V. RANCANGAN PROGRAM 5.1 Identifikasi Faktor Kunci Keberhasilan (Key Success Factors/KSF) Identifikasi KSF dilakukan dengan cara menyusun daftar KSF potensial yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi belanja publik. KSF potensial diperoleh dari hasil analisis kuantitatif yang telah dilakukan pada Bab IV dan hasil analisis kualitatif melalui observasi dan pengamatan langsung di lapangan. Hasil identifikasi KSF untuk acuan alokasi belanja publik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebagai berikut : - Rasio belanja publik dan belanja aparatur terhadap APBD. - Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap belanja publik dan APBD. - Belanja aparatur dan belanja publik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan indikator PDRB per kapita dan IPM. - Political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat. - Visi Pemerintah Kota Bekasi yaitu Bekasi kota jasa dan perdagangan. - Renstra Pemerintah Kota Bekasi dan Renstra SKPD. - Anggaran belanja (APBD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (APBD tahun 2005 Rp. 772 milyar). - Penerimaan/pendapatan daerah Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (Penerimaan tahun 2005 Rp. 693 milyar). - Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (PAD tahun 2005 Rp. 121 milyar). - Sumberdya manusia (SDM) perencana pembangunan ekonomi pada Pemda Kota Bekasi. - Perencanaan pembangunan ekonomi Kota Bekasi, sebagai pedoman pembangunan ekonomi Kota Bekasi.
62 - Mekanisme perencanaan pembangunan di Kota Bekasi. Dari beberapa KSF potensial di atas, selanjutnya dipilih lima KSF yang benar-benar berpengaruh besar pada acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat (Tabel 17). Tabel 17. Key Success Factors (KSF) Acuan Alokasi Belanja Publik untuk Kesejahteraan Masyarakat NO KEY SUCCESS FAKTORS (KSF) BOBOT 1 Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan 30 pendidikan terhadap belanja publik dan APBD 2 Penerimaan/pendapatan daerah 20 3 Perencanaan pembangunan ekonomi Kota Bekasi 20 4 Political will dan komitmen kepala daerah terhadap 15 alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat 5 Visi Pemerintah Kota Bekasi yaitu Bekasi kota jasa 15 dan perdagangan JUMLAH 100 Tabel 17 menunjukkan bahwa KSF Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap belanja publik dan APBD merupakan KSF yang memiliki pengaruh paling besar terhadap acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat dengan bobot 30. Hal ini sejalan dengan hasil analisis pengaruh belanja aparatur dan belanja publik terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan indikator PDRB per kapita dan IPM (Tabel 6 dan 8), menunjukkan bahwa belanja aparatur dan belanja publik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan pengaruhnya bersifat positif. Alokasi belanja untuk bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan dengan memprioritaskan proyek/kegiatan yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat mempunyai pengaruh besar bagi kesejahteraan masyarakat (Tabel 14-16). KSF penerimaan/pendapatan daerah, perencanaan pembangunan ekonomi Kota Bekasi, political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat, dan visi Pemerintah Kota
63 Bekasi yaitu Bekasi kota jasa dan perdagangan masing-masing merupakan KSF yang memiliki pengaruh besar terhadap acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh KSF penerimaan/pendapatan daerah, KSF ini sangat menentukan terhadap besarnya alokasi belanja aparatur dan belanja publik (APBD) yang akan dialokasikan setiap tahun anggaran. Penetapan besarnya APBD di dalamnya termasuk pula menentukan besarnya rasio belanja aparatur dan belanja pulik yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Contoh lainnya adalah KSF political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat, dalam penyusunan dan penetapan APBD jika kepala daerah tidak memiliki political will dan komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat, maka APBD yang dialokasikan tidak akan digunakan untuk proyek/kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat atau porsi anggaran untuk kesejahteraan masyarakat yang akan dialokasikan relatif kecil. 5.2 Identifikasi Situasi Internal dan Eksternal Isu-isu strategis yang telah teridentifikasi dari hasil observasi dan pengamatan langsung di lapangan untuk acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat, sebagai berikut : - Pemilihan kepala daerah (walikota) secara langsung (tahun 2008). - Adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi (tahun 2007-2008). - Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, akan diberlakukan mulai tahun 2007. Dampak dari isu-isu strategis di atas terhadap KSF yang mempunyai pengaruh sangat besar untuk acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat, dideskripsikan (Tabel 18) sebagai berikut : (1) Dampak dari isu strategis : Pemilihan kepala daerah (walikota) secara langsung (tahun 2008) terhadap organisasi (KSF) adalah
64 bahwa pemilihan kepala daerah (walikota) yang akan dilaksanakan pada tahun 2008 akan menyedot APBD yang seharusnya untuk proyek/kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat; (2) Dampak dari isu strategis : Adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi (tahun 2007-2008) yaitu dengan adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi (Kota Bekasi merupakan salah satu pemenang kompetisi program PPK-IPM Jawa Barat Bacth II) yang akan dilaksanakan pada tahun 2007 dan 2008 merupakan kegiatan akselerasi peningkatan IPM Jawa Barat dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 50 milyar untuk dua tahun anggaran; dan (3) Dampak dari isu strategis : Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 yang akan diberlakukan mulai tahun 2007 adalah bahwa penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 akan meningkatkan alokasi APBD untuk kesejahteraan masyarakat, karena Permendagri No. 13 tahun 2006 menitikberatkan pada proses penyusunan APBD dan alokasi APBD berdasarkan pada prestasi kinerja SKPD dan bukan berdasarkan kebutuhan anggaran SKPD. Tabel 18. Hasil Analisis Situasi Eksternal Acuan Alokasi Belanja Publik untuk Kesejahteraan Masyarakat NO ISU STRATEGIS DAMPAK PADA ORGANISASI (KSF) 1 Pemilihan kepala daerah (walikota) Alokasi anggaran dalam APBD terkonsentrasi pada kegiatan pemilihan kepala daerah 2 Adanya program PPK-IPM Adanya dana tambahan dari Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 50 milyar untuk kegiatan akselerasi peningkatan IPM 3 Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 Alokasi APBD didasarkan pada prestasi kinerja SKPD Hasil identifikasi Isu internal yang menggambarkan kondisi internal organisasi yang aktual pada saat ini untuk acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat, dideskripsikan (Tabel 19) sebagai berikut : (1) Rasio belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD
65 periode 1997-2005 masing-masing 52,56% dan 47,44% (Lampiran 34). Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap APBD berturut-turut 1,51%, 3,26% dan 7,66% (Lampiran 35-36); (2) Penerimaan/pendapatan daerah Pemda Kota Bekasi tahun 2005 Rp. 693 milyar (Lampiran 6); (3) Kota Bekasi belum mempunyai perencanaan pembangunan ekonomi untuk menunjang visi Pemda Kota Bekasi; (4) Political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat masih kurang kuat; dan (5) Arah untuk pencapaian visi Pemda Kota Bekasi sampai dengan tahun kelima (tahun 2005) masih belum jelas. Tabel 19. Hasil Analisis Situasi Internal Acuan Alokasi Belanja Publik untuk Kesejahteraan Masyarakat NO KEY SUCCESS FAKTORS (KSF) 1 Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap belanja publik dan APBD 2 Penerimaan/pendapatan daerah 3 Perencanaan pembangunan ekonomi Kota Bekasi 4 Political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat 5 Visi Pemerintah Kota Bekasi yaitu Bekasi kota jasa dan perdagangan ISU INTERNAL Rasio belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD periode 1997-2005 masing-masing 52,56% dan 47,44% (Lampiran 34). Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap APBD berturutturut 1,51%, 3,26% dan 7,66% (Lampiran 35-36) Penerimaan/pendapatan tahun 2005 Rp. 693 milyar (Lampiran 6) Kota Bekasi belum mempunyai perencanaan pembangunan ekonomi untuk menunjang visi Pemda Kota Bekasi. Adanya political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat walaupun masih kurang kuat. Adanya arah untuk pencapaian visi Pemda Kota Bekasi, walaupun sampai dengan tahun 2005 masih belum jelas pencapaiannya.
66 5.3 Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan analisis lanjutan dari hasil analisis ekonometrika pengaruh belanja aparatur dan belanja publik terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur melalui indikator PDRB per kapita dan IPM untuk menyusun rancangan program yang aplikatif. Hasil analisis SWOT disajikan dalam Tabel 20 berikut. Tabel 20. Hasil Analisis SWOT SWOT ANALISIS LINGKUNGAN BOBOT RATING SKOR KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W) INTERNAL Penerimaan/pendapatan daerah Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (Penerimaan tahun 2005 Rp. 693 milyar) (Lampiran 6) 0.19 3.00 0.58 Anggaran belanja (APBD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (APBD tahun 2005 Rp. 772 milyar) (Lampiran 6) 0.17 2.95 0.49 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (PAD tahun 2005 Rp. 121 milyar) (Lampiran 6) 0.20 2.90 0.58 Belanja aparatur dan belanja publik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan indikator PDRB per kapita dan IPM (Lampiran 24-25) 0.23 2.86 0.66 Mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan di Kota Bekasi telah sesuain dengan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 0.21 2.67 0.56 TOTAL 1.00 2.87 Rasio belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD periode 1997-2005 masingmasing 52,56% dan 47,44% (Lampiran 34). Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap APBD berturut-turut 1,51%, 3,26% dan 7,66% (Lampiran 35-36) 0.21 2.71 0.58 Kota Bekasi belum mempunyai perencanaan pembangunan ekonomi untuk menunjang visi Pemda Kota Bekasi. 0.21 2.71 0.58 Political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat masih kurang kuat. 0.21 3.10 0.66 Arah untuk pencapaian visi Pemda Kota Bekasi sampai dengan tahun 2005 masih belum jelas 0.20 2.86 0.56 Renstra Pemerintah Kota Bekasi dan Renstra SKPD belum jadi acuan pencapaian kinerja Pemerintah Daerah dan SKPD 0.16 2.48 0.40 TOTAL 1.00 2.79
67 Lanjutan Tabel 20. SWOT ANALISIS LINGKUNGAN BOBOT RATING SKOR PELUANG (O) ANCAMAN (T) EKSTERNAL Adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi (tahun 2007-2008) 0.21 3.00 0.63 Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, akan diberlakukan mulai tahun 2007 0.19 2.90 0.56 Adanya Political will dan komitmen DPRD terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat. 0.21 3.48 0.74 Dana perimbangan dari pemerintah pusat yang cukup besar (tahun 2005 Rp. 536 milyar) (Lampiran 6) 0.18 3.05 0.55 Adanya keterlibatan stakeholders (LSM, swasta/pengusaha, perguruan tinggi) dalam penyusunan perencanaan dan pengawasan pelaksanaan APBD 0.20 3.00 0.61 TOTAL 1 3.09 Pemilihan kepala daerah (walikota) secara langsung (tahun 2008) 0.23 2.86 0.65 Belum konsistennya aturan (undang-undang, peraturan pemerintah) dalam pelaksanaan otonomi daerah 0.20 3.10 0.61 Adanya upaya pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) yang terlalu agresif. 0.19 3.00 0.56 Adanya kelompok kepentingan (pressure group) dalam penyusunan APBD 0.20 3.24 0.64 Adanya kecenderungan (gejala) masyarakat untuk tidak mau terlibat dalam musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) 0.19 3.24 0.63 TOTAL 1 3.08 Keterangan : Skala nilai bobot antara 0,00 1,00; Bobot 0,00 berarti pengaruh faktor internal/eksternal terhadap tujuan/acuan tidak ada (tidak berpengaruh); Bobot 1,00 berarti pengaruh faktor internal/eksternal terhadap tujuan/acuan sangat besar (sangat berpengaruh). Skala nilai rating antara 1,00 4,00; Rating 1,00 berarti pengaruh faktor internal/eksternal terhadap tujuan/acuan kecil sekali; Rating 2,00 berarti kecil; Rating 3,00 berarti besar; dan Rating 4,00 berarti besar sekali. Skala total nilai skor antara 1,00 4,00; Skor 1,00 berarti pengaruh faktor internal/eksternal terhadap tujuan/acuan kecil sekali; Skor 2,00 berarti kecil; Skor 3,00 berarti besar; dan Skor 4,00 berarti besar sekali.
68 Tabel 20 menunjukkan bahwa skor untuk kekuatan (strength) sebesar 2,87, skor untuk kelemahan (weakness) sebesar 2,79, skor untuk peluang (opportunity ) sebesar 3,09 dan skor untuk tantangan (threat) sebesar 3,08. Dengan cara mengurangkan kelemahan dari kekuatan dan tantangan dari peluang maka diperoleh angka masing-masing sebesar 0,08 dan 0,01. Kondisi demikian menunjukkan bahwa hasil analisisnya berada pada kuadran pertama (agressive) yaitu strategi pencapaian tujuan organisasi dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan kekuatan (strength) yang dimiliki untuk meraih peluang (opportunity) yang ada secara optimal (Gambar 13 ). conservative agressive 4.0 O 3.0 2.0 1.0 W 0.0 S T defensive diversive Gambar 1 3. Hasil Analisis SWOT Dengan Strategi S-O.
69 Gambar 13 menunjukkan strategi S-O yaitu strategi pencapaian tujuan organisasi dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan kekuatan (strength) yang dimiliki untuk meraih peluang (opportunity) yang ada secara optimal. Kekuatan yang dimiliki yang harus dimanfaatkan secara optimal terdiri dari (1) Belanja aparatur dan belanja publik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan indikator PDRB per kapita dan IPM; (2) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar; (3) Penerimaan/pendapatan daerah Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar; (4) Mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan di Kota Bekasi telah sesuai dengan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; dan (5) Anggaran belanja (APBD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar. Sedangkan peluang yang ada yang harus dimanfaatkan secara optimal sebagai berikut : (1) adanya political will dan komitmen DPRD terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat; (2) Adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi tahun 2007 dan 2008; (3) Adanya keterlibatan stakeholders (LSM, swasta/pengusaha, perguruan tinggi) dalam penyusunan perencanaan dan pengawasan pelaksanaan APBD; (4) Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang akan diberlakukan mulai tahun 2007; dan (4) Dana perimbangan dari Pemerintah Pusat cukup besar. Unsur dominan dalam kekuatan (strength ) adalah adanya anggaran (APBD) Kota Bekasi yang cukup besar dan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Sedangkan unsur dominan dalam peluang (opportunity) yaitu adanya program PPK-IPM, keterlibatan stakeholders dalam penyusunan perencanaan dan pengawasan pelaksanaan APBD dan penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006. Berdasarkan kekuatan dan peluang di atas, rancangan program yang akan direkomendasikan sebagai berikut : (1) Replikasi PPK-IPM (Program Pendanaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia) tingkat Kota Bekasi; (2) Peningkatan kualitas perencanaan pembangunan
70 partisipatif; dan (3) Internalisasi Permendagri nomor 13. Mekanisme analisis penyusunan program yang akan direkomendasikan kepada Pemerintah Kota Bekasi sebagaimana Gambar 14. HASIL SWOT KEKUATAN 1. APBD signifikan thd Kesejahteraan Masyarakat 2. PAD besar 3. Pendapatan daerah besar 4. Perencanaan sesuai UU No. 25 5. Belanja daerah besar PELUANG 1. Political will dan komitmen DPRD 2. PPK-IPM 3. Keterlibatan stakeholders 4. Permendagri No.13 5. Dana Perimbangan PROGRAM HASIL ANALISIS SWOT 1. Replikasi PPK-IPM 2. Perencanaan Partisipatif 3. Internalisasi Permendagri 13 PROGRAM YANG DIREKOMEN- DASIKAN 1. Replikasi PPK- IPM 2. Internalisasi Permendagri 13 Gambar 14. Hasil Analisis Penyusunan Program untuk Rekomendasi PPK-IPM adalah program percepatan peningkatan indeks pembangunan manusia yang dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat bagi kabupaten/kota di Jawa Barat yang memenangkan kompetisi program peningkatan IPM di kabupaten/kota. Kriteria utama kabupaten/kota yang dapat memenangkan PPK-IPM adalah (1) Program PPK-IPM yang disusun oleh kabupaten/kota bersifat inovatif dan memiliki dampak di tingkat provinsi Jawa Barat dan Nasional; (2) Kesiapan dari kabupaten/kota untuk melaksanakan PPK-IPM; dan (3) Adanya keterlibatan stakeholders mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Jadi PPK-IPM merupakan program pembangunan partisipatif yang melibatkan berbagai stakeholders pembangunan manusia dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya lokal yang dimiliki.
71 Replikasi PPK-IPM adalah aplikasi model program PPK-IPM di tingkat Kota/Kabupaten yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan indeks pembangunan manusia. Replikasi PPK-IPM programnya disusun oleh pemerintah tingkat kecamatan bersama-sama dengan stakeholders yang selanjutnya dikompetisikan di tingkat Kota Bekasi. Replikasi PPK-IPM juga programnya dapat disusun oleh dinas-dinas teknis bersama-sama dengan stakeholders di tingkat Kota Bekasi yang selanjutnya dikompetisikan antar dinas di tingkat Kota Bekasi. Kelebihan dari program PPK-IPM ini yaitu perencanaannya bersifat partisipatif karena penyusunannya dilakukan oleh pemerintah tingkat kecamatan atau dinas tenis tingkat Kota Bekasi bersama-sama dengan stakeholders, Alokasi anggaran (APBD) yang digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bersifat inovatif. Sedangkan kelemahan dari program replikasi PPK-IPM ini yakni programprogram yang disusun secara inovatif terkendala dengan peraturanperaturan perundang-undangan yang masih bersifat konservatif. Peningkatan kualitas perencanaan partisipatif artinya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di Kota Bekasi secara normatif telah sesuai dengan Undang -undang Nomor 25 tahun 2004, tetapi keterlibatan stakeholders dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan masih perlu ditingkatkan baik jumlah maupun variasi stakeholders yang dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Perencanaan partisipatif ini berkaitan langsung dengan program replikasi PPK-IPM karena salah satu bagian dari PPK-IPM adalah perencanaan partisipatif yang disusun oleh pemerintah bersama-sama dengan stakeholders. Internalisasi Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah upaya peningkatan pemahaman terhadap Permendagri Nomor 13 tahun 2006 bagi aparat pemerintah Kota Bekasi mulai dari tingkat kelurahan sampai dengan tingkat kota melalui sosialisasi dan pelatihan-pelatihan. Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan penjabaran dari Undang-undang nomor 17
72 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang tersebut merupakan salah satu undang-undang yang lahir pada era otonomi daerah. Kelebihan dari Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah adanya pemisahan yang jelas antara belanja aparatur dan belanja publik, dalam belanja aparatur hanya mengandung belanja gaji pegawai; penerapan kode rekening yang rigit dan rinci sehingga mengurangi penyimpangan anggaran; dan berbasis pada kinerja. Sedangkan kelemahannya yaitu penerapan program dan kegiatan pembangunan semuanya ditentukan oleh Permendagri Nomor 13 tahun 2006 secara seragam, sehingga menimbulkan kesan sentralistik. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa rancangan program untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi belanja publik yang dapat direkomendasikan bagi pemerintah Kota Bekasi adalah (1) Replikasi PPK-IPM dan (2) Internalisasi Permendagri Nomor 13 tahun 2006 (Gambar 14). Replikasi PPK-IPM memungkinkan untuk melaksanakan perencanaan secara partisipatif, pengalokasian anggaran belanja daerah (APBD) sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melibatkan berbagai stakeholders dalam pembangunan, memanfaatkan secara optimal potensi sumberdaya lokal (daerah), memunculkan inovasi dan kreasi daerah, dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Internalisasi Permendagri Nomor 13 tahun 2006 merupakan sarana untuk menunjang keberhasilan program replikasi PPK-IPM, karena dalam permendagri tersebut terkandung aturan-aturan penggunaan keuangan daerah (APBD).