat diestimasi berdasarkan model yang dibuat sehingga data pencatatan kecelakaan lalu lintas dapat dikontrol atau sebaliknya yaitu model estimasi kecelakaan lalu lintas tersebut dapat dikalibrasi berdasarkan data kecelakaan lalu lintas yang diperoleh jika dapat dijelelaskan hubungan sebab akibat dari terjadinya data kecelakaan lalu lintas tersebut. Model estimasi kecelakaan lalu lintas yang diperoleh menunjkkan hasil yang mendekati data jumlah kecelakaan yang terjadi dalam kurun waktu 3 tahun (2010-2012). Perbedaan antara data kecelakaan lalu lintas dan hasil estimasi kecelakaan lalu lintas selama 3 tahun pengamatan juga diamati pada wilayah 6 propinsi di Pulau Jawa dan pada tingkat nasional Indonesia. Kata Kunci: Tingkat Kecelakaan, Korban Kecelakaan, Kendaraan. Latar Belakang Jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data terakhir dari pihak Kepolisian tahun 2010, jumlah korban meninggal dunia di Indonesia akibat kecelakaan lalu lintas di jalan sekitar 32.000 jiwa (Korlantas, 2011), data ini masih dibawah perkiraan yaitu diatas 40.000 jiwa (INDII-AusAID, 2010). Berdasarkan analisis ekonomi dampak kecelakaan lalu lintas di jalan sangat terasa pada perekonomian nasional yaitu menyebabkan kerugian ekonomi sekitar 2,9% dari Pendapatan Bruto Nasional (Pustral-UGM, 2007) dan nilai ini lebih besar dibandingkan yang diperkirakan oleh Badan Kesehatan Dunia sebesar yaitu sebesar 2% (WHO, 2004). Pertumbuhan kendaraan terutama sepeda motor di enam propinsi di Pulau Jawa rata-rata telah mencapai sekitar 30% pertahun. Dengan tingkat pertumbuhan kendaraan pribadi terutama sepeda motor tersebut kemungkinan kemacetan lalu lintas secara total pada ruas-ruas jalan terutama di kota-kota provinsi di Pulau Jawa akan lebih cepat terjadi. Hal tersebut akan menyebabkan interaksi antara kendaraan semakin meningkat dan yang lebih mengkhawatirkan adalah perilaku orang dalam berkendaraan terutama pengendara sepeda motor semakin tidak waspada dan mengabaikan keselamatan karena didesak oleh kebutuhan waktu yang terkendala oleh kemacetan lalu lintas. Dampak dari tidak pedulinya pengendara kendaraan terutama sepeda motor tersebut adalah meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas. Dari data rata-rata kecelakaan lalu lintas tahun 2011 pada enam provinsi di Pulau Jawa TS-99

diketahui bahwa tingkat kecelkaan tertinggi adalah kecelakaan yang melibatkan sepeda motor yang mencapai angka rata-rata sebesar 65% dari total kecelakaan lalu lintas di jalan. Undang-undang lalu lintas dan angkutan jalan no.22 tahun 2009 telah mengamanatkan agar pemerintah membuat Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK) terkait dengan lalu lintas dan angkutan di jalan. RUNK tersebut tentu harus didukung oleh data kecelakaan lalu lintas yang valid dan data tersebut harus dapat terukur terhadap variabel-variabel yang mempengaruhinya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor atau variabel-variabel yang mempengaruhi tingkat kecelakaan lalu lintas 2. Mengembangkan model estimasi tingkat kecelakaan lalu lintas di jalan 3. Membuat prediksi tingkat kecelakaan lalu lintas di masa yang akan datang Identifikasi dan Perumusan Masalah: Ada beberapa permasalahan yang ada disini antara lain adalah: - Jumlah pemilikan dan penggunaan kendaraan pribadi terutama sepeda motor yang meningkat sangat signifikan. - Jumlah penduduk dan aktivitas yang semakin meningkat terutama di kota-kota yang menyebabkan julah pergerakan semakin meningkat - Jumlah pelanggaran yang didata tetapi tidak terukur penyebab dan dampaknya - Jumlah data kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat namun sangat sulit untuk validasinya Tinjauan Pustaka Sejak dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa pada tahun 2004 tentang kecelakaan lalu lintas di jalan merupakan masalah kesehatan masyarakat, pada tahun 2011 tepatnya pada tanggal 11 Mei 2011 disepakati seluruh negara anggota Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membuat program yang diberi nama Decade of Action for Road Safety 2011-2020 (DoA). Target aksi ini untuk mengurangi jumlah korban meninggal dunia pada tahun 2020 sebesar 50%. Target aksi tersebut telah tertuang dalam Undang-Undang No 22 tahun 2009 yang mengamanatkan agar pemerintah membuat Rencana Umum Nasional Keselamatan (RUNK). Data tahun 2004 menunjukkan bahwa kecelakaan lalu lintas telah menempati urutan kesembilan penyebab kematian di dunia (lihat tabel 1). Delapan penyebab kematian diatasnya merupakan penyakit yang sangat ditakuti oleh masyarakat di dunia. Menurut perkiraan WHO jika tidak dilakukan tindakan nyata maka pada tahun 2030 kematian karena kecelakaan lalu lintas akan menempati urutan ke lima sebagai penyebab kematian tertinggi. Tabel 1. Peringkat Penyebab Kematian (Sumber: WHO, 2009) Terdapat 3 (tiga) faktor penyebab kecelakaan, yaitu: faktor manusia, faktor kendaraan dan faktor jalan dan lingkungan. Pada umumnya kecelakaan terjadi akibat interaksi ke tiga faktor ini. Kontribusi dari ketiga faktor tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: TS-100

47,8% Faktor Manusia (95,4%) 6,4% 6,4% 34,8% 1,6% 0,4% 2,6% Faktor Jalan dan Lingkungan (44,2%) Faktor Kendaraan (14,8%) Gambar 1. Analisis faktor-faktor penyebab kecelakaan (Treat dkk, 1977) Berdasarkan hasil penelitian di atas, tampak bahwa faktor kesalahan manusia (selaku pengguna jalan) secara mandiri bertanggung jawab terhadap hampir 50% kejadian. Kesimpulan bahwa kesalahan utama terletak pada faktor manusia (pengguna jalan) sepertinya tidak dapat ditolak dan segera menjadi pandangan umum. Berdasarkan kesimpulan ini, fokus utama penanganan kecelakaan lalulintas pada masa yang lalu ditujukan untuk mengubah perilaku mengemudi terutama melalui publikasi, kampanye, mempengaruhi norma-norma sosial, dan trainingtraining mengemudi (Sabey, 1990, Evans, 1991). Banyak bukti bahwa tindakan pelanggaran (umumnya kecepatan) baru dapat berkurang karena adanya penegakan hukum yang cukup tegas di balik aktivitas publikasi. Sering diklaim bahwa publikasi informasi untuk mengenakan sabuk pengaman terbukti efektif untuk mengajak masyarakat mengenakannya. Namun yang terjadi adalah sesungguhnya adalah efek dari perubahan peraturan yang diikuti oleh penegakan (Carsten, 2000). Di Indonesia, hal ini pun dapat diamati dalam kasus kewajiban mengenakan helm standardan sabuk keselamatan akhirakhir ini. Prediksi data kematian akibat kecelakaan lalu lintas di Indonesia dikembangkan dengan proksi hubungan antara kendaraan bermotor dan jumlah penduduk. Persamaan ini dikembangkan awalnya oleh Smeed pada tahun 1949 kemudian menjadi pedoman hingga saat ini di dalam memprediksi jumlah kematian akibat kecelakaan lalu lintas di jalan. Metodologi Sebelum dilakukan analisis model estimasi perlu dilihat indeks kecelakaan untuk melihat bagaimana hubungan jumlah kendaraan terhadap tingkat kecelakaan dari masing-masing data kecelakaan yaitu jumlah kecelakaan, kecelakaan fatal dan kecelakaan dengan luka serius. Model Smeed adalah model yang sesuai untuk menestimasi jumlah kecelakaan, jumlah kecelakaan fatal dan jumlah kecelakaan dengan luka serius. Model ini sangat baik untuk mengestimasi kecelakaan fatal namun cukup baik untuk mengestimasi jumlah kecelakaan dan kecelakaan dengan luka serius Rumus dasar Smeed adalah sebagai berikur: F V b V = a (1) P Di mana: F = Fatalitas kecelakaan lalu lintas V = Jumlah kendaraan bermotor P = Jumlah Penduduk TS-101

Dengan melakukan regresi linier dari data 38 negara berkembang Jacobs dan Cutting (1986) mendapatkan parameter α dan β sebesar 0,0021 dan 0,720. Pengumpulan Data Data tahun 2010 menunjukan korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas telah mencapai sekitar 31.234 jiwa dan proporsi kecelakaan yang melibatkan sepeda motor menempati urutan tertinggi yaitu 70% kecelakaan dan sisanya 30% lain-lain tanpa sepeda motor (68% tahun 2010 dan 72% tahun 2011) Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) di mana rata-rata pertumbuhan penduduk Indonesia sekitar 2,20%, sedangkan pertumbuhan rata-rata kendaraan berdasarkan data korlantas sebesar 15% (termasuk dengan sepeda motor). Berdasarkan penelitian setiap 1 korban meninggal dunia dibelakangnya setidak-tidaknya terdapat 10 korban luka berat dan 100 orang kecelakaan dengan kerugian material saja. Teori ini disebut dengan teori piramida, maka di belakang 31.234 korban meninggal dunia terdapat 312.340 korban luka berat (harus dirawat di rumah sakit). Data jumlah Penduduk dan kendaraan bermotor (Ranmor) tahun 2010, 2011 dan tahun 2012 dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini: Tabel 2: Data Jumlah Penduduk dan Kendaraan Bermotor 6 Provinsi 2010 2011 2012 Polda Ranmor Penduduk Ranmor Penduduk Ranmor Penduduk Metro Jaya 11,997,519 9,607,787 Jabar 5,230,328 43,053,732 Jateng 9,552,790 32,382,657 DIY 1,488,522 3,457,491 Jatim 10,414,192 37,476,757 Banten 1,609,514 10,632,166 Indonesia 72,942,425 237,641,326 13,347,802 6,132,506 10,481,143 1,618,457 11,172,039 1,768,737 84,193,057 9,819,158 15,844,292 10,035,180 44,000,914 7,423,435 44,968,934 33,095,075 12,271,745 33,823,167 3,533,556 1,906,106 3,611,294 38,301,246 13,102,630 39,143,873 10,866,074 2,051,451 11,105,127 242,869,435 100,543,538 248,212,563 Tabel 3: Data Kecelakaan Tahun 2010, 2011 dan Tahun 2012 Polda Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Jumlah Serius Jumlah Serius Jumlah Serius Laka Fatal Laka Fatal Laka Fatal Metro Jaya 6073 781 1957 6352 845 1965 6106 721 2199 Jabar 6734 1664 2216 7896 1783 2833 7113 1963 2779 Jateng 15450 2264 3014 15582 2385 2710 17930 2720 3163 DIY 3313 429 1893 3283 413 2310 3337 317 503 Jatim 19046 2924 4349 17770 3015 3492 18990 3198 3307 Banten 1093 291 336 1058 397 284 1128 407 451 Indonesia 87370 18091 31138 87088 18743 29855 90213 19886 31371 Analisis Data - Indeks Kecelakaan Sebelum melakukan analisis atau kalibrasi model perlu dilakukan terlebih dahulu analisis indeks kecelakaan lalu lintas berdasarkan jumlah kendaraan yang terdaftar pada Polda di masing-masing provinsi. TS-102

Gambar 2: Indeks Kecelakaan Berdasarkan Jumlah kendaraan Tahun 2010-2012 Gambar 3: Indeks Kecelakaan Berdasarkan Jumlah kendaraan Tahun 2010-2012 Gambar 4: Indeks Kecelakaan dengan Luka Serius Berdasarkan Jumlah kendaraan Tahun 2010-2012 TS-103

Kalibrasi Model Kalibrasi model Smeed berdasarkan data jumlah penduduk, jumlah kendaraan yang terdaftar dan masing-masing data kecelakaan maka didapatkan koefisien dari model untuk setiap data kecelakaan seperti jumlah kecelakaan, kecelakaan fatal dan kecelakaan dengan luka serius. 1. Koefisen untuk data jumlah kecelakaan: a = 0.000185 b = -0.989 RMSE : 8% 2. Koefisien untuk data kecelakaan fatal: a = 0.0000710 b = -0.819 RMSE : 6% 3. Koefisien untuk data kecelakaan dengan luka serius: a = 0.0000305 b = -1.011 RMSE : 4% Tabel 4: Perbandingan Angka Kecelakaan Hasil Estimasi Model dan Data Polda Jumlah Kecelakaan Fatal Luka Serius Estimasi Data Estimasi Data Estimasi Data Metro Jaya 6717 6106 937 721 2221 2199 Jabar 9937 7113 2748 1963 3613 2779 Jateng 17948 17930 2734 2720 3166 3163 DIY 3370 3337 323 317 508 503 Jatim 19750 18990 3262 3198 3472 3307 Banten 1420 1128 490 407 657 451 Indonesia 126298 90213 22869 19886 34508 31371 Tabel 5: Perbedaan Antara Hasil Estimasi dan data Polda Jumlah Polda Kecelakaan Fatal Luka Serius Metro Jaya 10% 30% 1% Jabar 40% 40% 30% Jateng 0% 1% 0% DIY 1% 3% 1% Jatim 4% 2% 5% Banten 26% 45% 46% Indonesia 40% 15% 10% Kesimpulan - Dari analisis indeks kecelakaan didapatkan bahwa semakin tinggi jumlah kendaraan pada satu provinsi maka jumlah kecelakaan terlihat semakin menurun, namun untuk kecelakaan fatal dan kecelakaan dengan luka serius tidak begitu jelas. - Perbedaan antara hasil estimasi dan data terlihat cukup besar pada data provinsi Jawa Barat, Banten dan Metro Jaya (hanya kecelakaan fatal). Demikian juga keseluruhan provinsi atau Indonesia. Daftar Pustaka Undang-undang lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UULLAJ) nomor 22 Tahun 2009 TS-104

Laporan Kecelakaan Lalu Lintas, National Traffic Management Centre, Korlantas Polri, 2011 Sutomo, H (2004). Presentasi tentang Sepeda Motor, Sebuah Anatomi Sederhana Keselamatan Lalu Lintas. Simposium Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT) ke 9, Universitas Brawijaya, Malang. Tamin OZ (2000), Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, 2000, Penerbit ITB. World Health Organisation (2011), Decade of Action for Road Safety, Geneva, Switzerland. TS-105