Potensi bencana Gunung Api Iya, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur

dokumen-dokumen yang mirip
4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur

5.5. G. LAWARKAWRA, Kepulauan Banda, Maluku

4.12. G. ROKATENDA, Nusa Tenggara Timur

7.4. G. KIE BESI, Maluku Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1.1. G. PUET SAGOE, NANGGROE ACEH DARUSSALAM

4.15. G. LEWOTOBI PEREMPUAN, Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

24 November 2013 : 2780/45/BGL.V/2013

7.5. G. IBU, Halmahera Maluku Utara

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

EVALUASI SEISMIK DAN VISUAL KEGIATAN VULKANIK G. EGON, APRIL 2008

5.6. G. LEGATALA, Kepulauan Banda, Maluku

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. PENGAMATAN 2.1. VISUAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA GUNUNGAPI APRIL - JUNI 2008

4.8. G. INIE RIE, Nusa Tenggara Timur

4.7 G. INIELIKA, Nusa Tenggara Timur

6.6. G. TANGKOKO, Sulawesi Utara

BAB I PENDAHULUAN. sampai Maluku (Wimpy S. Tjetjep, 1996: iv). Berdasarkan letak. astronomis, Indonesia terletak di antara 6 LU - 11 LS dan 95 BT -

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan letak astronomis, Indonesia terletak diantara 6 LU - 11 LS

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 15 TAHUN 2011 TANGGAL : 9 SEPTEMBER 2011 PEDOMAN MITIGASI BENCANA GUNUNGAPI

Ringkasan Materi Seminar Mitigasi Bencana 2014

5.2. G. WETAR, Kepulauan Banda, Maluku

G. TALANG, SUMATERA BARAT

Jenis Bahaya Geologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

4.20. G. BATUTARA, Nusa Tenggara Timur

BERITA GUNUNGAPI ENAM GUNUNGAPI WASPADA JANUARI MARET 2008

BAB I PENDAHULUAN. terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah

6.1. G. COLO (P. Una-una), Sulawesi Tengah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMANTAUAN DAN SOSIALISASI ERUPSI G. SEMERU,MEI JUNI 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

4.13. G. EGON, Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang,

BERITA GUNUNGAPI MEI AGUSTUS 2009

6.2. G. AMBANG, SULAWESI UTARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I - 1

TEKANAN PADA ERUPSI GUNUNG BERAPI

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Sinabung di Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

: Piek Van Bali, Piek of Bali, Agung, Gunung Api. Kab. Karangasem, Pulau Bali. Ketinggian : 3014 m di atas muka laut setelah letusan 1963

4.9. G. EBULOBO, Nusa Tenggara Timur

Longsoran translasi adalah ber-geraknya massa tanah dan batuan pada bidang gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

Studi Pengaruh Lahar Dingin Pada Pemanfaatan Sumber Air Baku Di Kawasan Rawan Bencana Gunungapi (Studi Kasus: Gunung Semeru)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

G. SUNDORO, JAWA TENGAH

DANAU SEGARA ANAK. Gambar 1. Lokasi Danau Segara Anak di Pulau Lombok. Gambar 2. Panorama Danau Segara Anak Rinjani dengan kerucut Gunung Barujari.

BAB I PENDAHULUAN. samudra Hindia, dan Samudra Pasifik. Pada bagian selatan dan timur

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

G. SUMBING, JAWA TENGAH

4.21. G. SIRUNG, Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. harta benda, dan dampak psikologis. Penanggulangan bencana merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Telepon: , , Faksimili: ,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang secara geografis, geologis,

KEMENTRIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA BADAN GEOLOGI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

AKTIVITAS GUNUNGAPI SEMERU PADA NOVEMBER 2007

GERAKAN TANAH DI KABUPATEN KARANGANYAR

Gambar 1.1 Jalur tektonik di Indonesia (Sumber: Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, 2015)

ERUPSI G. SOPUTAN 2007

4.14. G. LEWOTOBI LAKI-LAKI, Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN. dari 30 gunung api aktif terdapat di Indonesia dengan lereng-lerengnya dipadati

KORELASI PARAMETER SUHU AIR PANAS, KEGEMPAAN, DAN DEFORMASI LETUSAN G. SLAMET APRIL - MEI 2009

7.2. G. GAMKONORA, Halmahera - Maluku Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1.1

MITIGASI BENCANA ALAM II. Tujuan Pembelajaran

Pemahaman Masyarakat Pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gunungapi Ijen, Jawa Timur (Imam Santosa)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4.11. G. KELIMUTU, Nusa Tenggara Timur

4.19. G. ILI WERUNG, Nusa Tenggara Timur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Bersama ini dengan hormat disampaikan tentang perkembangan kegiatan G. Kelud di Kabupaten Kediri, Blitar dan Malang, Provinsi Jawa Timur.

6.5. GUNUNGAPI MAHAWU, Sulawesi Utara

PREDIKSI KAPASITAS TAMPUNG SEDIMEN KALI GENDOL TERHADAP MATERIAL ERUPSI GUNUNG MERAPI 2006

PENYEBAB TERJADINYA TSUNAMI

BAB I PENGANTAR. menjadi dua yaitu bahaya primer dan bahaya sekunder. Bahaya primer

2015, No Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3676); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2012 tentang Keselamatan da

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BENCANA GERAKAN TANAH AKIBAT GEMPABUMI JAWA BARAT, 2 SEPTEMBER 2009 DI DESA CIKANGKARENG, KECAMATAN CIBINONG, KABUPATEN CIANJUR, PROVINSI JAWA BARAT

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan. Menurut Bakosurtanal, pulau di

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG EVALUASI TAPAK INSTALASI NUKLIR UNTUK ASPEK KEGUNUNGAPIAN

TANAH LONGSOR; merupakan salah satu bentuk gerakan tanah, suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng

BAB I PENDAHULUAN. Gunung Kelud merupakan salah satu gunung api aktif yang ada di

I. PENDAHULUAN. dan berada di jalur cincin api (ring of fire). Indonesia berada di kawasan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 Oktober sampai 5 Nopember

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

6.7. G. RUANG, Sulawesi Utara

Transkripsi:

Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 2 Agustus 2011: 113-124 Potensi bencana Gunung Api Iya, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur Igan S. Sutawidjaja Badan Geologi Jln. Diponegoro 57 Bandung SARI Gunung Iya di Kabupaten Ende merupakan salah satu gunung api paling selatan di Pulau Flores, termasuk bagian dari jalur vulkanik Banda. Pulau Flores sendiri mempunyai 11 gunung api aktif dan sejumlah kerucut gunung api tidak aktif. Kaki bagian utara Gunung Iya berjarak 1 km dari tepi selatan Kota Ende. Adanya Gunung Meja dan Gunung Roja sebagai penghalang, dan bukaan kawah aktif (K2) yang mengarah ke Laut Sawu di selatannya, mengakibatkan kegiatan letusan Gunung Iya tampaknya tidak membahayakan Kota Ende secara langsung. Pada erupsi terdahulu, semua aliran piroklastika dan material lainnya yang dierupsikan arahnya mengalir ke laut, tetapi karena jarak horizontal antara Gunung Iya dan Kota Ende cukup pendek, lontaran material erupsi dapat membahayakan Kota Ende, terutama bagian selatan. Sebuah rekahan telah berkembang di sekeliling kawah aktif (K2) Gunung Iya, yang mengindikasikan bahwa lokasi tersebut merupakan suatu zona lemah di dalam gunung api, sehingga memungkinkan terjadinya longsoran besar ke arah laut dan timbulnya tsunami apabila Gunung Iya erupsi. Kata kunci: erupsi, tsunami, longsoran, rekahan, mitigasi ABSTRACT Mount Iya strato volcano in Ende Regency is one of the most southern volcano on the Flores Island, is part of Banda arc. Flores island itself has 11 active volcanoes and several non active volcanic cones. The northern foot of the volcano is only about 1 km away from the southern outskirts of Ende City. The presence of Mount Meja and Mount Roja as the barrier, and the orientation of the active crater (K2) which is facing southward to Sawu sea in the south part of the volcano, the highly explosive eruption of Iya volcano may not directly endanger the city of Ende. Most pyroclastic flows of previous eruptions and other eruptive material emplaced into the sea, but due to a short horizontal distance between Mount Iya and Ende City, the ejected rock fragments can endanger the city of Ende especially its southern parts. A crack has developed around the active crater (K2) of Iya volcano. It seems that the crack indicates the presence of major weakness within the volcano, therefore a tsunami generating giant landslide may occur when Iya volcano erupts in the future. Keywords: eruption, tsunami, landslide, crack, mitigation Naskah diterima 18 Maret 2010, selesai direvisi 19 Juli 2011 Korespondensi, email: igan@vsi.esdm.go.id 113

114 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 2 Agustus 2011: 113-124 PENDAHULUAN Gunung Iya terletak sekitar 7 km dari pusat Kota Ende, Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur, merupakan gunung api paling selatan dari deretan gunung api di Flores (Gambar 1), dan juga dari deretan gunung api di kompleks Iya sendiri: Meja, Roja dan Iya (Gambar 2). Puncak tertinggi 655 m dpl, terletak di sebelah timurlaut bibir Kawah-1 pada posisi geografis 08 o 03 30 Lintang Selatan dan 121 o 38 00 Bujur Timur. Di bagian selatan-baratdaya kawah tersebut terdapat kawah termuda (Kawah-2). Menurut Stehn (1940), kawah ini terbentuk di sebelah baratdaya puncaknya oleh letusan besar, yang menyebabkan runtuhnya sebagian dinding kawah. Pemantauan kegiatan dan tingkah laku Gunung Iya dilakukan dari Pos Pengamatan Gunung Iya yang terletak di daerah Tewejangga, Kampungbaru sebelah utara Gunung Iya pada ketinggian 30 m dpl. Puncak Gunung Iya dapat dicapai dari tiga arah pendakian, yaitu (1) dari Kota Ende menuju Kampung Rate dengan menggunakan kendaraan roda 2 atau roda 4. Pendakian dimulai dari Kampung Rate menuju puncak melalui jalur punggungan bagian utara. Lama pendakian sampai di bibir Kawah-1 sekitar 3 jam melalui punggungan berkemiringan lereng antara 30 o hingga 45 o, ditutupi endapan piroklastik produk letusan 1969 yang masih lepas dan alang-alang se tinggi badan bahkan lebih dari 2 m, (2) dari pelabuhan Ende menggunakan perahu sampai di kaki barat Gunung Iya. Pendakian langsung ke Kawah-2 melalui lereng terjal, dengan kemiringan 40 o hingga 60 o dengan memakan waktu sekitar 2 jam, dan (3) dari Kota Ende menuju kampung Arubara, lereng tenggara Gunung Meja. Pendakian melintasi Gunung Roja menuju ke Kawah-1. Medannya tidak terlalu berat tetapi jarak tempuhnya relatif lebih panjang, lama LAUT FLORES Paluwe Lereboleng Komodo Rokatenda Lewotobi Pr. Lewotobi Lk. Rinca Anak Ranakah Kaldera Poco Leok Ine Rie Ine Lika Ebulobo IYA Kelimutu Egon SAMUDERA INDONESIA Gambar 1. Peta lokasi gunung api aktif di Pulau Flores.

Potensi bencana Gunung Api Iya, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur - Igan S. Sutawidjaja 115 Gambar 2. Gunung Iya tumbuh di semenanjung selatan. Gunung Meja dan Gunung Roja menjadi bentuk alam sebagai benteng penahan letusan Gunung Iya terhadap Kota Ende. perjalanan sekitar 4 jam. Rute yang sering digunakan melalui jalur 1, yaitu Kampung Rate. SEJARAH ERUPSI Kegiatan Gunung Iya yang tercatat dalam sejarah sejak tahun 1671 hingga sekarang tidak kurang dari 8 kali peristiwa (van Padang, 1951). Berdasarkan urutan kronologis peristiwa kegiatan Gunung Iya dalam waktu sejarah sejak tahun 1671 hingga sekarang, tenggang waktu antar letusan berkisar antara 1 sampai 173 tahun. Beberapa letusan tercatat terjadi tahun 1671, 1844, 1867, 1868, 1871, 1882, dan 1953. Letusan terakhir terjadi pada 27 Januari 1969 dari K2. Erupsi disertai dengan awan panas, lontaran bom vulkanik, lapili, pasir dan abu, sebagian besar jatuh di bagian selatan dan barat Gunung Iya. Di Kota Ende, endapan abu vulkanik mencapai tebal 1 cm. Kepulan asap berbentuk bunga-kol mencapai ketinggian 4000 m di atas puncak Gunung Iya. Menurut Reksowirogo (1969), letusan ini disertai suara gemuruh sejak pukul 4 pagi hingga pukul 11 siang dan semburan api. Pasca letusan, lahar melanda beberapa kampung yang berada di sektor utara-baratlaut Gunung Iya, di antaranya adalah Kampung Rate, Tewena, Tewejangga, Puunaka, Rukun Lima, dan Kampung Arubawa yang terletak di sebelah baratlaut Gunung Iya. Pada peristiwa banjir lahar ini tercatat 2 orang meninggal, dan 10 orang terluka. Sejak 1970 hingga sekarang, letusan Gunung Iya tidak pernah terjadi lagi dan dalam keadaan stadium solfatara. Kegiatan yang dapat diamati sekarang berupa tembusan fumarola di dasar Kawah-1, dan hembusan solfatara di dasar dan dinding utara Kawah-2. Setelah letusan 1969, struktur Kawah-1 dan Kawah-2 mengalami perubahan. Dasar Kawah-1 naik sekitar 5 m karena adanya timbunan abu dan pasir letus

116 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 2 Agustus 2011: 113-124 an, muncul 4 kelompok hembusan fumarola baru di lereng selatan dan baratdaya, biasa disebut kelompok B, C, D, dan E (Kusumadinata, 1979), selain dari kelompok fumarola lama yang terdapat di lereng timurlaut, yaitu kelompok A. Kelima kelompok tembusan fumarola ini umumnya mengeluarkan asap putih dengan tekanan gas lemah. Di sepanjang dasar Kawah-1, ditemukan rekahan selebar 2-5 cm, beberapa tempat rekahan ini membesar hingga mencapai lebar lebih besar dari 30 cm, dengan temperatur berkisar antara 60 0 C hingga 80 0 C. Rekahan ini berbentuk tapal kuda (horse shoe shape), terbuka ke arah baratdaya. Kawah-2 mengalami penurunan sekitar 75 m, bibir kawahnya meluas ke arah barat dan baratlaut (Kusumadinata, 1979). Bagian atas kawah berbentuk elipsoidal berdiameter 650 m x 400 m, sedangkan diameter dasarnya tidak banyak mengalami perubahan kecuali hanya terjadi penurunan sedalam 75 m. Apabila terjadi kenaikan kegiatan disertai dengan peristiwa letusan berskala menengah ke atas, maka sangat dimungkinkan celah ini melebar dan berpotensi untuk terjadi longsoran ke arah baratdaya (Laut Sawu), dan dapat memicu naiknya gelombang pasang (tsunami) di sekitarnya. Akibat letusan 1969, bagian luar kawah K2 sebelah selatan terbuka ke arah barat dan baratdaya, Di sektor ini sebagian runtuh sehingga morfologinya sangat terjal mempunyai kemiringan lereng sekitar 60 o. Sementara lereng bagian baratdaya dan barat agak landai, berkemiringan lereng berkisar antara 30 o dan 40 o. Di dinding kawah bagian atas terdapat tiga kelompok tembusan solfatara (Gambar 3). Gambar 3. Kelompok tembusan solfatara pada dinding K2.

Potensi bencana Gunung Api Iya, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur - Igan S. Sutawidjaja 117 POTENSI BAHAYA GUNUNG IYA Berdasarkan data geologi dan sejarah erupsi masa lampau, jenis erupsi Gunung Iya berupa erupsi eksplosif dan efusif, menghasilkan endapan piroklastik dan lava. Potensi bahaya Gunung Iya terdiri atas bahaya letusan (bahaya primer) dan bahaya sekunder. Jenis bahaya letusan terdiri atas aliran piroklastik, jatuhan piroklastik, lontaran batu (pijar), hujan abu lebat, dan aliran lava, sedangkan jenis bahaya sekunder adalah guguran/longsoran dan lahar. Di musim penghujan, Kali Mati yang berada di utara Gunung Iya acapkali mengalirkan air pekat yang banyak membawa material lepas dari lereng bawah bagian utara Gunung Iya, sangat berpotensi terjadinya lahar yang melanda unit pemukiman di sektor utara-baratlaut, terutama Kampung Rate. Punggungan Gunung Roja yang membentang dari timur ke barat, merupakan morfologi alami penahan lajunya aliran produk Gunung Iya, terutama awan panas ke arah utara dan timurlaut. Begitu pula Gunung Meja (Gunung Pui), merupakan tubuh kerucut terpancung berelevasi 382 m dpl. yang mampu menahan lajunya awan panas produk Gunung Iya ke arah timurlaut Kota Ende. Ancaman lain selain letusan Gunung Iya yang telah dievaluasi selama 2006 dan 2009 adalah perkembangan rekahan yang melingkar meng elilingi Kawah-2 Gunung Iya (Gambar 4). Asap fumarola keluar dari rekahan tersebut dengan temperatur berkisar antara 60 o 80 o C. Hasil pengukuran temperatur dengan kamera termal sepanjang rekahan (Gambar 5 dan Gambar 6) menunjukkan aktivitasnya dan dapat mengindikasikan perubahan tempe Gambar 4. Rekahan yang berkembang (tanda panah putih) sekeliling kawah aktif (K2).

118 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 2 Agustus 2011: 113-124 SP 07 SP 10 SP 03 SP 04SP 01 SP 08 SP 01 SP 05 SP 09 SP 06 Image SP 01 SP 02 SP 03 SP 04 SP 05 SP 06 SP 07 SP 08 SP 09 SP 10 83,5 78,3 81,0 73,0 73,9 77,2 74,5 78,3 71,4 71,2 26,8 83,7 56,9 Gambar 5. Asap fumarola yang keluar dari rekahan bersuhu antara 70-85 o C. Gambar 6. Rekahan yang diukur suhunya dengan kamera termal, kisaran suhu terpampang pada gambar. raturnya. Rekahan tersebut juga menunjukkan suatu zona lemah pada tubuh gunung api yang dapat menimbulkan longsoran besar apabila terjadi letusan. Simulasi dari pemo delan komputer kemungkinan terjadi longsor ditunjukkan pada Gambar 7, dimana sekitar 70 juta m 3 batuan pada tubuh gunung api tersebut terancam longsor. Walaupun longsoran ini tidak akan langsung mengancam pemukiman (selama longsoran tersebut mengarah ke selatan atau baratdaya), tetapi energi kinetik akan menekan air laut dan bisa menimbulkan tsunami. Amplitudo tsunami ini sangat tergantung dari kecepatan dan kekuatan proses longsoran tersebut. Skenario terburuk apabila seluruh material batuan dalam volume besar meluncur sekaligus ke laut.walaupun demikian telah dibuat Peta Kawasan Rawan Bencana Tsunami di pantai selatan Ende bersama dengan Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Iya oleh Sutawidjaja dan Sugalang (2007, Gambar 8). Khusus untuk Pulau Ende harus diberikan peringatan dini sebelum terjadi letusan Gunung Iya, karena mengalami bencana terparah waktu letusan 1969 dan saat itu belum ada fasilitas komunikasi ke pulau tersebut, serta perlu dibuatkan peta jalur evakuasi khusus untuk pulau itu.

Potensi bencana Gunung Api Iya, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur - Igan S. Sutawidjaja 119 Gambar 7. Simulasi pemodelan komputer untuk material yang mungkin longsor bila terjadi letusan. Gambar 8. Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Iya dan antisipasi Kawasan Rawan Bencana Tsunami akibat longsoran tubuhnya. Merah, KRB II, kuning, KRB I, lingkaran merah, lontaran material pijar, lingkaran kuning:hujan abu lebat, biru dan biru muda, KRB Tsunami (Sutawidjaja dan Sugalang, 2007).

120 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 2 Agustus 2011: 113-124 Periode istirahat letusan terdahulu untuk skala menengah (VEI 2) dapat diperkirakan, dimana erupsi Gunung Iya terjadi rata-rata 18 tahun sekali, tetapi sejak 1969 belum ada kegiatan erupsi lagi. Hal ini cukup mengkhawatirkan apabila terjadi lagi erupsi, tentunya akan lebih dahsyat. Tiga bulan setelah erupsi 1969 Direktorat Vulkanologi, sekarang Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) membangun Pos Pengamatan Gunung Iya di Desa Tewejangga, Kelurahan Tanjung, kaki baratlaut gunung api. Pos Pengamatan ini dihubungkan dengan jalan aspal dari kota Ende berjarak lebih kurang 3 km, dan dilengkapi satu unit seismograf analog dan telepon agar memudahkan komunikasi dengan Pemda dan Masyarakat. Sejak 2005 pengamatan Gunung Iya dilakukan dengan menggunakan seismograf digital. KAWASAN RAWAN BENCANA GUNUNG IYA Kawasan Rawan Bencana (KRB) dibuat dalam suatu peta, yaitu Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Iya dan sekitarnya, yang merupakan pengembangan dari Peta Daerah Bahaya yang keduanya mengacu dan didasarkan pada kajian aspek geologi, topografi, geomorfologi, sejarah kegiatan/letusan, distribusi produk erupsi terdahulu (terutama mengacu kepada sebaran produk terakhir), geografi, demografi, dan studi lapangan. Dipertimbangkan pula adanya perluasan daerah sebaran produk terutama endapan awan panas dan luapan lahar pasca erupsi. Berdasarkan produk letusan Gunung Iya tahun 1969 yang lalu, endapan awan panas menutup daerah setengah lingkaran selatan Gunung Iya, berjari-jari sekitar 1,5 km. Pada waktu terjadi letusan, tiupan angin mengarah ke selatan, sehingga Pulau Ende yang berposisi di sebelah baratdaya Gunung Iya tertimbun endapan jatuhan piroklastika berukuran lapili setebal 30 cm (Reksowirogo, 1969). Dua jenis produk primer Gunung Iya tahun 1969 adalah endapan awan panas dan endapan jatuhan piroklastika (lontaran batu pijar berupa bom vulkanik, lapili, pasir, dan abu vulkanik). Sedangkan produk sekundernya (pasca letusan 1969), berupa lahar yang melanda daerah utara-baratlaut dan timurlaut Gunung Iya. Berdasarkan peristiwa letusan dalam sejarah manusia terutama erupsi terakhir, maka perlu dibuat Peta KRB dengan harapan dapat mensosialisasikannya kepada seluruh penduduk terutama yang bermukim tetap di KRB II. Tujuan utama dari pembuatan Peta KRB ini adalah untuk mitigasi bencana apabila terjadi letusan. Kawasan Rawan Bencana Gunung Iya dibagi menjadi dua bagian, yakni Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) dan Kawasan Rawan Bencana I (KRB I), sedangkan untuk bahan lontaran batu pijar dan jatuhan piroklastika, dipilah menjadi radius sebaran 3 km dan radius sebaran 7 km dari kawah pusat. Kawasan Rawan Bencana II (KRB II) KRB II meliputi daerah bukaan Kawah-1 dan Kawah-2 yang mengarah ke sektor baratdaya. Sebaran KRB-II ini diperluas ke arah barat dan tenggara, hal ini didasarkan atas kajian pola topografi/morfologi dan kajian sejumlah lembah yang sangat berpotensi sebagai media transfortasi endapan awan panas (endapan

Potensi bencana Gunung Api Iya, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur - Igan S. Sutawidjaja 121 alir an piroklastika) produk Gunung Iya yang berada di sektor ini. Berdasarkan bahaya lahar, daerah KRB I diperluas ke arah baratlaut terutama sepanjang aliran Kampung Glagah, Kampung Rate (dengan jumlah penduduk 437 jiwa), Tewewena (dengan jumlah penduduk sekitar 650 jiwa), Kampung Baru (dengan jumlah penduduk 719 jiwa) dan Kampung Tewejangga yang berpenduduk kurang lebih 800 jiwa (BPS, 2008). Luas KRB-II ini adalah sekitar 27,55 km 2. KRB II terbagi atas 2 bagian, yaitu kawasan yang berpotensi terlanda aliran massa panas dan kawasan yang berpotensi terlanda lontaran batu pijar dan jatuhan piroklastika. Kawasan yang berpotensi terlanda aliran massa panas Penyebaran awan panas ke arah utara-baratlaut, utara, timurlaut dan timur relatif kecil kecuali apabila kolom erupsi awan panas rebah ke arah tersebut. Apabila kolom erupsi rebah dan meluncur ke arah tersebut, maka daerah yang kemungkinan berpotensi terlanda produk letusan adalah unit-unit pemukim an Kampung Rate (437 jiwa) dan sebagian Kampung Baru (719 jiwa). Apabila kolom erupsi rebah dan meluncur ke arah utara dan timurlaut, laju luncurnya akan tertahan oleh bentang alam Gunung Roja yang membentang dari timur ke barat. Dan apabila kolom erupsi rebah dan meluncur ke arah barat, baratdaya, selatan dan tenggara, maka produk letusan akan masuk ke dalam lingkungan laut melalui Teluk Endeh, Kilianenggoro, Tanginai, Zakamere, dan Teluk Onemaza. Masyarakat di KRB II diharuskan mengungsi apabila terjadi peningkatan kegiatan Gunung Iya baik yang disertai dengan letusan maupun tidak sesuai dengan rekomendasi dari PVMBG sampai kawasan tersebut dinyatakan aman kembali, atau Gunung Iya dinyatakan sebagai gunung api dengan status aktif normal. Pernyataan harus mengungsi, tetap tinggal, dan keadaan sudah aman kembali, diputuskan oleh Pemerintah Daerah setempat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kawasan yang berpotensi terlanda lontaran batu pijar dan jatuhan piroklastika Kawasan yang berpotensi terlanda produk letusan bahan lontaran batu pijar berukuran lebih dari 6 cm dan jatuhan piroklastika lebat (hujan abu lebat) diprediksi beradius 3 km dari pusat erupsi dengan asumsi bahwa pengaruh tiupan angin saat terjadi letusan diabaikan. Penggambaran lingkaran penuh beradius 3 km tersebut, didasarkan atas sebaran produk letusan terdahulu, dan prediksi ke letusan serupa di masa datang. Pemukiman yang berpotensi terlanda produk letusan bahan lontaran batu pijar ini adalah Kampung Rate (437 jiwa) dan sebagian Kampung Baru (719 jiwa). Jumlah penduduk yang bermukim tetap di kedua kampung tersebut adalah 1156 jiwa (BPS, 2008). Kawasan Rawan Bencana I (KRB I) KRB I meliputi daerah lingkaran penuh berjari-jari 7 km dari pusat erupsi. Daerah lingkaran ini terutama mencakup daerah lingkungan laut, termasuk ke dalamnya Teluk Ende, Teluk Kilianenggoro, Teluk Tanginai, Teluk Zakamere, dan Teluk Onemaza. Sedangkan yang mencakup daerah daratan adalah daerah yang terdapat di sektor utara, dan timurlaut Gunung Iya, termasuk ke dalamnya adalah Kota Ende yang berposisi di sebelah utara-timurlaut Gu

122 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 2 Agustus 2011: 113-124 nung Iya. Luas KRB I ini adalah sekitar 127, 5 km 2 dengan konsentrasi penduduk berada di ujung lingkaran bagian timurlaut, terutama di Kota Ende dan sekitarnya. Daerah KRB I yang berpotensi terlanda produk letusan jatuhan piroklastika dan bahan lontaran batu pijar berukuran lebih kecil dari 6 cm serta lahar/banjir, dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yakni: Kawasan Rawan Bencana terhadap produk letusan jatuhan piroklastika (hujan abu) dan bahan lontaran batu pijar berukuran < 6 cm. Daerah yang berpotensi terlanda produk letus an hujan abu dan kemungkinan terlanda ba han lontaran batu pijar, dibuat berdasarkan hasil penyelidikan lapangan langsung terhadap sebaran endapan jatuhan piroklastika produk letusan masa silam, terutama produk letusan terakhir Gunung Iya (erupsi 1969). Daerah sebarannya terbatas pada radius antara 3 km dan 7 km dari pusat erupsi (Kawah-2) de ngan besar variatif dari beberapa mm hingga maksimum 5 cm. Ukuran butir jatuhan piroklastika produk letus an Gunung Iya tahun 1969 terkecil (berukuran abu), ditemukan di sekitar Kota Ende dengan ketebalan lapisan sekitar 1 cm. Sementara endapan jatuhan piroklastika yang ditemukan di Pulau Ende (barat Gunung Iya), ketebalan lapisannya mencapai 30 cm. Daerah yang perlu waspada terhadap hujan abu ini terkonsentrasi di Kota Ende dan sekitarnya yang umumnya unit pemukiman dan penduduk cukup padat, terutama di wilayah Kelurahan Mbongawani (2.219 jiwa), Potulando (3.663 jiwa), Tetandara bagian utara (6.802 jiwa), sebagian Kelurahan Kota Ratu (4.675 jiwa), Kelurahan Raja (4.325 jiwa), serta Kelurahan Mautapaga (8.549 jiwa), serta di bagian selatan Kelurahan Onekore. Total penduduk yang bermukim tetap di kawasan ini tidak kurang dari 30.233 jiwa (BPS, 2008). Sementara unit pemukiman dan jumlah penduduk yang bermukim tetap di bagian selatan dan baratdaya Kota Ende relatif kecil/ jarang, meliputi wilayah Kelurahan Paupanda (Paupanda Bawah-1 = 790 jiwa; Paupanda Bawah-2 = 577 jiwa; Paupanda Atas = 992 jiwa), Kelurahan Tetandara bagian selatan, dan Kelurahan Rukun Lima (2.509 jiwa). Jumlah penduduk yang bermukim tetap di kawasan ini sekitar 4.868 jiwa (BPS, 2008). Mengenai jumlah unit pemukiman dan jumlah penduduk yang bermukim tetap di KRB I ini tampaknya masih perlu dilakukan pendataan ulang yang lebih rinci. Kawasan Rawan Bencana terhadap lahar/ banjir Penduduk yang perlu waspada terhadap lahar/banjir umumnya mereka yang bermukim tetap di sepanjang bantaran sungai dan di hilir sungai baik yang berhulu dari sekitar puncak Gunung Iya maupun dari sekitar puncak Gunung Roja. Hal ini bisa saja terjadi manakala tidak lama setelah peristiwa letusan diikuti dengan guyuran hujan lebat. Alur-alur sungai tanpa nama yang berpotensi sebagai media transportasi lahar di daerah Gunung Iya, adalah alur-alur sungai yang mengalir ke arah baratlaut. Unit-unit pemukiman yang kemungkinan besar terlanda lahar/ banjir adalah Kampung Baru (719 jiwa), Puunaka (1.014 jiwa), Puunaka Atas (992 jiwa), Paupanda Bawah (1.367 jiwa), dan Kam

Potensi bencana Gunung Api Iya, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur - Igan S. Sutawidjaja 123 pung Rukun Lima Atas (951 jiwa). Sedangkan alur sungai Lowabara yang mengalir ke arah timurlaut sangat berpotensi melanda unit pemukiman Arubara (Amburima) yang ada di daerah kaki tenggara Gunung Meja, berjumlah penduduk 634 jiwa (BPS, 2008). Peristiwa banjir lahar paska letusan 1969 (tepatnya pada tanggal 4, 12, 15, 19, dan 28 Februari 1969) telah melanda unit-unit pemukiman berikut: Kampung Rate (437 jiwa), Tewejangga (650 jiwa), Puunaka (1.014 jiwa), dan Kampung Rukun Lima Atas (951 jiwa). Unit pemukiman lain yang terlanda banjir lahar pasca letusan 1969, adalah Kampung Arubara (Amburima) dengan jumlah penduduk 634 jiwa. Pada peristiwa banjir lahar ini dinyatakan 2 orang meninggal dan 10 orang terluka. KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI Kawasan Rawan Bencana (KRB) Tsunami adalah zona yang dibuat khusus untuk mengantisipasi kejadian tsunami yang disebabkan oleh longsoran tubuh vulkanik ke laut. Hasil simulasi pemodelan komputer terhadap material yang kemungkinan longsor apabila Gunung Iya meletus sebanyak 70 juta m 3 (Gambar 7). Indikasi kemungkinan terjadi longsoran adalah terdapat retakan sekeliling kawah aktif (K2), dan material yang berada di dalam retakan tersebut kondisinya tidak stabil dan teralterasi kuat. Apabila terjadi longsoran material sebanyak itu, maka energi kinetik dari longsoran tersebut akan medorong air laut dan menyebabkan terjadi tsunami. Tsunami dapat mencapai ketinggian 10 m dan dapat merusak bangunan dan infrastruktur di daerah pemukiman sepanjang pantai selatan Ende dan Pulau Ende. Peta zona landaan tsunami dibagi dalam 3 bagian (Gambar 8), yaitu warna biru tua: Kawasan Resiko Tinggi, warna biru: Kawasan Resiko Sedang, dan warna biru muda: Kawasan Resiko Rendah. Kawasan Resiko Tinggi dapat melanda kawasan pantai sampai ketinggian 6-10 m; Kawasan Resiko Sedang: landaan gelombang mencapai ketinggian 3-6 m, dan Kawasan Resiko Rendah: tinggi landaan gelombang air laut antara 1-3 m. Gelombang tsunami ini akan melanda pantai selatan bagian barat dan bagian timur Kota Ende, serta sekeliling pantai Pulau Ende. MITIGASI BENCANA GUNUNG API Mitigasi bencana gunung api adalah salah satu usaha untuk memperkecil korban jiwa manusia dan atau harta benda akibat suatu letusan gunung api. Dalam hal ini merupakan upaya penanggulangan dini apabila terjadi letusan baru, meliputi langkah-langkah berikut: pembuatan Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB); meningkatkan dan mengembangkan metoda pemantauan aktivitas gunung api; pembuatan konstruksi sabo; penelitian geologi, geofisika, geokimia, sosialisasi, pelatihan penanggulangan bencana, dan sistem peringatan dini. Sangat disarankan agar fisik bangunan rumah yang berlokasi di Kawasan Rawan Bencana Gunung api, beratap tahan api, ringan, dan bersudut kemiringan besar untuk menghindarkan dari tumpukan abu yang dapat merobohkan fisik bangunan tersebut. Untuk menghindari bahaya tsunami telah dibuat jalur pelarian dan tempat pen yelamatan diri seperti pada peta KRB tsunami (Gambar 8).

124 Jurnal Lingkungan dan Bencana Geologi, Vol. 2 No. 2 Agustus 2011: 113-124 KESIMPULAN Gunung Iya sudah melampaui masa istirahatnya, sehingga perlu pemantauan intensif untuk mendapatkan informasi kegiatannya yang akan datang, karena dikhawatirkan terjadi erupsi lebih besar dari 1969. Di sekeliling kawah aktifnya terdapat rekahan aktif dan cukup dalam yang mengeluarkan asap fumarol, dikhawatirkan apabila terjadi erupsi, akan menimbulkan longsoran besar, dan mengakibatkan tsunami. Pada Peta Kawasan Rawan Bencana Gunung Iya ini dibuat juga Kawasan Rawan Bencana Tsunami untuk mengantisipasi terjadi tsunami bila terjadi erupsi Gunung Iya. Peta ini dilengkapi dengan jalur evakuasi untuk kejadian erupsi gunung api dan tsunami. Ucapan Terima Kasih Makalah ini adalah bagian dari Georisk Project yang dibiayai oleh BGR, Jerman. Pada kesempatan ini, penulis berterima kasih kepada Tim BGR atas kerjasamanya dalam memetakan kebencanaan geologi di Nusa Tenggara Timur. Terima kasih pula disampaikan pada rekan-rekan yang telah membantu dan mendukung pekerjaan ini. ACUAN BPS (Badan Pusat Statistik) Kabupaten Ende, 2008, Ende Dalam Angka Tahun 2008, Pemda Kab. Ende, Nusa Tenggara Timur. Kusumadinata, K., 1979, Data Dasar Gunung api Indonesia. Direktorat Vulkanologi. Reksowirogo, L.D., 1969, Komunike Gunung Iya I-III, Direktorat Geologi. Stehn, Ch.E., 1940, Vulkanologische onderzoekingen in Oost Flores. Vulkanologie & Seismik Mededeelingen, Batavia, 13, p.68-82. Sutawidjaja, I.S. dan Sugalang, 2007, Multi-geohazards of Ende city area. Jur. Geol. Ind. Vol. 2, No. 4: 217-233. van Padang, N.M., 1951, Catalogue of The Active Volcanoes of The World Including Solfatara Fields, Part I Indonesia, IVA, Napoli, Italia.