STUDI PENGGUNAAN, PERBAIKAN DAN METODE SAMBUNGAN UNTUK JEMBATAN KOMPOSIT MENGGUNAKAN LINK SLAB

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI PENGGUNAAN, PERBAIKAN DAN METODE SAMBUNGAN UNTUK JEMBATAN KOMPOSIT MENGGUNAKAN LINK SLAB

STUDI PENGGUNAAN LINK SLAB PADA JEMBATAN KOMPOSIT

Nama : Mohammad Zahid Alim Al Hasyimi NRP : Dosen Konsultasi : Ir. Djoko Irawan, MS. Dr. Ir. Djoko Untung. Tugas Akhir

DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR LAMBANG, NOTASI, DAN SINGKATAN

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN MALO-KALITIDU DENGAN SYSTEM BUSUR BOX BAJA DI KABUPATEN BOJONEGORO M. ZAINUDDIN

OLEH : ANDREANUS DEVA C.B DOSEN PEMBIMBING : DJOKO UNTUNG, Ir, Dr DJOKO IRAWAN, Ir, MS

Jembatan Komposit dan Penghubung Geser (Composite Bridge and Shear Connector)

TUBAGUS KAMALUDIN DOSEN PEMBIMBING : Prof. Tavio, ST., MT., Ph.D. Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, M.S.

STUDIO PERANCANGAN II PERENCANAAN GELAGAR INDUK

PERENCANAAN STRUKTUR JEMBATAN BANGILTAK DESA KEDUNG RINGIN KECAMATAN BEJI KABUPATEN PASURUAN DENGAN BUSUR RANGKA BAJA

2- ELEMEN STRUKTUR KOMPOSIT

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN JUANDA DENGAN METODE BUSUR RANGKA BAJA DI KOTA DEPOK

PERHITUNGAN VOIDED SLAB JOMBOR FLY OVER YOGYAKARTA Oleh : Ir. M. Noer Ilham, MT. [C]2008 :MNI-EC

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN BANTAR III BANTUL-KULON PROGO (PROV. D. I. YOGYAKARTA) DENGAN BUSUR RANGKA BAJA MENGGUNAKAN BATANG TARIK

STRUKTUR JEMBATAN BAJA KOMPOSIT

PERHITUNGAN SLAB LANTAI JEMBATAN

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

MODUL 6. S e s i 5 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB II PERATURAN PERENCANAAN

PERENCANAAN JEMBATAN KALI TUNTANG DESA PILANGWETAN KABUPATEN GROBOGAN

TUGAS AKHIR PERENCANAAN ULANG STRUKTUR JEMBATAN MERR II-C DENGAN MENGGUNAKAN BALOK PRATEKAN MENERUS (STATIS TAK TENTU)

PERENCANAAN JEMBATAN MALANGSARI MENGGUNAKAN STRUKTUR JEMBATAN BUSUR RANGKA TIPE THROUGH - ARCH. : Faizal Oky Setyawan

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

Perancangan Struktur Atas P7-P8 Ramp On Proyek Fly Over Terminal Bus Pulo Gebang, Jakarta Timur. BAB II Dasar Teori

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

PERANCANGAN JEMBATAN KATUNGAU KALIMANTAN BARAT

Rico Daniel Sumendap Steenie E. Wallah, M. J. Paransa Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sam Ratulangi Manado

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-6 1

MODUL 6. S e s i 1 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

III. METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah dengan analisis studi kasus

5.4 Perencanaan Plat untuk Bentang 6m

PERHITUNGAN STRUKTUR BOX CULVERT

Mencari garis netral, yn. yn=1830x200x x900x x x900=372,73 mm

BAB VII PERENCANAAN PERLETAKAN ( ELASTOMER )

BAB III METODE PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BAJA KERETA API. melakukan penelitian berdasarkan pemikiran:

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

PERENCANAAN JEMBATAN COMPOSITE GIRDER YABANDA JAYAPURA, PAPUA TUGAS AKHIR SARJANA STRATA SATU. Oleh : RIVANDI OKBERTUS ANGRIANTO NPM :

Data data perencanaan: 1. Bentang jambatan : 2. Lebar jembatan : 3. Lebar trotoar : 4. Jarak gelegar memanjang : 5. Jenis lantai :

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

OPTIMASI TEKNIK STRUKTUR ATAS JEMBATAN BETON BERTULANG (STUDI KASUS: JEMBATAN DI KABUPATEN PEGUNUNGAN ARFAK)

Evaluasi Kekuatan Struktur Atas Jembatan Gandong Kabupaten Magetan Dengan Pembebanan BMS 1992

MODIFIKASI PERANCANGAN JEMBATAN TRISULA MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA DENGAN DILENGKAPI DAMPER PADA ZONA GEMPA 4

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG GRAHA AMERTA RSU Dr. SOETOMO SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA BETON

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

II. TINJAUAN PUSTAKA. rintangan yang berada lebih rendah. Rintangan ini biasanya jalan lain ( jalan

PERHITUNGAN GELAGAR JEMBATAN BALOK-T A. DATA STRUKTUR ATAS

PERENCANAAN ULANG GEDUNG PERKULIAHAN POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA (PENS) DENGAN MENGGUNAKAN METODE PRACETAK

BAB V PERHITUNGAN STRUKTUR

CONTOH CARA PERHITUNGAN JEMBATAN RANGKA BATANG

d b = Diameter nominal batang tulangan, kawat atau strand prategang D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Ek

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

TUGAS AKHIR RC

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

KAJIAN PEMANFAATAN KABEL PADA PERANCANGAN JEMBATAN RANGKA BATANG KAYU

BEBAN JEMBATAN AKSI KOMBINASI

MODIFIKASI PERENCANAAN STRUKTUR BAJA KOMPOSIT PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER

Materi Pembelajaran : 7. Pelaksanaan Konstruksi Komposit dengan Perancah dan Tanpa Perancah. 8. Contoh Soal.

D3 TEKNIK SIPIL POLITEKNIK NEGERI BANDUNG BAB II STUDI PUSTAKA

PERENCANAAN JEMBATAN RANGKA BAJA SUNGAI AMPEL KABUPATEN PEKALONGAN

PERENCANAAN STRUKTUR ATAS JEMBATAN RANGKA BAJA MUSI VI KOTA PALEMBANG SUMATERA SELATAN. Laporan Tugas Akhir. Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

BAB III METODOLOGI DESAIN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. metoda desain elastis. Perencana menghitung beban kerja atau beban yang akan

MODUL 6. S e s i 4 Struktur Jembatan Komposit STRUKTUR BAJA II. Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

PERANCANGAN JEMBATAN TAHOTA II KABUPATEN MANOKWARI PROVINSI PAPUA BARAT

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

LAMPIRAN 1. DESAIN JEMBATAN PRATEGANG 40 m DARI BINA MARGA

TUGAS AKHIR MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLITAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER

ANAAN TR. Jembatan sistem rangka pelengkung dipilih dalam studi ini dengan. pertimbangan bentang Sungai Musi sebesar ±350 meter. Penggunaan struktur

BAB III LANDASAN TEORI. Dimensi, berat kendaraan, dan beban yang dimuat akan menimbulkan. dalam konfigurasi beban sumbu seperti gambar 3.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

DESAIN JEMBATAN BARU PENGGANTI JEMBATAN KUTAI KARTANEGARA DENGAN SISTEM BUSUR

Modifikasi Struktur Jetty pada Dermaga PT. Petrokimia Gresik dengan Metode Beton Pracetak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

JEMBATAN RANGKA BAJA. bentang jembatan 30m. Gambar 7.1. Struktur Rangka Utama Jembatan

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR UTAMA Pre-Elemenary Desain Uraian Kondisi Setempat Alternatif Desain

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan SNI Untuk mendukung penulisan tugas akhir ini

BAB V PERHITUNGAN KONSTRUKSI

Kajian Pengaruh Panjang Back Span pada Jembatan Busur Tiga Bentang

BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN STRUKTUR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS BEBAN JEMBATAN

OPTIMASI BERAT STRUKTUR RANGKA BATANG PADA JEMBATAN BAJA TERHADAP VARIASI BENTANG. Heavy Optimation Of Truss At Steel Bridge To Length Variation

MODIFIKASI PERENCANAAN GEDUNG RUMAH SAKIT ROYAL SURABAYA MENGGUNAKAN STRUKTUR KOMPOSIT BAJA-BETON

PERHITUNGAN PLAT LANTAI (SLAB )

MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN KALI BAMBANG DI KAB. BLITAR KAB. MALANG MENGGUNAKAN BUSUR RANGKA BAJA

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG RUSUNAWA UNIMUS

disusun oleh : MOCHAMAD RIDWAN ( ) Dosen pembimbing : 1. Ir. IBNU PUDJI RAHARDJO,MS 2. Dr. RIDHO BAYUAJI,ST.MT

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA JEMBATAN LINGKAR UNAND,PADANG

STUDY PEMODELAN STRUKTUR SUBMERGED FLOATING TUNNEL

PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN, SANDARAN DAN TROTOAR

PERENCANAAN JEMBATAN BUSUR MENGGUNAKAN DINDING PENUH PADA SUNGAI BRANTAS KOTA KEDIRI. Oleh : GALIH AGENG DWIATMAJA

Analisis Konstruksi Jembatan Busur Rangka Baja Tipe A-half Through Arch. Bayzoni 1) Eddy Purwanto 1) Yumna Cici Olyvia 2)

Jl. Banyumas Wonosobo

DESAIN JEMBATAN BETON BERTULANG ANTARA PULAU BIDADARI DAN PULAU KELOR

ANALISIS PENGHUBUNG GESER (SHEAR CONNECTOR) PADA BALOK BAJA DAN PELAT BETON

STUDI RESPON SEISMIK JEMBATAN BALOK KOMPOSIT SEDERHANA YANG DIRETROFIT DENGAN LINK SLAB DITINJAU DARI BENTANG JEMBATAN DAN KEKAKUAN BANGUNAN BAWAH

JURNAL ILMU-ILMU TEKNIK - SISTEM, Vol. 11 No. 1

PERHITUNGAN STRUKTUR JEMBATAN LENGKUNG RANGKA BAJA DUA TUMPUAN BENTANG 120 METER Razi Faisal 1 ) Bambang Soewarto 2 ) M.

Transkripsi:

STUDI PENGGUNAAN, PERBAIKAN DAN METODE SAMBUNGAN UNTUK JEMBATAN KOMPOSIT MENGGUNAKAN LINK SLAB Nama Mahasiswa : FERINDRA IRAWAN NRP : 105 100 01 Jurusan : Teknik Sipil FTSP - ITS Dosen Konsultasi : Dr. Ir. Hidayat Soegihardjo, MS Abstrak Jembatan di Indonesia umumnya menggunakan sistem perletakan sederhana yang berarti struktur antara lantai kendaraan dengan abutmen atau antar lantai kendaraan terpisah dengan siar.siar tersebut biasanya ditutup dengan menggunakan konstruksi yang dinamakan expantion joint. Dengan adanya siar tersebut muncul beberapa permasalahan yaitu menimbulkan ketidaknyamanan pengguna jembatan serta menimbulkan korosi pada baja dan perletakan. Semua permasalahan yang timbul ini tentunya dapat mengurangi kenyamanan pemakai jembatan, biaya yang tinggi dalam perawatan serta berkurangnya umur jembatan. Dalam studi ini siar yang ada akan dihubungkan dengan konstruksi lantai menerus menggunakan link slab. Studi yang akan dilaksanakan pada jembatan komposit dengan bentang 1,1,0,5 dan 0 m mempergunakan Standar Bangunan Atas Jembatan komposit dari Direkorat Bina Program Jalan Direktorat Jenderal Bina Marga Departemen Pekerjaan Umum. Pemodelan link slab menggunakan metode analitik, model elemen balok dan model elemen solid. Hasil studi untuk jembatan komposit dengan konstruksi link slab ini adalah memperoleh panjang debonding zone dan tebal link slab serta penulangan yang optimum agar memenuhi momen retak yang diisyaratkan Dan material sebagai pengisi link slab sebaiknya digunakan Engineered Cementitious Composite (ECC) dengan mutu yang lebih tinggi dari mutu material lantai kendaraan. Kata kunci : link slab, lantai kendaraan, jembatan komposit, ECC. 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jembatan merupakan bagian dari jalan yang sangat diperlukan dalam sistem transportasi nasional. Peranan jembatan sangat penting terutama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan. Pertumbuhan daerah dikembangkan untuk pemerataan pembangunan. Dampak pemerataan pembangunan dapat membentuk dan memperkukuh kesatuan nasional yang berakibat memantapkan pertahanan dan keamanan nasional. Dari kukuhnya kesatuan nasional dapat terwujud sasaran pembangunan nasional dalam menuju masyarakat yang adil dan sejahtera. Selama masa kemerdekaan RI, tidak kurang 88 ribu buah jembatan atau ekuivalen panjang kurang lebih 1000 km yang telah dibangun dan di inventarisir walaupun sebagian kecil merupakan peninggalan masa penjajahan. Dari jumlah tersebut tidak kurang dari 9 ribu buah jembatan berada di ruas jalan nasional dan provinsi atau ekuivalen panjang kurang lebih 8 km dan sisanya berada di ruas jalan kabupaten dan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia yang berjumlah sekitar 17.000 pulau. Dengan memperhatikan kondisi alam Indonesia yang berupa pulau-pulau dengan bukit, pegunungan serta sungaisungainya, masih banyak diperlukan pembangunan jembatan dengan jenis material beton maupun baja, karena material ini mempunyai kekuatan yang tinggi dengan pemeliharaan yang relatif rendah. Dari sekian banyak jembatan di Indonesia sebagian besar digunakan jembatan dengan sistem perletakan sederhana yang berarti struktur antara lantai kendaraan dengan abutmen atau lantai kendaraan jembatan yang satu dengan yang lainnya terpisah dengan siar. Siar tersebut biasanya ditutup dengan menggunakan konstruksi yang dinamakan expantion joint. Permasalahan yang muncul dengan adanya siar tersebut adalah terjadinya ketidaknyamanan bagi pengguna jalan. Seiring dengan bertambahnya waktu, expantion joint akan mengalami deterioration dan terjadi retak di sekitarnya. Air hujan juga bisa mengalir lewat expantion joint. Hal ini akan mengakibatkan karat pada girder maupun perletakannya dan tumbuhnya tanaman serta lumut yang berakibat rusaknya bearing pad. Di negara dengan empat musim, kerusakan juga dapat disebabkan oleh proses deicing. Beberapa permasalahan tersebut pada akhirnya menimbulkan dampak terhadap ketidaknyamanan bagi pemakai jalan, biaya yang tinggi dalam perawatan dan berkurangnya umur jembatan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dan banyaknya jembatan panjang di Indonesia menggunakan sistem pratekan diatas dua perletakan, maka perlu dilakukan studi terhadap Konstruksi Lantai Menerus yang menggunakan Link Slab. Studi ini merupakan pengembangan dari studi terdahulu. Bentang jembatan yang di studi 1, 1, 0, 5 dan 0 meter sesuai standar bangunan atas jembatan komposit. 1. Perumusan Masalah Dalam studi lantai menerus pada jembatan komposit dengan menggunakan link slab ini, permasalahan yang timbul, yaitu : 1. Bagaimana menganalisa jembatan komposit bentang 1, 1, 0, 5 dan 0 meter dengan menggunakan metode analitik?. Bagaimana menganalisa hasil metode analitik dengan menggunakan metode numerik?. Bagaimana merencanakan penulangan link slab agar memenuhi persyaratan? 1. Batasan Masalah Batasan masalah yang akan dipakai dalam tugas akhir ini adalah : Studi ini tidak membahas detail ECC (Engineered Cementitious Composite) yang digunakan sebagai bahan material link slab. 5 Studi ini dilakukan untuk jembatan komposit bentang 1, 1, 0, 5 dan 0 m. Struktur jembatan yang diperhitungkan hanya lantai kendaraan dan gelagar utama. 7 Tidak memperhitungkan struktur bangunan bawah jembatan. 8 Metode perhitungan untuk studi ini menggunakan metode analitik. 9 Metode numerik menggunakan program SAP 000.

1. Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam menganalisa link slab ini adalah : 1. Menganalisa jembatan komposit bentang 1, 1, 0, 5 dan 0 m dengan menggunakan metode analitik.. Menganalisa hasil metode analitik dengan menggunakan metode numerik.. Merencanakan penulangan link slab agar memenuhi persyaratan.. Link slab..1 Pengertian Link Slab Link slab adalah lapisan penghubung yang berfungsi menghubungkan lantai kendaraan pada jembatan yang terpisah akibat adanya siar antar lantai kendaraan maupun antara lantai kendaraan dengan abutmen. BAB II TINJAUAN PUSTAKA.1 Jembatan baja komposit Jembatan di Indonesia umumnya merupakan jembatan yang menggunakan sistem perletakan sederhana selain karena desainnya yang tidak terlalu rumit selain itu proses pelaksanaannya yang mudah. Jembatan baja komposit banyak digunakan di Indonesia karena desain dan pelaksanaan konstruksinya yang mudah. Jembatan ini sangat ekonomis untuk bentang sampai 0 m (The design of modern steel bridge, 00). Di antara beton dan baja terdapat penghubung shear connector yang berfungsi sebagai pengikat baja dan beton sekaligus untuk menahan gaya geser yang terjadi antara beton dan permukaan baja. Keterbatasan dari jembatan gelagar komposit adalah sama dengan jembatan jembatan yang menggunakan baja lainnya yaitu terhadap unsur kimia belerang sehingga jembatan komposit tidak diperkenankan dibangun pada kawasan gunung berapi yang masih aktif.. Pembebanan Dalam penelitian ini beban yang digunakan mengikuti peraturan rencana beban jembatan yang baru RSNI T-0-005. Perubahan beban yang diperlukan dari standar lama BMS adalah tanpa perlu mengikutsertakan perubahan load factor, sebagai berikut: a) Desain beban Truk T dari 50 kn (5 ton) menjadi 500 kn (50 ton). b) Desain beban roda dari 100 kn (10 ton) menjadi 11,5 kn (11,5 ton). c) Uniform Distributed Load (UDL) D dari q 8 kpa menjadi 9 kpa. d) Knife Edge Load (KEL) D dari p kn/m menjadi 9 kn/m. Gambar.1 Penampang Link Slab Jembatan di Indonesia umumnya menggunakan expansion joint untuk menghubungkan antar lantai kendaraan yang biasanya menggunakan beton cor untuk menutupi siar yang ada atau menggunakan baja yang dipasang pada siar. Hal ini membuat ketidaknyamanan pada pengendara sebab saat melewati expansion joint roda akan mengalami hentakan serta air hujan dapat dengan mudah masuk ke dalam girder dan abutment yang menimbulkan karat dan tumbuh lumut yang pasti akan merusak pemandangan jembatan. Dengan link slab ini maka pada jembatan di desain menggunakan konstruksi lantai menerus sehingga para pengguna jembatan menjadi lebih nyaman serta air hujan tidak lagi dapat masuk ke dalam lantai kendaraan sehingga jembatan dapat lebih awet dan bertahan sesuai umur rencana. Gambar. Struktur Link Slab

.. Perkembangan link slab 1. Caner, A and P. Zia (1998), Behavior and Design of Link Slab for Jointless Bridge Decks, PCI Journal, pp.8-80. Penelitian ini merupakan perkembangan awal dari link slab untuk konstruksi lantai menerus pada jembatan. Dalam penelitiannya Caner dan Zia menyimpulkan bahwa link slab lebih menerima gaya lentur daripada gaya tarik aksial yang disebabkan beban lalu lintas yang ada, retak yang terjadi pada bagian atas link slab akibat adanya momen negatif pada daerah perletakan. Untuk balok baja lebar retak maksimum adalah 0.01 atau sekitar 0. mm saat 0 % beban ultimate dan 0.00 atau sekitar 0.8 mm saat 7 % beban ultimate. Dan rotasi yang diharapkan maksimum 0.0015 rad.. Victor C. Li, M. Weiman,dkk ( 00), Durable Link Slab for Jointless Bridge Decks Based on Strain - Hardening Cementitious Composites, MDOT Project Manager, RC-18. Dengan mendasarkan hasil penelitian Caner dan Zia, penelitian ini bertujuan untuk memperkecil lebar crack yang terjadi pada link slab dengan penambahan Polyvinyl Alcohol (PVA) fiber pada campuran ECC yang merupakan bahan material untuk link slab. Dan hasilnya lebar retak yang ditimbulkan kurang dari 100 µm, dan hal ini sangat mendukung tingkat penyerapan air akibat retak yang terjadi. Dimana menurut AASHTO air mulai dapat masuk ke dalam beton pada lebar retak sekitar 0 µm. Gambar. Diagram Koefisien Permeability Engineered Cementitious Gabungan (ECC) adalah suatu beton dengan campuran fiber yang kuat dalam menahan tegangan lentur dan tegangan geser (Li, 00) Diagram menunjukkan kurva teganganregangan dari suatu ECC yang diberi fiber Poly- Vinyl Alkohol ( PVA). Setelah retak pertama, ECC mengalami plastis dan penguatan tegangan dari suatu beban tarik.5% sebelum putus. Kapasitas regangan tarik ECC adalah sekitar 50 kali regangan tarik beton normal ( 0.01%).. Qian, S., Michael D. Lepech, Y. Y. Kim, and Vi. C. Li (009) Introduction of Transition Zone Design for Bridge Deck Link Slabs Using Ductile Concrete, ACI Structural Journal, V. 10, No. 1,, pp. 9-105. Penelitian ini bertujuan melihat perilaku link slab untuk lantai kendaran pada jembatan. Pada penelitian ini difokuskan pada zona transisi dari lantai kendaraan ke link slab yang disebut Interface. Dengan adanya penambahan shear connector pada bagian link slab (lap slice) dapat menggeser konsentrasi tegangan yang sebelumnya terjadi pada daerah interface ke daerah link slab. Pada uji coba laboratorium terlihat bahwa retak yang terjadi lebih menjauhi interface sehingga lebih aman. Pada setiap struktur lebih rawan jika terjadi tegangan pada sambungan karena akan mudah berpeluang terjadi retak maupun pecah. Hasilnya mendapatkan suatu pendekatan inovatif dalam merancang zona transisi pada link slab.. Yugiantoro, H and H. Vaza (007), Continous Slab Construction on Simple Beam Deck Bridge, Directorate of Program, Directorate General of Highways (in Indonesian). Gambar. Diagram Regangan ECC Di Indonesia sendiri penelitian ini adalah penelitian tentang link slab yang pertama. Dalam penelitian ini dilakukan kaji lapangan di jembatan Janti yang terletak di Yogyakarta. Flyover ini mengalami pergeseran lateral pada bangunan atasnya antara 0.5cm 8cm setelah diguncang

gempa bumi beberapa waktu lalu. Flyover Janti dengan bentang total 5 x.8m dengan balok girder pratekan. Lantai jembatan dibuat menerus dari abutment sampai pilar yang ke lima, terdapat ikatan simpul antara tulangan longitudinal atas dan bawah. Direktorat Bina Teknik dan PJJ DI Yogyakarta telah melakukan kajian tahapan pengangkatan dan pergeseran arah lateral untuk mengembalikan posisi girder pratekan dan lantai. Tentunya diperlukan ketelitian dan tingkat kecermatan tinggi terutama pada bagian dengan konstruksi lantai menerus. Telah dibuat kerjasama dengan Korean Highway Corporation berkaitan dengan pergerakan dan aseismatik struktur. Telah didatangkan alat dongkrak hidrolik dengan kapasitas 100 ton dan tegangan kerja maksimum 700 kg/cm. 5. Soegihardjo, H and Supani ( 009 ), Repairing and Joining Methods for Simply Prestressed Bridges Using Link Slab, ICRMCE. Penelitian ini dilakukan pada jembatan balok I pratekan dengan bentang,5,1, dan 0 m. Hasil dari studi ini adalah sebagai berikut : a. Untuk semua tipe balok dan kondisi tegangan tulangan yang diizinkan < 0.σ y, ratio tulangan longitudinal yang diperoleh sebesar 1%. a. Besarnya panjang debonding zone berkisar antara (.5-7.5)% bentang balok. Untuk setiap tipe balok, semakin pendek debonding zone, semakin besar tegangan pada tulangan. b. Tipikal jembatan perletakan sederhana pratekan masih mungkin untuk diaplikasikan penggunaan link slab dalam kaitan dengan perubahan beban pada peraturan jembatan yang baru. c. Engineered Cementitious Gabungan ( ECC) yang diterapkan untuk link slab tidak hanya untuk konstruksi jembatan yang baru tetapi juga untuk perbaikan jembatan yang sudah ada. Detail alat penghubung yang struktural antara segmen lantai kendaraan beton dan ECC link slab harus dirancang dengan baik... Dasar Analisis Link Slab Konstruksi link slab ditempatkan pada debonding zone yaitu daerah dimana momen negatif terjadi karena lantai kendaraan dibuat konstruksi menerus Gambar. a. Deformasi Pada Perletakan Sederhana b. Deformasi Pada Konstruksi Menerus Gambar.7 Skema Link Slab Debonding zone adalah bagian tengah dari link slab yang mana shear connector dari balok dihilangkan untuk menghindari aksi komposit yang terjadi antara balok dan lantai kendaraan. Dengan menghindari aksi komposit, mekanisme debonding zone adalah menjamin pada bagian atas sayap girder tidak menahan gaya geser antara girder lantai kendaraan. Dengan mekanisme seperti ini ketika balok berdefleksi debonding ini berfungsi sebagai engsel antara bentang balok jembatan. Tetapi di bagian luar debonding zone shear connector tetap ada dan fungsinya kembali seperti semula yaitu menahan gaya geser sekaligus sebagai penimbul aksi komposit yang terjadi antara balok dan lantai kendaraan. 5

. Material Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan material beton untuk link slab adalah selain memenuhi kekuatan tekan, juga diperhatikan kemampuan tariknya disebabkan terbentuknya retak akibat lentur pada debonding zone. Engineered Cementitious Composite (ECC), beton berserat kinerja tinggi dengan kapasitas regangan tarik sampai,5% (50 kali kapasitas tarik beton normal) dan kapasitas lebar retaknya lebih kecil 100µm, dapat digunakan untuk link slab. A Desain Link Slab Pembebanan Numerik cek.1 Diagram Alir BAB III METODOLOGI Not OK Sap 000 OK Kesimpulan Mulai Selesai Studi literatur : Jurnal dan peraturan yang berkaitan Not OK Desain awal balok dan pelat lantai jembatan Pembebanan Analitik Analisa Struktur Kontrol Desain A OK Gambar.1 Diagram Alir Pengerjaan Tugas Akhir BAB IV PERENCANAAN LANTAI KENDARAAN DAN TROTOAR.1 Perencanaan Lantai Kendaraan.1.1 Penulangan Arah Melintang Data data perencanaan : fc 5 MPa fy 90 Mpa Selimut beton 0 mm Tebal pelat 00 mm 0 cm Diameter tulangan 1 mm (arah x) Diameter tulangan 8 mm (arah y) fc 5 MPa Dipakai tulangan D1 150 ( A s 1.07 mm ).1. Penulangan Arah Memanjang Dipasang tulangan susut dan suhu dengan ketentuan sebagai berikut : A s min 0,00 A bruto pelat...(tulangan deform ; fy 00 MPa) A s min 0,0018 A bruto pelat...(tulangan deform ; fy 00 MPa)

Dengan interpolasi untuk tulangan deform ; fy 90 MPa. Didapatkan harga ρ 0.00188 A s min 0,00188 x 19 x 1000 0,9 mm Dipakai tulangan D1 00 (As, mm ) Tabel 5.1 Perhitungan Luas Penampang Profil dan Karakteristiknya BAB V PERENCANAAN GELAGAR JEMBATAN 5.1 Perencanaan Gelagar Jembatan 5.1.1 Jembatan Bentang 1 m Untuk perencanaan gelagar jembatan ini menggunakan profil baja dengan mutu BJ 1, dengan ketentuan sebagai berikut : Tegangan leleh fy 50 Mpa Tegangan ultimate fu 10 Mpa Modulus Elastisitas E,1 x 10 kg/cm 5.1.1. Perhitungan Inersia Komposit Untuk perencanan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 00 x 00 x 1 x 1 Data data profil : A 50,7 cm ; b 08 mm g 1,97 kn/m ; tf 1,00 mm d 00 mm ; tb 1,00 mm Untuk gelagar diafragma dipilih profil WF dengan dimensi : 00 x 100 x 7 x 11 Data data profil : A,18 cm ; b 99 mm g 0,18 kn/m ; tf 7,00 mm d 198 mm ; tb 11,00 mm 5.1.1.1 Perhitungan Inersia Penampang Gambar 5. Penampang Komposit Bentang 1 m Tebal aspal 50 mm Tebal pelat komposit 00 mm Jarak gelagar 1, m n Ec plat / Ec balok 8,9 b 1, m 100 mm b eff 100 : 8,9 1,9 mm Tabel 5. Perhitungan Luas Penampang Lapangan Komposit dan Karakteristiknya Gambar 5. Penampang Profil Bentang 1 m 7

c. Beban Hidup Balok melintang atau diafragma tidak diperhitungkan untuk memikul beban, maka faktor distribusi α yang sesuai dengan Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan ( BMS ) 199 1 5.1.1. Pembebanan a. Berat sendiri gelagar utama Berat profil 197 kg/m 1,97 KN/m q 1 b. Beban mati Aspal dengan tebal 5 0,05 x x 1, 1, KN/m - Lantai kendaraan dengan tebal 0 cm 0, x x 1, 5,7 KN/m - Muatan sekunder akibat peninggian trotoar dan kerb (Dianggap dipasang setelah lantai kendaraan di cor) asumsi tebal trotoar 0,5 m 0.5xx1x 1,KN / m 9 - Beban akibat tiang sandaran (Asumsi dimensi sandaran 0, x 0, x 1 ( tinggi ) 0.x0.x1x x7xx1. 0,19KN / m 9x1 - Beban mati terpusat akibat gelagar diafragma Berat Profil 0,18 KN/m P 0,18 x 1, 0,18 KN Beban terbagi rata (UDL) Menurut ketentuan RSNI T-0 005 pada pasal. untuk: L 0 m ; q 9,0 kpa L > 0 m ; q 9,0 15 0,5 + L Pembeban UDL : L,5 m ; q 9 kpa 900 kg/m Beban yang bekerja : Q L1 900 x 1 x 1. 1080 kg/m 10,80 kn/m Beban garis (KEL) Beban garis (KEL) sebesar p kn/m, ditempatkan tegak lurus dari arah lalu lintas pada jembatan dimana besarnya : P 9 kn/m 900 kg/m Faktor beban dinamik yang berlaku untuk KEL ditentukan melalui gambar 8 SNI T-0 005, didapatkan harga DLA 0 %, sehingga beban yang bekerja dengan adanya faktor kejut DLA adalah : P 1 (1 + DLA) x P x b 1 (1 + 0,) x 9 x 1, 7, kn 7 kg Beban hidup di trotoar 500 kg 5 KN 100% 5 1 Q L 1,111KN / m 9 Q L P L Q L1 + Q L 10,80 KN/m + 1,111 KN/m 11.911 KN/m 7, KN 1) Pembebanan akibat gelagar utama R A x Q x L D x 1,97 x 1 11,8 KN kpa 8

M D 1 1 x Q x L 8 D 1 x 1,97 x 1 5, KNm 8 ) Pembebanan akibat gelagar diafragma P 0,18 R A 0, KN 1 M L 1 x Q x L + x P x L 8 L 1 1 1 x 11,911 x 1 + x 7, x 1 8,7 KNm Tabel 5. Hasil Perhitungan Momen Statis Tertentu M D ( ) P{ ( 0,) + (,1) } R A 0, 0,18 0, +,1 0,9 KNm ( ) {( ) ( )} ) Pembebanan akibat pelat lantai R A x Q x L D x 5,7 x 1,5 KN M D 1 1 x Q x L 8 D 1 x 5,7 x 1 10,8 KNm 8 ) Pembebanan akibat aspal & muatan sekunder q 1, + 1, + 0,19,80 KN R A x Q x L D x,80 x 1 1,8 KN M D 1 1 x Q x L 8 D 1 x,80 x 1 50,5 KNm 8 5) Pembebanan akibat beban UDL& KEL R A x Q x L + x P L 1 x 11,911 x 1 + x 7, 109,9 KN M D 5, + 0,9 + 10,8 + 50,5 190,55 KNm 19.055 Kgm M L,7 KNm.7 Kgm R A 11,8 + 0, +,5 + 1,8 + 109,9 17, KN 5.1.1. Perhitungan Stiffener ( Pengaku ) a. Pengaku antara ( intermediate stiffener ) : h d ( t f + r ) 00 - ( 1 + 0 ) 18 mm h 0 tw 18 0 1 15,1 0 OK!! ( Tidak memerlukan stiffener antara) b. Stiffener tumpuan : Tinggi pengaku ( h s ) h 18 mm Lebar pengaku ( w s ) " 1 W b f tw - x, dimana 0 < x < Pakai x 10 mm bf - tw W - x 08-1 10 18,5 mm 9

- Kriteria tekuk setempat w 18,5 t min 0,5 95/ Fy 95/ 50 mm - Kriteria leleh tekan Rtotal 170 A perlu 0, Fy 0, 50 1155,5 mm A perlu 1155,5 t,1 mm w 18,5 Lebar efektif ( l ) 5 t w 5 ( 1 ) 55 mm l 55 Jarak pengaku,5 mm Dipakai pengaku tumpuan 185 x 1 x 18 mm Gambar 5. Penampang Pelat Pengaku Tumpuan Bentang 1 m 5.1.1.5 Kontrol Lendutan Persyaratan untuk lendutan per bentang memanjang (L 1 m) a. Lendutan ijin : L ijin 800 100 1,5 cm 800 x,1 x 10 18, x 80 x 80,5 ( ) 100 80 0,008 cm d. Lendutan akibat pelat lantai kendaraan o () 5 8 Q L E I x 5 5,7 x (100 ) 8,1 x 10 x 80,5 1,08 cm ( ) e. Lendutan akibat beban hidup lalu lintas terpusat : o ( - 1) 1 8 P L E I x 1 7, x (100) 8,1 x 10 x 19, 0,007 cm f. Lendutan akibat beban hidup lalu lintas merata : o 5 ( - ) 8 Q L λ E I x 5 11,911 x (100 ) 8,1 x 10 x 19, 0,80 cm b. Akibat berat sendiri balok o (1-1) 5 5 8 Q L λ E I 8,1 x 10 x 80,5 0,7 cm ( ) x 1,97 x (100 ) c. Lendutan akibat balok diafragma P b (1 - ) l b EI o ( ) g. Lendutan akibat beban aspal dan muatan sekunder : o ( - ) 5 8 Q L E I x 5,80 x (100 ) 8,1 x 10 x 19, 0,19 cm 10

Lendutan Total : a) Sebelum komposit : o (1-1) ( ) o (1- ) ( ) o ( ) ( ) + 0,7 cm 0,008 cm 1,08 cm 1, cm ( ) Pada pelaksanaan pemasangan balok diberi gaya camber sebesar Lendutan yang terjadi sebelum komposit yaitu sebesar 1, cm ( ) b) Sesudah komposit : o ( -1) 0,007 cm ( ) o ( - ) 0,80 cm ( ) o ( - ) 0,19 cm ( ) + 0,99 cm ( ) total ijin 0,99 1,5 OK!! 5.1.1. Perhitungan Shear Connector Untuk jarak perhitungan shear connector (BMS 7..8.) tidak boleh melebihi nilai sebagai berikut : 00 mm x tebal lantai x tinggi shear connector Tinggi minimum dari paku shear connector adalah 75 mm dan jarak antara paku shear connector dengan ujung flens gelagar tidak boleh kurang dari 5 mm. Untuk diameter paku shear connector tidak boleh melebihi : 1,5 x tebal plat flens bila plat memikul tegangan tarik.,0 x tebal plat flens bila tidak terdapat tegangan tarik. Digunakan shear connector jenis paku / stud dengan data data sebagai berikut : Diameter 19 mm < 1,5 x 51 mm Tinggi total 100 mm Kuat beton fc 5 MPa 5.1.1.7 Kekuatan Stud Connector ( Q ) Kekuatan shear connector jenis paku dihitung berdasarkan : s f'c 0,000 d Ec Q ult SF Dimana : d s Diameter stud connector Q ult Kuat geser ultimate untuk stud connector SF safety factor Ec 00 0,0 ( 5) 1, 5 5.78,7 Mpa 0,000 19 5 578,7 Q ult 57, KN 5700 N 5.1.1.8 Beban Kerja ( V h ) V h V h C maks T maks 0,85 f ' c Ac 0,85 5 100 50 187500 N F y A s 50 18 09750 N Jumlah kebutuhan shear connector : N Vhterkecil 5700 Q ult 09750 5,9 5 buah tiap 1 bentang Jarak shear connector 000 mm 7 Gambar 5.5 Penampang Shear Connector Bentang 1 m 11

5.1.1.9 Perhitungan Tegangan Komposit Dari perhitungan sebelumnya di peroleh hasil : M sebelum komposit 5, + 0,9 + 10,8 I balok 80, cm Ya Yb 0 cm 0 cm 10,1 KNm M setelah komposit 50,5 +,7 KNm I komposit 19, cm Yc, cm Yd ( Yc - tebal pelat ) Ye 9,17, 0, cm 5,7 cm Sebelum komposit M (balok + pelat ) 10,1 KNm 101009, Kgcm M ya 101009, 17,8 σa I balok 80, 09,5 kg / cm σb σa 09,5 kg / cm Setelah komposit M 9,17 KNm 91700 Kgcm σc M yc 1 I n komposit 91700, 19, 8,9 9,77 kg / cm σd 1 M yd 1 I n komposit 91700, 19, 8,9,978 kg / cm M yd σd I komposit 91700, 19,,5 kg / cm M ye σe I komposit 91700 5,7 19, 918,87 kg / cm Gambar 5. Tegangan Komposit Bentang 1 m 5.1. Jembatan Bentang 1 m Untuk perencanaan gelagar utama dipilih profil WF dengan dimensi : 00 x 00 x 0 x 50 Data data profil : A 58, cm ; b 17 m g,15 kn/m ; tf 50,00 mm d 0 mm ; tb 0,00 mm 5.1. Jembatan Bentang 0 m Untuk perencanaan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 900 x 00 x 15 x Data data profil : A 70,9 cm ; b 00 mm g,1 kn/m ; tf,00 mm d 900 mm ; tb 15,00 mm 5.1. Jembatan Bentang 5 m Untuk perencanaan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 900 x 00 x x 8 Data data profil : A 519, cm ; b 15 mm g,08 kn/m ; tf 8,00 mm d 95 mm ; tb,00 mm 5.1.5 Jembatan Bentang 0 m Untuk perencanaan gelagar memanjang dipilih profil WF dengan dimensi : 100 x 500 x 0 x 5 Data data profil : A 57 cm ; tf 5,00 mm g,55 kn/m ; tb 0,00 mm d 100 mm ; b 500 mm 1

BAB VI PERENCANAAN LINK SLAB.1 Jembatan Bentang 1 m Untuk perencanaan link slab jembatan ini menggunakan data sebagai berikut : Panjang bentang balok ( Lsp ) 1 m Lsp Rasio Ldz 1,5% Panjang debonding zone ( Ldz ) 1,7 m Lebar slab 100 mm Tebal pelat 195 mm Bj Beton, t/m Mutu baja : - fy 10 MPa - Es 10000 Mpa Cor setempat ( slab ) : - fc 5 Mpa - Ec 700 fc' 7805,57 Mpa Mutu baja tulangan : - fy 90 MPa - Es 10000 MPa Diameter tulangan mm Decking Beton : - d 0 mm - d 1 mm 9.1.1 1 Penentuan Luasan Tulangan 9.1. Gambar.1 Penentuan Luasan Tulangan Bentang 1 m Tulangan terpasang D 100 1 l As Π D s 1 100 Π 100 51,59 mm /1,m As 51,59 ρ 0,0 d ls 1 100 9.1..1. Beban yang Dipergunakan Beban untuk analisis link slab menggunakan beban UDL dan KEL : 1. Beban KEL (P) 7, KN 7 kg. Beban UDL (q) 10,8 KN / m. Beban mati ( q balok ) 1,59 KN/m. Beban super imposed dead load ( q aspal ) 1, KN/m 9.1..1. Koefisien Daerah Tekan n Es/Ec 10000 / 7805,57 7,55 K nρ + ( nρ ) + ( nρ ) 7,55 ( 0,0) + ( 7,55 0,0) + ( 7,55 0,0) 0, K.d 0, x 1,5 9.1.5 Momen Inersia Link Slab - Inersia crack untuk link slab : I ls,cr I ls,cr ( kd ) kd Bls 1 100 1 (,5) + Blskd 7,55 51,59(1,5) 55170,5 mm - Inersia gross untuk link slab 1 I ls,g B ls H ls 1 9.1..1.5 Rotasi + n. As( d kd),5 + 100,5 + 1 I ls,g 100 00 8 x 10 8 mm 1 Besarnya rotasi dihitung dengan rumus : θ θ 1 θ PL sp 1. Ec. I sp sp q. L +. Ec. I 7 100 1,1 10 19, 0,0017 10,8 100,1 10 19, 0,0019 sp 1

θ 0,0017 + 0,0019 0,00 9.1.7.1. Tegangan Pada Penulangan Link Slab E I σ s c ls, g θ Ldz 0,0σ y As d kd σ s 8 7805,57 8 10 0,00, 1000 51,59 1,5 σ s 15,88 MPa 9.1.8.1.7 Tegangan Tarik Ijin Tulangan Σ y 0, x fy 0, x 90 15 MPa σs 15,88 99,7% σy 15 Dipakai tulangan D 100 ( A s 51,59 mm /1,m ).1.8 Penulangan Arah Memanjang Dipasang tulangan susut dan suhu dengan ketentuan sebagai berikut : A s min 0,00 A bruto pelat...(tulangan deform ; fy 00 MPa) A s min 0,0018 A bruto pelat...(tulangan deform ; fy 00 MPa) Dengan interpolasi untuk tulangan deform ; fy 90 MPa. Didapatkan harga ρ 0.00188 A s min 0,00188 x 19 x 1000 0,9 mm Dipakai tulangan D1 00 (As, mm ) Tabel.1 Perhitungan Link Slab Untuk Jembatan Bentang 1 m. Jembatan Bentang 1 m Panjang bentang balok (Lsp) : 1 m Rasio panjang (Lsp/Ldz) : 11,5 % Panjang debonding zone (Ldz) : 1,8 m Tulangan memanjang : D 100 mm Tulangan melintang : D1 00 mm Rotasi yang terjadi (θ) : 0,007 rad Tegangan tulangan (σ s ) : 150,9 Mpa Rasio tegangan (σ s /σ y ) : 9,7 %. Jembatan Bentang 0 m Panjang bentang balok (Lsp) : 0 m Rasio panjang (Lsp/Ldz) : 8,5 % Panjang debonding zone (Ldz) : 1,7 m Tulangan memanjang : D 100 mm Tulangan melintang : D1 00 mm Rotasi yang terjadi (θ) : 0,007 rad Tegangan tulangan (σ s ) : 151,5 Mpa Rasio tegangan (σ s /σ y ) : 97,09 % 1

. Jembatan Bentang 5 m Panjang bentang balok (Lsp) : 5 m Rasio panjang (Lsp/Ldz) : 7 % Panjang debonding zone (Ldz) : 1,75 m Tulangan memanjang : D 100 mm Tulangan melintang : D1 00 mm Rotasi yang terjadi (θ) : 0,00 rad Tegangan tulangan (σ s ) : 15,19 Mpa Rasio tegangan (σ s /σ y ) : 98,8 %.5 Jembatan Bentang 0 m Untuk perhitungan rotasi pada link slab nilainya sama dengan rotasi yang terjadi pada gelagar utama dan harus memenuhi persyaratan perencanaan link slab dimana rotasi yang terjadi tidak melebihi rotasi ijin pada link slab yaitu 0,0075 rad. Untuk setiap bentang balok, semakin pendek debonding zone maka semakin besar tegangan pada tulangan. Dengan demikian besarnya tegangan tulangan merupakan fungsi dari rasio tulangan untuk panjang debonding zone dan rotasi pada link slab, seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Panjang bentang balok (Lsp) : 0 m Rasio panjang (Lsp/Ldz) : 5,5 % Panjang debonding zone (Ldz) : 1,5 m Tulangan memanjang : D 100 mm Tulangan melintang : D1 00 mm Rotasi yang terjadi (θ) : 0,005 rad Tegangan tulangan (σ s ) : 150,9 Mpa Rasio tegangan (σ s /σ y ) : 9,7 % BAB VII HASIL DAN PEMBAHASAN 7.1 Perhitungan Analisa Link Slab Dalam studi ini untuk setiap bentang jembatan komposit (L sp ), tinggi balok seperti ditunjukkan pada kolom tabel 7.1. Dengan tebal link slab 195 mm dan lebar 100 mm, diperoleh rotasi pada link slab maksimum 0,007 rad (kolom tabel 7.1). Rotasi ini memenuhi syarat rotasi maksimum yang diisyaratkan (Qian S. 009) yaitu sebesar 0,0075 rad. Rasio tulangan sebesar, % atau D-100mm, fc 5 MPa, didapatkan panjang debonding zone (L dz ) optimum untuk setiap balok, dimana tegangan tulangan mendekati 0,σ y. Panjang link slab diusahakan seminimum mugkin sehingga pekerjaan repairing sesedikit mungkin. Tabel 7.1 Perhitungan Analisa Link Slab L sp (m) (1) H (mm) () θ (rad) () L dz L sp (%) () σ s 0.σ y (%) (5) Penulangan () 1 00 0.00 1.5 99.7 D-100 1 0 0.007 11.5 9.7 D-100 0 900 0.007 8.5 97.09 D-100 5 95 0.00 7 98.8 D-100 0 100 0.005 5.5 9.7 D-100 Gambar 7.1 Panjang Debonding Zone vs Tegangan Tulangan Gambar 7. Rasio Tulangan vs Tegangan Tulangan 7. Perhitungan Numerik Link Slab Dari hasil perhitungan analisa di atas, balok dikontrol secara numerik menggunakan program SAP000 menggunakan elemen balok dan solid. Untuk hasil perhitungan secara numerik dapat terlihat pada tabel 7.. Kombinasi pembebanan seperti pada gambar.15 yaitu akibat beban mati, beban hidup, rangkak dan susut, beban rem, beban truk dan temperatur. 15

Titik Bentang 0 m Stress (MPa) 1 -.15-8.8 -.1 (a) (b) Gambar 7. (a) model solid (b) link slab model detail Pada tabel 7. terlihat tegangan tekan yang terjadi masih dibawah tegangan tekan beton ijin, dimana menurut RSNI untuk beban sementara boleh dilebihkan sebesar 5% atau 1.5 (0.5fc ) 19.8 MPa. Nilai ini tentunya akan lebih besar jika kontribusi tulangan pada link slab diperhitungkan. Dari studi ini bentuk dan penampang link slab maupun penulangannya disarankan seperti pada gambar 7. (a) dan 7. (b). Untuk detail sambungan pada interface pelat lantai kendaraan disarankan seperti gambar 7. (c) dengan menambahkan stud connector pada daerah peralihan antara pelat lantai dengan link slab sebesar,5% dari panjang bentang jembatan seperti diisyaratkan (Qian S.009). Tabel 7. Perhitungan Numerik Link Slab Titik Bentang 1 m Stress (MPa) 1 -.01 -.19-1.1 Titik Bentang 1 m Stress (MPa) 1 -.8-5.77 -.1 Titik Bentang 0 m Stress (MPa) 1 -.9 -. -. Titik Bentang 5 m Stress (MPa) 1 -.9 -.9 -.1 ( a ) ( b ) ( c ) 1

Gambar 7. ( a ) Detail Penulangan Link Slab Arah Memanjang ( b ) Detail Penulangan Link Slab Arah Melintang ( c ) Detail Shear Connector Pada Link Slab BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1 Kesimpulan a. Besarnya panjang debonding zone berkisar antara (5.5 1.5)% bentang balok dan rasio tulangan utama yang diperoleh sebesar. %. b. Untuk semua tipe balok semakin pendek debonding zone, semakin besar tegangan pada tulangan. c. Standar jembatan gelagar komposit depertemen pekerjaan umum yang dipergunakan sebagai acuan ukuran profil ternyata tidak memenuhi persyaratan rotasi untuk pemasangan link slab sehingga profil gelagar harus diperbesar sampai memenuhi persyaratan. 8. Saran a. Untuk jembatan lama yang akan diperbaiki dengan penambahan link slab sebaiknya harus di cek dahulu terhadap persyaratan yang ada untuk memungkinkan pemasangan link slab. b. Pemasangan link slab pada jembatan ini sangat baik sehingga agar studi ini dapat dilanjutkan dengan tipe balok serta panjang bentang yang lebih bervariasi. 17