DESKRIPSI LITERASI SAINS AWAL MAHASISWA PENDIDIKAN IPA PADA KONSEP IPA

dokumen-dokumen yang mirip
Prosiding Seminar Nasional Kimia, ISBN : Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 20 September 2014

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika. Vol 02 No 01 Tahun 2013, 20-25

J. Pijar MIPA, Vol. XII No.1, Maret 2017: ISSN (Cetak) ISSN (Online)

ANALISIS KEMAMPUAN AWAL LITERASI SAINS MAHASISWA PADA KONSEP IPA

IDENTIFIKASI KEMAMPUAN SISWA DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI DITINJAU DARI ASPEK-ASPEK LITERASI SAINS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Henita Septiyani Pertiwi, 2013

MENGEMBANGKAN LITERASI SAINS MELALUI PENERAPAN E-PORTOFOLIO BERBASIS WEB BLOG UNTUK MENINGKATKAN KARAKTER KRITIS MAHASISWA CALON GURU SD 1

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan kesesuaian antara kompetensi baru dengan kebutuhan. pengetahuan untuk kepentingan proses pembelajaran.

MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA MODEL PISA LEVEL 4. Kamaliyah, Zulkardi, Darmawijoyo

Education and Human Development Journal, Vol. 02. No. 01, April 2017

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERORIENTASI LITERASI SAINS PADA SUBMATERI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI

Unnes Physics Education Journal

ANALISIS BUKU AJAR IPA YANG DIGUNAKAN DI SEMARANG BERDASARKAN MUATAN LITERASI SAINS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siti Nurhasanah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROFIL KEMAMPUAN LIT ERASISAINS SISWA SMP DI KOTA PURWOKERTO DITINJAU DARI ASPEK KONTEN, PROSES, dan KONTEKS SAINS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BABI PENDAHULUAN. sendiri dan alam sekitar. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. kompetensi. Sebagaimana dikemukakan oleh Sukmadinata (2004: 29-30) bahwa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Analisis Kemampuan Literasi Sains Siswa Kelas X MBI Amanatul Ummah Menggunakan Instrumen NOSLiT

KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIKA DALAM MENYELESAIKAN MASALAH TURUNAN FUNGSI TRIGONOMETRI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siska Sintia Depi, 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penilaian adalah proses memberikan atau menentukan nilai kepada objek

BAB I PENDAHULUAN. pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa

Artikel diterima: April 2017; Dipublikasikan: Mei 2017

BAB I PENDAHULUAN. bidang sains berada pada posisi ke-35 dari 49 negera peserta. dalam bidang sains berada pada urutan ke-53 dari 57 negara peserta.

UNESA Journal of Chemistry Education ISSN: Vol. 6 No. 1, pp January 2017

BAB I PENDAHULUAN. teknologi (Depdiknas, 2006). Pendidikan IPA memiliki potensi yang besar

Universitas Pendidikan Indonesia, Indonesia Jl. Dr. Setiabudhi No. 299 Bandung

2015 PENERAPAN LEVELS OF INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS PESERTA DIDIK SMP PADA TEMA LIMBAH DAN UPAYA PENANGGULANGANNYA

BAB I Pendahuluan. Internasional pada hasil studi PISA oleh OECD (Organization for

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Esti Maras Istiqlal,2013

BAB I PENDAHULUAN. Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) saat ini menjadi

KECAKAPAN BERPIKIR KRITIS DAN LITERASI ILMIAH SISWA KELAS XI IPA 7 SMAN 1 KARANGANYAR

I. PENDAHULUAN. sains siswa adalah Trends in International Mathematics Science Study

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Pengaruh Media Animasi Submikroskopik terhadap Peningkatan Keterampilan Memecahkan Masalah Mahasiswa

IMPLEMENTASI PROJECT BASED LEARNING BERBASIS POTENSI LOKAL UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS MAHASISWA PENDIDIKAN SAINS

Kimia merupakan salah satu rumpun sains, dimana ilmu kimia pada. berdasarkan teori (deduktif). Menurut Permendiknas (2006b: 459) ada dua hal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkup global, setiap tahun pada bulan April diselenggarakan

Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika (JIPF) Vol. 05 No. 02, Mei 2016, 1-5 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiara Nurhada,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tersedia online di EDUSAINS Website: EDUSAINS, 8 (1), 2016, 66-73

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Inelda Yulita, 2015

LITERASI MATEMATIS SISWA PADA KONTEN QUANTITY DI SMP NEGERI 02 PONTIANAK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat. menyebabkan arus informasi menjadi cepat dan tanpa batas.

SRIE MULYATI, 2015 KONSTRUKSI ALAT UKUR PENILAIAN LITERASI SAINS SISWA SMA PADA KONTEN SEL VOLTA MENGGUNAKAN KONTEKS BATERAI LI-ION RAMAH LINGKUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. sering dimunculkan dengan istilah literasi sains (scientific literacy). Literasi

BAB I PENDAHULUAN. secara maksimal. Keberadaan buku ajar memberikan kemudahan bagi guru dan. siswa untuk dapat memahami konsep secara menyeluruh.

ANALYSIS OF STUDENT REASONING ABILITY BY FLAT SHAPE FOR PROBLEM SOLVING ABILITY ON MATERIAL PLANEON STUDENTS OF PGSD SLAMET RIYADI UNIVERSITY

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi salah satu fokus dalam penyelenggaraan negara. Menurut

KEEFEKTIFAN PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING LEARNING DENGAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP LITERASI SAINS

I. PENDAHULUAN. Belajar IPA (sains) merupakan cara ideal untuk memperoleh kompetensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2014 PENGEMBANGAN BUKU AJAR KIMIA SUB TOPIK PROTEIN MENGGUNAKAN KONTEKS TELUR UNTUK MEMBANGUN LITERASI SAINS SISWA SMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL LITERASI MATEMATIKA

I. PENDAHULUAN. penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal

BAB I PENDAHULUAN. Skor Maksimal Internasional

BAB I PENDAHULUAN. Pusat kajian statistik pendidikan Amerika (National Center for Educational

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gina Gusliana, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bangsa pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai undangundang

Standar Kurikulum Penilaian landasan penumbuh kembangan kompetensi abad 21 dan karakter bangsa

The Effects of Inquiry Training Learning Model Assisted Mind Map for Conceptual Knowledge and Science Process Skills

Analisis Buku Ajar Fisika Kelas X MIA Semester II Berdasarkan Literasi Sains di SMA Negeri Se-Kabupaten Purworejo Tahun Pelajaran 2014/2015

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam Permendiknas No. 22 (Departemen Pendidikan Nasional RI,

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS

PROFIL LITERASI SAINS SISWA SMP PADA PEMBELAJARAN IPA TERPADU TEMA PENCEMARAN LINGKUNGAN

PENGEMBANGAN LEMBAR KEGIATAN SISWA (LKS) BERORIENTASI LITERASI SAINS PADA SUBMATERI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU REAKSI

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan Strategi Literasi Pada Pembelajran Bertema Alat Ukur Pada Kendaraaan Bermotor Untuk Meningkatkan Literasi Fisika

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERANCANGAN PEMBELAJARAN LITERASI SAINS BERBASIS INKUIRI PADA KEGIATAN LABORATORIUM

PERSEPSI MAHASISWA CALON GURU BIOLOGI TENTANG LITERASI QUANTITATIF

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan sains dan teknologi adalah suatu keniscayaan. Fisika adalah

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya pendidikan sains merupakan salah satu komponen dasar dari sistem

Unnes Physics Education Journal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dengan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

ANALYSIS OF HIGHER ORDER THINKING SKILLS (HOTS) STUDENT IN PROBLEM SOLVING OF PHYSICS SCIENCE NATIONAL EXAMINATON

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah seperti tidak dapat melanjutkan studi, tidak dapat menyelesaikan

ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI MATEMATIK MAHASISWA CALON GURU MATEMATIKA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEEFEKTIFAN LKS BERBASIS MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN LITERASI SAINS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN SCIENCE ENVIRONMENT TECHNOLOGY AND SOCIETY (SETS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN SIKAP ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan saja, melainkan proses sains dan menggunakannya untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH STARTER EXPERIMENT APPROACH TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA DI SMA/SMK KELAS X

Transkripsi:

JOURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 4, No. 2, Agustus 2015 DESKRIPSI LITERASI SAINS AWAL MAHASISWA PENDIDIKAN IPA PADA KONSEP IPA Noly Shofiyah Program Studi Pendidikan IPA Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Surel: nolyshofiyah@gmail.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan literasi sains awal mahasiswa semester tiga program studi pendidikan IPA di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Tes literasi sains disusun berdasarkan soal PISA 2012 sejumlah 5 pertanyaan yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh pakar. Hasil yang diperoleh dianalisis dan dideskripsikan berdasarkan empat kategori yaitu nominal, fungsional, prosedural, dan multidimensional. Hasil analisis menunjukkan bahwa kemampuan awal literasi sains mahasiswa masih banyak pada kategori nominal dan fungsional yaitu sebesar 39% dan 36% mahasiswa. Pada kategori konseptual/prosedural terdapat mahasiswa. Sedangkan pada kategori multidimensional masih 4%. 1% mahasiswa tidak memberikan jawaban pada tes literasi sains yang diberikan. Kata kunci: Literasi sains, nominal, fungsional, prosedural, dan multidimensional Abstract This study aimed to describe the prior scientific literacy of science education students at the University of Muhammadiyah Sidoarjo. The scientific literacy test was arranged based on PISA test 2012. The student s answers were analyzed and described in terms of four categories, namely nominal, functional, procedural, and multidimensional. The results showed that the prior scientific literacy of students were mostly on nominal and functional categories by 39% and 36% of students. Furthemore, of students were in the category of conceptual/procedural. Meanwhile, there were 4% of students in the multidimensional category. 1% of students did not give an answer to the scientific literacy test. Keywords: scientific literacy, nominal, functional, procedural, dan multidimensional PENDAHULUAN Hampir seluruh negara maju maupun berkembang pada saat ini memiliki tujuan yang sama yaitu meningkatkan kemampuan literasi sains siswa yang diharapkan dapat diintegrasikan dengan tujuan pembelajaran di sekolah-sekolah. Tujuan pembelajaran ini juga menjadi fokus sekolah-sekolah yang ada di Indonesia. Langkah pertama yang bisa dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan memahami definisi dari literasi sains. Menurut PISA (2012), Science literacy didefinisikan sebagai the capacity to use scientific knowledge to identify questions acquire new knowledge, explain scientific phenomena and draw evidence-based conclusions about science-related issues; their -- understanding of the characteristic features of science as a form of human knowledge and enquiry; their awareness of how science and technology shape our material, intellectual and cultural environments; and their willingness to engage in science-related issues, and with the ideas of science, as a reflective citizen. (OECD, 2013, p. 100). Dalam hal ini, literasi sains di PISA mengukur tiga kompetensi yang didasarkan pada logika, penalaran dan analisis kritis. Tiga kompetensi tersebut adalah siswa mampu mengidentifikasi isu-isu (masalah) sains, menjelaskan fenomenafenomena secara ilmiah, dan menggunakan bukti-bukti ilmiah. Setiap item soal literasi sains pada PISA disesuaikan dengan konteks kehidupan nyata dan tidak terbatas pada lingkup kelas dan sekolah. Item soal PISA difokuskan pada situasi-situasi Page 113

Noly Shofiyah, Deskripsi Literasi Sains Awal Mahasiswa Pendidikan IPA Pada Konsep IPA yang bervariasi, seperti tentang diri sendiri dan keluarga; sosial; serta kehidupan global. Sedangkan pengetahuan saintifik yang diujikan pada literasi sains PISA dikosentrasikan pada knowledge of science (pengetahuan tentang dunia nyata) dan knowledge about science (pengetahuan tentang sains itu sendiri), (PISA, 2012). Mengingat kembali sejarah pencapaian Indonesia dalam kompetisi sains internasional yang dilakukan oleh PISA, menunjukkan bahwa pendidikan Indonesia belum bisa meningkatkan kemampuan siswanya di bidang literasi sains, membaca, dan matematika literasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1. untuk menentukan tingkat kemampuan literasi sains setiap individu berdasarkan situasi, umur, pengalaman, dan kemampuan. Kerangka kerja tersebut terdiri dari empat tingkatan literasi sains yaitu nominal, fungsional, konseptual dan prosedural, dan multidimensional. Siswa yang berada pada tingkat nominal adalah mereka yang menggunakan dan menuliskan istilah ilmiah, namun tidak mampu untuk membenarkan istilah atau mengalami miskonsepsi, memiliki pemahaman yang minimal, serta memiliki naive theories. Pada tingkat fungsional, siswa telah mampu menggunakan istilah-istilah ilmiah, mendefiniskan istilah dengan benar pada Tabel 1. Data Literasi Sains Siswa Indonesia Beberapa Tahun Tahun PISA Bidang Skor rata-rata Indonesia Peringkat Indonesia Jumlah Negara peserta PISA 2003 Membaca 382 39 40 Matematika 360 38 Sains 395 38 2006 Membaca 393 48 56 Matematika 391 50 Sains 393 50 2009 Membaca 402 57 65 Matematika 371 61 Sains 383 60 2012 Membaca 396 62 65 Matematika 375 64 Sains 382 64 Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa siswa mengalami kesulitan dalam menggunakan bukti-bukti ilmiah dan membuat keputusan terhadap isu-isu sosial-sains (OECD, 2006) dan ini diprediksi ada kaitannya dengan lemahnya kemampuan literasi sains siswa. Melalui situasi yang nyata dan relevan, literasi sains dapat dikembangkan (Dam & Volman, 2004). Situasi yang riil akan mendorong siswa untuk menjadi tertarik belajar Sains karena mereka mengetahui pentingnya Sains dalam kehidupan sehari-hari. Bybee (Soobard & Rannikmae, 2011) mengusulkan kerangka kerja aktifitas atau situasi tertentu saja (contoh: pada saat tes), pemahaman yang mereka miliki hanya berasal dari buku teks yang mereka baca. Pada tingkat yang lebih tinggi yaitu konseptual dan prosedural, siswa telah memahami prinsip-prinsip dan teori dalam sains, memahami bagaimana bagian konsep yang satu berhubungan dengan konsep lain sebagai suatu kesatuan, mengerti proses sains dan memeliki pemahaman tentang inkuri. Sedangkan siswa yang mampu memanfaatkan berbagai konsep dan menunjukkan kemampuan untuk menghubungkan konsep-konsep tersebut dengan kehidupan sehari-hari, Page 114

JOURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 4, No. 2, Agustus 2015 memahami bahwa sains, sosial dan teknologi itu saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain, menunjukkan bahwa mereka berada pada level multidimensional, (Odja&Payu, 2014) METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Seperti yang dijelaskan oleh Sugiyono (2011) penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk memberikan atau menjabarkan suatu keadaan atau fenomena yang terjadi saat ini dengan menggunakan prosedur ilmiah untuk menjawab masalah secara aktual. Jenisi penelitian ini digunakan untuk menggambarkan dan memetakan kemampuan awal literasi sains mahasiswa ke dalam empat tingkatan literasi sains yaitu nominal, fungsional, konseptual dan prosedural, dan multidimensional. Subjek dalam penelitian ini adalah kemampuan literasi sains mahasiswa semester 3 program studi pendidikan IPA di lingkungan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo yang diukur menggunakan soal tes literasi sains. Hasil jawaban mahasiswa yang telah mengikuti tes literasi sains kemudian dideskripsikan dan dikelompokkan berdasarkan empat tingkatan literasi sains yang dirumuskan oleh Bybee serta dihitung prosentase untuk tiap-tiap tingkatan. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasi tes literasi sains, menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa berada pada kategori fungsional dan sebagian kecil pada kategori nominal dan konseptual/ prosedural. Grafik-grafik di bawah ini menjelaskan prosentase tingkatan literasi sains awal mahasiswa untuk tiap item soal. 8 6 Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal No.1 Menurut Kategori Literasi Sains Gambar 1. Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal 1 Pada item soal no.1, siswa diharapkan dapat mengidentifikasi pernyataan-pernyataan ilmiah yang dapat diujicoba melalui investigasi di laboratorium serta menentukan prosedur yang tepat untuk penyelidikan. Gambar 1 menunjukkan bahwa 24% mahasiswa berada pada kategori nominal, 57% mahasiswa berada pada tingkatan fungsional dan 19% mahasiswa di tingkat konseptual/prosedural. Sebagian besar mahasiswa mampu mengidentifikasi pernyataan ilmiah dan yang bukan. Mereka juga telah mampu memilih prosedur investigasi yang benar. Akan tetapi mereka belum bisa membenarkan jawaban mereka, belum mampu memberikan alasan menggunakan konsep yang benar dan belum terampil dalam menghubungkan konsep satu dengan konsep lain. 8 6 Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal No.2 Menurut Kategori Literasi Sains Gambar 2. Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal 2 Page 115

Noly Shofiyah, Deskripsi Literasi Sains Awal Mahasiswa Pendidikan IPA Pada Konsep IPA Pada Gambar 2 menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa berada pada kategori nominal yaitu 76%. Sedangkan sebagian kecil yang lain yaitu 19% pada tingkat konseptual/prosedural dan hanya 5% mahasiswa berada pada tingkat fungsional. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar mahasiswa yang berada pada tingkat nominal belum mampu menentukan secara tepat variabel-variabel yang digunakan dalam sebuah eksperimen. Untuk mahasiswa yang berada pada level konseptual/prosedural, kemampuan mereka dalam mementukan variabel-variabel eksperimen sudah baik, meskipun dalam mendeskripsikan konsep-konsep yang digunakan dalam menentukan variabel belum benar. percobaan dengan benar. Mahasiswa yang belum mampu menentukan rancangan percobaan dan menyebutkan variabel-varibel percobaan dengan tepat, maka berada pada kategori fungsional. Sedangkan mereka yang berada pada kategori nominal, belum mampu sama sekali membuat rancangan percobaan, hanya mampu menentukan alat dan bahan yang dibutuhkan saja. 8 6 Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal No.4 Menurut Kategori Literasi Sains 5 3 1 Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal No.3 Menurut Kategori Literasi Sains Gambar 3. Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal 3 Indikator yang diukur pada soal item 3 adalah merancang sebuah percobaan berdasarkan hipotesis. Gambar 3 menunjukan bahwa 43% mahasiswa berada pada kategori Konseptual/Prosedural, 33% mahasiswa kategori fungsional dan 24% mahasiswa berada pada kategori nominal. Artinya mahasiswa yang berada pada kategori konseptual adalah mereka yang mampu merancang sebuah percobaan dengan tepat berdasarkan hipotesis yang telah ditetapkan, akan tetapi mereka belum mampu menenetukan variabel-variabel Gambar 4. Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal 4 Indikator yang diukur dalam item soal no.4 adalah menginterpretasikan data pada tabel. Gambar 4 menunjukkan bahwa 29% mahasiswa berada pada kategori nominal, 57% mahasiswa berada pada kategori fungsional, dan 14% mahasiswa berada pada kategori konseptual/ prosedural. Sebagian besar mahasiswa berada pada level fungsional yang menunjukkan bahwa mahasiswa dalam menginterpretasikan data pada tabel masih berdasarkan ide atau pendapat sendiri tanpa dapat menunjukkan pemahaman konsep pada tabel yang disajikan. Sedangkan mahasiswa yang berada pada kategori nominal menunjukkan mahasiswa yang hanya memilih jawaban dengan benar pada suatu pertanyaan tanpa dapat memberikan alasan dengan benar. Page 116

JOURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 4, No. 2, Agustus 2015 5 3 1 Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal No.5 Menurut Kategori Literasi Sains Gambar 5. Prosentase Jawaban Mahasiswa Item Soal 5 Indikator yang diukur dalam item soal nomor 5 adalah menjelaskan suatu fenomena ilmiah. Berdasarkan gambar 5 diperoleh hasil bahwa 43% mahasiswa berada pada kategori nominal, 29% mahasiswa berada pada level fungsional, dan 24% mahasiswa berada pada tingkat konseptual/ prosedural. Sementara mahasiswa yang tidak memberikan jawaban sebesar 5%. Mahasiswa yang sebagian besar berada pada kategori nominal adalah mereka yang dapat menjelaskan suatu fenomena berdasarkan ide atau pendapat mereka sendiri tanpa mampu menghubungkan penjelasannya dengan konsep-konsep ilmiah yang benar. Berdasarkan gambaran umum dari grafik di atas, dapat dinyatakan bahwa kemampuan awal literasi sains mahasiswa IPA sebagian besar pada level nominal dan fungsional. Level ini yang biasanya dilatihkan dan dinilai pada ujian-ujian di sekolah (Bybee, 1997). Hal ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang berada pada level nominal adalah mereka yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan pada ujian tengah atau ujian akhir semester dengan baik. Dengan kata lain, kebanyakan mahasiswa terbiasa menjawab ujiannya pada level nominal karena mereka terbiasa diberikan ujian dengan pertanyaan-pertanyaan yang juga berada pada level nominal. Sebagai tambahan, kurang mampunya siswa dalam merumuskan variabel-variabel, merancang percobaan, dan mengkomunikasikan percobaan secara tertulis adalah disebabkan karena pembelajaran Sains di sekolah-sekolah mereka sebelumnya belum dilaksanakan sesuai hakikat sains. Berdasarkan hasil dari penelitian ini, adalah sebuah keharusan untuk mengembangkan instrumen yang dapat digunakan untuk membagi pencapaian mahasiswa di berbagai tingkat literasi sains. Namun, ada kebutuhan khusus yang harus dipersiapkan agar mahasiswa dapat memberikan jawaban pada level yang lebih tinggi yaitu fungsional sampai multidimensional. Meskipun hasil ini belum sesuai harapan, tetapi penelitian sebelumnya juga menunjukkan hasil sama bahwa siswa cenderung mengalami kesulitan di bidang pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (Sadler, 2004; Sadler & Donnelly, 2006; OECD, 2007; Sadler, 2009). Secara keseluruhan kemampuan literasi sains siswa termasuk dalam kategori nominal dimana mahasiswa dapat menjawab persoalan-persoalan yang diberikan, tetapi tidak dapat memberikan penjelasan secara ilmiah bahkan mengalami miskonsepsi. Beberapa faktor yang menjadi penyebab antara lain mahasiswa belum terbiasa dalam menyelesaikan tes atau masalah yang berhubungan dengan keterampilan proses sains yang merupakan bagian utama literasi sains. Hal ini seperti hasil studi Ramdhan & Wasis (2013) yang membandingan level keterampilan proses sains dalam standar isi, soal UN, Soal TIMMS dan soal PISA (literasi sains) secara berturut-turut 48%, 78%, 96% dan 89%. Page 117

Noly Shofiyah, Deskripsi Literasi Sains Awal Mahasiswa Pendidikan IPA Pada Konsep IPA KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan bahwa kemampuan awal literasi sains mahasiswa pendidikan IPA sebagian besar berada pada kategori nominal dan fungsional. Hal ini disebabkan karena mereka belum terbiasa menjawab soalsoal literasi sains dan juga mereka selalu dihadapkan dengan sistem ujian yang beroperasi pada tingkat tersebut. SARAN Penelitian lebih lanjut diperlukan di prodi-prodi pendidikan IPA Universitas lain, karena keterbatasan dari penelitian ini dalam membuat generalisasi di luar mahasiswa pendidikan IPA UMSIDA. Studi tersebut penting karena ada beberapa bukti bahwa mahasiswa tidak mencapai potensi mereka yang sebenarnya dan hanya beroperasi pada tingkat permintaan sekolah/universitas dan sistem ujian. Selain itu, suatu model pembelajaran yang sesuai untuk melatihkan literasi sains juga perlu dikembangkan, karena bagaimanpun siswa yang sudah terbiasa dengan sistem ujian mereka di sekolah-sekolah sebelumnya, tidak akan bisa berada pada level yang lebih tinggi dari kategori literasi sains, jika mereka belum mendapatkan latihan. Trowbridge & Bybee (1996) merekomendasikan model pembelajaran siklus belajar dalam melatihkan kemampuan literasi sains. Dam, G. & Volman, M. (2004). Critical thinking as a citizenship competence: teaching strategies. Learning and Instruction, 14(4), 359-379. Odja, A.H. & Payu, C. S. (2014). Analisis Kemampuan Awal Literasi Sains Siswa Pada Konsep IPA. Jurnal Kimia FMIPA Universitas Negeri Surabaya, 40-47. OECD. (2006). PISA 2006. Science competencies for tomorrow s world. Volume I: Analysis. Paris:OECD. OECD. (2013). PISA 2012 Results. OECD. PISA. (2012). Assessment Framework Key Competencies In Reading,mathematics and science. OECD. Ramadhan, D., & Wasis. (2013). Analisis Perbandingan Level Kognitif Dan Keterampilan Proses Sains Dalam Standar Isi (SI), Soal Ujian Nasional (UN), SOAL Trends In Matics And Science Study (TIMSS), Dan Soal Programme For International Student Assessment (PISA). Jurnal Inovasi Pendidikan Fisika, 20-25. Sadler, T. D. (2004). Informal reasoning regarding socio-scientific issues: A critical review of research. Journal of Research in Science Teaching. 41(5), 513-536. DAFTAR PUSTAKA Bybee, R.W. (1997). Toward an understanding of scientific literacy. In: W. Gräber & C. Bolte (Eds.). Scientific literacy: An international symposium (pp. 37-68). Kiel, Germany: IPN. Bybee (Soobard & Rannikmae, 2011) Sadler, T. D. (2009). Socioscientific issues in science education: labels, reasoning, and transfer. Cultural Studies of Science Education. 4(3), 697-703. Sadler, T.D. & Donnelly, L. A. (2006). Socioscientific Argumentation: The effects of content knowledge and Page 118

JOURNAL PEDAGOGIA ISSN 2089-3833 Volume. 4, No. 2, Agustus 2015 morality. International Journal of Science Education, 28(12), 1463-1488. Trowbridge, L. W., & Bybee, R. W. (1996). Teaching Secondary Schooll Science Strategies For Developing Scientific Literacy. Englewood; New Jersey; Columbus; Ohio: Merrill an Imprint of Prentice Hall. Page 119

Noly Shofiyah, Deskripsi Literasi Sains Awal Mahasiswa Pendidikan IPA Pada Konsep IPA Page 120