BAB III PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS Uning Budiharti, Putu Wigena I.G, Hendriadi A, Yulistiana E.Ui, Sri Nuryanti, dan Puji Astuti Abstrak Untuk mencapai swasembada jagung yang berkelanjutan dengan sasaran produksi 29 juta ton di tahun 2014 perlu dilakukan berbagai upaya dan kebijakan yang tepat. Melalui pendekatan sistem dinamis, diidentifikasi semua parameter yang berpengaruh terhadap produksi jagung. Paremeter yang paling sensitif berturut-turut adalah air, benih, pupuk, pascapanen, pengendalian OPT dan penyuluhan. Untuk mencapai sasaran produksi 29 juta ton pada 2014, maka luas lahan jagung ditingkatkan menjadi 4.996.215 ha dengan cara penyediaan air melalui pembuatan embung dan pompanisasi di 25% lahan, produktivitas ditingkatkan menjadi 5,82 ton/ha melalui penggunaan benih hibrida sebanyak 80%, adopsi rekomendasi pupuk ditingkatkan dari semula 46 menjadi 54%, sarana/prasarana pasca panen lebih baik sehingga susut panen turun menjadi 4,2% dari semula 5,2%, pengendalian OPT lebih diintesifkan sebesar 10% luas lahan dimana angka ini merupakan angka rata-rata serangan OPT terhadap luas lahan, serta penyuluhan lebih intensif dan meningkat sampai 10%. Dengan simulasi tersebut, produksi jagung pada tahun 2013 sebanyak 21.317.315 ton dan pada tahun 2014 sebanyak 29.374.400 ton. 39
Anggaran yang diperlukan bagi upaya pencapaian swasembada jagung berkelanjutan pada tahun 2014 adalah: Rp 10.390.430.547.702 tahun 2012, Rp 8.466.321.672.490 tahun 2013 dan Rp 9.550.304.295.000 tahun 2014. 3.1. PENDAHULUAN Kebutuhan jagung terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, serta meningkatnya kebutuhan jagung untuk konsumsi pangan hewani. Hal ini tidak saja terjadi di Indonesia, namun juga di sebagian besar negara berkembang akibat perubahan pola pangan, urbanisasi, dan pertumbuhan pendapatan masyarakat (Hutabarat, 2003). Dimasa yang akan datang permintaan kebutuhan jagung untuk energi bahkan akan semakin meningkat. Diantara tanaman palawija, jagung merupakan komponen utama dalam pakan ternak dan mencapai sekitar 51 persen dari komposisi pakan (Swastika et al., 2005) dan merupakan tanaman pangan terpenting kedua setelah padi sebagai sumber karbohidrat. Selain sebagai bahan baku pangan dan pakan, jagung digunakan sebagai bahan baku industri, seperti minyak goreng (corn oil), gula rendah kalori, tepung jagung (maizena) dan sebagai bahan baku bahan bakar ramah lingkungan (bioetanol). Pola periode penanaman jagung di Indonesia secara umum terbagi menjadi 4 periode selama setahun, yaitu: (1) Musim Hujan I (bulan Oktober Desember) dimana menampung 49% dari total penanaman jagung, (2) Musin Hujan II (Januari Maret) untuk 20% penanaman jagung, (3) Musim Kering I (April Juni) untuk 17% penanaman jagung, dan (4) Musim Kering II (Juli September) untuk 14% penanaman jagung. Panen pada musim hujan berpotensi meningkatkan susut, karena dengan kadar air yang tinggi rentan tumbuh jamur aflatoxin. 40
Perkiraan susut yang disebabkan kadar air yang tinggi disajikan pada tabel 3.1. Tabel 3.1: Perkiraan Susut Pascapanen Traditional Untuk Jagung yang Dipanen Pada Kadar Air Tinggi. Kegiatan Pasca Panen Perkiraan Susut % Tercecer Mutu Panen (Kadar Air 35 40%) 0.1 2.0 (*) Pengangkutan ke rumah (Kadar Air 35 40%) 0.1 - Penjemuran Jagung Tongkol (Kadar air 17 20%) 0.5 2.0 (*) Pemipilan dengan tenaga manusia (Kadar Air 17-20 %) 0.5 4.0 0.0 4.0 Penjemuran jagung pipil 1 3 hari (Kadar Air 15-17 %) 0.5 2.0 (*) Jumlah Susut 1.7-5.2 6.0 10.0 Berdasarkan data dari tahun 1991 sampai tahun 2011, luas panen, provitas dan produksi jagung memperlihatkan kecenderungan yang terus meningkat (Tabel 3.2). Tabel 3.2: Perkembangan Luas Panen, Provitas dan Produksi Jagung Indonesia dari Tahun 1991-2011 Luas Panen Provitas Produksi No. Tahun Ha Ku/Ha Ton Ha % Ku/Ha % Ton % 1 1991 2.909.100-21,50-6.255.906-2 1992 3.629.346 720.246 24,76 22,03 0,53 2,44 7.995.459 1.739.553 27,81 3 1993 2.939.534 (689.812) (19,01) 21,95 (0,08) (0,34) 6.453.737 (1.541.722) (19,28) 4 1994 3.103.398 163.864 5,57 22,13 0,18 0,81 6.868.885 415.148 6,43 5 1995 3.651.838 548.440 17,67 22,58 0,45 2,02 8.245.905 1.377.020 20,05 6 1996 3.743.573 91.735 2,51 24,86 2,28 10,11 9.307.423 1.061.518 12,87 7 1997 3.355.224 (388.349) (10,37) 29,12 4,26 17,13 9.770.851 463.428 4,98 8 1998 3.847.813 492.589 14,68 26,43 (2,69) (9,24) 10.169.488 398.637 4,08 9 1999 3.456.357 (391.456) (10,17) 26,63 0,20 0,76 9.204.036 (965.452) (9,49) 10 2000 3.500.318 43.961 1,27 27,65 1,02 3,82 9.676.899 472.863 5,14 11 2001 3.285.866 (214.452) (6,13) 28,45 0,80 2,90 9.347.192 (329.707) (3,41) 12 2002 3.126.833 (159.033) (4,84) 30,88 2,43 8,54 9.654.105 306.913 3,28 13 2003 3.358.511 231.678 7,41 32,41 1,54 4,99 10.886.442 1.232.337 12,76 14 2004 3.356.914 (1.597) (0,05) 33,44 1,02 3,16 11.225.243 338.801 3,11 15 2005 3.625.987 269.073 8,02 34,54 1,10 3,29 12.523.894 1.298.651 11,57 16 2006 3.345.805 (280.182) (7,73) 34,70 0,16 0,46 11.609.463 (914.431) (7,30) 17 2007 3.630.324 284.519 8,50 36,60 1,90 5,48 13.287.527 1.678.064 14,45 18 2008 4.001.724 371.400 10,23 40,78 4,18 11,41 16.318.077 3.030.550 22,81 19 2009 4.160.659 158.935 3,97 42,37 1,59 3,91 17.629.748 1.311.671 8,04 20 2010 4.131.676 (28.983) (0,70) 44,36 1,99 4,69 18.327.636 697.888 3,96 21 2011*) 3.861.433 (270.243) (6,54) 45,65 1,30 2,92 17.629.033 (698.603) (3,81) Rata-rata 20 tahun Rata-rata 10 tahun terakhir Rata-rata 5 tahun terakhir 47.617 1,95 31,38 1,21 3,96 11.306.552 568.656 5,90 57.557 1,83 37,57 1,72 4,88 13.909.117 828.184 6,89 103.126 3,09 41,95 2,19 5,68 16.638.404 1.203.914 9,09 Keterangan: * tahun 2011 merupakan angka sementara (BPS, 2011). Sumber : Ditjen Tanaman Pangan 2012 Secara umum, dapat dikatakan bahwa Indonesia mempunyai peluang untuk meningkatkan produksi jagung karena memiliki sumber 41
daya alam dan lingkungan agroekologi yang mendukung. Teknologi sistem budidaya komoditas jagung tersedia dan berdasar hasil penelitian diketahui bahwa ada hubungan positip antara perkembangan industri pakan dengan adopsi teknologi jagung (Kasryno, 2002). Dalam upaya membangun kemandirian pangan, maka Pemerintah telah mentargetkan swasembada jagung secara berkelanjutan pada tahun 2014. Masih adanya kesenjangan produktivitas riil di lapangan dengan hasil penelitian dan pengembangan teknologi jagung memberi harapan bahwa, produksi jagung masih dapat ditingkatkan dengan mengoptimalkan potensi produktivitas benih jagung yang disebar di masyarakat. Untuk ini diperlukan terobosan berbagai kebijakan untuk merealisasikan peluang ini dengan mempertahankan keunggulan komparatif dan kompetitif, meningkatkan efisiensi sistem komoditas jagung, dan mengembangkan sarana-prasarana usahatani dan teknologi. Berdasarkan hasil survei Pendataan Usaha Tani (PUT) yang dilaksanakan oleh BPS pada tahun 2010 terhadap rumah tangga petani diperoleh hasil bahwa sekitar 54,4 % petani menanam jagung hibrida, 5,1% menanam jagung komposit dan sisanya 40,5% menanam jagung lokal. Secara umum provitas jagung terbagi atas 4 kelompok, yaitu: (1) kurang dari 3 ton/ha, (2) antara 3-4 ton/ha, (3) antara 4 5 ton/ha, dan (4) lebih dari 5 ton/ha. 42
N0 Provitas Luas Panen Lokasi % (Ton/Ha) (Ha) Prov Kab/Kota 1 < 3 697.983 16,89 22 122 2 3-4 602.363 14,58 20 78 3 4-5 1.437.096 34,78 16 53 4 > 5 1.394.372 33,75 9 20 Jumlah 4.131.814 100,00 Tabel 3.3: Sebaran Provitas atas Luas Panen Jagung Kegiatan ini secara umum bertujuan untuk merumuskan rekomendasi kebijakan guna mengakselerasi pencapaian swasembada jagung 2014. Secara khusus kegiatan ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi struktur industri jagung Indonesia saat ini, 2) Mengidentifikasi faktor yang berpotensi pengungkit pencapaian target swasembada jagung, 3) Menghitung kebutuhan tiap faktor yang menentukan pencapaian target swasembada serta menghitung anggaran yang diperlukan untuk pencapaian target tersebut. 3.2. PENDEKATAN MASALAH Pencapaian target swasembada jagung berkelanjutan dirancang dengan melihat produksi jagung nasional sebagai sebuah sistem hasil interaksi berbagai parameter yang mempengaruhi produksi jagung itu sendiri. Interaksi berbagai parameter tersebut terkait satu sama lain dalam satu struktur model yang dirumuskan sebagaimana Gambar 3.1. Lahan dan air merupakan parameter utama dalam sistem produksi jagung nasional. Ketersediaan lahan dan air bersifat mutlak diperlukan untuk budidaya tanaman, termasuk jagung. Lahan dan air merupakan modal kerja tetap (fixed input) sistem produksi jagung. Sedangkan benih 43