BAB 5 ANALISIS. Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/ UMUM

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 3 METODOLOGI. Tinjauan Pustaka & Dasar Teori. Pengumpulan Data. Perhitungan Manual. Pembuatan Kurva dengan Parameter Tertentu

PEMBUATAN ALAT BANTU DESAIN (KURVA) PADA STRUKTUR KOLOM BAJA MENURUT SNI

BAB 2 DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir Semester II 2006/ UMUM

DESAIN BALOK SILANG STRUKTUR GEDUNG BAJA BERTINGKAT ENAM

ANALISIS KOLOM BAJA WF MENURUT TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG ( SNI ) MENGGUNAKAN MICROSOFT EXCEL 2002

Soal 2. b) Beban hidup : beban merata, w L = 45 kn/m beban terpusat, P L3 = 135 kn P1 P2 P3. B C D 3,8 m 3,8 m 3,8 m 3,8 m

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

STRUKTUR BAJA 2 TKS 1514 / 3 SKS

PLATE GIRDER A. Pengertian Pelat Girder

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BERATURAN TAHAN GEMPA BERDASARKAN SNI DAN FEMA 450

BAB II LANDASAN TEORI. kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya,

a home base to excellence Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : TSP 306 Balok Lentur Pertemuan - 6

PERHITUNGAN BALOK DENGAN PENGAKU BADAN

BAB III METODOLOGI PERANCANGAN. Permasalahan utama yang dihadapi dalam perencanaan gedung bertingkat tinggi

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK ABSTRACT. iii KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL. xii DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN 1-1

PENGGAMBARAN DIAGRAM INTERAKSI KOLOM BAJA BERDASARKAN TATA CARA PERENCANAAN STRUKTUR BAJA UNTUK BANGUNAN GEDUNG (SNI ) MENGGUNAKAN MATLAB

H 2 H 1 PERHITUNGAN KOLOM LENTUR DUA ARAH (BIAXIAL ) A. DATA BAHAN B. DATA PROFIL BAJA C. DATA KOLOM KOLOM PADA PORTAL BANGUNAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

3.1 Tegangan pada penampang gelagar pelat 10

DAFTAR NOTASI. = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balok-kolom (mm²) = Luas penampang tiang pancang (mm²)

h 2 h 1 PERHITUNGAN KOLOM LENTUR DUA ARAH (BIAXIAL ) A. DATA BAHAN B. DATA PROFIL BAJA C. DATA KOLOM KOLOM PADA PORTAL BANGUNAN

xxiv r min Rmax Rnv Rnt

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pembebanan

Henny Uliani NRP : Pembimbing Utama : Daud R. Wiyono, Ir., M.Sc Pembimbing Pendamping : Noek Sulandari, Ir., M.Sc

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN RANGKA BALOK BAJA

CARA PRAKTIS ANALISIS DAN PERANCANGAN BALOK DAN BALOK - KOLOM STRUKTUR BAJA TIPE WF DENGAN TABEL PROFIL YANG DIPERBAIKI BERDASARKAN SNI

BAB III METODOLOGI PERENCANAAN

BAB II STUDI PUSTAKA

LAMPIRAN 1 PRELIMINARY DESAIN

PERHITUNGAN GORDING DAN SAGROD

Struktur Baja 2 KOMPONEN STRUKTUR LENTUR

BAB I PENDAHULUAN. atas dan bawah dengan cara digeser sedikit kemudian dilas. Gagasan semacam ini pertama kali dikemukakan oleh H.E.

Oleh : MUHAMMAD AMITABH PATTISIA ( )

REVIEW DESAIN STRUKTUR GEDUNG CENTER FOR DEVELOPMENT OF ADVANCE SCIENCE AND TECHNOLOGY (CDAST) UNIVERSITAS JEMBER DENGAN KONSTRUKSI BAJA TAHAN GEMPA

5- STRUKTUR LENTUR (BALOK)

BAB III LANDASAN TEORI. Menurut McComac dan Nelson dalam bukunya yang berjudul Structural

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING TAHAN GEMPA

ANALISIS CELLULAR BEAM DENGAN METODE PENDEKATAN DIBANDINGKAN DENGAN PROGRAM ANSYS TUGAS AKHIR. Anton Wijaya

PENGEMBANGAN TABEL BAJA UNTUK PROFIL GANDA SEBAGAI ALAT BANTU DESAIN KOMPONEN STRUKTUR BAJA

Perencanaan Kolom Beton Bertulang terhadap Kombinasi Lentur dan Beban Aksial. Struktur Beton 1

ANALISIS PENGARUH WILAYAH GEMPA DI INDONESIA TERHADAP BANGUNAN BAJA

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 DASAR TEORI Dasar Perencanaan Jenis Pembebanan

2.2 Pembahasan Penelitian Terdahulu 7

D = Beban mati atau momen dan gaya dalam yang berhubungan dengan beban mati e = Eksentrisitas dari pembebanan tekan pada kolom atau telapak pondasi

TUGAS AKHIR RUDINI SIRAIT

BAB II STUDI PUSTAKA

Lampiran 1. Tabel profil heavy column konstruksi baja

PERHITUNGAN IKATAN ANGIN (TIE ROD BRACING )

DAFTAR NOTASI. xxvii. A cp

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 1 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

MODUL STRUKTUR BAJA II 4 BATANG TEKAN METODE ASD

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA 3.1 Diagram Alir Perencanaan Kuda kuda. Mulai. Data perencanaan & gambar rencana

LANDASAN TEORI. Katungau Kalimantan Barat, seorang perencana merasa yakin bahwa dengan

BAB III LANDASAN TEORI. Bangunan Gedung SNI pasal

TAMPAK DEPAN RANGKA ATAP MODEL 3

xxv = Kekuatan momen nominal untuk lentur terhadap sumbu y untuk aksial tekan yang nol = Momen puntir arah y

BAB IV ANALISA DAN HASIL PERANCANGAN. TPA Rawa Kucing Kota Tangerang dengan menggunakan profil baja.

Penyelesaian : Penentuan beban kerja (Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Gedung 1983) : Penutup atap (genteng) = 50 kg/m2


APLIKASI SAP2000 UNTUK PEMBEBANAN GEMPA STATIS DAN DINAMIS DALAM PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BAJA

= keliling dari pelat dan pondasi DAFTAR NOTASI. = tinggi balok tegangan beton persegi ekivalen. = luas penampang bruto dari beton

KATA PENGANTAR. telah melimpahkan nikmat dan karunia-nya kepada penulis, karena dengan seizin-

BAB V ANALISA STRUKTUR PRIMER

PERBANDINGAN STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN STRUKTUR BAJA DARI ELEMEN BALOK KOLOM DITINJAU DARI SEGI BIAYA PADA BANGUNAN RUMAH TOKO 3 LANTAI

PERHITUNGAN KOLOM DARI ELEMEN TERSUSUN PRISMATIS

STUDI PERBANDINGAN PERENCANAAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN PROFIL BIASA DAN PROFIL KASTELA PADA PROYEK GEDUNG PGN DI SURABAYA.

2.1.1 Penelitian Sugeng Siswali dan Nurhayanto Penelitian Akbar Han Susanto dan Dezy Patwoko 8

MODUL 4 STRUKTUR BAJA 1. S e s i 4 Batang Tekan (Compression Member) Dosen Pengasuh : Ir. Thamrin Nasution

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rangka (framed structure), di mana elemen elemennya kemungkinan

DAFTAR NOTASI. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

ABSTRAK. Kata Kunci : Gedung Parkir, Struktur Baja, Dek Baja Gelombang

BAB III PEMODELAN DAN ANALISIS STRUKTUR

DESAIN BATANG TEKAN PROFIL C GANDA BERPELAT KOPEL

DAFTAR ISTILAH. Al = Luas total tulangan longitudinal yang memikul puntir

Analisis Profil Baja Kastilasi. Ni Kadek Astariani

BAB III METODE DESAIN DAN PERENCANAAN KUDA KUDA BAJA BENTANG PANJANG

BAB IV ANALISA STRUKTUR

Integrity, Professionalism, & Entrepreneurship. Mata Kuliah : Perancangan Struktur Baja Kode : CIV 303. Balok Lentur.

PERENCANAAN PORTAL BAJA 4 LANTAI DENGAN METODE PLASTISITAS DAN DIBANDINGKAN DENGAN METODE LRFD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pendahuluan Permasalahan Yang Akan Diteliti 7

1.6 Tujuan Penulisan Tugas Akhir 4

BAB III LANDASAN TEORI

PEMASANGAN STRUKTUR RANGKA ATAP YANG EFISIEN

BAB III LANDASAN TEORI. untuk bangunan gedung (SNI ) dan tata cara perencanaan gempa

BAB IV ANALISIS PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG

III. BATANG TARIK. A. Elemen Batang Tarik Batang tarik adalah elemen batang pada struktur yang menerima gaya aksial tarik murni.

PERENCANAAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK BIASA DAN STRUKTUR RANGKA BAJA BRESING KONSENTRIK KHUSUS TIPE-X TUGAS AKHIR

Diajukan untuk melengkapi tugas tugas dan memenuhi. Syarat untuk menempuh ujian sarjana Teknik Sipil. Disusun Oleh :

Verifikasi Hasil Penulangan Lentur Balok Beton SAP2000

BAB IV ANALISA PERHITUNGAN

PANJANG EFEKTIF UNTUK TEKUK TORSI LATERAL BALOK BAJA DENGAN PENAMPANG I (230S)

BAB III LANDASAN TEORI. Kuat perlu dihitung berdasarkan kombinasi beban sesuai dengan SNI

DINDING GESER PELAT BAJA DENGAN STRIP MODEL YANG DIMODIFIKASI MENGACU PADA SNI , SNI dan AISC 2005

ANALISA TEKUK PADA KOLOM BAJA TAMPANG IWF AKIBAT GAYA TEKAN AKSIAL

DAFTAR NOTASI. A cp. = Luas yang dibatasi oleh keliling luar penampang beton, mm² = Luas efektif bidang geser dalam hubungan balokkolom

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

ϕ b M n > M u ϕ v V n > V u

STUDI PERILAKU TEKUK TORSI LATERAL PADA BALOK BAJA BANGUNAN GEDUNG DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM ABAQUS 6.7. Oleh : RACHMAWATY ASRI ( )

Transkripsi:

BAB 5 ANALISIS 5.1 UMUM Setelah semua perhitungan elemen kolom dimasukkan pada tahap pengolahan data, maka tahap berikutnya yaitu tahap analisis. Tahap analisis merupakan tahap yang paling penting dalam proses penulisan Tugas Akhir ini. Sebagai gambaran analisis pada penulisan Tugas Akhir di sini lebih menitikberatkan pada pembahasan perilaku elemen kolom tersebut yang terdiri dari banyak jenis profil dan kombinasi variabel yang berpengaruh didalamnya. 5.2 TINJAUAN ANALISIS 5.2.1 Tinjauan Grafik Grafik yang akan dilampirkan dalam penulisan Tugas Akhir ini terbagi menjadi 4 jenis profil sebagaimana telah disebutkan pada bab sebelumnya. Grafik ini juga akan dilampirkan dengan kombinasi dua jenis nilai kc (kc = 1 dan kc = 2), dengan satu nilai fy (fy = 25) BJ 41, dan satu nilai Cb (Cb = 1). Alasan pemilihan kombinasi dan nilai seperti itu disesuaikan dengan kepraktisan di lapangan dan desain konservatif. Untuk grafik profil IWF dan HWF, nilai tahanan lenturnya ditampilkan 2 (dua) sumbu sekaligus yaitu sumbu X dan sumbu Y karena elemen kolom menanggung beban biaksial. Pada profil Square dan Tubular HSS, nilai tahanan lentur pada sumbu kuat dan lemah sama besar sehingga cukup ditampilkan pada satu sumbu saja. Sementara grafik tahanan tekan untuk semua profil ditampilkan pada satu sumbu saja, yaitu nilai minimum antara sumbu kuat dan sumbu lemahnya. 5.2.1.1 Perhitungan Kuat Tekan Pada profil IWF dan HWF, nilai tahanan tekannya diambil pada sumbu lemahnya (Nny) karena nilai Nny < Nnx. Hal ini terjadi karena radius girasi, rx > ry sehingga menghasilkan nilai λcy > λcx. Akibatnya nilai ωy akan lebih besar dibandingkan nilai ωx yang berpengaruh langsung pada tahanan tekan. Untuk alasan desain maka perhitungan tahanan tekan dilakukan pada sumbu y (Nny). Sedangkan untuk profil Square dan Tubular HSS, tahanan tekan untuk kedua sumbu bernilai sama sehingga tidak mengenal sumbu kuat dan sumbu lemah. 5-1

Hubungan kelangsingan penampang dan faktor tekuk Euler menggunakan standar AISC dengan ketentuan: Parameter Kelangsingan Kolom Faktor Tekuk ω = 1 λc.25 / Q Q 1.43 Q ω =.25 / Q < λc 1.2 / Q 1.6.67λc Q ω = 1.25λc 2 λc 1.2 / Q Q Dengan catatan : - Untuk penampang kompak dan tak-kompak, nilai Q = 1 - Untuk penampang langsing syarat nilai Q < 1, sehingga faktor tekuk Euler ω akan lebih besar dari sebelumnya. 5.2.1.2 Perhitungan Kuat Lentur Tahanan lentur terbagi atas perhitungan untuk sumbu kuat dan sumbu lemah. Setiap jenis profil memiliki variabel perhitungannya masing-masing. Pembuatan grafik ini telah mencakup semua kondisi yang mungkin terjadi yang berpengaruh terhadap kekuatan profil. a. Profil IWF - Perhitungan untuk sumbu kuat menggunakan kombinasi dari perhitungan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal - Perhitungan untuk sumbu lemah menggunakan perhitungan tekuk lokal b. Profil HWF - Perhitungan untuk sumbu kuat menggunakan kombinasi dari perhitungan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal - Perhitungan untuk sumbu lemah menggunakan perhitungan tekuk lokal c. Profil Square HSS - Penampang Square HSS merupakan simetris sehingga perhitungan untuk sumbu kuat dan sumbu lemah menggunakan kombinasi dari perhitungan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal. d. Profil Tubular - Perhitungan menggunakan kombinasi tekuk lokal saja karena tidak ada efek tekuk torsi lateral pada penampang tubular. sebab mekanisme yang terjadi adalah torsi murni (saint venant) sementara torsi warping diabaikan. Hal ini terjadi karena aliran tegangan gesernya searah dan bertemu pada titik yang sama. Kombinasi perhitungan kekuatan lentur untuk setiap profil dapat dilihat di bawah ini: 5-2

a. Untuk profil HWF dan IWF - Penampang kompak dan bentang pendek : keduanya memiliki rumus yang sama, yaitu Mn = Mp = fy. Z - Penampang kompak ataupun tak-kompak dan bentang menengah : ditentukan oleh tekuk torsi lateral ( ) ( Lr L ) ( ) Mn = Cb Mr + Mp Mr Lr Lp - Penampang tak-kompak dan bentang pendek : ditentukan oleh tekuk lokal ( ) ( λr λ ) ( ) Mn = Mp Mp Mr λr λp - Penampang langsing dan bentang pendek maupun menengah : ditentukan oleh 2 λr tekuk lokal Mn = Mr λ b. Untuk profil Square HSS - Penampang kompak dan bentang pendek : Mn = Mp = fy. Z - Penampang kompak dan bentang menengah : ditentukan oleh tekuk torsi lateral Mn = Cb Mr + - Penampang tak-kompak dan bentang pendek ataupun menengah : ditentukan oleh tekuk lokal ( ) ( Lr L ) ( ) Mp Mr Lr Lp Mn = Mp - Penampang langsing dan bentang pendek maupun menengah : ditentukan oleh 2 λr tekuk lokal Mn = Mr λ ( ) ( λr λ ) ( ) Mp Mr λr λp c. Untuk profil Tubular HSS, rumus perhitungan tahanan lentur yang dipakai adalah faktor tekuk lokal. - Penampang kompak: Mn = Mp = fy. Z - Penampang tak-kompak : ( ) ( λr λ ) ( ) Mn = Mp Mp Mr λr λp λr - Penampang langsing : Mn = Mr λ 5.2.2 Tinjauan Kriteria dari Elemen Kolom 2 Ada beberapa hal atau kriteria yang harus dijelaskan atau dipaparkan pada bab analisis ini mengenai perilaku elemen kolom pada struktur baja. Kriteria-kriteria tersebut akan menyangkut varibel-variabel yang akan digunakan dalam perhitungan sebagaimana disajikan dalam grafik. Kriteria yang akan ditinjau tersebut masing-masing : 5-3

1. Dimensi penampang 2. Kelangsingan penampang 3. Panjang tekuk dan Koefisien tekuk (kc) 4. Panjang tak terkekang (Lb) 5. fy (Tegangan leleh) 6. Cb 7. Berat penampang Berikut ini akan dijelaskan satu per satu hasil analisis yang didapatkan pada setiap point yang telah disebutkan diatas : 1. Dimensi penampang Faktor dimensi penampang yang menjadi acuan pertama dalam tinjauan analisis. Dimensi penampang akan menunjukkan perilaku seutuhnya dari elemen tersebut. Yang akan dianalisis adalah 4 macam profil, yaitu: a. Profil I - Wide Flange b. Profil H - Wide Flange c. Profil Square HSS d. Profil Tubular HSS Pada dasarnya bentuk dari dua profil, yaitu profil IWF dan HWF hampir sama, namun menunjukkan perilaku yang berbeda sebagaimana tersaji dalam grafik. Begitu juga dengan profil Square HSS dan Tubular HSS. Di bawah ini ditampilkan grafik dari setiap profil untuk Lb = 5 ; kc = 1, dan fy = 25 MPa 5-4

Profil HWF (Standar JIS) Profil IWF (Standar JIS) 5-5

Profil Square HSS Profil Tubular HSS x 1 3 4 TUBULAR HS S 35 3 Pu ( KN) 25 2 15 1 5 5 1 15 2 25 Lb = 5 m x 1 3 5-6

Dari perbandingan grafik-grafik di atas dapat ditunjukkan bahwa dengan dimensi yang kurang lebih sama perilaku kedua profil (IWF-HWF dan Square-Tubular) ternyata memberikan efek yang berbeda. a. Kapasitas tekan Pada kondisi panjang tekuk yang sama, profil HWF akan memberikan kapasitas tahanan tekan yang lebih besar daripada profil IWF dan Square HSS lebih besar dari Tubular HSS. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain : i. Luas penampang, Luas penampang HWF lebih besar dibandingkan dengan penampang IWF, begitu pula luas penampang Square bila dibandingkan Tubular. Pengaruh luas penampang pada kapasitas tahanan tekan dapat dilihat pada persamaan fy Nn = Ag., di mana Nn berbanding lurus dengan luas penampang. ω ii. Momen inersia penampang, Momen inersia penampang HWF dan Square lebih besar dibandingkan profil IWF dan Tubular. Pada tekan, momen inersia akan menghasilkan radius girasi ry, di mana radius girasi ini akan memberikan pengaruh langsung pada perhitungan koefisien tekuk Euler. Profil HWF dan Square memiliki nilai ry lebih besar daripada profil IWF dan Tubular sehingga nilai kelangsingan λc HWF dan Square lebih kecil daripada profil IWF dan Tubular pada nilai kc dan Lb yang sama. Nilai λc yang besar akan menghasilkan nilai koefisien tekuk Euler (ω) semakin besar fy fcr = ω Pada kondisi diatas nilai ω akan lebih besar dari 1 apabila λc >.25. kenaikan koefisien tekuk Euler ω tidak memberikan efek yang linear pada gradien penurunan tahanan tekan penampang. Penurunan paling drastis terjadi pada kondisi ketiga λc 1.2, dimana penurunan terjadi secara kuadratis. Akan tetapi ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap tahanan lentur, seperti panjang tekuk (Lk), fy (tegangan leleh), dan lainnya. b. Kapasitas lentur Parameter-parameter yang berpengaruh besar terhadap perhitungan tahanan lentur : i. Modulus plastis (Z) Faktor modulus plastis terlihat jelas pada penampang kompak atau pada bentang pendek, di mana Mn = fy. Z. Zx profil HWF > IWF dan Zx profil Square HSS > Tubular HSS sehingga akan didapatkan profil HWF dan Square memiliki nilai tahanan yang lebih besar untuk dimensi profil yang berdekatan. 5-7

Kemudian bila dibandingkan antara tahanan lentur pada sumbu kuat (X) dan sumbu lemah (Y) untuk profil HWF dan IWF ternyata tahanan lentur pada sumbu lemah lebih rendah karena nilai Zy < Zx. ii. Modulus Penampang (S) Faktor ini berpengaruh terhadap perhitungan Mr, pada kasus penampang yang langsing, tak-kompak, atau bentang menengah. Semakin besar modulus penampang maka akan meningkatkan nilai tahanan lenturnya. iii. Momen Inersia (I), konstanta puntir torsi (J), luas penampang (A), dan konstanta puntir lengkung (Iw) Faktor-faktor dimensi di atas berpengaruh pada penentuan nilai Lp dan Lr pada semua profil, sementara konstanta puntir lengkung (Iw) hanya pada profil HWF dan IWF. Secara umum faktor dimensi yang lebih besar akan menghasilkan kekuatan lentur yang lebih tinggi karena batas nilai Lp dan Lrnya juga menjadi besar untuk nilai Lb yang tetap. 2. Kelangsingan Penampang Parameter kelangsingan yang dipakai dalam pembuatan grafik interaksi tekan dan lentur terdiri atas dua, yaitu pada kondisi perhitungan tekan murni dan lentur. Parameter kelangsingan pada kondisi tekan murni pada SNI 3-1729-22 hanya mengatur bagian profil penampang yang memiliki kelangsingan kompak dan takkompak, sedangkan untuk profil yang langsing harus mengacu pada perhitungan tahanan tekan AISC sebagaimana dijelaskan pada bab 2 Teori Dasar. Secara umum profil yang termasuk ke dalam parameter langsing memiliki kekuatan yang lebih rendah jika dibandingkan dengan penampang kompak akibat adanya faktor pengali Q yang nilainya lebih kecil dari 1. Untuk perhitungan lentur, parameter kelangsingan berpengaruh pada kondisi tekuk lokal penampang, yaitu bila penampang tak-kompak atau pada penampang langsing. 3. Panjang tekuk (Lk) Panjang tekuk sangat erat kaitannya pada perhitungan tahanan tekan penampang. Panjang tekuk dipengaruhi oleh nilai kc yaitu koefisien tekuk yang terjadi pada elemen struktur tersebut. Pada Tugas Akhir ini, koefisien tekuk kc ditentukan dengan menggunakan Tabel pada SNI 3-1729-22 karena lebih praktis dibandingkan dengan menggunakan nomogram dan penentuan kc dengan tabel tersebut dapat pula dipakai untuk kondisi sway maupun non sway. Penggunaan nilai kc dengan mengacu pada tabel SNI ini berdasarkan kondisi yang dapat terjadi di lapangan, yaitu kondisi sway dan non sway. Karena kondisi sway lebih berbahaya bagi kekuatan bangunan, maka nilai kc ditentukan berdasarkan 5-8

kondisi sway. Untuk kondisi non sway, dapat didekati dengan menggunakan nilai kc = 1 sebab nilai maksimum kc pada portal adalah 1. Pada tampilan grafik ini akan ditampilkan dua nilai k yaitu : - kc = 1, digunakan pada kasus untuk struktur elemen tunggal atau portal dengan kondisi panjang tekuk yang mungkin terjadi lebih kecil atau sama dengan panjang tak terkekangnya. Salah satu contoh di lapangan adalah batang pendel. - kc = 2 karena pada umumnya penggunaan bentang di lapangan dibatasi hingga nilai tertentu untuk membatasi panjang tekuknya. Nilai kc = 2 ini digunakan pada kondisi sway. Pengaruh nilai kc terhadap tahanan tekan nominal penampang adalah : a. Nilai kc memberikan pengaruh yang signifikan pada perhitungan tahanan tekan b. Perubahan nilai kc memberikan gradien penurunan kekuatan yang tidak linear melainkan tergantung pada panjang tekuk Lk yang ditunjukkan dengan faktor tekuk Euler (ω). c. Dua nilai kc ini sering digunakan dalam mendesain bangunan gedung, dan juga memberikan gambaran atau perbandingan kekuatan secara kasar antara dua nilai tersebut. Pengaruh nilai Lk pada nilai tahanan tekan dapat dilihat pada grafik di bawah ini : Profil HWF dengan kc = 1 ; fy = 25 MPa HWF (B) 35 (11) 254.254.8,64.14,2 3 (12) 254.254.9,4.15,6 25 (13) 254.254.1,67.17,27 (14) 254.254.11,94.19,56 2 2 (15) 254.254.13.2,5 Nu (K N) 15 1 13 12 11 14 1516 19 18 17 (16) 254.254.13,46.22,1 (17) 254.254.15,37.25,15 (18) 254.254.15,6.25,3 5 (19) 254.254.17,27.28,45 3 2 1 1 2 3 4 5 Lb = 6 m (2) 254.254.19,18.31,75 5-9

Profil HWF dengan kc = 2 ; fy = 25 MPa HWF (B) (11) 254.254.8,64.14,2 1 (12) 254.254.9,4.15,6 9 (13) 254.254.1,67.17,27 8 (14) 254.254.11,94.19,56 7 (15) 254.254.13.2,5 Nu (K N) 6 5 4 3 2 19 17 18 16 14 15 13 12 11 2 (16) 254.254.13,46.22,1 (17) 254.254.15,37.25,15 (18) 254.254.15,6.25,3 (19) 254.254.17,27.28,45 1 (2) 254.254.19,18.31,75 3 2 1 1 2 3 4 5 Lb = 6 m Dari grafik di atas terlihat perbandingan kekuatan untuk kc = 1 memiliki tahanan tekan yang lebih besar dibandingkan kc = 2. Hal ini tentu disebabkan oleh panjang tekuk yang menjadi dua kali lipat dari sebelumnya, di mana Lk = kc. Lb. 4. Panjang tak terkekang (Lb) Pada penyajian grafik yang disertakan pada laporan Tugas Akhir ini dibagi untuk setiap Lb (panjang tak terkekang) dimulai dari bentang 3 m sampai dengan bentang 7 m dengan kenaikan tiap 1 m. Adapun alasan pemilihan dari penyajian grafik tersebut yaitu. a. Pemakaian elemen untuk desain kolom pada gedung pada umumnya menggunakan bentang tidak kurang dari 3 m. b. Untuk bentang di atas 7 m umumnya digunakan untuk bangunan selain gedung seperti gudang (ware house) atau industrial building c. Pada umumnya bentang di atas 7 m termasuk bentang panjang (Lb > Lr) sehingga diperlukan pengaku-pengaku lateral. Penggunaan pemisahan berdasarkan Lb merupakan suatu keputusan yang lebih memudahkan pengguna dibandingkan grafik AISC dengan varibel pemisah Lb / r. Kemudahannya adalah pengguna tidak perlu mengetahui nilai r (radius girasi) profil melainkan cukup mengoptimasi sesuai dengan panjang kolom yang akan didesain. Pada laporan Tugas Akhir ini penulis tidak menampilkan profil untuk bentang panjang karena pada prakteknya di lapangan, bentang panjang yang digunakan memakai pengaku-pengaku lateral sehingga panjang tak terkekangnya menjadi lebih kecil. 5-1

Berikut ini adalah tampilan dari grafik Mu vs Nu yang telah dikerjakan Profil HWF dengan Lb = 6 m ; kc = 1 ; fy = 25 MPa HWF (B) 35 (11) 254.254.8,64.14,2 3 (12) 254.254.9,4.15,6 25 (13) 254.254.1,67.17,27 (14) 254.254.11,94.19,56 2 2 (15) 254.254.13.2,5 Nu (K N) 15 1 13 12 11 14 1516 19 18 17 (16) 254.254.13,46.22,1 (17) 254.254.15,37.25,15 (18) 254.254.15,6.25,3 5 (19) 254.254.17,27.28,45 3 2 1 1 2 3 4 5 Lb = 6 m (2) 254.254.19,18.31,75 Profil HWF dengan Lb = 7 m ; kc = 1 ; fy = 25 MPa HWF (B) 3 (11) 254.254.8,64.14,2 25 (12) 254.254.9,4.15,6 (13) 254.254.1,67.17,27 2 2 (14) 254.254.11,94.19,56 Nu (K N) 15 1 13 12 11 14 1516 19 18 17 (15) 254.254.13.2,5 (16) 254.254.13,46.22,1 (17) 254.254.15,37.25,15 5 (18) 254.254.15,6.25,3 3 2 1 1 2 3 4 5 Lb = 7 m (19) 254.254.17,27.28,45 (2) 254.254.19,18.31,75 Hasil yang didapatkan dari grafik terlihat bahwa tiap kenaikan Lb akan mengalami perubahan baik tahanan tekan ataupun tahanan lenturnya. Jika dilihat maka kedua nilai tahanan tersebut semakin turun seiring dengan bertambah panjangnya Lb. Penurunan tahanan tekan dapat terjadi karena pengaruh semakin besarnya panjang tekuk maka semakin besar pula penurunan kapasitas tahanan tekannya sama halnya seperti pengaruh kenaikkan nilai kc. Sementara untuk tahanan lenturnya, pengaruh Lb dominan pada kondisi untuk bentang menengah, (kecuali profil Tubular HSS), di 5-11

mana Lp < Lb <Lr. Pengaruh Lb dapat dilihat pada perhitungan rumus tahanan lentur untuk bentang menengah : Mn = Cb Mr + ( ) ( Lr Lb ) ( ) Mp Mr Lr Lp 5. Pengaruh variasi nilai fy (tegangan leleh) Pada penyajian grafik laporan Tugas Akhir ini tidak dilampirkan variasi dari nilai fy. Grafik yang akan ditampilkan hanya terdiri dari satu nilai fy yaitu 25 MPa. Alasan-alasan variasi nilai fy tidak ditampilkan karena perbedaan rentang fy untuk baja mutu sedang tidak terlalu signifikan yaitu berkisar dari 21 25 MPa Adapun pengaruh nilai fy adalah sebagai berikut : - Pada lentur Nilai fy berpengaruh pada penentuan nilai Lp (untuk profil HWF dan IWF) dan juga nilai Mp. Secara umum kenaikkan tegangan leleh akan menaikkan tahanan lenturnya. Hal ini terlihat jelas bila penampang kompak atau termasuk bentang pendek karena dampak yang dihasilkan oleh perubahan nilai tegangan leleh (fy) bersifat linear sehingga pembaca dapat dengan cepat memperkirakan nilai tahanannya. - Pada tekan Perbedaan nilai fy akan berpengaruh pada perhitungan λc dan σcr, sehingga dengan naiknya nilai fy maka semakin besar tahanan tekan (Nn) penampang. Grafik fy = 24 MPa (BJ 37) 35 HWF (B) (11) 254.254.8,64.14,2 3 (12) 254.254.9,4.15,6 25 (13) 254.254.1,67.17,27 2 (14) 254.254.11,94.19,56 Nu (K N) 15 1 13 12 11 2 19 18 17 16 14 15 (15) 254.254.13.2,5 (16) 254.254.13,46.22,1 (17) 254.254.15,37.25,15 (18) 254.254.15,6.25,3 5 (19) 254.254.17,27.28,45 3 2 1 1 2 3 4 5 Lb = 6 m (2) 254.254.19,18.31,75 5-12

Grafik fy = 25 MPa (BJ 41) 35 HWF (B) (11) 254.254.8,64.14,2 3 (12) 254.254.9,4.15,6 25 (13) 254.254.1,67.17,27 (14) 254.254.11,94.19,56 2 2 (15) 254.254.13.2,5 Nu (K N) 15 1 13 12 11 14 1516 19 18 17 (16) 254.254.13,46.22,1 (17) 254.254.15,37.25,15 (18) 254.254.15,6.25,3 5 (19) 254.254.17,27.28,45 3 2 1 1 2 3 4 5 Lb = 6 m (2) 254.254.19,18.31,75 6. Pengaruh variasi nilai Cb Pengaruh Cb hanya berlaku pada perhitungan tahanan lentur khususnya untuk bentang menengah. Pada profil IWF dan HWF ketika kondisi bentangnya menengah (Lp < Lb <Lr) baik untuk penampang kompak atau tak-kompak. Sementara pada profil Square, nilai Cb berpengaruh untuk kondisi bentang menengah dan penampang kompak. Untuk profil Tubular HSS, nilai Cb tidak berpengaruh karena tahanan lenturnya tidak dipengaruhi tekuk torsi lateral. Nilai Cb berkisar antara 1 2.3 namun dalam penyajian pada laporan Tugas Akhir ini hanya diambil satu nilai Cb yaitu Cb = 1. Untuk mencari tahanan lentur dengan variasi Cb yang berbeda pembaca hanya perlu mengalikan nilai Cb tersebut pada perhitungan kasus bentang menengah. 5-13

Grafik Cb = 1 HWF (B) 35 (11) 254.254.8,64.14,2 3 (12) 254.254.9,4.15,6 25 (13) 254.254.1,67.17,27 2 18 17 19 2 (14) 254.254.11,94.19,56 (15) 254.254.13.2,5 Nu (K N) 15 1 13 12 11 14 1516 (16) 254.254.13,46.22,1 (17) 254.254.15,37.25,15 (18) 254.254.15,6.25,3 5 (19) 254.254.17,27.28,45 3 2 1 1 2 3 4 5 Lb = 5 m (2) 254.254.19,18.31,75 Grafik Cb = 2.3 HWF (B) 35 (11) 254.254.8,64.14,2 (12) 254.254.9,4.15,6 3 (13) 254.254.1,67.17,27 25 2 (14) 254.254.11,94.19,56 2 18 17 19 (15) 254.254.13.2,5 Nu (K N) 15 1 14 1516 13 12 11 (16) 254.254.13,46.22,1 (17) 254.254.15,37.25,15 (18) 254.254.15,6.25,3 5 (19) 254.254.17,27.28,45 4 2 2 4 6 8 1, 1,2 Lb = 5 m (2) 254.254.19,18.31,75 Dari grafik tersebut terlihat untuk semua profil yang berada pada kasus bentang menengah dan kompak peningkatan nilai Cb akan memberikan tambahan kekuatan yang naik linear sebesar 2.3 Mn. Kenaikan ini tentu dapat dengan mudah diprediksi oleh pembaca sehingga penulis tidak perlu melampirkan variasi nilai Cb. 7. Berat penampang Parameter berat penampang sangat penting untuk menentukan dimensi dari profil yang ekonomis dari berbagai tipe profil dengan kekuatan penampang baik tekan maupun lentur yang memenuhi persyaratan (lebih besar dari tahanan ultimatenya). 5-14

Penyajian berat profil dan nilai tahanannya akan disampaikan dalam bentuk tabel terbatas untuk bentang pendek atau penampang kompak (Mp), sehingga pengguna dapat dengan mudah memilih profil yang kuat dan mengoptimasinya dengan membandingkan berat profil yang lebih ringan. Tabel 5.1 Nilai Mn dan Berat Satuan Pada Macam-Macam Profil Dimensi Penampang w Z Ф b Mn Profil (mm) (kg/m) (mm 3 ) (KN.m) Square HSS 25 25 6 45.24 52443 118 IWF 254 146 7.3 12.7 7.62 43 542789.2 122 HWF 23 23 7.87 12.5 1.2 52.9 545732 123 Tubular 335.6 5 41 546523.5 123 Dari tabel di atas dapat dianalisis sebagai berikut : untuk penampang kompak atau bentang pendek, nilai tahanan lentur sama dengan momen plastisnya. Bila diambil tahanan lentur ultimate (Mu) = 115 KN, maka keempat jenis profil di atas memenuhi syarat kekuatan dan untuk memilih profil yang ekonomis dapat dibandingkan berat satuan, sehingga dipilih profil Tubular HSS 335,6. 5 yang mempunyai berat satuan terkecil untuk contoh kasus di atas. 5.2.3 Catatan Catatan-catatan penting yang harus diperhatikan pada grafik-grafik ini adalah : a. Adanya pembatasan penggunaaan grafik Terdapat beberapa hal yang menjadi pengecualian grafik yang dihasilkan ini dapat digunakan. Kondisi desain struktur di mana grafik tidak dapat dipakai adalah sebagai berikut : i. Perencanaan desain plastis Pada desain plastis, batasan yang digunakan bukan nilai Lp (seperti yang dihitung pada Tugas Akhir) melainkan Lpd, di mana nilai Lpd < Lp sehingga untuk melakukan perencanaan desain plastis dibutuhkan perhitungan lebih lanjut. 25 + 15( M 1 / M 2 ) Lpd =. ry ; f Profil yang dapat digunakan untuk desain plastis haruslah penampang yang kompak, sementara profil yang ditampilkan pada Tugas Akhir ini bervariasi dari penampang kompak hingga langsing. Perhitungan nilai Mn seperti halnya pada penampang kompak, yaitu Mn = fy. Z ii. Desain gempa (seismik) Untuk desain gempa, batasan panjang bentang yang digunakan lebih ketat lagi, yaitu memakai nilai Lps (Lps < Lpd). Rentang kapasitas rotasi pada penampang yang digunakan dalam desain seismik ini jauh lebih besar. Lps = (85/fy). ry y 5-15

Profil yang digunakan pada desain gempa juga harus merupakan penampang kompak. Nilai tahanan lentur nominal dihitung sebagai berikut : Mn = fy. Z b. Pengguna dapat mengecek ulang data-data profil baja pada lampiran tugas akhir karena pada proses pengerjaan, penulis menemukan beberapa kesalahan penulisan data dari perusahaan baja nasional yang menjadi sumber referensi. 5-16