BAB IV STRATEGI DAN RENCANA IMPLEMENTASI

dokumen-dokumen yang mirip
INVESTASI PADA BISNIS PELABUHAN MUAT BATUBARA TERPADU, SEBAGAI STRATEGI OPTIMASI KEUNTUNGAN PT.METASINDO SENTRAL DINAMIKA PADA INDUSTRI BATUBARA

BAB 1 PENDAHULUAN. Wilayah

4.1 Gambaran Umum Perusahaan

PERBANDINGAN BIAYA MANFAAT PEMBANGUNAN GEDUNG PERTEMUAN UMUM KUALA KAPUAS KALIMANTAN TENGAH

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan L

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2007 TENTANG KEGIATAN USAHA PANAS BUMI

CV. PERMATA AL ZAHRA A BRIEF HISTORY

BAB VII TATA LETAK PABRIK. kelancaran proses produksi. Pabrik T-Butyl Alcohol dengan kapasitas

DATA TAKE OVER (TO) TAMBANG BATUBARA

VII. TATA LETAK PABRIK

LOKASI. Secara harafiah dapat diartikan sebagai berikut:

BAB 4 ANALISIS PELAKSANAAN PERENCANAAN ALUR PELAYARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 8 TAHUN 2009 SERI : E NOMOR : 2

BAB II DESKRIPSI PERUSAHAAN

2016, No kepelabuhanan, perlu dilakukan penyempurnaan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan L

VII. LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK

Bab PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

KAJIAN ASPEK TEKNIS DAN ASPEK EKONOMIS PROYEK PACKING PLANT PT. SEMEN INDONESIA DI BANJARMASIN

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL. Izin Khusus. Pertambangan. Mineral Batu Bara. Tata Cara.

PT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE )

DAFTAR PUSTAKA. 1. Imam Budi Rahardjo, Mengenal Batubara, Berita Iptek, 2006, Jakarta

BAB VII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK

TATA LETAK PABRIK. A. Lokasi Pabrik. Penentuan lokasi pabrik adalah salah satu hal yang terpenting dalam

BAB I PENDAHULUAN I - 1 BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

BAB II PROFILE PERUSAHAAN

BAB. VII LOKASI DAN TATA LETAK PABRIK

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG REKLAMASI LAHAN PASCA TAMBANG BATUBARA DI KALIMANTAN SELATAN

1. Penumpang ANALISA LAHAN PABRIK KARET. 2. Pengunjung 3. Pengantar. 6. Pedagang / penyewa stan JEMBATAN SUTOYO JALAN SUTOYO PEMUKIMAN

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan yang baik agar

BAB I PENDAHULUAN. ini tentu akan meningkatkan resiko dari industri pertambangan.

POLA PENGEMBANGAN ENERGI PERDESAAN DENGAN SWADAYA MASYARAKAT

PEMASARAN PRODUK INDUSTRI KONSTRUKSI PRACETAK PRATEGANG

BAB V RENCANA AKSI. model bisnis makanan sehat cepat saji Manahipun sebagaimana telah dirancang. tanggung jawab, dan evaluasi pengukuran kinerja.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. ekonomi nasional. Hasil analisis lingkungan industri menunjukkan bahwa industri

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN USAHA MINYAK DAN GAS BUMI

BAB 1 PENDAHULUAN. Batu bara merupakan salah satu sumber daya energi yang sudah sejak lama

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

BAB V RENCANA AKSI. bisnis mobile application platform PinjamPinjam. Penjelasan dalam bab ini

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. di wilayah Kalimantan Selatan yang saat ini memiliki posisi yang sangat

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada beberapa perusahaan, apakah ini perusahaan jasa maupun perusahaan

Jauhari Alafi

Analisis Model Pembiayaan Investasi Pengembangan Alur Pelayaran Berbasis Public Private Partnership (Studi Kasus: Sungai Kapuas)

PT GOLDEN EAGLE ENERGY Tbk MATERI PAPARAN PUBLIK (PUBLIC EXPOSE)

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bisnis mining & earthmoving contractor. Berawal dari divisi rental PT United

Hilirisasi Pembangunan Industri Berbasis Migas dan Batubara. Direktorat Industri Kimia Hulu Ditjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka 17 Februari 2016

V E R S I P U B L I K

Bendungan Teritip Akan Pasok Tambahan Air Baku 250 liter/detik Bagi Kota Balikpapan

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. investasi. Kegiatan investasi berhubungan dengan pengelolaan aset

Bank adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun. dan menyalurkan dana dari dan kepada masyarakat yang memiliki fungsi

... Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri BATUBARA di Indonesia, dan Perhitungan Investasi Penambangan

Informasi & Persyaratan Calon Mitra BBMart

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB VII TATA LETAK PABRIK

BAB V RENCANA AKSI. misi, visi dan nilai perusahaan, rencana pemasaran, rencana operasional, rencana

Pola Gunalahan Perkotaan dan pengantar Lokasi Industri

Demikianlah surat permohonan ini besar harapan kami mendapat dukungan dana dari bank yang bapak pimpin.

BAB I PENDAHULUAN. telah dibuka maka investasi harus terus dilanjutkan sampai kebun selesai

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 013 TAHUN 2012 TENTANG

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. telekomunikasi dan jaringan di wilayah indonesia. Secara umum kegiatan utama

Gambar 9 Sistem penunjang keputusan pengembangan klaster agroindustri aren.

beberapa desa salah satunya adalah Desa Yosowilangun Kidul

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL BUKAN LOGAM DAN BATUAN

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Jadwal Pembangunan dan Pemasaran Proyek

BAB X PENUTUP KESIMPULAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENYUSUNAN RENCANA USAHA

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DARI PURUK CAHU BANGKUANG BATANJUNG

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan Aspek Pasar Aspek Teknis

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

STATISTIK PERHUBUNGAN KABUPATEN MAMUJU 2014

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 31 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN PERTAMBANGAN MINERAL LOGAM BESI GUBERNUR JAWA BARAT

BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB III LANDASAN TEORI. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang tentang pedoman teknis penyelenggaraan

BAB VI ANALISA EKONOMI DAN FINANSIAL

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB II STUDI PUSTAKA

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

PERBAIKAN IKLIM INVESTASI

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

NILAI PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA PADA PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO) PT PELABUHAN INDONESIA III

Studi Perencanaan Pembangunan PLTU Batubara Asam Asam650 MW 10 Unit DalamRangkaInterkoneksi Kalimantan - Jawa. OLEH : Gilang Velano

PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Batubara merupakan salah satu tambang yang berpotensi untuk. dimanfaatkan lebih lanjut oleh pemerintah selain minyak dan gas bumi.

Transkripsi:

BAB IV STRATEGI DAN RENCANA IMPLEMENTASI Analisis finansial dan resiko tiap alternatif investasi berdasarkan metode pembobotan menunjukkan bahwa loading port merupakan kegiatan investasi yang tepat sebagai entry point PT. Metasindo Sentral Dinamika ke dalam industri batubara. Dari kajian finansial, dapat disimpulkan bahwa loading port menghasilkan performansi investasi yang cukup bagus, baik dalam analisa NPV, IRR, atau Payback Period, ROI, dan ROE. Kajian resiko terhadap alur distribusi batubara menunjukkan loading port merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi batubara. Sebagai tindak lanjut dari analisis ini, rencana implementasi akan meliputi kajian kemitraan, permodalan, tahapan aktivitas dan waktu pelaksanaan, jumlah unit yang akan didedikasikan untuk melakukan aktivitas-aktivitas ini, serta kebutuhan sumber daya yang diperlukan. Suatu industri pertambangan termasuk didalamnya industri pendukung pelabuhan muat batubara merupakan urutan-urutan kegiatan yang berkesinambungan, mulai dari tahapan prospeksi, eksplorasi, evaluasi, sampai dengan pemasaran (lihat Gambar 2.1) Secara umum aliran kegiatan industri pertambangan dimulai dengan tahapan prospeksi yang kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi. Langkah pertama implementasi investasi dimulai dengan menentukan wilayah untuk membangun loading port setelah itu memasuki tahapan pre-studi kelayakan (prefeasibility study) sampai dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study). Dari tahap pre-studi kelayakan resiko kegagalan bertambah bersar hingga studi kelayakan final dilakukan. Setelah studi kelayakan dilakukan, barulah pembangunan loading port dapat mulai dilakukan (lihat Gambar 2.2). 139

Gambar 4.1 Tahapan dan Resiko Implementasi Investasi 4.1 Strategi Pembangunan Loading Port 4.1.1 Strategi Kemitraan Dari kunjungan lapangan diketahui bahwa sangat sulit untuk mendapatkan persetujuan pemerintah daerah dan masyarakat setempat untuk melakukan kegiatan investasi termasuk membangun infrastruktur pelabuhan khusus untuk memuat batubara. Kesulitan ini bahkan dialami oleh perusahaan penambang batubara yang sudah lama beroperasi di Kalimantan selatan. Namun bagi masyarakat asli daerah setempat, asalkan memiliki modal yang cukup mereka dapat melakukan pembangunan infrastruktur penunjang dalam industri batubara termasuk loading port. Celah ini dapat dimanfaatkan dengan cara melakukan kemitraan dengan tokoh penduduk setempat dalam melakukan kegiatan usaha. Pada prinsipnya, penduduk setempat harus merasakan manfaat dari kegiatan investasi yang berlangsung di daerah tempat tinggal mereka. 140

Pada tahap awal, setelah lokasi pasti untuk loading port di tetapkan selanjutnya adalah melobi tokoh / tetua adat setempat dengan meyakinkannya bahwa kegiatan investasi dapat memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar. Langkah konkritnya adalah dengan membentuk suatu badan usaha berupa KUD (Koperasi Unit Desa) yang memiliki izin untuk melakukan pembangunan dan pengelolaan pelabuhan muat batubara. KUD ini kepemilikannya dibagi 2 antara tokoh masyarakat setempat dan wakil dari PT. Metasindo dengan kewenangan operasional berada di tangan wakil dari PT. Metasindo. KUD ini hanya berperan sebagai jalan untuk memperoleh izin untuk pembangunan loading port. Adapun untuk pengelolaan dan pengoperasian loading port, maka KUD hanya boleh menunjuk PT. Metasindo sentral dinamika sebagai pihak pengelola dengan jumlah royalty / bagi hasil tertentu untuk KUD dan masyarakat sekitar. Wakil Masyarakat Setempat Wakil Perusahaan / Pemilik Modal KUD pemegang izin pelabuhan muat Perusahaan Pengelola Pelabuhan Muat Gambar 4.2 Strategi Kemitraan Pembangunan Loading Port 141

4.1.2 Strategi Pemasaran Dengan kondisi kekurangan slot yang dialami oleh perusahaan perusahaan pertambangan batubara, cukup mudah bagi pelabuhan muat mendapatkan order pemuatan batubara. Hal ini dimungkinkan mengingat banyak perusahaan tambang batubara berebut slot untuk melakukan pemuatan batubara ke tongkang sungai. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menawarkan pada perusahaan-perusahaan tersebut slot dimasa yang akan datang (3 4 bulan) dengan cara mengajak stakeholder dari perusahaan tersebut bermitra dalam suatu joint venture untuk membangun loading port. 4.1.3 Strategi Pendanaan Pendanaan untuk kegiatan pembangunan pelabuhan muat ini dapat diperoleh melalui pinjaman bank dengan agunan L/C dari perusahaan batubara dengan komposisi 85% pinjaman dan 15% uang sendiri. Cara lain adalah dengan melobby agar persusahaan tambagn bersedia membayar biaya untuk pemuatan batubara selama setahun dibayar dimuka pada PT. Metasindo dengan jaminan ketersediaan slot pemuatan batubara. 4.2 Rencana Implementasi Rencana implementasi disusun dengan mengedepankan proses kemitraan dan pemasaran di tahap awal untuk menghindari resiko pasar dan resiko bisnis. Tahapan Rencana implementasi meliputi : 1. Penentuan Lokasi 2. Studi Kelayakan 3. Pemasaran 4. Kemitraan 5. Take Over Lahan 6. Pembangunan Jalan 7. Persiapan Lokasi 142

8. Pembangunan Infrastruktur 9. Pengadaan Peralatan Proses penentuan lokasi hingga mulai beroperasinya loading port diperkirakan memakan waktu 6 bulan. Tahapan dan waktu rencana implementasi detail diperlihatkan pada gambar 4.2. Kegiatan 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 Penentuan Lokasi Studi Kelayakan Pemasaran Kemitraan Take Over Lahan Pembangunan Jalan Persiapan Lokasi Pembangunan Infrastruktur Pengadaan Peralatan Mulai Operasi Gambar 4.3 Tahapan dan Waktu Rencana Implementasi 1. Penentuan Lokasi Lokasi pelabuhan muat ditentukan dengan melakukan analisis terhadap kapasitas produksi batubara suatu wilayah dan kapasitas pemuatan batubara melalui pelabuhan sungai yang terdapat di wilayah tersebut atau yang merupakan pintu keluar batubara dari suatu wilayah. Dari analisis lokasi tersebut dapat diketahui apakah terdapat kekurangan kapasitas pemuatan atau tidak. Bila wilayah tersebut mengalami kekurangan kapasitas pemuatan maka harus dikaji lebih jauh apakah diperlukan suatu loading port baru atau tidak. 143

Selain faktor kekurangan kapasitas, lokasi tambang juga mempengaruhi lokasi loading port. Bila PT. Metasindo berencana untuk mengakuisisi tambang batubara, maka perlu dipastikan batubara tersebut memiliki fasilitas loading port sebagai infrastruktur distribusinya. Gambar 4.4 Peta Lokasi Pelabuhan Muat Batubara (Tanda Bintang) Lokasi loading port untuk wilayah Kalimantan selatan yang potensial terdapat di daerah Banjarmasin, Tabonio, Jorong, Asam-asam, Tanjung Samalantakan, Tanjung Pemancingan, Satui, Batulicin, dan Tapin. 144

Pemilihan lokasi juga dilakukan dengan menghitung jarak tempuh tongkang dari pelabuhan muat menuju ke laut tempat mother vessel menunggu. Tabel dibawah menunjukkan kelebihan dan kekurangan dari lokasi loading port relatif terhadap waktu tempuh. Penentuan lokasi memerlukan waktu kurang lebih selama 2 minggu. Waktu Tempuh Harga Tanah Kedalaman Sungai Jarak Jalan Sumber Energi 4 Jam 50 Juta / Hektar Dalam (> 6 m) 1 km Listrik PLN 8 Jam 40 Juta / Hektar Sedang (3 6) 5 km Genset 12 Jam 25 Juta / Hektar Dangkal (< 3 m) 10 km Genset 2. Studi Kelayakan Kegiatan studi kelayakan dilaksanakan parallel dengan penentuan lokasi pelabuhan muat. Kegiatan ini juga termasuk menentukan lokasi dimana pelabuhan muat akan dibangun. Selain penentuan lokasi, studi kelayakan juga menjajaki masalah pemasaran, perizinan, ketersediaan infrastruktur pendukung seperti jalan dan listrik, resistensi dari masyarakat setempat, kajian teknis dan operasional serta kajian keuangan dan resiko. Studi kelayakan memerlukan waktu sekitar empat minggu. 3. Pemasaran Kegiatan pemasaran mulai dilakukan pada minggu ketiga bilamana studi kelayakan menyatakan pembangunan loading port di lokasi tersebut memiliki prospek yang cerah serta memenuhi kriteria-kriteria yang ditentukan. Pemasaran dilakukan berdasarkan strategi pemasaran yang telah ditentukan sebelumnya yaitu dengan menggandeng stakeholder dari perusahaan-perusahaan tambang batubara sebagai mitra. Kepada stakeholder tersebut diawarkan untuk mendapat jaminan ketersediaan slot dan kemudahan lainnya dengan imbalan PT. Metasindo memiliki privileges dapat membeli 30% dari produksi batubara. Jumlah 30% batubara ini yang nantinya 145

akan digunakan sebagai bahan baku untuk blending batubara bilamana terdapat pesanan dari buyer. Adanya jasa blending ini dapat menaikkan image dari pelabuhan muat serta sebagai sumber pendapatan tambahan bagi perusahaan. Kegiatan pemasaran dilakukan pada minggu ke-4 dengan dan memerlukan waktu sekitar 1 bulan untuk me-lobby perusahaan batubara agar menggunakan PT. Metasindo sebagai tempat memuat batubara. 4. Kemitraan Kegiatan kemitraan dengan cara membentuk KUD dilakukan selama kurang lebih 4 minggu dengan melobby para pemuka wilayah tempat dimana loading port akan dibangun untuk ikut bekerjasama melakukan bisnis pelabuhan muat batubara. Kegiatan kemitraan dilakukan berdasarkan strategi kemitraan yang telah disusun sebelumnya. 5. Take Over Lahan / Pembebasan Lahan Dari semua tahapan implementasi, proses pembebasan lahan merupakan proses paling penting dan memiliki resiko paling tinggi. Dalam kegiatan ini perusahaan harus ekstra hati-hati agar terhindar dari permasalahan sengketa lahan. Sengketa lahan merupakan permasalahan yang sering terjadi dalam proses pembebasan lahan di daerah Kalimantan selatan. Status pemilikan dan penggunaan lahan merupakan aspek yang harus diteliti mendalam pada proses pembebasan lahan ini. Lahan yang diperlukan untuk tempat pelabuhan muat ini adalah sebesar kurang lebih 30 Ha termasuk untuk stockpile batubara. Selain itu juga diperlukan lahan untuk jalan akses ke loading port. Jalan yang akan dibangun direncanakan berjarak 5 km dengan lebar jalan 4 meter dan bahu jalan masing masing 1 meter. Jalan merupakan jalan aspal dengan ketebalan 5 cm. Proses pembebasan lahan ini memakan waktu sekitar 6 minggu dimana 4 minggu pertama adalah alokasi waktu untuk melakukan verifikasi atas status lahan. 146

6. Pembangunan Jalan Setelah dilakukan pembebasan lahan untuk jalan, maka kegiatan selanjutnya adalah melakukan pembersihan lahan dan perataan terhadap tanah untuk jalan sehingga dapat dilalui oleh kendaraan walaupun jalan belum di aspal. Proses ini memakan waktu sekitar 6 bulan. Setelah perataan, selanjutnya dilakukan pengaspalan dengan waktu sekitar 10 minggu. Proses pembangunan jalan ini diserahkan kepada kontraktor pembangun jalan dengan biaya sekitar US$ 80 / m 2. 7. Persiapan Lokasi Persiapan lokasi pelabuhan dilakukan dengan rincian kegiatan : 1. membersihkan lahan dari pepohonan. 2. Perataan kontur tanah untuk memudahkan mobilitas kendaraan 3. Pengerasan tanah dengan pelapisan dan stum agar kuat bila dilalui kendaraan berat. 4. Pengalokasian lahan untuk stockpile, kegiatan blending dan kegiatan pemuatan (loading) 8. Pembangunan Infrastruktur 1. Pembangunan Dermaga (konstruksi beton) 2. Pembangunan pagar mengelilingi areal pelabuhan seluas 30 Ha 3. Pembangunan Rangka Conveyor Belt 4. Pembangunan Kantor, Mess, Gudang, Bengkel serta sarana pendukung lainnya. 5. Pembangunan Jembatan Timbang dan pos-pos pemeriksaan. Pembangunan Infrastruktur memerlukan waktu sekitar 6 minggu dan pengerjaannya diserahkan kepada kontraktor menurut jenisnya. 147

9. Pengadaan Peralatan Pemilihan peralatan dan armada untuk keperluan pelabuhan muat dilakukan dengan pertimbangan utama sebagai berikut : a. secara teknologi mudah dimengerti dan diaplikasikan b. fleksibel terhadap perubahan-perubahan kondisi tambang c. suku cadang mudah didapat sehingga perawatan armada tambang dapat dilakukan dengan baik d. tidak memerlukan biaya insfrastruktur yang besar pada saat mulai operasi. e. Biaya pengadaan yang rendah f. Biaya operasi yang murah Armada tambang ditentukan berdasarkan pertimbangan efisiensi, produktifitas, K3LH, biaya pengadaan dan dukungan purna jual. 4.4 Rekrutmen Tenaga Kerja Tenaga kerja yang akan dilibatkan dalam proyek ini dapat dibagi dalam dua kategori, yaitu tenaga kerja siap pakai untuk posisi-posisi kunci dan tenaga kerja belum berpengalaman yang kemudian akan di training secara khusus sesuai dengan jabatan / kegiatan yang akan dilakukan. Perekrutan tenaga kunci adalah berdasarkan kualifikasi (pengalaman dan keahlian) dan kedekatan (rekomendasi). Untuk jenis pekerjaan umum dapat merekrut tenaga kerja lokal sebagai bagian dari community development. Posisi Kunci untuk kegiatan loading port ini adalah load master yang bertanggung jawab menyusun rencana pemuatan dan pengiriman batubara di port. Load master juga menentukan urutan dan waktu masuknya batubara dari stock pile perusahaan tambang. 148

4.5 Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi di buat berdasarkan pertimbangan pertimbangan sebagai berikut : a. Kegiatan operasional dan jadwal kerja di lapangan b. Kemudahan dalam pengendalian aktivitas harian c. Mempunyai kemampuan merespon kebutuhan saat ini dan kemungkinan pengembangan perusahaan di masa yang akan datang d. Efisiensi e. Adanya alur wewenang dan batasan tanggung jawab yang jelas bagi setiap karyawan dalam menjalankan tugasnya 4.6 Strategi Pengelolaan Resiko Kemungkinan Resiko Yang Terjadi : 1. Sengketa Lahan Probabilitas : Likely Dampak : Major Saran Pengelolaan Resiko : Melakukan verifikasi faktual pada masyarakat sekitar dan verifikasi legal ke pemerintah dan badan pertanahan. Lahan adalah atas nama KUD dengan pemuka adat yang menjadi pengurus KUD ikut bertanggung jawab terhadap status lahan. 2. Regulasi & Kepastian Hukum Probabilitas : Unlikely Dampak : Catastrophic Saran Pengelolaan Resiko : 149

Melakukan lobby ke pemerintah daerah dan masyarakat. Membentuk organisasi yang membawahi kegiatan pelabuhan dan pelayaran yang ikut menentukan kebijakan di sektor ini. 3. Resiko Operasi (Kecelakaan kerja, kerusakan alat, ketiadaan supply) Probabilitas : Moderate Dampak : Minor Saran Pengelolaan Resiko : 1. Menyusun SOP berdasarkan K3LH 2. Asuransi 3. Menentukan waktu dan lama shift yang membuat pekerja bekerja dengan baik. 4. Memiliki pembangkit listrik sendiri (genset) 5. Bermitra dengan pihak penyedia bahan bakar. 4. Resiko Keamanan (Pencurian, Penjarahan, Sabotase) Probabilitas : Likely Dampak : Moderate Saran Pengelolaan Resiko : 1. Asuransi 2. Meminta unsur satuan tempur TNI sebagai satuan pengaman untuk di lokasi pelabuhan dan di tongkang 3. Bekerja sama dengan aparat kepolisian 4. Membentuk pengamanan swadaya bersama elemen masyarakat. 150