BAB VII PEMBAHASAN. 7.1 Prosedur Kerja perusahaan dan prosedur kerja yang diterapkan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN. TM PT. PLN (Persero) Distribusi Jawa Timur Area Madiun telah diperoleh

LAMPIRAN 1 PEDOMAN TEKNIS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SOAL TES. Pilihlah satu jawaban yang anda anggap paling benar dengan memberikan tanda silang (X) pada huruf a, b, c atau d.

Tips Mencegah LPG Meledak

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PERKANTORAN

MODUL 2 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Kecelakaan dan P3K) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT JANTUNG HASNA MEDIKA NOMOR TENTANG PENANGGULANGAN KEBAKARAN DAN KEWASPADAAN BENCANA

JOOB SHEET MENGELAS DENGAN PROSES LAS OKSI ASETILIN KOMPETENSI KEAHLIAN TEKNIK PENGELASAN TINGKAT X PENYUSUN : MUKHTAROM,S.T.

BAB V PEMBAHASAN. PT Dan Liris Sukoharjo Divisi Garmen yaitu terjatuh, terjepit, tertimpa,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Soal K3 Keselamatan dan Kesehatan Kerja

KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

BAB IV HASIL PEMBUATAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan proses pembuatan rangka pada incinerator terlebih

BAB I PENDAHULUAN. Setiap pekerjaan baik di perusahaan maupun di bengkel-bengkel kecil,

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

MODUL 13 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Pengendalian Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)


USULAN PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BERDASARKAN METODE SWIFT PADA PT KRAKATAU STEEL DIVISI WIRE ROD MILL

BAB IV HASIL DAN ANALISA

KESELAMATAN KERJA. Keselamatan & Kesehatan Kerja

Definisi dan Tujuan keselamatan kerja

PENGERTIAN (DEFINISI) RESIKO DAN PENILAIAN (MATRIKS) RESIKO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN PRAKTIKUM LAS DAN TEMPA

TUGAS MAKALAH PENERAPAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) PADA LABORATORIUM NAMA : NURLAILATUL KHAIRIAH : 51402A0027

MODUL 1 ALAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (ALAT PELI NDUNG DI RI / APD) TINGKAT X PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

PENDAHULUAN. yang memiliki peran penting dalam kegiatan perusahaan. dari potensi bahaya yang dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).

Kata Pengantar. Daftar Isi

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA MEMBUAT KUDA-KUDA DENGAN SAMBUNGAN BAUT NO REVISI TANGGAL HALAMAN JST/TSP/ dari 7

DASAR HUKUM - 1. Peraturan Pelaksanaan. Pasal 5, 20 dan 27 ayat (2) UUD Pasal 86, 87 Paragraf 5 UU Ketenagakerjaan. UU No.

ORIENTASI K3 UNTUK PEKERJA BARU

KUISIONER PENELITIAN

BAB IV IDENTIFIKASI PERMASALAHAN

BAB V PEMBAHASAN. PT. INKA (Persero) yang terbagi atas dua divisi produksi telah

BAB V PEMBAHASAN. keselamatan kerja yang diantaranya adalah program Lock Out Tag

BAB I PENDAHULUAN. ketenagakerjaan, merupakan kewajiban pengusaha untuk melindungi tenaga

BAB IITINJAUAN PUSTAKA TINJAUAN PUSTAKA. A. Manajemen Sumberdaya Manusia Manajemen Sumberdaya Manusia adalah penarikan seleksi,

PEMBELAJARAN V ALAT PELINDUNG DIRI

Informed Consent. Pesetujuan menjadi Responden

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010

SL : Selalu KD : Kadang-kadang SR : Sering TP : Tidak Pernah

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PROSEDUR PENANGANAN BAHAN BERACUN DAN BERBAHAYA. Pengertian. Tujuan. 1. Bahan Beracun dan Berbahaya

BENTUK RENCANA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KONTRAK (RK3K) I. BENTUK RK3K USULAN PENAWARAN DAFTAR ISI


BAB I PENDAHULUAN. rumah, di jalan maupun di tempat kerja, hampir semuanya terdapat potensi

BAB IV METODE PEMBUATAN ALAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. landasan kerja dan lingkungan kerja serta cara-cara melakukan pekerjaan dan proses

ALAT-ALAT PELINDUNG DIRI (APD) DI LABORATORIUM

Evaluasi dan Perbaikan pada Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan kerja (SMK3) untuk Menekan Unsafe Behavior pada Pekerja. (Studi Kasus : PT.

BAB V PEMBAHASAN. Hasil penelitian mengenai penerapan Medical Check Up (MCU) berkala di PT. Antam (Persero) Tbk. GMBU sebagai berikut :

BAB V PEMBAHASAN. Dengan mendefinisikan target-target BBS, berarti perusahaan telah

Alat Pelindung Diri Kuliah 8

PERALATAN PERLINDUNGAN DIRI

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TAHUN PELAJARAN 2009 / 2010

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

MODUL 5 SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. (Bekerja di Bengkel) TINGKAT : XI PROGRAM KEAHLI AN TEKNI K PEMANFAATAN TENAGA LI STRI K

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL JABATAN KERJA ESTIMATOR BIAYA JALAN (COST ESTIMATOR FOR ROAD PROJECT)

MEMOTONG DENGAN MESIN POTONG OKSIGEN-ASETILIN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

ANALISIS RESIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA INSTALASI LAUNDRY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja. subkontraktor, serta safety professionals.

Hazard Identification Risk Assessment and Risk Control dan Pemilihan Solusi Alternatif Menggunakan Benefit Cost Analysis

PROSEDUR TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI (APD)

PT ASURANSI WAHANA TATA. aswata. cerita berbagi. Berbagi Pengalaman, Memberi Solusi #Seri Kenangan Yang Hilang. 2/4/2015 Marketing Retail Dept.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kepuasan memiliki bermacam-macam arti, masing-masing bidang

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) memperkirakan setiap 15 detik

MODUL PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR SIPIL EDISI 2012 PELAKSANA LAPANGAN PEKERJAAN JALAN

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. identifikasi dari masing-masing komponen Mesin Pemoles pada casing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Created by: Esa Rahmanda H Click to edit Master title style

Seminar Nasional Riset Terapan 2015 SENASSET 2015 ISBN: Serang, 12 Desember 2015

BAB I PENDAHULUAN. Di era globalisasi dan pasar bebas yang akan berlaku pada tahun 2020,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.08/MEN/VII/2010 TAHUN 2010 TENTANG ALAT PELINDUNG DIRI

BAB I PENDAHULUAN. tentang ketenaga kerjaan yakni penyegelan asset perusahaan jika melanggar

Identifikasi Penilaian Aktivitas Pengelasan Pada Bengkel Umum Unit 1-4 Dengan Pendekatan Job Safety Analysis di PT.Indonesia Power UBP Suralaya

MEMPELAJARI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DI PT. HITACHI CONSTRUCTION MACHINERY INDONESIA

K3LH MATERI 5 MENERAPKAN KAIDAH ATURAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

KURIKULUM SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

UNIVERSITAS INDONESIA PENILAIAN RISIKO KESELAMATAN KERJA PADA PENGELASAN LOGAM DI BENGKEL LAS LOGAM SIKEMBAR SUKMAJAYA DEPOK DESEMBER 2012

BAB I PENDAHULUAN. kerja karyawan. Di samping itu, Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan pekerja dari segi keselamatan dan kesehatan kerja. Karena bila ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI SEKTOR KONSTRUKSI SUB SEKTOR BANGUNAN GEDUNG EDISI 2011 JURU UKUR BANGUNAN GEDUNG

BAB I PENDAHULUAN. jenis material baik untuk konstruksi utama maupun untuk accessories tambahan

Ujian Akhir Semester Keselamatan Kesehatan Kerja dan Lindung Lingkungan Semester Pendek Oleh: Arrigo Dirgantara

BAB V PEMBAHASAN. identifikasi kebutuhan dan syarat APD didapatkan bahwa instalasi laundry

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-01/MEN/1992 TENTANG SYARAT SYARAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PESAWAT KARBID

Kepada Semua Peserta Praktik Kerja. Pemberitahuan tentang pencegahan kecelakaan dalam pekerjaan pengelasan dan sebagainya

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN

ANALISA RESIKO DALAM USAHA MENGELOLA FAKTOR RESIKO SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS DAN KUANTITAS PRODUK JADI

BAB I PENDAHULUAN. (Sumber:

RESUME PENGAWASAN K3 LINGKUNGAN KERJA MATA KULIAH: STANDAR KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA. Ditulis oleh: Yudy Surya Irawan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, dapat diambil simpulan bahwa terdapat

Transkripsi:

BAB VII PEMBAHASAN 7.1 Prosedur Kerja perusahaan dan prosedur kerja yang diterapkan oleh Prosedur kerja yang diterapkan oleh pekerja las asetilin di bagian Rangka Bawah PT. Kereta Api belum sesuai dengan prosedur kerja yang distandarisasi oleh perusahaan. Padahal para pekerja pada masa awal bekerja sudah diberikan pelatihan tentang teknis pengelasan yang sesuai dengan standar operasional prosedur untuk pengelasan dengan asetilin. Ada beberapa ketidaksesuaian prosedur yang diterapkan oleh peserta non-diklat terlihat pada prosedur pengelasan pada tahap : 1. Tahap (2) menutup regulator asetilin maupun oksigen Pada tahap (2), prosedur yang diterapkan pekerja adalah kran regulator tetap membuka pada saat dilakukan pemasangan selang. Seharusnya, berdasarkan prosedur yang distandarisasi oleh perusahaan (Diklat Kerja oleh Disnaker), kran regulator harus dalam keadaan tertutup saat dilakukan pemasangan selang. 2. Tahap (3) pengecekan brander dan tahap (4) pengecekan selang Prosedur pengecekan brander yang diterapkan oleh pekerja adalah dengan cara mencium sambungan antara brander dengan selang. Sedangkan prosedur yang seharusnya dilakukan adalah sambungan brander dengan selang dicelupkan kedalam air atau ditetesi dengan air sabun. 79

80 3. Tahap (8) menyalakan las dengan korek api biasa. Untuk menyalakan las, saat ini pekerja biasanya menggunakan korek api biasa atau bahkan menggunakan rokok, seharusnya penyultan api las dilakukan dengan menggunakan korek api khusus untuk pengelasan. Tetapi bagi pekerja yang mengikuti diklat prosedur kerja pada tahun 2007 di Balai Latihan Kerja Disnaker, selama masa penelitian prosedur kerja yang diterapkan pekerja hampir sesuai dengan prosedur yang distandarisasi oleh perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pekerja yang menerapkan prosedur sesuai standar hanya beberapa waktu setelah mendapatkan diklat. Karena sebagian besar pekerja yang telah lama tidak mengikuti diklat bekerja tidak sesuai dengan prosedur yang telah distandarisasi oleh perusahaan maka secara umum pekerja pengelasan asetilin di bagian Rangka Bawah PT. Kereta Api dikatakan belum trampil. (Permenaker No. 02/Men/1982 BAB I Pasal 3 ayat (2)) juru las dianggap tidak trampil apabila selama 6 bulan terus-menerus tidak melakukan pekerjaan las sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat juru las 7.2 Efektifitas Prosedur Kerja terhadap Kecelakaan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data kecelakaan pekerja yang menerapkan prosedur kerja lebih kecil dibandingkan dengan pekerja yang tidak menerapkan prosedur kerja di lapangan, yaitu terbukti dengan angka kecelakaan pekerja yang menerapkan prosedur kerja sebanyak 5 kejadian kecelakaan dan

81 angka kecelakaan pekerja yang tidak menerapkan prosedur kerja 12. Dari angka FR pun menunjukkan bahwa pekerja yang non-diklat memiliki kemungkinan kecelakaan pertahun adalah sekitar 126 kali kecelakaan dan pekerja yang mengikuti diklat memiliki kemungkinan kecelakaan pertahun sebanyak 52 kali. Hal ini membuktikan bahwa penerapan prosedur kerja yang sesuai dengan standar yang diberikan pada saat diklat efektif untuk menekan angka kecelakaan kerja. (Ariefraf, 2008) tujuan prosedur kerja adalah : 1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja. 2. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi 3. Memperjelas alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait. 4. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. 5. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, kecelakaan, keraguan, duplikasi dan inefisiensi. (Permenaker 05/Men/ 1996) sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi stuktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan prosedur kerja, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan

82 kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, efektif dan produktif yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Jumlah kecelakaan minor pada pekerja diklat lebih kecil jika dibandingkan pada pekerja non-diklat hal ini bisa jadi karena pekerja diklat baru mendapatkan diklat prosedur kerja sehingga pekerja masih mengingat dengan baik tahap-tahap kerja yang sesuai dengan prosedur yang dijelaskan pada diklat prosedur kerja, sedangkan pada pekerja non-diklat tidak menerapkan tahap-tahap kerja sesuai dengan standar karena mereka sudah lama mengikuti diklat prosedur kerja sehingga sudah tidak dapat mengingat dengan baik bagaimana tahaptahapan yang sesuai dengan prosedur sehingga angka kecelakaan yang dialami lebih tinggi. Oleh karena itu agar prosedur kerja yang sesuai standar dapat diterapkan oleh seluriuh pekerja maka perlu dilakukan refresh atau diklat ulang kepada pekerja-pekerja yang sudah lama tidak mengikuti diklat. 7.3 Job Safety Analysis Pada Pekerjaan Pengelasan Asetilin Analisis pekerjaan dilakukan pada pekerjaan pengelasan dengan asetilin karena berdasarkan data sekunder dari perusahaan selama tahun 2008 sudah terjadi kecelakaan kerja sebanyak dua kali. Jika dalam satu tahun terjadi kecelakaan lebih dari 1 kali kecelakaan kerja maka pekerjaan tersebut

83 dikategorikan pekerjaan dengan kemungkinan kecelakaan besar. sehingga dari data diatas pekerjaan tersebut harus diutamakan dilakukan Job safety analysis. (Sahab,S.,1997) penentuan prioritas JSA dapat dilakukan dengan menggunakan teori klasifikasi berdasarkan kemungkinan terjadinya suatu kecelakaan dan konsekuensi menurut. Tabel II.1 Klasifikasi kemungkinan kecelakaan Nilai Kemungkinan terjadi kecelakaan 0 Bahaya bias dihilangkan 1 Kemungkinan terjadi kecelakaan sangat kecil (kurang dari 1 kali dalam 10 tahun) 2 Kemungkinan terjadi kecelakaan kecil (kurang dari 1 kali dalam 10 tahun) 3 Ada kemungkinan terjadi kecelakaan (kemungkinan 1 kali dalam 3 tahun) 4 kemungkinan terjadi kecelakaan cukup besar (kemungkinan 1 kali dalam 1 tahun) 5 kemungkinan terjadi kecelakaan besar (kemungkinan lebih dari 1 kali dalam 1 tahun) Sumber : Sahab, S 1997 1. Penguraian Tahapan Pekerjaan Penguraian langkah kerja pada pekerjaan pengelasan di bagian Rangkah Bawah PT.KAI Balai Yasa Gubeng Surabaya adalah : a. Penandaan (marking) dan mengukur ketebalan plat. b. Menyetel manometer sirtop dan asetilin. c. Pengukuran tekanan dengan manometer yang terdapat pada regulator d. Pengecekan selang dan brander. e. Pengecekan nosel

84 f. Membuka kran asetelin g. Membuka kran brander h. Menyalakan api pada nosel Penguraian pekerjaan diatas sudah memenuhi syarat penguraian pekerjaan, karena tahapan pekerjaan dibuat sederhana sesuai dengan pelaksanaan pekerjaan yang harus dilakukan. (Freeport ind., 1995) penguraian jenis pekerjaan menjadi beberapa tahapan pekerjaan didasarkan pada : 1. Setiap tahapan pekerjaan hendaknya jangan terlalu mendetail atau sempit, jangan terlalu luas dan jangan terlalu umum dilakukan. 2. Dalam uraian tahapan pekerjaan ini jangan disebutkan bahaya atau kehati-hatian yang diperlukan 3. Uraian tahapan pekerjaan harus dibuat menurut normal pelaksanaan pekerjaan tersebut. b. Idenifikasi Bahaya Pada Pekerjaan Pemotongan Dengan Pengelasan di Bagian Rangka Bawah Dari observasi tiap langkah kerja yang dilakukan oleh pekerja dan wawancara dengan pekerja pemotongan plat dengan menggunakan Las asetilin maka yang mempunyai potensi bahaya tertinggi yaitu pekerjaan pada tahap :

85 1. Tahap (1) Memakai APD Potensi bahaya jika tidak menggunakan APD adalah tubuh bisa terkena percikan api, mata terkena radiasi sinar UV dari api las, tangan yang tidak memakai sarung tangan bisa terkena sambaran api bila terjadi kebakaran, terjadi gangguan pernafasan karena menghirup asetilin. 2. Tahap (2) Penandaan atau marking plat yang akan dipotong. Tahap ini memiliki 4 potensi bahaya antara lain : Nyeri pada leher, kepala terbentur besi, nyeri pada lengan dan kaki, kejatuhan meteran besi dan mata terkena debu kapur. 3. Tahap (3) Penyetelan manometer oksigen dan asetilin. Pada tahap ini tidak memiliki potensi bahaya. 4. Tahap (4) dan (5) Pengecekan selang dan brander Potensi bahaya pada tahap ini yaitu, gangguan pernafasan akibat menghirup asetilin, terjadi terjadi ledakan jika ada gas bocor dan dekat dengan sumber api. (Iswahyudi,R.,2004) pekerjaan yang dimaksud di dalam Analisis Keselamatan Pekerjaan ialah rangkaian suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan kriteria pemilihan jenis pekerjaan yang dianalisa ialah : 1. Jumlah kecelakaan terbanyak. 2. Menimbulkan cidera yang banyak.

86 (IK3I, 1998) identifikasi bahaya ialah proses pencarian terhadap semua jenis kegiatan, dan situasi produk dan jasa yang dapat menimbulkan potensi cidera atau sakit. Dalam hal ini biasanya mempertimbangan : 1. Jenis cidera atau sakit yang dapat timbul. 2. Situasi atau kejadian yang dapat menimbulkan potensi cidera atau sakit. (Freeport Indonesia, 1995) agar dapat mengidentifikasi bahaya yang dapat timbul di tiap tahapan pekerjaan biasanya tiap tahapan pekerjaan tersebut harus kita amati untuk mengetahui bahaya apa saja yang biasa timbul. 7.4 Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja 1. Pencegahan secara teknis Berdasarkan hasil penelitian pencegahan secara teknis pada pekerjaan pengelasan OAW belum maksimal karena pencegahan teknis hanya meliputi penyediaan ventilasi dan APAR. Sedangkan untuk perawatan alat-alat belum dilakukan karena tidak ada program pemeriksaan alat secara periodik, ada beberapa alat yang rusak masih dipakai yaitu seperti selang yang sudah retak, manometer yang sudah tidak berfungsi, drat sambungan yang sudah aus. Ventilasi yang disediakanpun kurang maksimal karena ventilasi yang ada adalah ventilasi alami sehingga pertukaran udara tidak lancar karena asap hasil pengelasan masih terakumulasi didalam ruangan dan tidak langsung keluar. Seharusnya disediakan blower agar gas, debu kecil dari pengelasan

87 mengalami sirkulasi dengan cepat, sehingga tenaga kerja tidak menghirup sisa- sisa gas tersebut dan dapat juga mencegah penyakit saluran pernafasan. APAR di bagian Rangka Bawah di pasang menggantung dan penempatannya lebih dari 15 meter dari sumber api. Jarak ini kurang efektif jika terjadi kebakaran karena jauh dari pekerja dan sumber api. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 44/Men/1980/BAB II tentang pemasangan, yaitu APAR diletakkan pada posisi yang mudah lihat, penempatan satu dengan yang lainnya tidak lebih dari 15 meter. 2. Pencegahan Administratif a. Pengadaan penyuluhan tentang keselamtan dan kesehatan kerja dilingkungan kerja. Berdasarkan wawancara berkaitan dengan penyuluhan K3, khususnya tentang potensi bahaya pengelasan dan pencegahannya banyak responden pada Bagian Rangkah Bawah menyatakan belum pernah sama sekali dilakukan penyuluhan tersebut. b. Rotasi kerja Rotasi kerja berfungsi untuk mengantisipasi kemungkinan berkembangnya suatu penyakit diderita karyawan di bagian pengelasan akibat pekerjaan.kondisi tenaga kerja dapat menjadi lebih parah bila tidak dipindahkan ke bagian lain atau tidak diberikan istirahat, oleh karena tenaga kerja yang terpapar gas hasil pembakaran gas asetilin dengan

88 oksigen. Di Bagian Rangkah Bawah sedikit sekali yang mengalami rotasi kerja. c. Pemeriksaan kesehatan Fasilitas pemerikasaan kesehatan yang berupa Balai Pengobatan sudah tersedia di dekat tempat kerja sehingga karyawan dapat memanfaatkan pelayanan yang diberikan. Untuk dating ke BP tidak ada peraturan khusus sehingga karyawan dapat datang setiap saat. Tenaga kerja yang terpapar langsung dengan gas hasil pengelasan yang memiliki resiko gangguan pada kesehatan maka perusahaan mempunyai agenda setiap setahun sekali diadakan pemeriksaan kesehatan secara berkala berupa general chech up (Permen Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per 402/MEN/1980 tentang pemerikasaan kesehatan kerja) pemeriksaan kesehatan secara berkala dimasudkan untuk mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam pekerjaannyaserta menilai kemungkinan adanya pengaruh pekerjaan sedini mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha pencegahan. d. Pemantauan Lingkungan Kerja Pemantauan lingkungan kerja sudah dilakukan oleh perusahaan, tujuan dari monitoring lingkungan kerja agar bahaya terhadap tenaga kerja dapat dikendalikan.ketentuan tentang pemantauan lingkungan kerja diatur dalam Keputusan Menteri tenaga kerja No. Kep 51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas dan faktor fisika di tempat kerja.

89 e. Pemasangan rambu peringatan Pada Bagian rangkah bawah memasang papan peringatan khususnya tentang upaya menjaga keselamatan dan kesehatan di lingungan kerja. Dengan demikian sesuai dengan undang-undang No.1 tahun1970 tentang keselamatan kerja yang terlampir pada pasal 14 (b) yang berbunyi : Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya dalam bentuk gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan panduan pembianaan lainnya pada tempat-tampat yang mudah dilihat dan mudah di baca menurut pegawai pangawas dan ahli keselamatan kerja f. Higiene perorangan Hygiene perorangan adalah pemeliharaan diri pribadi tenaga kerja itu sendiri. Pada observasi yang dilakukan oleh peneliti banyak hygiene perorangan belum maksimal pelaksanaanya. 3. Pencegahan Dengan Alat Pelindung Diri Balai Yasa SGU memberikan perlengkapan alat pelindung diri kepada karyawan. Pemberian alat pelindung diri disesuaikan dengan kondisi lingkungan kerja dan kegiatan produksi yang dikerjakan. Jenis alat pelindung diri yang disediakan di Balai Yasa SGU adalah temeng muka, sarung tangan las, baju kerja, alat pelindung telinga, dan kacamata las.

90 Namun pelaksanaan Pemakaian APD di Bagian Rangkah Bawah belum maksimal, banyak pekerja di Bagian Rangkah Bawah belum memakai APD secara lengkap karena setiap tenaga kerja yang melakukan pelanggaran tidak ada sanksi/hukuman oleh perusahaan. Misalnya pada pekerjaan pengelasan pekerja memakai Alat Pelindung Mata yaitu kacamata las tidak sesuai ukurannya berdasarkan alat yang digunakan, misalnya las menggunakan gas seperti asetilin kacamata las yang seharusnya digunakan berukuran dim 4,5,6 dan kacamata las listrik yaitu menggunakan dim berukuran 11,12,13. Banyak ditemukan pekerja pengelasan tidak mengunakan sarung tangan. Hal ini harus sesuai dengan UU No.1 Tahun 1970 Kewajiban pekerja harus memakai alat pelindung diri untuk memenuhi dan mantaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan. 7.5 Instruksi Kerja Pengelasan Instruksi kerja dibuat untuk semua pekerja pengelasan di bagian rangka bawah baik yang mengikuti diklat pada tahun 2007 ataupun tidak mengikuti diklat. Tetapi aplikasi pelaksanaan di lapangan instruksi kerja belum dilaksanakan secara maksimal oleh tenaga kerja khususnya yang tidak mengikuti diklat. Oleh karena itu perlu diadakannya isnpeksi secara kontinyu dari manajemen terhadap tenaga kerja yang melakukan instruksi kerja.

91 Dalam melakukan pekerjaannya, seorang karyawan umumnya mengikuti instruksi kerja yang sudah ada. Instruksi kerja tersebut berisi langkah per langkah yang harus dilakukan guna melaksanakan tugasnya dengan baik sehingga dapat dipastikan bahwa semua tenaga kerja telah melakukan injstruksi kerja dengan baik. Dan perusahaan harus yakin akan per langkah yang harus dilakukannya guna melaksanakan tugsanya dengan baik. Sehingga dapat dipastikan jika semua tenaga kerja telah melakukan instruksi kerja dengan baik dan perusahaan harus yakin akan terlaksananya pelaksanaan instruksi kerja secara efektif dan efisien, kesehatan dan keselamatan kerja terjaga, serta lingkungan tidak terganggu (Gilbert, 2007).