1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi dan Peran Pelabuhan Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. BAB IV KONDISI DAERAH STUDI

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REKAYASA MODEL PENGEMBANGAN PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA CILACAP AGUS SUHERMAN

6. KINERJA OPERASIONAL PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA

6 KINERJA OPERASIONAL PPN PALABUHANRATU

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan dan maritim yang. menyimpan kekayaan sumber daya alam laut yang besar dan. belum di manfaatkan secara optimal.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR PER. 16/MEN/2006 TENTANG PELABUHAN PERIKANAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini berisikan latar belakang, perumusan masalah, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan. 1.

POTENSI PERIKANAN DALAM PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN DI KABUPATEN CILACAP, JAWA TENGAH. Oleh : Ida Mulyani

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Pelabuhan Perikanan

1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Klasifikasi Pelabuhan Perikanan Pengertian pelabuhan perikanan

7 TINGKAT PEMANFAATAN KAPASITAS FASILITAS DISTRIBUSI HASIL TANGKAPAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN Pelabuhan Perikanan. Pengertian pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan

Pelabuhan secara umum adalah daerah yang terlindung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Propinsi Sumatera Utara yang terdiri dari daerah perairan yang mengandung

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/2012 TENTANG KEPELABUHANAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA. KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN. Kepelabuhan. Perikanan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

8 KEBIJAKAN STRATEGIS PENGEMBANGAN PERIKANAN

5 KONDISI PERIKANAN TANGKAP KABUPATEN CIANJUR

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

6 KEBUTUHAN FASILITAS TERKAIT PENANGANAN HASIL TANGKAPAN DI PPI MUARA ANGKE

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan 2.2 Fungsi Pelabuhan Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Pukat merupakan semacam jaring yang besar dan panjang untuk. menangkap ikan yang dioperasikan secara vertikal dengan menggunakan

BAB III DESKRIPSI AREA

EFISIENSI PEMANFAATAN FASILITAS DI TANGKAHAN PERIKANAN KOTA SIBOLGA ABSTRACT. Keywords: Efficiency, facilities, fishing port, utilization.

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lautnya, Indonesia menjadi negara yang kaya akan hasil lautnya, khususnya di

STUDI TATA LETAK FASILITAS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA BRONDONG KABUPATEN LAMONGAN PROPINSI JAWATIMUR. Jonny Zain

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian dan pengklasifikasian pelabuhan perikanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Pengertian, klasifikasi dan fungsi pelabuhan perikanan

5 HASIL PENELITIAN. 5.1 Profil Lokasi Penelitian Profil Kabupaten Cilacap

BAB 4 ANALISIS. Hulu. Hilir

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sektor perikanan dan kelautan terus ditingkatkan, karena sektor

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Perum Prasarana Perikanan Samudera (PPPS) ildalah Badan Usaha. Milik Negara (BUMN), didirikan berdasarkan PP No.2 tahun 1990 dm

PEMERINTAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2005

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Data dan grafik produksi ikan yang didaratkan di PPI Muara Angke tahun

1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan 2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan

Tugas Akhir Penyusunan Master Plan dan Detail Desain Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Lampulo, Banda Aceh, NAD

Negara Kesatuan Republik lndonesia adalah benua kepulauan,

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan laut di Kabupaten Malang Jawa

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan kelautan dan perikanan adalah meningkatkan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG

5 PPI MEULABOH DAN KONDISI OPERASIONALNYA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Kriteria Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) 2.2 Fungsi dan Peranan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI)

7 PEMBAHASAN 7.1 Pemilihan Teknologi Perikanan Pelagis di Kabupaten Banyuasin Analisis aspek biologi

PROVINSI SUMATERA UTARA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian Metode pengumpulan data

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang terdiri dari belasan ribu

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERANCANGAN PROGRAM. 6.5 Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lampung Barat

I. PENDAHULUAN. Potensi perikanan laut meliputi perikanan tangkap, budidaya laut dan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Perikanan Tangkap

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

V. DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Morowali merupakan salah satu daerah otonom yang baru

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Oleh: Diterima: 18 Februari 2009; Disetujui: 1 September 2009 ABSTRACT

Transkripsi:

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan prasarana perikanan yang berupa Pelabuhan Perikanan (PP) mempunyai nilai strategis dalam rangka pembangunan ekonomi perikanan. Keberadaan PP selain menunjang nelayan tradisional dalam pembangunan perikanan, juga mempunyai peranan yang cukup besar dalam pembangunan daerah atau regional. Prospek pembangunan PP bagi pembangunan daerah adalah seperti terlaksananya pemerataan pembangunan, perluasan kesempatan kerja dan berkurangnya arus urbanisasi. Hal ini akan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat pada umumnya dan nelayan pada khususnya. Berdasarkan data dari Kusyanto (2006) menunjukkan bahwa perkembangan industri yang ada di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) tercatat 139 unit usaha dari berbagai bidang usaha menanamkan investasi dan telah menyerap tenaga kerja sekitar 40.000 orang yang setiap hari melakukan aktivitas di kawasan PPSNZJ. Sesuai dengan pasal 41 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan disebutkan bahwa PP merupakan fasilitas umum yang penyelenggaraan dan pembinaannya menjadi kewajiban pemerintah (Dirjen PSDKP 2005). Mengingat sampai saat ini pembangunan PP sebagai prasarana perikanan telah banyak dilakukan, maka pembinaannya dilakukan secara ganda, yaitu meningkatkan pemanfaatan prasarana yang telah dibangun dan terus melanjutkan pembangunan di tempat-tempat lain yang strategis dan prospektif. PP diperlukan dalam pengembangan perikanan tangkap karena dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi kapal penangkap ikan untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan di laut. Bagi kapal-kapal perikanan diperlukan tempat yang aman untuk berlabuh guna mendaratkan ikan hasil tangkapan dan melakukan kegiatan persiapan untuk kembali melakukan penangkapan ikan di laut (Murdiyanto 2004). Secara khusus, PP menampung kegiatan masyarakat perikanan, terutama terhadap aspek produksi, pengolahan dan pemasaran, serta pembinaan masyarakat nelayan. Pelayanan terhadap kapal perikanan sebagai sarana produksi meliputi: penyediaan basis (home base) bagi armada penangkapan, menjamin kelancaran bongkar ikan hasil tangkapan, menyediakan suplai logistik bagi kapal-kapal ikan seperti air tawar, BBM, es untuk perbekalan 1

2 dan lain-lain. Sedangkan pelayanan terhadap nelayan sebagai unsur tenaga produksi meliputi : aspek pengolahan, aspek pemasaran dan aspek pembinaan masyarakat nelayan. PP memiliki peranan strategis dalam pengembangan perikanan dan kelautan, yaitu sebagai pusat atau sentral kegiatan perikanan laut. PP selain merupakan penghubung antara nelayan dengan pengguna-pengguna hasil tangkapan, baik pengguna langsung maupun tak langsung seperti: pedagang, pabrik pengolah, restoran dan lain-lain, juga merupakan tempat berinteraksinya berbagai kepentingan masyarakat pantai yang bertempat di sekitar PP (Israel and Roque 2000). PP yang berfungsi dengan baik akan merupakan titik temu (terminal point) yang menguntungkan antara kegiatan ekonomi di laut dengan kegiatan ekonomi di darat (Dubrocard and Thoron 1998; Lubis 1999; Kusumastanto 2002; dan Purnomo et al. 2003). Ukuran berhasilnya sebuah PP terletak pada kemampuannya menarik kapal-kapal ikan untuk melakukan aktivitas pendaratan ikan ke dalam lingkungan TPI dan melelangkan hasil tangkapannya. Untuk menunjang hal tersebut diperlukan pelayanan yang memuaskan dan pengelolaan fasilitas operasional yang sinergi antara fasilitas satu dengan lainnya. Secara detail disebutkan oleh Lubis et al. (2005) bahwa dalam bidang kegiatan penangkapan ikan sesungguhnya PP merupakan titik temu atau titik penyambung antara wilayah perairan atau avant-pays maritime (dapat disebut juga daerah penangkapan ikan atau daerah produksi penangkapan) dan wilayah daratan atau arriere pays continental (disebut juga daerah distribusi dan konsumsi produk perikanan laut). Fungsinya adalah sebagai tempat berlindung, tempat bertambat dan berlabuh bagi armada penangkapan ikan, termasuk didalamnya semua aktivitas yang berhubungan dengan perbaikan dan perawatan kapal (galangan kapal, bengkel reparasi, slipway). PP juga merupakan zona transit, bahkan tempat pengolahan ikan. Pelabuhan memiliki kantor-kantor administratif, koperasi, lembaga perbankan, balai pertemuan nelayan dan sebagainya. Pada akhirnya PP menghimpun, dan tidak kalah pentingnya, zona pemukiman masyarakat pantai beserta aktivitas perdagangannya dan bahkan kadang-kadang juga pemukiman-pemukiman nelayannya yang membelah bagian ujung dari perkembangan kota. Manurung (1995) yang meneliti tentang Urgensi Pelabuhan dalam Pengembangan Agribisnis Perikanan Rakyat (Kasus Jawa Tengah) menyatakan

3 bahwa pada hakekatnya PP merupakan sentra pengembangan industri perikanan di desa pantai. Hasil penelitian agribisnis di Jawa Tengah memperlihatkan bahwa ketersediaan PP dengan kapasitas yang relatif besar dan fasilitas yang memadai mendorong investasi di bidang perikanan terutama perikanan tangkap. Namun, sebagai suatu sistem, fungsi PP sebagai sentra pengembangan industri berkembang dengan lambat. Lembaga pendukung untuk mencapai tujuan itu belum tersedia secara lengkap di wilayah pelabuhan. Lembaga di sana kurang berfungsi dan terkoordinasi ke arah itu. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembangunan PP sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dengan lembaga pendukung lainnya dan segala fungsi-fungsinya telah dirumuskan sejak awal. Selain itu, pembangunan PP sebaiknya dipolakan sesuai dengan potensi sumber daya dan keragaman skala usaha perikanan. Keberhasilan pembangunan PP tidak hanya ditentukan oleh keberhasilan dalam proses pembangunan fisiknya saja, namun yang paling penting adalah pemanfaatannya yang mempunyai dampak positif terhadap pembangunan daerah atau wilayah yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya nelayan. Hal tersebut juga disebutkan oleh Dirjen Perikanan (2000) bahwa pengembangan perikanan laut dianggap menjadi sumber pertumbuhan baru dewasa ini, karena sumber dayanya belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagaimana disebutkan oleh Barani (2005) bahwa tingkat pemanfaatan hasil perikanan laut pada tahun 2004 sebesar 4.50 juta ton atau sekitar 70.31%. Selanjutnya berdasarkan data dari DJPT (2007) bahwa rata-rata produksi perikanan tangkap dari periode 1995-2005 meningkat 2.68%, untuk tahun 2005 produksi perikanan tangkap menjadi sebesar 4.71 juta ton. Sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru, maka sektor perikanan pada masa yang akan datang semakin dituntut untuk menunjukkan perannya dalam peningkatan devisa, perbaikan konsumsi pangan dan gizi masyarakat, serta penyediaan lapangan kerja maupun dalam peningkatan pendapatan nelayan (Soepanto 2001). Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dalam rangka membuat sub sektor perikanan tangkap menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perekonomian Indonesia, diperlukan usaha-usaha memanfaatkan sumber daya perikanan sampai tingkat optimal pada seluruh wilayah, dengan sasaran untuk peningkatan devisa dan peningkatan kesejahteraan bagi nelayan (Soepanto 2001). Bertitik tolak dari landasan pemikiran bahwa pembangunan ekonomi perikanan harus

4 memberikan prospek ekonomi yang menarik bagi para nelayan tradisional maupun swasta, maka perlu diciptakan pertumbuhan yang seimbang antara kedua sektor tersebut sehingga tercapai tingkat pengusahaan sumber daya hayati perikanan secara rasional. Pengembangan suatu PP saat ini masih perlu dilakukan karena berbagai pertimbangan antara lain: (1) tingkat produksi perikanan laut di beberapa wilayah pengelolaan masih rendah jika dibandingkan dengan potensi SDI di wilayah perairan Indonesia (Tabel 1), (2) mendukung dan menerapkan konsepsi wawasan nusantara dalam pembangunan perikanan nasional untuk memanfaatkan potensi SDI, (3) optimalisasi pemanfaatan potensi SDI di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) sebagai implementasi konvensi hukum laut internasional. Pengembangan PP bertujuan untuk menunjang kegiatan perikanan tangkap, terutama dalam rangka memperlancar operasi penangkapan, pendaratan hasil tangkapan, pengolahan dan mempermudah dalam pemasaran hasil tangkapan. Pengembangan PP dimaksudkan untuk mendukung pengembangan usaha penangkapan di laut yang diarahkan menuju modernisasi nelayan beserta lokasi PP yang pada dasarnya merupakan sentra-sentra pembinaan masyarakat perikanan serta pengembangan usaha maupun teknologi perikanan laut. Hal tersebut juga disebutkan oleh Tambunan (2005) bahwa untuk mendukung upaya pengembangan usaha perikanan tangkap di sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) (Gambar 2) dan untuk peningkatan produksi perikanan telah dibangun 33 buah PP yang terdiri dari 5 Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS), 11 Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) dan 17 Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), yang sebagian besar terdapat di wilayah Indonesia bagian Barat, utamanya di Sumatera dan Jawa. Selain ke 33 PP tersebut di atas, dalam rangka mendukung upaya pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah telah dibangun 478 pusat pendaratan ikan (PPI) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Di dalam pengembangan PP, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menggunakan tiga macam pendekatan, yaitu: (1) pendekatan sumber daya perikanan, (2) pengembangan PP dibuat berdasarkan pendekatan sentralisasi dan distribusi hasil, dan (3) pendekatan daerah berkembang (DJPT 2003; Ismail 2005).

5 Penelitian tentang pengembangan PP belum banyak dilakukan dan cenderung parsial, sehingga perbaikan pada suatu bagian tidak diikuti oleh bagian yang lain. Beberapa penelitian yang terkait dilakukan oleh Lubis (1999) meneliti tentang pola pengelolaan PPS dan PPI Muara Angke, Lubis (2000) meneliti tentang Pengelolaan aktifitas dan sistem pelabuhan perikanan dan pangkalan pendaratan ikan yang terletak di wilayah perairan Laut Jawa, dan Lubis (2001) meneliti tentang sistem PP di wilayah perairan Laut China Selatan. Penelitian Ardi (2002) mengenai analisis sistem PP di Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat; Ernaningsih (2002) tentang analisis fungsional PPI Muara Angke Jakarta dan pengembangannya; Kamarijah (2003) meneliti tentang analisis dampak pengembangan PPN Pelabuhanratu terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir; Latif (2003) meneliti tentang analisis pengembangan fasilitas pelabuhan laut; Indar (2004) mengkaji tentang pengembangan fasilitas PP di kawasan timur Indonesia; Kresnanto (2004) mengkaji analisis kinerja dan pengembangan PPN Pekalongan di Kota Pekalongan; Kandi (2005) meneliti tentang analisis pengelolaan PPP di desa Lampulo Kecamatan Kuta Alam Provinsi Nangroe Aceh Darussalam; Kusyanto et al. (2006) meneliti tentang kebijakan dan pelayanan PPS terhadap daya saing industri perikanan pada perdagangan global di PPS Jakarta, Suherman et al. (2006) meneliti tentang analisis pengembangan fasilitas PPSC, dan Kusyanto (2006) meneliti tentang model industri perikanan berbasis PPS memasuki era globalisasi: kasus PPS Nizam Zachman Jakarta. Berdasarkan uraian diatas, maka diperlukan suatu penelitian terpadu dan komprehensif serta berkaitan satu dengan lainnya dalam suatu sistem pengembangan PPS. Adanya hubungan atau saling keterkaitan antara satu komponen dengan komponen yang lain dalam pemenuhan kebutuhan akan membuat persoalan semakin kompleks. Oleh karena itu, dalam pemecahannya perlu dilakukan dengan pendekatan sistem (Eriyatno 2003 dan Marimin 2004). Pendekatan sistem merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk menjelaskan perilaku sistem yang dikaji dan perubahannya pada setiap waktu serta menjelaskan hubungan kompleksitas dari masing-masing aspek. Dengan pendekatan sistem dapat disusun skenario pengembangan PPSC sesuai yang diharapkan.

6 Tabel 1 Produksi, potensi dan tingkat pemanfaatan masing-masing kelompok SDI laut pada setiap WPP tahun 1997 Kelompok Sumber Daya Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Perairan Indonesia Ikan Pelagis Besar - Potensi (10 3 ton/tahun) 27.67 66.08 55.00 193.60 104.12 50.86 106.51 175.26 366.26 1 145.36 - Produksi (10 3 ton/tahun) 36.27 35.16 137.82 85.10 29.10 34.56 37.46 153.43 188.28 737.18 - Pemanfaatan (%) 131.08 53.21 250.58 43.96 27.95 67.95 35.17 87.54 51.41 748.85 Ikan Pelagis Kecil - Potensi (10 3 ton/tahun) 147.30 621.50 340.00 605.44 132.00 468.66 379.44 384.75 526.57 3 605.66 - Produksi (10 3 ton/tahun) 132.70 205.53 507.53 333.35 146.47 12.31 119.43 62.45 26.56 1 546.33 - Pemanfaatan (%) 90.09 33.07 149.27 55.06 110.96 2.63 31.48 16.23 5.04 493.83 Ikan Demersal - Potensi (10 3 ton/tahun) 82.40 364.80 375.20 87.20 9.32 202.34 88.84 54.86 135.13 1 400.09 - Produksi (10 3 ton/tahun) 146.29 54.69 334.92 167.38 43.20 156.60 32.14 15.31 134.83 1 085.36 - Pemanfaatan (%) 177.54 14.99 89.26 191.95 463.52 77.39 36.18 27.91 99.78 1 178.52 Ikan Karang Konsumsi - Potensi (10 3 ton/tahun) 5.00 21.57 9.50 34.10 32.10 3.10 12.50 14.50 12.88 145.25 - Produksi (10 3 ton/tahun) 21.60 7.88 48.24 24.11 6.22 22.58 4.63 2.21 19.42 156.89 - Pemanfaatan (%) 432.00 36.53 507.79 70.70 19.38 728.39 37.04 15.24 150.78 1 997.85 Udang Paneid - Potensi (10 3 ton/tahun) 11.40 10.00 11.40 4.80 0.00 43.10 0.90 2.50 10.70 94.80 - Produksi (10 3 ton/tahun) 49.46 70.51 52.83 36.91 0.00 36.67 1.11 2.18 10.24 259.91 - Pemanfaatan (%) 433.86 705.10 463.42 768.96 0.00 85.08 123.33 87.20 95.70 2 762.65 Lobster - Potensi (10 3 ton/tahun) 0.40 0.40 0.50 0.70 0.40 0.10 0.30 0.40 1.60 4.80 - Produksi (10 3 ton/tahun) 0.87 1.24 0.93 0.65 0.01 0.16 0.02 0.04 0.16 4.08 - Pemanfaatan (%) 217.50 310.00 186.00 92.86 2.50 160.00 6.67 10.00 10.00 995.52 Cumi- cumi - Potensi (10 3 ton/tahun) 1.86 2.70 5.04 3.88 0.05 3.39 7.13 0.45 3.75 28.25 - Produksi (10 3 ton/tahun) 3.15 4.89 12.11 7.95 3.48 0.30 2.86 1.49 6.29 42.52 - Pemanfaatan (%) 169.35 181.11 240.28 204.90 6 960.00 8.85 40.11 331.11 167.73 8 303.45 TO TAL - Potensi (10 3 ton/tahun) 276.03 1 087.05 796.64 929.72 277.99 771.55 595.62 632.72 1056.89 6 424.21 - Produksi (10 3 ton/tahun) 390.34 379.90 1 094.38 655.45 228.48 263.18 197.65 237.11 385.78 3 832.27 - Pemanfaatan (%) 1 651.42 1 334.01 1 886.61 1 428.38 7 584.31 1 130.29 309.98 575.24 580.44 16 480.67 Sumber: KOMNAS KAJIKANLUT (1998; 2001; 2002) dan DJPT (2004) 6

7 7

8 8

9 Eriyatno (2003) dan Marimin (2004) berpendapat bahwa pendekatan sistem memberikan metode yang logis untuk penanganan masalah dan merupakan alat yang memungkinkan untuk mengidentifikasikan, menganalisis, menstimulasi dan mendesain sistem keseluruhan. Pada penelitian ini akan diformulasikan sebuah model yang mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam sistem penunjang keputusan (SPK) yang terkait dengan masalah pengembangan PP. Model yang direkayasa diverifikasi di PPSC. PPSC merupakan salah satu PP yang bertipe samudera yang berada di selatan Jawa Tengah, berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki potensi SDI pelagis kecil maupun pelagis besar. Prakiraan potensi perikanan tangkap terdiri atas: perairan pantai Cilacap dan lepas pantai Kabupaten Cilacap sebesar 60 560 ton (Tabel 2) (DPK Cilacap 2002). Fungsi lain dari keberadaan PPSC adalah sebagai salah satu penggerak bagi sektor yang lain, dengan kata lain memiliki multiplier effect bagi sektor yang lain, seperti sektor perdagangan, sektor jasa angkutan, pembukaan jalan dan lain-lain. Kontribusi PPSC terhadap daerah antara lain menunjang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kabupaten Cilacap dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah. Tabel 2 Potensi dan tingkat pemanfaatan perikanan laut di Kabupaten Cilacap Tahun 2001 Jenis Ikan Potensi (Ton) Pemanfaatan Jumlah (Ton) % Pelagis 22 000.00 3 215.09 14.61 Demersal 22 360.00 7 402.82 33.10 Udang 12 500.00 2 701.76 32.47 Cumi-Cumi 3 700.00 189.12 5.11 Jumlah 60 560.00 13 508.79 Sumber: DPK Cilacap (2002) Untuk menunjang keberhasilan kegiatan penangkapan dan proses pengolahan serta pemasaran ikan hasil tangkapan, PPSC harus didukung dengan penyediaan prasarana yang memadai baik fasilitas dasar, fungsional maupun penunjang. Fungsi PPSC dapat berjalan efektif apabila keadaan fasilitas dan aktifitasnya maupun besaran fasilitas sesuai dengan kebutuhan yang ada.

10 1.2 Perumusan Masalah Kabupaten Cilacap merupakan alternatif pusat pengembangan perikanan di pantai selatan Jawa, mengingat posisi dan kondisi geografis serta historis usaha perikanannya, serta semakin padatnya kegiatan perikanan di pantai utara. Sarana dan prasarana transportasi yang sangat mendukung baik darat, laut maupun udara memungkinkan dikembangkannya PP di Cilacap, hal ini sejalan dengan program pemerintah pusat membangun pusat-pusat pertumbuhan baru (growth center) yang berada pada posisi lingkar luar wilayah Indonesia (outer ring fishing port) dan menunjang kapal-kapal yang beroperasi di perairan internasional (luar ZEEI). PPSC dalam statusnya di pemerintah pusat sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang operasionalisasinya berada di Cilacap, memegang peranan sangat penting dalam menunjang perkembangan perikanan tangkap di Jawa Tengah umumnya dan Cilacap khususnya. Kabupaten Cilacap merupakan kabupaten penghasil udang terbesar di selatan Pulau Jawa. Selain itu PPSC berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang memiliki potensi SDI pelagis kecil maupun pelagis besar. PPSC sebagai PP dengan tipe Samudera, sampai saat ini masih belum mampu menunjukkan kinerjanya sebagai PP Samudera sebagaimana dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan (DKP 2006). Tabel 3 Hasil evaluasi kinerja PPSC tahun 2004 No. Indikator Standar Realisasi Realisasi (%) 1 Jumlah produksi 60 ton/hari 4.52 ton/hari 7.53 ikan 2 Frekuensi 100 kapal/hari 13 kapal/hari 13.00 kunjungan kapal 3 Jumlah nelayan 2 000 orang/bulan 4 orang/bulan 0.20 4 Penyaluran air 100 ton/hari 6.38 ton/hari 6.38 bersih 5 Penyaluran es 100 ton/hari 127.67 ton/hari 127.67 6 Penyaluran BBM 100 ton/hari 37.33 ton/hari 37.33 7 PNBP Rp. 194 196 000 Rp. 115 947 154 59.00 Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PP dari Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap nilai keberhasilan PPSC pada tahun 2004 sebesar 55.16% atau masuk kategori sedang dengan jumlah produksi ikan sebesar 4.52 ton/hari (7.53%); frekuensi kunjungan 13.03 kapal/hari (13.03%); jumlah nelayan 4.29 orang/bulan

11 (0.21%); penyaluran air bersih 6.38 ton/hari (6.38%); penyaluran es 127.67 ton/hari (127.67%); penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) atau solar 37.33 ton/hari (37.33%); Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp. 115 947 154 (59.00%) (Tabel 3). Dari data time series PPSC sebagaimana yang dilaporkan pada laporan PPSC tahun 1996 2005, dapat dilihat adanya kecenderungan penurunan kinerja PPSC. Data produksi ikan dan udang yang dilelang di TPI PPSC menunjukkan kecenderungan menurun dari tahun ke tahun. Produksi udang antara tahun 1996 hingga 2005 mengalami penurunan. Tercatat pada tahun 1996 produksi udang laut di PPSC sebesar 488.13 ton. Namun, produksi tersebut terus mengalami penurunan hingga hanya mencapai 131.10 ton pada tahun 2005. Sedangkan produksi ikan di PPSC juga mengalami penurunan di mana selama periode tahun 1996 2005 produksi tertinggi dicapai pada tahun 1997 sebesar 15 080.87 ton. Setelah itu produksi ikan terus mengalami penurunan hingga mencapai 1 422 ton pada tahun 2004 dan sedikit mengalami kenaikan menjadi 1 452 ton pada tahun 2005 (Tabel 4). Tabel 4 Data series volume dan nilai produksi di PPSC tahun 1995-2005 Ikan Udang No Tahun Volume Nilai Volume Nilai (Ton) (Juta Rp) (Ton) (Juta Rp) 1 1995 10 323.39 9 460.00 463.82 7 370.00 2 1996 9 652.47 9 500.00 488.12 6 470.00 3 1997 15 082.87 16 450.00 395.61 7 350.00 4 1998 7 780.72 16 720.00 464.74 29 670.00 5 1999 5 302.07 16 610.00 346.23 17 250.00 6 2000 4 308.84 18 960.00 397.70 25 410.00 7 2001 4 245.29 21 560.00 270.77 14 700.00 8 2002 4 978.98 22 210.00 236.22 10 920.00 9 2003 3 572.00 12 040.00 128.04 5 830.00 10 2004 1 421.67 55 760.00 126.58 56 710.00 11 2005 1 452.45 68 370.00 116.48 57 060.00 Sumber: PPSC (2006) Data kunjungan kapal yang terus mengalami penurunan sejalan dengan permasalahan di alur masuk kolam pelabuhan yang mengalami pendangkalan yang cukup tinggi. Fluktuasi kunjungan kapal di PPSC menunjukkan volume tertinggi antara tahun 1996 2005 terjadi pada tahun 1998. Kunjungan kapal dengan ukuran <10 GT tercatat sebanyak 570 armada, 4 591 armada untuk 10-20 GT dan untuk kapal berukuran 20-30 GT sebanyak 2 570 armada, serta kapal

12 dengan ukuran >30 GT sebanyak 1 690 armada. Puncak penurunan volume kunjungan kapal terjadi pada tahun 2004 (Tabel 5). Penurunan kunjungan dan aktifitas kapal ke PPSC berdampak pada menurunnya suplai kebutuhan perbekalan melaut seperti es, air bersih dan solar yang dilayani di PPSC. Kebutuhan perbekalan nelayan tertinggi terjadi pada tahun 1996 untuk es dan air bersih yaitu sebesar 454 260 balok dan 10 913.10 m 3. Penurunan kebutuhan es terjadi pada tahun 2003 di mana kebutuhan nelayan hanya sebesar 50 198 balok, sedangkan untuk kebutuhan air bersih mengalami penurunan hingga mencapai 2 455 m 3 pada tahun 2004. Kebutuhan solar cenderung mengalami peningkatan di mana dari kebutuhan solar yang tercatat hanya sebesar 5 984 ton pada tahun 1996 mengalami peningkatan hingga mencapai 12 428 ton pada tahun 2005, di mana volume kebutuhan solar tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar 15 056 ton (Tabel 6). Tabel 5 Data series jumlah kunjungan kapal masuk di PPSC tahun 1996-2005 NO TAHUN UKURAN KAPAL MASUK < 10 10-20 20-30 > 30 JUMLAH 1 1996 263 3 394 2 279 1 430 7 366 2 1997 287 3 565 2 346 1 632 7 830 3 1998 570 4 591 2 570 1 690 9 421 4 1999 383 3 821 2 448 1 543 8 195 5 2000 324 3 451 2 153 1 361 7 289 6 2001 208 2 877 1 981 1 474 6 540 7 2002 81 1 881 1 679 560 4 201 8 2003 36 1 163 1 222 329 2 750 9 2004 253 1 096 948 352 2 649 10 2005 387 802 1 049 354 2 238 Sumber: PPSC (2006) Tabel 6 Data distribusi logistik di PPSC tahun 1996-2005 Tahun Penyaluran Es (Balok) BBM (Ton) Air (m 3 ) 1996 454 260.00 5 984.00 10 913.10 1997 282 835.00 5 853.00 6 823.40 1998 222 384.00 8 272.00 8 497.10 1999 262 572.00 9 562.00 7 420.80 2000 259 288.00 14 294.00 6 673.53 2001 370 397.00 15 056.00 6 601.60 2002 332 842.00 13 341.00 5 208.10 2003 50 198.00 11 194.00 4 524.87 2004 126 299.00 13 787.00 2 455.00 2005 159 518.00 12 428.00 3 676.28 Sumber: PPSC (2006)

13 Dari hasil evaluasi kinerja dan data operasional PPSC tahun 1996 2005 (Statistik PPSC 1996-2006) dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat operasional dan pelayanan PPSC kepada pengguna jasa belum optimal, oleh karena itu untuk lebih meningkatkan operasional dan pelayanan kepada pengguna jasa PP dalam melakukan aktifitas perikanan di PPSC di masa yang akan datang dan agar dapat memfungsikan PPSC secara optimal, maka perlu adanya pengembangan PPSC yang lebih baik dan profesional. Untuk mencapai tujuan tersebut, pengembangan PPSC idealnyanya dilakukan secara terintegrasi dengan lembaga pendukung lainnya dan segala fungsi-fungsinya telah dirumuskan sejak awal. Selain itu, pengembangan PPSC seyogyanya dipolakan sesuai dengan potensi SDI dan keragaman skala usaha perikanan. Secara khusus, permasalahan pengembangan PPSC dirumuskan sebagai berikut: (1) bagaimana rencana pengembangan PPSC berkaitan dengan potensi perikanan?, (2) bagaimana proyeksi terhadap rancangan pengembangan?, (3) bagaimana tingkat pemanfaatan fasilitas di PPSC?, (4) bagaimana biaya dan manfaat pengembangan PPSC?, (5) bagaimana prioritas pengembangan PPSC?, (6) bagaimana kelembagaaan dalam pengembangan PPSC, dan (7) bagaimana strategi pengembangan PPSC?. Berdasarkan hal tersebut untuk lebih meningkatkan kinerja PP dalam memberikan pelayanan kepada kapal-kapal yang mendaratkan hasil tangkapan juga lebih memfungsikan PPSC secara optimal, maka perlu adanya rancangan pengembangan PPSC. Untuk itu perlu diadakan penelitian tentang Rekayasa Model Pengembangan Pelabuhan Perikanan Samudera Cilacap. 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun suatu model rekayasa pengembangan PPSC melalui kegiatan-kegiatan analisis sebagai berikut: (1) Analisis potensi SDI terkait dengan pengembangan PPSC. (2) Estimasi (prakiraan) pengembangan produksi ikan, jumlah kapal, dan nelayan, serta proyeksi kebutuhan pelayanan di PPSC. (3) Analisis tingkat pemanfaatan fasilitas PPSC. (4) Analisis biaya dan manfaat pengembangan PPSC. (5) Analisis prioritas pengembangan fasilitas di PPSC. (6) Analisis kelembagaan dalam pengembangan PPSC. (7) Analisis strategi dalam pengembangan PPSC. (8) Rancangan pengembangan PPSC.

14 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat berupa: (1) Kontribusi pemikiran dalam aplikasi keilmuan pendekatan sistem untuk pengembangan prasarana perikanan tangkap. (2) Kontribusi pemikiran bagi pengelola PPSC dalam menyusun kebijakankebijakan mendasar dalam pengembangan PPSC. (3) Kontribusi untuk pengembangan metode analisis dalam memecahkan masalah rencana pengembangan PP sebagai prasarana perikanan tangkap. (4) Sumber informasi mengenai konsep pengembangan PP dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang terkait dalam sistem pengembangan suatu PP. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian tentang rekayasa model pengembangan PPSC difokuskan pada kegiatan merancang pengembangan dan operasionalisasi pelabuhan serta fungsi-fungsi PPSC meliputi: (1) Fasilitas pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang. (2) Kegiatan pengelolaan PPSC yaitu: pemeliharaan, pengembangan sarana pelabuhan dan tata operasional pelayanan kepada nelayan, kapal perikanan serta pengusaha perikanan. (3) Pelaksanaan pelayanan di PPSC meliputi: keluar masuk kapal di PP, pelaksanaan bongkar muat dan pelelangan ikan, pengepakan dan pengangkutan ikan, pelayanan perbekalan (es, BBM, air), pelayanan slipway atau dock dan bengkel, pelayanan pemanfaatan lahan dan bangunan, keluar masuk orang dan kendaraan di PP, kebersihan, keamanan dan ketertiban. (4) Pengorganisasian dan kelembagaan pengembangan di PPSC. (5) Melakukan verifikasi dan validasi model pada wilayah kajian. 1.6 Hipotesis Penelitian Model pengembangan PPSC yang dihasilkan dari rekayasa analisis sistem terhadap faktor-faktor peubahnya dapat dijadikan sebagai model pengembangan PP.

15 1.7 Novelty Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah : (1) Model pengembangan PPSC yang komprehensif. Pada penelitian ini diformulasikan algoritma yang dikemas dalam sebuah model yang mengintegrasikan berbagai alat bantu dalam SPK yang terkait dengan masalah pengembangan PP. (2) Software (perangkat lunak) yang diberi nama SISBANGPEL (Sistem Pengembangan Pelabuhan Perikanan), yang merupakan suatu SPK yang berfungsi untuk membantu pengambilan kebijakan dalam perumusan kebijakan untuk pengembangan suatu PP.