FORMAT MENAMPILKAN DATA TABEL, GAMBAR & TEHNIK MEMBAHAS

dokumen-dokumen yang mirip
FORMULASI PANGAN DARURAT BERBENTUK FOOD BARS BERBASIS TEPUNG MILLET PUTIH (Panicum milliaceum L.) DAN TEPUNG KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Volume Pengembangan Roti Manis

I PENDAHULUAN. dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian

merupakan salah satu produk pangan yang cukup digemari oleh masyarakat lokal seperti umbi-umbian dan kacang-kacangan. Penggunaan bahan baku yang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

METODE. Waktu dan Tempat

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesa Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia merupakan negara yang rawan terkena bencana.

I. PENDAHULUAN. Makanan pendamping ASI (MP-ASI) adalah makanan atau minuman yang

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5)

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

3.1. Produk Biskuit Brokoli dan Jambu Biji Fresh dan Bubuk B1 B2 B3 B4

MAKANAN SIAP SANTAP DALAM KEADAAN DARURAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Sifat Fisikokimia Kadar Air

LAMPIRAN. Lampiran 1. Skema kerja penyusunan formulasi pakan A. Pakan A (Protein 35% Energi 3,5 kkal/g)

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

LAMPIRAN. Lampiran 1. Bahan-bahan Pembuatan Sosis

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

PEMBUATAN SERBUK EFFERVESCENT MURBEI (Morus Alba L.) DENGAN KAJIAN KONSENTRASI MALTODEKSTRIN DAN SUHU PENGERING

Lampiran 1. Spesifikasi Tepung Jagung

4. PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Analisa Proksimat Kadar Air

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Peneltian.

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

5.1 Total Bakteri Probiotik

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi terhadap flavor dan berperan terhadap pembentukan warna.

Lampiran 1. Prosedur Pelaksanaan dan Hasil Penelitian Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAMPIRAN Lampiran 1. Tabel formulasi pakan ikan gurami

I PENDAHULUAN. umumnya berbahan dasar sereal atau kacang-kacangan, memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I PEDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. berarti bagi tubuh. Menurut Dewanti (1997) bahan-bahan pembuat es krim

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK KIMIAWI PRODUK STIK RUMPUT LAUT (Kappaphycus alvarezii)

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini masalah pangan dan gizi menjadi permasalahan serius di

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

II. BAHAN DAN METODE

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

III. METODOLOGI PENELITIAN

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. sehat juga semakin meningkat. Produk-produk fermentasi bisa berasal dari berbagai

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Penelitian,

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Lampiran 1. Format uji organoleptik UJI ORGANOLEPTIK KARAKTERISTIK FLAT WAFER DARI TEPUNG KOMPOSIT KASAVA TERMODIFIKASI DENGAN BERBAGAI JENIS MOCAF

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

I. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

LAMPIRAN LAMPIRAN 1. PERHITUNGAN KARAKTERISTIK DAN KADAR NUTRISI.

I PENDAHULUAN. Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

Konsentrasi Asidulan (%) ,12 ± 0,18 bc

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan oleh petani dan petani hutan. Umbi porang banyak tumbuh liar di

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian,

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam pembangunan. Komponen ini memberikan kontribusi. dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga

PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG TINGGI SERAT DARI AMPAS BENGKUANG DAN AMPAS JAGUNG TERHADAP KARAKTERISTIK ORGANOLEPTIK KUE KERING

Transkripsi:

1 FORMAT MENAMPILKAN DATA TABEL, GAMBAR & TEHNIK MEMBAHAS JUDUL TOPIK RISET : STUDI PEMBUATAN MAKANAN PADAT (FOOD BARS) BERENERGI TINGGI MENGGUNAKAN TEPUNG KOMPOSIT (TEPUNG GAPLEK, TEPUNG KEDELAI, TEPUNG TERIGU) DAN PENAMBAHAN TEPUNG PORANG (Amorphophallus oncophyllus) SEBAGAI BAHAN PENGIKAT 4. Kadar Protein Kadar protein makanan padat (food bars) akibat perlakuan penambahan tepung porang dengan beberapa konsentrasi berkisar antara 9.8 10.22% (Lampiran ). Kadar protein terendah didapat pada kombinasi perlakuan penambahan tepung porang 4%. Sedangkan kadar protein tertinggi didapat pada perlakuan penambahan tepung porang 0%. Hasil analisa ragam pada Lampiran menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung porang pada beberapa konsentrasi berpengaruh nyata (α = 0,01) pada kadar protein makanan padat. Pengaruh perlakuan penambahan tepung porang terhadap kadar protein makanan padat dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Rerata Kadar Protein Makanan Padat (Food Bars) Akibat Penambahan Tepung Porang 0 4% Penambahan Tepung Porang (%) Kadar Protein (%) 0 1 2 4 10,22 d 9,96 c 9,81 c 9,62 b 9,8 a BNT 1% 0,16 Keterangan: Angka dengan notasi yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata. Penambahan porang 1% (Tabel 14), tidak berbeda nyata dengan 2% terhadap kadar protein, berbeda nyata dengan penambahan porang 0%, % dan 4%. Menurut Wang and Jonshon (2006) kandungan protein tepung porang berkisar antara 0,0 0,14% per gramnya, jumlah ini dapat dikatakan rendah, sehinga pada penelitian ini penambahan tepung porang tidak

2 memberikan pengaruh yang berarti. Seperti halnya pada kadar lemak, diduga penurunan kandungan protein dengan semakin besarnya penambahan konsentrasi porang disebabkan karena bahan yang digunakan akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya konsentrasi tepung porang yang ditambahkan. Pada penelitian ini bahan yang digunakan sebagai sumber protein adalah tepung kedelai, adapun bahan-bahan lain yang dapat menyumbangkan protein adalah tepung terigu (gluten) dan susu. Pada produk-produk pangan darurat kandungan protein sangat penting untuk memenuhi kebutuhan energi protein, dimana kandungan yang direkomendasikan menurut IOM (2002) sebesar 7 10% dari total kalori. Menurut hasil analisa, rerata total kalori yang didapatkan (Tabel 18) berkisar antara 462.00-487.99kkal, sedangkan dari rerata kadar protein yang diperoleh (Tabel 14), jika dikonversikan ke dalam kkal didapat 7.8-40.862kkal, dari hasil ini maka dapat memeuhi kebutuhan protein 8,089 8,7%. Formulasi bahan baku (Lampiran ) dilakukan untuk memenuhi standar kadar protein pangan darurat IOM (2002). Dari hasil ini diketahui banyaknya bahan yang digunakan dalam pembuatan makanan padat. Hasil perbandingan antara prediksi formulasi dengan hasil analisa menggunakan Uji T disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Kadar Protein Makanan Padat Hasil Prediksi Formulasi dengan Hasil Analisa. Penambahan Tepung Porang (%) Kadar Protein (%)* Kadar Protein (%)** T Hitung 0 1 2 4 10,19 10,09 9,98 9,89 9,79 10,22 9,96 9,81 9,62 9,8 T tabel,84 Keterangan: * = Prediksi kadar protein hasil formulasi bahan baku ** = Rerata kadar protein hasil analisa T hitung < T tabel = tidak berbeda nyata (tn) 1,8 tn 7,18 14,26 29,11 61,18

Kadar protein hasil prediksi dibanding hasil analisa pada penambahan porang 0% tidak berbeda nyata. Sedangkan pada penambahan porang 1-4% menunjukkan hasil berbeda nyata. Perbedaan disebabkan karena hasil analisa kadar protein lebih rendah jika dibanding prediksinya. Hal ini disebabkan karena terjadi kehilangan sejumlah protein selama proses pembuatan makanan padat. Pengovenan dapat menyebabkan rusaknya rantai peptida sehingga protein terkoagulasi, akibatnya terjadi perubahan struktural yang menyebabkan penurunan mutu protein (De Man, 1997). JUDUL RISET : EVALUASI JENIS PENGISI DAN RASIO MADU : PENGISI DALAM PEMBUATAN BUBUK MADU DENGAN METODE PENGERINGAN BUIH 4.2. Hidroksi Metil Furfural (HMF) Hidroksi Metil Furfural (HMF) merupakan senyawa hasil pemecahan dari gula sederhana pada ph kurang dari (Anonymous, 200 d ). Rerata HMF bubuk madu berkisar antara 0,1 mg/100g sampai 7,8 mg/100g. Hasil analisa ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa jenis bahan pengisi dan rasio madu : bahan pengisi memberi pengaruh sangat nyata (α=0,01) pada kadar HMF bubuk madu, interaksi kedua perlakuan juga berpengaruh sangat nyata. Tabel 1 Rerata Kadar HMF Bubuk Madu pada Berbagai Kombinasi Perlakuan Jenis Bahan Pengisi Maltodekstrin Dekstrin Rasio Madu : Pengisi 70:0 60:40 0:0 70:0 60:40 0:0 HMF (mg/100 g) DMRT 1% 0, a 0,7 a 0,1 a 6,14 b 7,42 c 7,8 c 0,82 0,87 0,89 0,91 0,9 Keterangan: angka dengan notasi sama menunjukkan tidak beda nyata (α=0,01)

4 Seperti yang ditunjukkan Tabel 1, terdapat perbedaan sangat nyata antara perlakuan maltodekstrin (pada berbagai proporsi) dengan dekstrin 70:0, dekstrin 60:40, dan dekstrin 0:0. Namun, perbedaan ini tidak didapatkan antara maltodekstrin 70:0, maltodekstrin 60:40, dan maltodekstrin 0:0; dan antara dekstrin 60:40 dengan dekstrin 0:0. Kadar HMF terendah dihasilkan dari penggunaan bahan pengisi maltodekstrin dengan rasio 0:0. Menurut Anonymous (200 d ), HMF terbentuk pada kondisi ph kurang dari dan bisa digunakan sebagai indikator dari perubahan terhadap panas (Anonymous, 2001 a ).. Ini berarti pembentukan HMF disebabkan oleh suasana asam dengan adanya panas. Bubuk yang dibuat dari maltodekstrin dengan rasio 0:0 memiliki kadar HMF terendah karena saat pengeringan, maltodekstrin tidak memberikan suasana asam yang diperlukan untuk terbentuknya HMF. Ini berbeda dengan dekstrin yang menghasilkan HMF bubuk lebih tinggi, karena tingkat keasaman dekstrin tinggi, ditunjukkan dengan ph,2. Selain itu, pada rasio 0:0, ph campuran juga lebih tinggi karena ph maltodekstrin (,04) lebih tinggi daripada madu (4,6). Makin banyak maltodekstrin, ph menjadi lebih tinggi dan pembentukan HMF juga lambat. Nilai Koefisien determinasi (R 2 ) seebesar 0,942 menunjukkan bahwa 94,2 % kadar HMF dipengaruhi nilai ph. TEHNIK MENAMPILKAN GAMBAR: Grafik korelasi kadar HMF dengan ph ditunjukkan dengan Gambar 6.

Kadar Lemak (%) Kadar HMF (mg/100g) 10.00 8.00 6.00 4.00 y = -12.211x + 71.9 R 2 = 0.942 2.00 0.00.00.20.40.60.80 6.00 ph Gambar 6 Grafik Korelasi HMF dengan ph Bubuk Madu Pada Gambar 6, ditunjukkan bahwa kadar HMF dan nilai ph berkorelasi negatif dengan persamaan y=-12,211x+71,9. ph yang lebih tinggi menunjukkan kadar HMF yang lebih kecil. TEHNIK MEMBAHAS GAMBAR YANG SALAH JUDUL : Pembuatan Sosis Lele Dumbo (Clarias Ariepinus) Kajian Penambahan Jenis Dan Konsentrasi Binder 4.2.. Kadar Lemak Rerata kadar lemak sosis lele dumbo akibat perlakuan penambahan berbagai jenis dan konsentrasi binder berkisar antara 12.4-14.41% (berat kering) (Lampiran7). Perubahan nilai kadar lemak sosis lele akibat perlakuan penambahan berbagai jenis dan konsentrasi binder disajikan pada Gambar 8 1 14 1 12 susu skim putih telur tepung kedelai 11 7 Konsentrasi Binder (%)

6 Gambar 8. Rerata Kadar Lemak (%) Sosis Lele Dumbo pada Berbagai Penambahan Jenis dan Konsentrasi Binder Gambar 8 memperlihatkan bahwa nilai kadar lemak sosis lele dumbo dengan penambahan berbagai jenis binder (susu skim, putih telur dan tepung kedelai) cenderung meningkat dengan semakin banyaknya konsentrasi binder yang ditambahkan. Hasil analisa ragam menunjukkan penambahan berbagai jenis binder, konsentrasi binder serta interaksi keduanya memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata ( =0.01) terhadap kadar lemak sosis lele dumbo (Lampiran 7). Rerata kadar lemak sosis lele dumbo pada berbagai penambahan jenis dan konsentrasi binder disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Rerata Kadar Lemak Sosis Lele Dumbo Pada Berbagai Penambahan Jenis dan Konsentrasi Binder Jenis Binder Konsentrasi Binder (%) Rerata Kadar Lemak (%)* Susu skim 12.4 a 12.64 b 7 12.69 b Putih telur 1.28 c 1.79 e 7 1.88 ef Tepung 1.4 d kedelai 14.04 f 7 14.41 g Pembanding DMRT % = 12.4-14.41 * = dalam % berat kering ** = dalam % berat basah Rerata Kadar Lemak (%)**.61.82.9.68.7.74.89 4.20 4.8 Ket: Rerata yang didampingi huruf yang berbeda menunjukkan berbeda nyata pada taraf 0.0 Tabel 12 menunjukkan bahwa kadar lemak paling tinggi dihasilkan dengan penambahan binder tepung kedelai 7%. Hal ini disebabkan kandungan lemak pada tepung kedelai paling tinggi dibandingkan kadar lemak putih telur dan susu skim. Menurut Koswara (1992) kadar lemak pada tepung kedelai berlemak penuh sebesar 21 %, sedangkan susu skim mengandung lemak 0.8% (Webb and Whitler,1970) dan putih telur memiliki kandungan lemak 11.% (Iman

7 dan Idris,1989). Sehingga semakin banyak konsentrasi binder yang ditambahkan, kadar lemak juga akan semakin meningkat.