V. RANCANGAN PROGRAM

dokumen-dokumen yang mirip
3.1 Kerangka Pemikiran Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di era otonomi daerah terdiri dari: (1) Pendapatan; (2) Belanja; dan

TENTANG. berdasarkan

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 26 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KOTA BEKASI TAHUN 2017

Bahan Diskusi SIMULASI PENYUSUNAN RENCANA STRATEGIS DAN RENCANA KERJA SKPD BERBASIS KINERJA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Rencana Strategi Sekretariat Daerah Tahun Halaman 9

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengantar

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan. tindakan masa depan yang tepat melalui urutan pilihan, dengan

BERITA DAERAH KOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN BAB I 1.1. LATAR BELAKANG

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

LAMPIRAN PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR LAMPIRAN NOMOR : 40 TAHUN 2012 LAMPIRAN TANGGAL : 30 MEI 2012

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

WALIKOTA JAMBI PERATURAN WALIKOTA JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2015 T E N T A N G RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KOTA JAMBI TAHUN 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2014 BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

STRATEGI ALOKASI BELANJA PUBLIK UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT CARDIMAN

RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN ANGGARAN 2007

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

KATA PENGANTAR INSPEKTUR, Drs. Zat Zat Munazat, M.Si NIP Inspektorat Kabupaten Garut

PENINGKATAN KINERJA MELALUI ANGGARAN BERBASIS KINERJA PADA SEKSI ANGGARAN DINAS PENDAPATAN DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BINTAN

Weakness, Opportunity and Threath). Dengan hasil pada masing-masing

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perencanaan pembangunan daerah, proses. penyusunan tahapan-tahapan kegiatannya melibatkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

H a l I LATARBELAKANG

WALIKOTA BEKASI PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 41 TAHUN 2016 TENTANG

B A B P E N D A H U L U A N

Bab I PENDAHULUAN. Rencana Kerja Badan Kepegawaian Daerah Kota Bandung Tahun Latar Belakang. B a b I P e n d a h u l u a n 1

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2011 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KARAWANG TAHUN

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2010 NOMOR 3 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 5 TAHUN 2010 TENTANG

LAMPIRAN I PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 27 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 BAB 1

LAMPIRAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN FLORES TIMUR NOMOR : 10 TAHUN 2017 TANGGAL : 20 November 2017 BAB I PENDAHULUAN

BUPATI BARRU PERATURAN BUPATI BARRU NOMOR 19 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN BARRU TAHUN 2014 BUPATI BARRU,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Melalui Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) yang telah

BAB III METODE KAJIAN

RENSTRA BADAN KETAHANAN PANGAN BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU

BAB V KESIMPULAN. pembangunan nasional dan daerah. Keberhasilan atau kegagalan program

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA DAERAH KOTA BEKASI. PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 57 TAHUN /21-Bappeda/V/2013 TENTANG

RENCANA STRATEGIS DINAS TATA BANGUNAN DAN PEMUKIMAN KABUPATEN BOGOR TAHUN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 18 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUANN. Sukabumi Tahun menjadi pedoman penyusunan rencana pembangunan sampai dengan tahun RKPD tahun

Rencana Stratejik (RENSTRA) Kecamatan Batununggal Kota Bandung Tahun BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Rencana Strategis BAB 1 PENDAHULUAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kota Bekasi Tahun Revisi BAB I PENDAHULUAN

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang... 1 B. Dasar Hukum... 2 C. Maksud dan Tujuan... 6 D. Sistematika Penulisan... 6

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan sesuatu melalui sebuah penelitian (Ulum dan Juanda, 2016).

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 08

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

DAFTAR ISI. LEMBAR JUDUL... i. LEMBAR PENGESAHAN... ii. LEMBAR PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL...

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 79 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Faktor-Faktor Keberhasilan

VISI : TERCIPTANYA MANAJEMEN APARATUR PEMERINTAH KOTA BANJARMASIN YANG PROFESIONAL BERBASIS E-PERSON

PERATURAN BUPATI TANGGAMUS NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN TANGGAMUS TAHUN 2O13

Rencana Strategis (RENSTRA)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KOTA BANDUNG KECAMATAN BANDUNG KULON

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN TAHUN 2009 NOMOR 4 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WAY KANAN NOMOR: 4 TAHUN 2009 TENTANG

BAB II PERENCANAAN KINERJA

TAHUN 2010 NOMOR 13 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH (RKPD) KABUPATEN NGAWI TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

KELURAHAN DEBONG TENGAH

ISI DAN URAIAN RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA TASIKMALAYA TAHUN BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

PEMERINTAH KOTA TEGAL KECAMATAN TEGAL SELATAN KELURAHAN TUNON. Jl. Ki Ageng Tirtayasa No Tegal Telp. (0283) Kode Pos 52135

BAB III METODE KAJIAN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB II LANDASAN TEORI

RENSTRA DINAS KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA TAHUN

BAB 1 PENDAHULUAN. upaya-upaya secara maksimal untuk menciptakan rerangka kebijakan yang

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2014

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

Transkripsi:

V. RANCANGAN PROGRAM 5.1 Identifikasi Faktor Kunci Keberhasilan (Key Success Factors/KSF) Identifikasi KSF dilakukan dengan cara menyusun daftar KSF potensial yang berhubungan dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi belanja publik. KSF potensial diperoleh dari hasil analisis kuantitatif yang telah dilakukan pada Bab IV dan hasil analisis kualitatif melalui observasi dan pengamatan langsung di lapangan. Hasil identifikasi KSF untuk acuan alokasi belanja publik untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, sebagai berikut : - Rasio belanja publik dan belanja aparatur terhadap APBD. - Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap belanja publik dan APBD. - Belanja aparatur dan belanja publik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan indikator PDRB per kapita dan IPM. - Political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat. - Visi Pemerintah Kota Bekasi yaitu Bekasi kota jasa dan perdagangan. - Renstra Pemerintah Kota Bekasi dan Renstra SKPD. - Anggaran belanja (APBD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (APBD tahun 2005 Rp. 772 milyar). - Penerimaan/pendapatan daerah Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (Penerimaan tahun 2005 Rp. 693 milyar). - Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (PAD tahun 2005 Rp. 121 milyar). - Sumberdya manusia (SDM) perencana pembangunan ekonomi pada Pemda Kota Bekasi. - Perencanaan pembangunan ekonomi Kota Bekasi, sebagai pedoman pembangunan ekonomi Kota Bekasi.

62 - Mekanisme perencanaan pembangunan di Kota Bekasi. Dari beberapa KSF potensial di atas, selanjutnya dipilih lima KSF yang benar-benar berpengaruh besar pada acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat (Tabel 17). Tabel 17. Key Success Factors (KSF) Acuan Alokasi Belanja Publik untuk Kesejahteraan Masyarakat NO KEY SUCCESS FAKTORS (KSF) BOBOT 1 Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan 30 pendidikan terhadap belanja publik dan APBD 2 Penerimaan/pendapatan daerah 20 3 Perencanaan pembangunan ekonomi Kota Bekasi 20 4 Political will dan komitmen kepala daerah terhadap 15 alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat 5 Visi Pemerintah Kota Bekasi yaitu Bekasi kota jasa 15 dan perdagangan JUMLAH 100 Tabel 17 menunjukkan bahwa KSF Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap belanja publik dan APBD merupakan KSF yang memiliki pengaruh paling besar terhadap acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat dengan bobot 30. Hal ini sejalan dengan hasil analisis pengaruh belanja aparatur dan belanja publik terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan indikator PDRB per kapita dan IPM (Tabel 6 dan 8), menunjukkan bahwa belanja aparatur dan belanja publik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat dan pengaruhnya bersifat positif. Alokasi belanja untuk bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan dengan memprioritaskan proyek/kegiatan yang langsung bersentuhan dengan kebutuhan masyarakat mempunyai pengaruh besar bagi kesejahteraan masyarakat (Tabel 14-16). KSF penerimaan/pendapatan daerah, perencanaan pembangunan ekonomi Kota Bekasi, political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat, dan visi Pemerintah Kota

63 Bekasi yaitu Bekasi kota jasa dan perdagangan masing-masing merupakan KSF yang memiliki pengaruh besar terhadap acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh KSF penerimaan/pendapatan daerah, KSF ini sangat menentukan terhadap besarnya alokasi belanja aparatur dan belanja publik (APBD) yang akan dialokasikan setiap tahun anggaran. Penetapan besarnya APBD di dalamnya termasuk pula menentukan besarnya rasio belanja aparatur dan belanja pulik yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Contoh lainnya adalah KSF political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat, dalam penyusunan dan penetapan APBD jika kepala daerah tidak memiliki political will dan komitmen terhadap kesejahteraan masyarakat, maka APBD yang dialokasikan tidak akan digunakan untuk proyek/kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat atau porsi anggaran untuk kesejahteraan masyarakat yang akan dialokasikan relatif kecil. 5.2 Identifikasi Situasi Internal dan Eksternal Isu-isu strategis yang telah teridentifikasi dari hasil observasi dan pengamatan langsung di lapangan untuk acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat, sebagai berikut : - Pemilihan kepala daerah (walikota) secara langsung (tahun 2008). - Adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi (tahun 2007-2008). - Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, akan diberlakukan mulai tahun 2007. Dampak dari isu-isu strategis di atas terhadap KSF yang mempunyai pengaruh sangat besar untuk acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat, dideskripsikan (Tabel 18) sebagai berikut : (1) Dampak dari isu strategis : Pemilihan kepala daerah (walikota) secara langsung (tahun 2008) terhadap organisasi (KSF) adalah

64 bahwa pemilihan kepala daerah (walikota) yang akan dilaksanakan pada tahun 2008 akan menyedot APBD yang seharusnya untuk proyek/kegiatan yang berhubungan langsung dengan kebutuhan masyarakat; (2) Dampak dari isu strategis : Adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi (tahun 2007-2008) yaitu dengan adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi (Kota Bekasi merupakan salah satu pemenang kompetisi program PPK-IPM Jawa Barat Bacth II) yang akan dilaksanakan pada tahun 2007 dan 2008 merupakan kegiatan akselerasi peningkatan IPM Jawa Barat dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 50 milyar untuk dua tahun anggaran; dan (3) Dampak dari isu strategis : Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 yang akan diberlakukan mulai tahun 2007 adalah bahwa penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 akan meningkatkan alokasi APBD untuk kesejahteraan masyarakat, karena Permendagri No. 13 tahun 2006 menitikberatkan pada proses penyusunan APBD dan alokasi APBD berdasarkan pada prestasi kinerja SKPD dan bukan berdasarkan kebutuhan anggaran SKPD. Tabel 18. Hasil Analisis Situasi Eksternal Acuan Alokasi Belanja Publik untuk Kesejahteraan Masyarakat NO ISU STRATEGIS DAMPAK PADA ORGANISASI (KSF) 1 Pemilihan kepala daerah (walikota) Alokasi anggaran dalam APBD terkonsentrasi pada kegiatan pemilihan kepala daerah 2 Adanya program PPK-IPM Adanya dana tambahan dari Provinsi Jawa Barat sebesar Rp. 50 milyar untuk kegiatan akselerasi peningkatan IPM 3 Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 Alokasi APBD didasarkan pada prestasi kinerja SKPD Hasil identifikasi Isu internal yang menggambarkan kondisi internal organisasi yang aktual pada saat ini untuk acuan alokasi belanja publik untuk kesejahteraan masyarakat, dideskripsikan (Tabel 19) sebagai berikut : (1) Rasio belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD

65 periode 1997-2005 masing-masing 52,56% dan 47,44% (Lampiran 34). Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap APBD berturut-turut 1,51%, 3,26% dan 7,66% (Lampiran 35-36); (2) Penerimaan/pendapatan daerah Pemda Kota Bekasi tahun 2005 Rp. 693 milyar (Lampiran 6); (3) Kota Bekasi belum mempunyai perencanaan pembangunan ekonomi untuk menunjang visi Pemda Kota Bekasi; (4) Political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat masih kurang kuat; dan (5) Arah untuk pencapaian visi Pemda Kota Bekasi sampai dengan tahun kelima (tahun 2005) masih belum jelas. Tabel 19. Hasil Analisis Situasi Internal Acuan Alokasi Belanja Publik untuk Kesejahteraan Masyarakat NO KEY SUCCESS FAKTORS (KSF) 1 Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap belanja publik dan APBD 2 Penerimaan/pendapatan daerah 3 Perencanaan pembangunan ekonomi Kota Bekasi 4 Political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat 5 Visi Pemerintah Kota Bekasi yaitu Bekasi kota jasa dan perdagangan ISU INTERNAL Rasio belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD periode 1997-2005 masing-masing 52,56% dan 47,44% (Lampiran 34). Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap APBD berturutturut 1,51%, 3,26% dan 7,66% (Lampiran 35-36) Penerimaan/pendapatan tahun 2005 Rp. 693 milyar (Lampiran 6) Kota Bekasi belum mempunyai perencanaan pembangunan ekonomi untuk menunjang visi Pemda Kota Bekasi. Adanya political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat walaupun masih kurang kuat. Adanya arah untuk pencapaian visi Pemda Kota Bekasi, walaupun sampai dengan tahun 2005 masih belum jelas pencapaiannya.

66 5.3 Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan analisis lanjutan dari hasil analisis ekonometrika pengaruh belanja aparatur dan belanja publik terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur melalui indikator PDRB per kapita dan IPM untuk menyusun rancangan program yang aplikatif. Hasil analisis SWOT disajikan dalam Tabel 20 berikut. Tabel 20. Hasil Analisis SWOT SWOT ANALISIS LINGKUNGAN BOBOT RATING SKOR KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W) INTERNAL Penerimaan/pendapatan daerah Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (Penerimaan tahun 2005 Rp. 693 milyar) (Lampiran 6) 0.19 3.00 0.58 Anggaran belanja (APBD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (APBD tahun 2005 Rp. 772 milyar) (Lampiran 6) 0.17 2.95 0.49 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar (PAD tahun 2005 Rp. 121 milyar) (Lampiran 6) 0.20 2.90 0.58 Belanja aparatur dan belanja publik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan indikator PDRB per kapita dan IPM (Lampiran 24-25) 0.23 2.86 0.66 Mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan di Kota Bekasi telah sesuain dengan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional 0.21 2.67 0.56 TOTAL 1.00 2.87 Rasio belanja aparatur dan belanja publik terhadap APBD periode 1997-2005 masingmasing 52,56% dan 47,44% (Lampiran 34). Rasio belanja bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan terhadap APBD berturut-turut 1,51%, 3,26% dan 7,66% (Lampiran 35-36) 0.21 2.71 0.58 Kota Bekasi belum mempunyai perencanaan pembangunan ekonomi untuk menunjang visi Pemda Kota Bekasi. 0.21 2.71 0.58 Political will dan komitmen kepala daerah terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat masih kurang kuat. 0.21 3.10 0.66 Arah untuk pencapaian visi Pemda Kota Bekasi sampai dengan tahun 2005 masih belum jelas 0.20 2.86 0.56 Renstra Pemerintah Kota Bekasi dan Renstra SKPD belum jadi acuan pencapaian kinerja Pemerintah Daerah dan SKPD 0.16 2.48 0.40 TOTAL 1.00 2.79

67 Lanjutan Tabel 20. SWOT ANALISIS LINGKUNGAN BOBOT RATING SKOR PELUANG (O) ANCAMAN (T) EKSTERNAL Adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi (tahun 2007-2008) 0.21 3.00 0.63 Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, akan diberlakukan mulai tahun 2007 0.19 2.90 0.56 Adanya Political will dan komitmen DPRD terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat. 0.21 3.48 0.74 Dana perimbangan dari pemerintah pusat yang cukup besar (tahun 2005 Rp. 536 milyar) (Lampiran 6) 0.18 3.05 0.55 Adanya keterlibatan stakeholders (LSM, swasta/pengusaha, perguruan tinggi) dalam penyusunan perencanaan dan pengawasan pelaksanaan APBD 0.20 3.00 0.61 TOTAL 1 3.09 Pemilihan kepala daerah (walikota) secara langsung (tahun 2008) 0.23 2.86 0.65 Belum konsistennya aturan (undang-undang, peraturan pemerintah) dalam pelaksanaan otonomi daerah 0.20 3.10 0.61 Adanya upaya pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) yang terlalu agresif. 0.19 3.00 0.56 Adanya kelompok kepentingan (pressure group) dalam penyusunan APBD 0.20 3.24 0.64 Adanya kecenderungan (gejala) masyarakat untuk tidak mau terlibat dalam musrenbang (musyawarah perencanaan pembangunan) 0.19 3.24 0.63 TOTAL 1 3.08 Keterangan : Skala nilai bobot antara 0,00 1,00; Bobot 0,00 berarti pengaruh faktor internal/eksternal terhadap tujuan/acuan tidak ada (tidak berpengaruh); Bobot 1,00 berarti pengaruh faktor internal/eksternal terhadap tujuan/acuan sangat besar (sangat berpengaruh). Skala nilai rating antara 1,00 4,00; Rating 1,00 berarti pengaruh faktor internal/eksternal terhadap tujuan/acuan kecil sekali; Rating 2,00 berarti kecil; Rating 3,00 berarti besar; dan Rating 4,00 berarti besar sekali. Skala total nilai skor antara 1,00 4,00; Skor 1,00 berarti pengaruh faktor internal/eksternal terhadap tujuan/acuan kecil sekali; Skor 2,00 berarti kecil; Skor 3,00 berarti besar; dan Skor 4,00 berarti besar sekali.

68 Tabel 20 menunjukkan bahwa skor untuk kekuatan (strength) sebesar 2,87, skor untuk kelemahan (weakness) sebesar 2,79, skor untuk peluang (opportunity ) sebesar 3,09 dan skor untuk tantangan (threat) sebesar 3,08. Dengan cara mengurangkan kelemahan dari kekuatan dan tantangan dari peluang maka diperoleh angka masing-masing sebesar 0,08 dan 0,01. Kondisi demikian menunjukkan bahwa hasil analisisnya berada pada kuadran pertama (agressive) yaitu strategi pencapaian tujuan organisasi dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan kekuatan (strength) yang dimiliki untuk meraih peluang (opportunity) yang ada secara optimal (Gambar 13 ). conservative agressive 4.0 O 3.0 2.0 1.0 W 0.0 S T defensive diversive Gambar 1 3. Hasil Analisis SWOT Dengan Strategi S-O.

69 Gambar 13 menunjukkan strategi S-O yaitu strategi pencapaian tujuan organisasi dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan kekuatan (strength) yang dimiliki untuk meraih peluang (opportunity) yang ada secara optimal. Kekuatan yang dimiliki yang harus dimanfaatkan secara optimal terdiri dari (1) Belanja aparatur dan belanja publik memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat yang diukur dengan indikator PDRB per kapita dan IPM; (2) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar; (3) Penerimaan/pendapatan daerah Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar; (4) Mekanisme penyusunan perencanaan pembangunan di Kota Bekasi telah sesuai dengan UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; dan (5) Anggaran belanja (APBD) Pemerintah Kota Bekasi yang cukup besar. Sedangkan peluang yang ada yang harus dimanfaatkan secara optimal sebagai berikut : (1) adanya political will dan komitmen DPRD terhadap alokasi belanja untuk kesejahteraan masyarakat; (2) Adanya program PPK-IPM Provinsi Jawa Barat di Kota Bekasi tahun 2007 dan 2008; (3) Adanya keterlibatan stakeholders (LSM, swasta/pengusaha, perguruan tinggi) dalam penyusunan perencanaan dan pengawasan pelaksanaan APBD; (4) Penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah yang akan diberlakukan mulai tahun 2007; dan (4) Dana perimbangan dari Pemerintah Pusat cukup besar. Unsur dominan dalam kekuatan (strength ) adalah adanya anggaran (APBD) Kota Bekasi yang cukup besar dan berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Sedangkan unsur dominan dalam peluang (opportunity) yaitu adanya program PPK-IPM, keterlibatan stakeholders dalam penyusunan perencanaan dan pengawasan pelaksanaan APBD dan penerapan Permendagri No. 13 tahun 2006. Berdasarkan kekuatan dan peluang di atas, rancangan program yang akan direkomendasikan sebagai berikut : (1) Replikasi PPK-IPM (Program Pendanaan Kompetisi Indeks Pembangunan Manusia) tingkat Kota Bekasi; (2) Peningkatan kualitas perencanaan pembangunan

70 partisipatif; dan (3) Internalisasi Permendagri nomor 13. Mekanisme analisis penyusunan program yang akan direkomendasikan kepada Pemerintah Kota Bekasi sebagaimana Gambar 14. HASIL SWOT KEKUATAN 1. APBD signifikan thd Kesejahteraan Masyarakat 2. PAD besar 3. Pendapatan daerah besar 4. Perencanaan sesuai UU No. 25 5. Belanja daerah besar PELUANG 1. Political will dan komitmen DPRD 2. PPK-IPM 3. Keterlibatan stakeholders 4. Permendagri No.13 5. Dana Perimbangan PROGRAM HASIL ANALISIS SWOT 1. Replikasi PPK-IPM 2. Perencanaan Partisipatif 3. Internalisasi Permendagri 13 PROGRAM YANG DIREKOMEN- DASIKAN 1. Replikasi PPK- IPM 2. Internalisasi Permendagri 13 Gambar 14. Hasil Analisis Penyusunan Program untuk Rekomendasi PPK-IPM adalah program percepatan peningkatan indeks pembangunan manusia yang dibiayai oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat bagi kabupaten/kota di Jawa Barat yang memenangkan kompetisi program peningkatan IPM di kabupaten/kota. Kriteria utama kabupaten/kota yang dapat memenangkan PPK-IPM adalah (1) Program PPK-IPM yang disusun oleh kabupaten/kota bersifat inovatif dan memiliki dampak di tingkat provinsi Jawa Barat dan Nasional; (2) Kesiapan dari kabupaten/kota untuk melaksanakan PPK-IPM; dan (3) Adanya keterlibatan stakeholders mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi. Jadi PPK-IPM merupakan program pembangunan partisipatif yang melibatkan berbagai stakeholders pembangunan manusia dengan memanfaatkan secara optimal sumberdaya lokal yang dimiliki.

71 Replikasi PPK-IPM adalah aplikasi model program PPK-IPM di tingkat Kota/Kabupaten yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan indeks pembangunan manusia. Replikasi PPK-IPM programnya disusun oleh pemerintah tingkat kecamatan bersama-sama dengan stakeholders yang selanjutnya dikompetisikan di tingkat Kota Bekasi. Replikasi PPK-IPM juga programnya dapat disusun oleh dinas-dinas teknis bersama-sama dengan stakeholders di tingkat Kota Bekasi yang selanjutnya dikompetisikan antar dinas di tingkat Kota Bekasi. Kelebihan dari program PPK-IPM ini yaitu perencanaannya bersifat partisipatif karena penyusunannya dilakukan oleh pemerintah tingkat kecamatan atau dinas tenis tingkat Kota Bekasi bersama-sama dengan stakeholders, Alokasi anggaran (APBD) yang digunakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan bersifat inovatif. Sedangkan kelemahan dari program replikasi PPK-IPM ini yakni programprogram yang disusun secara inovatif terkendala dengan peraturanperaturan perundang-undangan yang masih bersifat konservatif. Peningkatan kualitas perencanaan partisipatif artinya perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di Kota Bekasi secara normatif telah sesuai dengan Undang -undang Nomor 25 tahun 2004, tetapi keterlibatan stakeholders dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan masih perlu ditingkatkan baik jumlah maupun variasi stakeholders yang dilibatkan dalam proses perencanaan, pelaksanaan maupun pengawasan. Perencanaan partisipatif ini berkaitan langsung dengan program replikasi PPK-IPM karena salah satu bagian dari PPK-IPM adalah perencanaan partisipatif yang disusun oleh pemerintah bersama-sama dengan stakeholders. Internalisasi Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah upaya peningkatan pemahaman terhadap Permendagri Nomor 13 tahun 2006 bagi aparat pemerintah Kota Bekasi mulai dari tingkat kelurahan sampai dengan tingkat kota melalui sosialisasi dan pelatihan-pelatihan. Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah merupakan penjabaran dari Undang-undang nomor 17

72 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-undang tersebut merupakan salah satu undang-undang yang lahir pada era otonomi daerah. Kelebihan dari Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah adanya pemisahan yang jelas antara belanja aparatur dan belanja publik, dalam belanja aparatur hanya mengandung belanja gaji pegawai; penerapan kode rekening yang rigit dan rinci sehingga mengurangi penyimpangan anggaran; dan berbasis pada kinerja. Sedangkan kelemahannya yaitu penerapan program dan kegiatan pembangunan semuanya ditentukan oleh Permendagri Nomor 13 tahun 2006 secara seragam, sehingga menimbulkan kesan sentralistik. Dari uraian di atas menunjukkan bahwa rancangan program untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui alokasi belanja publik yang dapat direkomendasikan bagi pemerintah Kota Bekasi adalah (1) Replikasi PPK-IPM dan (2) Internalisasi Permendagri Nomor 13 tahun 2006 (Gambar 14). Replikasi PPK-IPM memungkinkan untuk melaksanakan perencanaan secara partisipatif, pengalokasian anggaran belanja daerah (APBD) sesuai dengan kebutuhan masyarakat, melibatkan berbagai stakeholders dalam pembangunan, memanfaatkan secara optimal potensi sumberdaya lokal (daerah), memunculkan inovasi dan kreasi daerah, dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Internalisasi Permendagri Nomor 13 tahun 2006 merupakan sarana untuk menunjang keberhasilan program replikasi PPK-IPM, karena dalam permendagri tersebut terkandung aturan-aturan penggunaan keuangan daerah (APBD).