MODEL DAN DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS UNTUK PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA. Diyas Puspandari, S.S. M.Pd. Institut Teknologi Telkom

dokumen-dokumen yang mirip
RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling efektif dalam interaksi

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN TEKNIK BERMAIN PERAN BAGI SISWA KELAS V SDN 2 NGALI KECAMATAN BELO KABUPATEN BIMA TAHUN

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

BAB III PROSEDUR PENELITIAN TINDAKAN

I. PENDAHULUAN. sekolah meliputi empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa sebagai sarana

BAB I PENDAHULUAN. salah satu faktor hakiki yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

TEKNIK & ETIKA DISKUSI ILMIAH.

BAB I PENDAHULUAN. dalam interaksi dirinya dengan lingkungannya. Hasil dari interaksi yang dilakukan

nilai tertinggi nilai terendah (log n) (log 32)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penulis melaksanakan penelitian di Sekolah Menengah Pertama Negeri 9

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INGGRIS MELALUI METODE ROLE PLAYING. Khoirul Huda

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemampuan tersebut sudah diperoleh ketika ia sudah mulai belajar berbicara

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

UPAYA PENINGKATAN PEMBELAJARAN BERBICARA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN GAMBAR SERI UNTUK SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 6 SEMARANG 1. Oleh: Sri Sudarminah 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki peran sentral dalam

PERTEMUAN 18 PRESENTASI ILMIAH

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA INDAH GEGURITAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN JIGSAW. Sunandar

BAB I PENDAHULUAN. keterampilan menulis merupakan suatu ciri dari orang terpelajar atau bangsa yang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Inggris dikenal dengan Clasroom Action Research (ARC). Penelitian tindakan

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu tahap persiapan, tahap

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI METODE BERMAIN PERAN PESERTA DIDIK KELAS V SDN 2 PURWOSARI BABADAN PONOROGO TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. manusia dengan yang lainnya. Keterampilan berbahasa yang dimiliki manusia

memperoleh pengetahuan dan keterampilan sehingga timbul adanya suatu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilaksanakan di kelas IVA SD Negeri 69 Kota Bengkulu.

PEMBELAJARAN AKTIF DALAM TUTORIAL

Seminar Nasional dan Launching ADOBSI 531

Bab II Pengembangan Area Emosional

BAB 1 PENDAHULUAN. Keterampilan berbicara sangat diperlukan untuk berkomunikasi lisan.

Bandiyah Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI KELAS RENDAH DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PERMAINAN TEBAK BENDA

BAB I PENDAHULUAN. juga merupakan sasaran pembelajaran berbahasa Indonesia di sekolah dasar.

BAB III METODE PENELITIAN

PENINGKATAN KETERAMPILAN DISKUSI SISWA KELAS X SMAN 1 PLERET, BANTUL MELALUI MODEL PEMBELAJARAN TWO STAY TWO STRAY

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. menggunakan metode penelitian tindakan kelas (classroom action research).

Endang Sudarsih* PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanti Agustina, 2013

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA BERBAHASA JAWA DENGAN METODE SOSIODRAMA PADA SISWA KELAS VIIA SEMESTER II SMP NEGERI 4 SUKOHARJO TAHUN PELAJARAN

NASKAH ARTIKEL PUBLIKASI. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Diajukan Oleh: Eliana Rahmawati

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menerapkan pendekatan

BAB III PROSEDUR TINDAKAN. Tempat penelitian adalah kelas X-6 SMA Negeri 6 Bandar Lampung, di

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran IPA di Kelas V SD Negeri 2 Tatura

PENGEMBANGAN PERENCANAAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA DI SD BERBASIS BUDAYA LOKAL. Oleh Supartinah, M.Hum.

BAB I PENDAHULUAN. peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. membaca, dan menulis. Berbicara merupakan salah satu dari empat aspek

33. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunanetra (SMALB A)

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA SISWA DENGAN MENERAPKAN METODE SHOW AND TELL PADA PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

MODEL PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA DENGAN MENGGUNAKAN METODE SLANT

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir ilmiah merupakan kegiatan berpikir yang sistematis dan teratur

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar.

Sri Uchtiawati : Tanggung Jawab dan Kemandirian

BAB III METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Untuk

PENINGKATAN KEMAMPUAN BERBICARA SISWA KELAS V SDN SETONO 1 KECAMATAN NGRAMBE KABUPATEN NGAWI MELALUI STRATEGI ORIENTASI TINDAKAN

J-SIMBOL (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) PENINGKATAN KEMAMPUAN MENULIS TEKS EKSPOSISI MELALUI METODE PEMBERIAN TUGAS SISWA KELAS X.

Sumber/Bahan/Alat (8) Tak Putus Dirundung. Alokasi (7) Waktu. Penilaian (6) Pembelajaran. Kegiatan (5) novel. Indikator (4) Mampu.

BAB I PENDAHULUAN. Keterampilan berbahasa mencakup empat aspek, yaitu (1) keterampilan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menulis merupakan salah satu dari empat keterampilan berbahasa yang

STUDENT CENTER LEARNING. OLEH : LISA TRINA ARLYM, SST., M.Keb

Kata kunci: hasil belajar, penggunaan huruf, Think Pair Share

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

METODE BERMAIN PERAN DALAM KETERAMPILAN BERBICARA SISWA KELAS V. Wahyu Widyatrini PGSD FIP Universitas Negeri Surabaya

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam

Oleh: Sadar SDN 1 Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek

BAB I PENDAHULUAN. dimengerti dan digunakan untuk berinteraksi dengan orang lain. Adapun cara-cara

PENINGKATAN PEMAHAMAN MATERI LEMBAGA PEMERINTAHAN DESA DAN KECAMATAN MELALUI MODEL BERMAIN PERAN. Bambang Turjayus

34. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa Tunarungu (SMALB B)

Peningkatan Kemampuan Berbicara Mahasiswa Melalui Model Pembelajaran Debat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, maka siswa diharapkan dapat mengusai keterampilan-keterampilan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan kualitas

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MAHASISWA

I. PENDAHULUAN. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, karena bahasa

PENINGKATAN KETERAMPILAN BERBICARA MELALUI TEKNIK DEBAT PADA SISWA KELAS XI SMA IBU KARTINI SEMARANG TAHUN AJARAN 2010/2011 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PANDUAN PENJURIAN DEBAT BAHASA INDONESIA. Disusun oleh: Rachmat Nurcahyo, M.A

Gambar 3.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan manusia lain. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Tarigan. bahasa tertentu sebagai alat komunikasinya.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai bahasa pemersatu bangsa serta memiliki peranan yang penting

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Jolanda Dessye Parinussa, 2013

BAB I PENDAHULUAN ETIKA DAN ESTETIKA BERBAHASA INDONESIA DALAM FORUM ILMIAH 2012

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB II LANDASAN TEORI

PENGGUNAAN METODE DISKUSI DALAM MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD NEGERI 349 TANJUNG KAPA MANDAILING NATAL

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH DENGAN BANTUAN MEDIA VIDEO UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS TEKS EKSPOSISI SISWA

Menemukan Rumus Luas Lingkaran dengan Konteks Bundaran Air Mancur Palembang. Novita Sari

X f fx Jumlah Nilai rata-rata 61 Keterangan :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan No. Bagian : POB 6 Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan penulis adalah dengan menggunakan penelitian

Transkripsi:

MODEL DAN DESAIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS UNTUK PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA Diyas Puspandari, S.S. M.Pd. Institut Teknologi Telkom Abstrak Tulisan ini menawarkan beberapa model pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbicara meliputi model diskusi kelompok (MDK), model debat (MDeb), model presentasi kelompok (MPK), dan model seminar-forum (MSF). Selain menawarkan model-model pembelajaran, tulisan ini juga memaparkan penerapan salah satu model di atas lengkap dengan desainnya, yaitu model seminar-forum melalui penelitian tindakan kelas (PTK). Prosedur penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas sebanyak tiga siklus.teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara dan observasi. Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa tingkat I Jurusan Teknik Informatika, Institut Teknologi Telkom. Sampel penelitian ini dipilih secara purposif, yaitu kelas yang pada saat penelitian dilaksanakan sedang mendapat mata kuliah Bahasa Indonesia dan sedang diasuh oleh dosen yang bersangkutan. Berdasarkan pada hasil analisis data, keterampilan berbicara mahasiswa tergolong rendah hal ini terlihat pada siklus awal, sedangkan pada siklus akhir telah terjadi peningkatan penguasaan keterampilan berbicara, baik dari aspek kebahasaan maupun aspek nonkebahasaan. Kata kunci: berbicara, model pembelajaran, PTK 1. Pendahuluan Penelitian ini dilatarbelakangi oleh sikap peserta didik yang pasif di kelasyang terkesan malas bertanya, malas berpendapat, dan diam saja menerima pendapat atau penjelasan pengajarnya. Peserta didik belum terbiasa berbicara dalam situasi formal dan di depan banyak orang. Selain sikap pasif, siswa/mahasiswa juga kurang antusias dalam mengikuti pembelajaran Bahasa Indonesia. Selain menawarkan model-model pembelajaran, tulisan ini juga memaparkan penerapan model seminar-forum (MSF) melalui penelitian tindakan kelas (PTK). 91

Model seminar-forum yang dimaksud di sini adalah model pembelajaran melalui kegiatan seminar yang dikembangkan dengan modififikasi dari kegiatan forum dan diskusi kelompok. 2. Landasan Teori Kualitas hasil pembelajaran dihasilkan langsung oleh faktor kegiatan atau proses belajar-mengajar; tidak oleh faktor lain. Sekait dengan kegiatan belajarmengajar, model pembelajaran perlu diperhatikan. Dahlan (1984:26) mengemukakan bahwa konsep model mengajar haruslah terdiri dari (1) pentahapan langkah-langkah, (2) sistem sosial yang diharapkan dalam model tersebut, (3) prinsip-prinsip reaksi murid dan guru, dan (4) sistem penunjang yang disyaratkan. David Ausuble (Joyce, 2000: 249) mengemukakan pentingnya penguasaan bahan belajar melalui penyajian atau presentasi. Kepedulian Ausuble adalah membantu guru dalam mengorganisir dan menyampaikan sejumlah besar informasi sebermakna dan seefisien mungkin. Pemerolehan informasi sebenarnya merupakan tujuan pembelajaran yang esensial dan valid. Teori-teori tertentu mampu membimbing guru dalam pekerjaaannya memindahkan kerangka pengetahuan kepada siswa-siswanya. Pendiriannya ini berlaku pada situasi-situasi saat guru memainkan peran mengorganisir bahan ajar dan memberi informasi melalui kuliah, bacaan, dan tugas-tugas kepada siswa untuk mengintegrasikan hal yang telah dipelajarinya dan menyajikan hal yang seharusnya dipelajari. Sekait dengan hal di atas, pemilihan model seminar dalam penelitian ini didukung oleh pendapat Ausuble di atas, karena siswa harus mampu mengintegrasikan materi yang dipelajarinya dalam presentasi yang harus disampaikan dalam kegiatan seminar di kelas. 92

Kerangka Berpikir Peneitian 3. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan model pengembangan model seminar-forum (model yang sudah direvisi) adalah penelitian tindakan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Ortrun Zuber-Skerritt dalam bukunya New Direction in Action Research (1996:3) yang berpendapat bahwa metode penelitian yang tepat untuk mengembangkan bidang pendidikan adalah penelitian tindakan. Desain ini terdiri atas beberapa siklus, satu siklus terdiri dari suatu putaran kegiatan yang terdiri atas perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Demikian juga pada penelitian ini, dalam tiap siklus terdapat beberapa kegiatan pokok, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Metode penelitian yang digunakan untuk menghasilkan model awal (model hipotetik) adalah survei dan deskriptif analitis. Metode ini dipilih karena penelitian ini bermaksud mendeskripsikan, menganalisis, dan mengambil generalisasi dari pengamatan mengenai peningkatan keterampilan berbicara pada mahasiswa IT Tekom melalui penerapan dan pengembangan model seminar-forum. Adapun bentuk penelitian yang digunakan di sini adalah penelitian kolaborasi antara peneliti dengan dosen. Dalam kegiatan ini dosen terlibat langsung secara penuh dalam proses perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Dosen bersama peneliti melibatkan pihak lain sebagai observer yang bersifat konsultatif. 93

4. Model dan Desain Penelitian Tindakan Kelas untuk Pembelajaran Keterampilan Berbicara Dalam bagian ini akan ditawarkan beberapa model pembelajaran yang dapat digunakan untuk melatihkan keterampilan berbicara. Tentunya model-model ini harus disesuaikan dengan kondisi kelas yang ada. Selain itu, perlu juga dimodifikasi oleh guru dan dicobakan di kelas jika perlu direvisi agar tujuan utama peningkatan keterampilan berbicara dapat tercapai. Agar membantu guru dalam menerapkan salah satu model yang akan dipaparkan di bawah ini, akan diuraikan juga penerapan salah satu model yang telah dicobakan melalui PTK, yaitu model seminar-forum. Di bawah ini ditawarkan beberapa model pembelajaran yang selanjutnya dapat dikembangkan oleh guru. Dari model-model ini, diharapkan guru memiliki ide baru atau terinspirasi untuk mengembangkan metode pembelajarannya sehingga semakin menarik minat siswa dalam meningkatkan keterampilan berbicaranya. 4.1 Model Diskusi Kelompok (MDK) Dalam model diskusi kelompok (MDK) langkah pertama yang dilakukan adalah membagi kelas dalam beberapa kelompok (1 kelompok maksimal terdiri atas 5 orang). Satu kelompok duduk secara melingkar dan mendiskusikan topik dengan dipimpin oleh seorang ketua kelompok. Guru memberikan selembar teks yang dapat diambil dari media massa (misalnya Etika Berbahasa Anggota Pansus Century ) dan tiap kelompok wajib membahasnya. Langkah selanjutnya, tiap kelompok melaporkan hasil diskusinya secara lisan. Model ini diakhiri dengan kesimpulan yang diperoleh dari laporan tiap kelompok. Guru menambahkan hal-hal yang belum muncul dalam diskusi sehingga siswa mengetahui kekurangannya dalam berbicara. Model DK ini mendorong siswa untuk berani berpendapat dan mengemukakannya secara lisan. Melalui model DK siswa langsung mendapatkan pengalaman berbicara dalam ragam diskusi formal. 94

Dalam model DK ini, guru dapat menambahkan satu langkah lagi di akhir, yaitu siswa diminta untuk menceritakan pengalaman mereka saat berdiskusi dan setelah mengikuti diskusi, terkait dengan pengalaman sendiri atau pengamatan terhadap temannya. 4.2 Model Presentasi Kelompok (MPK) Langkah pertama dalam model presentasi kelompok (MPK) diawali dengan kegiatan pembagian kelompok. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok yang tiap kelompok terdiri atas 2 orang (tergantung pada jumlah siswa dalam kelas dan waktu yang tersedia). Guru memberikan topik, misalnya Penerapan Etika Berbahasa dalam Kehidupan Sehari-Hari. Tiap kelompok diminta untuk mencari contoh penerapan etika berbahasa dalam kehidupan sehari-hari. Contoh dapat diambil dari pengamatan di kelas, dari berita di media massa, atau dari kegiatan organisasi yang mereka ikuti. Pengamatan ini mereka laporkan dalam bentuk slide yang harus dipresentasikan di kelas dalam satu minggu kemudian sejak tugas ini diberikan. Dalam slide ini siswa harus memaparkan temuannya dan memberikan komentar atas temuannya tersebut terkait dengan etika berbahasa. Selanjutnya siswa diminta untuk presentasi per kelompok secara singkat. Langkah terakhir guru memberikan komentar terhadap penampilan siswa dan menyimpulkan temuan-temuan yang telah dipresentasikan. Selain meningkatkan keterampilan bertbicara, siswa juga mendapatkan wawasan yang luas mengenai sebuah topik yang sedang diperbincangkan di kelas. 4.2.1 Model Debat (MDeb) Dalam model debat (MDeb), guru membagi kelas dalam 2 kelompok besar. Kelompok 1 adalah kelompok pro sedangkan kelompok 2 adalah kelompok kontra. Guru memberikan topik yang dapat menimbulkan pro dan kontra, seperti Perlukah Facebook Dilarang? atau Pelarangan Penggunaan Istilah Asing dalam Kegiatan Kedinasan. Langkah berikutnya adalah diskusi dalam kelompok. Setelah itu, debat pun dimulai dengan dipimpin oleh seorang siswa yang telah dipilih oleh guru, yang 95

tidak masuk dalam kelompok pro atau kelompok kontra. Guru mencatat temuan dalam debat. Setelah debat selesai sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, pemimpin menyimpulkan inti pendapat dari pihak pro dan inti pendapat dari pihak kontra. Langkah terakhir, guru memberikan komentar terhadap jalannya debat dan kemampuan siswa berbicara dalam kegiatan debat tersebut. Dengan menerapkan MDeb, keterampilan berbicara siswa lebih tereksplorasi. Dalam kegiatan debat, masing-masing pihak akan berusaha mempertahankan pendapatnya sehingga memunculkan kalimat-kalimat spontan yang harus tetap bisa dikontrol dengan baik. Jika model ini diterapkan beberapa kali (tentunya dengan topik yang berbeda), maka siswa akan terlatih berbicara dan berdialog dengan baik. Melalui model ini, siswa dapat langsung melihat dan mempraktikkan sendiri pentingnya menguasai keterampilan berbicara dengan baik agar diskusi dapat berjalan dengan lancar. 4.2.2 Model Seminar-Forum (MSF) Yang dimaksud dengan MSF di sini adalah model pembelajaran melalui kegiatan seminar yang dikembangkan dengan modififikasi dari kegiatan forum dan diskusi kelompok. Dalam kegiatan belajar-mengajar ini, siswa dituntut untuk melaporkan hasil pendalamannya terhadap suatu topik yang berkaitan dengan masalah kebahasaan dalam bentuk laporan lisan. Hasil laporan lisan tersebut didiskusikan di kelas dipimpin oleh moderator yang memfungsikan diri seperti dalam kegiatan forum. Peran moderator pada kegiatan belajar-mengajar ini dikembangkan seperti peran moderator dalam kegiatan diskusi forum, yaitu selain mengatur jalannya diskusi dalam seminar, moderator juga wajib berusaha mempertajam pendapat dan memandu respon, baik dari pembicara maupun dari peserta seminar. Selain itu, variasi lain yang dikembangkan dalam MSF adalah peserta duduk secara berkelompok sesuai dengan keompok masing-masing agar dapat berlatih berbicara dalam diskusi kecil di kelompoknya. Hal ini bertujuan agar siswa terbiasa berdiskusi dalam kelompok kecil karena tidak atau belum tentu setiap siswa berani atau terbiasa 96

berbicara di muka umum. Dalam kelompok kecil ini diharapkan mereka berani berpendapat dan terlatih berdiskusi dan berbicara sebelum menyampaikannya di muka kelas. Sasaran MSF ini adalah kelas-kelas berukuran kecil sampai dengan sedang (20 40 peserta didik). Seperti model-model sebelumnya, kelas dibagi dalam beberapa kelompok, tiap kelompok maksimal terdiri atas 2-3 orang. Secara bergantian tiap kelompok mempresentasikan laporannya, sedangkan kelompok sisanya menjadi peserta seminar. Moderator yang bertugas diambil dari kelompok lain yang bukan berasal dari kelompok penyaji. Yang penting adalah peserta didik sebaiknya telah memiliki bekal pengetahuan tentang topik seminar, jika tidak maka ia hanya akan menjadi pendengar pasif yang tidak memberi kontribusi apa pun kepada peserta lain. Tujuan yang ingin dicapai melalui penerapan model ini adalah peserta didik mampu berperan serta sebagai ahli dalam suatu bidang ilmu dan mampu pula berbagi pengalaman dan pengetahuan dalam bidang ilmu tersebut dengan rekan-rekannya. Selain itu, diharapkan siswa terbiasa terlibat diskusi dengan baik karena sudah terbiasa berbicara dengan baik dalam ragam formal. 4.3 Desain dan Penerapan Model Seminar-Forum Konsep MSF telah disinggung pada poin 4.1.4 di atas, sedangkan langkahlangkah penerapan MSF secara singkat digambarkan seperti bagan di bawah ini. 97

Langkah-Langkah Model Seminar-Forum 4.3.1 Tahapan Kegiatan Pembelajaran Keterampilan Berbicara melalui Model Seminar-Forum Secara umum, hanya ada tiga kegiatan besar dalam model seminar-forum, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan review. Secara rinci, deskripsi dari tiga kegiatan besar tersebut sebagai berikut. 1) Persiapan: (1) dosen telah memberikan penjelasan pembuatan makalah dan teknik presentasi (2) dosen membagi kelas menjadi beberapa kelompok (1 kelompok terdiri dari 2 atau 3 orang 98

(3) tiap kelompok wajib membuat sebuah makalah dengan topik sesuai dengan materi kuliah (4) tiap kelompok diberi waktu satu bulan untuk menyelesaikan makalahnya (5) dosen harus menjelaskan hakikat dan tujuan penerapan model seminarforum (6) dosen mengoreksi makalah di kelas sekaligus menjelaskan ke mahasiswa (7) dosen memilih makalah untuk diseminarkan dan mengemukakan alasannya (8) kelompok pemakalah terpilih wajib presentasi sesuai dengan jadwal (9) kelompok yang tidak presentasi, wajib mempimpin diskusi (10) dosen membuat jadwal pelaksanaan 2) Pelaksanaan: (1) pendahuluan: kegiatan yang dilakukan meliputi (a) dosen bersama mahasiswa menata kelas, (b) dosen mengundang pelaku seminar untuk melakukan kegiatan seminar, (c) dosen mengumumkan aturan main seminar (waktu, hal-hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama seminar). (2) kegiatan seminar, meliputi (a) moderator membuka seminar (b) pembicara mempresentasikan makalahnya dalam waktu yang telah disediakan (c) moderator mengundang peserta untuk berdialog dengan pembicara (d) moderator mampu menstimulasi semua peserta agar diskusi hidup dan aktif (e) notulis merekam jalannya diskusi secara cermat (3) penutup, meliputi (a) moderator memberi kesimpulan tentang materi dan pertanyaan yang telah dibahas, (b) moderator menutup seminar. 3) Review Pada tahap ini, pengajar memberi komentar, saran, dan masukan kepada peserta didik tentang dua hal, yaitu proses seminar dan isi (substansi) seminar. 99

4.3.2 Pengujian Model secara Empiris Untuk mengetahui keefektifan model seminar-forum sebagai model pembelajaran maka akan dikembangkan melalui penelitian tindakan kelas yang sistematis berikut ini. 4.3.2.1 Pelaksanaan Siklus I Model ini diterapkan dan dikembangkan melalui beberapa siklus, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi pada tiap siklus sebagai berikut. 4.3.2.2 Perencanaan Siklus I 1) Satu kelompok besar melaksanakan kegiatan seminar pada gelombang I, sedangkan satu kelompok besar berikutnya melaksanakannya pada gelombang II. 2) Pelaksanaan seminar pada tiap gelombang wajib dihadiri oleh lima kelompokkelompok kecil. 3) Dosen menjelaskan pelaksanaan seminar dan mendiskusikannya dengan mahasiswa 4) Dosen menjelaskan tugas moderator, penyaji, peserta diskusi, dan notulis. 5) Dalam pelaksanaan seminar, observer mengamati perilaku dosen dan mahasiswa sesuai dengan kriteria pengamatan yang telah ditentukan. 6) Pada tiap pertemuan (1 siklus) ada dua 2 kali seminar dari 2 kelompok penyaji dan pemimpin diskusi yang berbeda, tiap seminar memakan waktu kurang lebih 30 menit. 7) Setelah seminar pertama, dosen memberi komentar terhadap jalannya seminar, kinerja moderator, penampilan penyaji, dan peserta diskusi. 4.3.2.3 Refleksi Siklus I Berdasarkan pada observasi terhadap perilaku mahasiswa dalam pelaksanaan siklus I, maka sebelum pelaksanaan siklus selanjutnya dilakukan, hasil refleksi berikut perlu diperhatikan. (1) Refleksi Seminar I siklus I: 100

a) Pelaku seminar belum menggunakan kalimat efektif. b) Pelaku seminar belum berani dan kurang aktif terlibat debat dalam diskusi. c) Iklim diskusi belum berkembang (masing-masing pelaku belum memerankan fungsinya dengan baik). d) Dosen belum memberikan komentar sesaat setelah seminar I selesai (komentar diberikan setelah seminar I dan II selesai). (2) Refleksi Seminar II pada Siklus I a) Pelaku seminar belum menggunakan kalimat efektif. b) Pelaku seminar belum aktif dan belum berani terlibat dalam debat. c) Iklim diskusi belum berkembang. d) Waktu tidak cukup untuk melaksanakan 2 kali seminar. 4.3.3 Pelaksanaan Siklus II Untuk meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam berbicara maka prosedur pelaksanaan model seminar-forum yang telah diterapkan pada siklus pertama akan diperbaiki, dikembangkan, dan direncanakan kembali. 4.3.3.1 Perencanaan Siklus II 1) Urutan pelaksanaan penampilan kelompok tetap, sesuai dengan jadwal 2) Dalam 1 kali pertemuan hanya ada 1 kali seminar. 3) Pembicara wajib membagikan makalah kepada peserta paling lambat sehari sebelum pelaksanaan (1 kelompok mendapat 1 makalah). 4) Sebelum praktik seminar, ada diskusi antara dosen dengan mahasiswa (pada menit-menit awal) guna membahas kesulitan-kesulitan mahasiswa agar mereka dapat lancar dalam seminar hari itu. 5) Disarankan dosen memberi kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan latihan kecil di depan. 6) Dosen memberi contoh topik yang menimbulkan debat dan membantu mahasiswa mempraktikkannya. 7) Jika tidak ada hal yang ingin didiskusikan lagi, seminar segera dimulai. 8) Moderator disarankan mencatat hal penting agar dapat terlibat mengatur diskusi sehingga tidak mengandalkan notulis dan mengganggu kinerja notulis. 101

9) Dosen membuat catatan kecil dan lengkap tentang pelaksanaan seminar. 10) Setelah seminar selesai dosen memberikan komentar dan mendiskusikan masalah yang ditemui oleh para pelaku seminar dalam pelaksanaan seminar. 11) Apabila dirasa perlu, dosen boleh melakukan interupsi agar seminar berjalan dengan lebih baik, jika perlu melakukan perbaikan saat itu juga. 4.3.3.2 Refleksi Siklus II Berikut ini refleksi pelaksanaan seminar pada siklus II. (1) Pelaku seminar telah berusaha menggunakan kalimat efektif. (2) Pelaku seminar telah berusaha memperjelas tuturan. (3) Pelaku seminar telah mencoba menyampaikan keseluruhan gagasan pokok. (4) Iklim diskusi mulai berkembang (masing-masing pelaku mulai memerankan fungsinya meskipun moderator masih harus dibimbing langsung oleh dosen). (5) Ada keterlibatan dosen di saat seminar berlangsung. (6) Dosen telah cukup detail dalam memberi komentar. (7) Waktu yang diperlukan untuk 1 kali seminar dalam 1 kali pertemuan sangat cukup tetapi waktu yang tersedia dalam 1 semester menjadi kurang dan mengganggu waktu perkuliahan. 4.3.4 Pelaksanaan Siklus III Berdasarkan pada hasil refleksi di atas, pelaksanaan siklus III akan dilaksanakan sesuai dengan rencana di bawah ini. 4.3.4.1 Perencanaan Siklus III 1) Pelaksanaan menggunakan jam responsi bukan jam kuliah. 2) Dalam satu pertemuan responsi, hanya 1 kelompok yang mendapat giliran presentasi (hal ini bertujuan agar sebelum pelaksanaan seminar mahasiswa memiliki waktu dan kesempatan yang cukup untuk berdiskusi dengan dosen dan setelah pelaksanaan dosen juga punya waktu yang cukup untuk memberikan komentar dan perbaikan terhadap pelaksanaan seminar pada saat itu). 3) Dosen mengajak mahasiswa untuk mendiskusikan suatu topik dan mempraktikkannya langsung di kelas. Dengan bimbingan dosen, mahasiswa 102

berlatih menjadi moderator, pembicara, dan peserta seminar (topik, pertanyaan, jawaban, dan kegiatan pelaku seminar ditayangkan dalam transparansi lalu dikembangkan sendiri oleh mahasiswa dengan bantuan dosen, misalnya bagaimana sikap moderator jika ada debat kusir ). 4) Diskusi ini dipraktikkan pada menit-menit awal sebelum seminar hari itu dimulai. 5) Beberapa mahasiswa secara suka rela mempraktikkannya di kelas. 6) Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan tanya jawab, jika masih ada mahasiswa yang belum paham akan penjelasan dosen dan praktik yang baru saja dilaksanakan. 7) Diskusi dilakukan secara umum di kelas (secara khusus melibatkan pelaku seminar berikutnya, yaitu moderator dan pembicara). 8) Setelah diskusi awal ini selesai, dosen mempersilakan kelompok terjadwal hari itu untuk segera memulai seminar. 9) Jika ada hal-hal yang perlu diperbaiki saat seminar berlangsung, dosen diharapkan segera melakukan perbaikan saat itu juga. 4.3.4.2 Refleksi Siklus III (1) Pelaku seminar telah menggunakan kalimat efektif dan telah bertutur dengan jelas. (2) Pelaku seminar telah menyampaikan keseluruhan gagasan pokok. (3) Iklim diskusi mulai berkembang (masing-masing pelaku telah memerankan fungsinya dengan baik). (4) Dosen telah cukup memberi contoh dan melatih mahasiswa pada menit-menit awal sebelum seminar berlangsung. (5) Tidak banyak keterlibatan dosen di tengah-tengah berlangsungnya seminar karena secara umum pelaku seminar telah memerankan fungsinya dengan baik. (6) Dosen telah cukup detail dalam memberi komentar. (7) Pemanfaatan jam responsi yang belum pernah digunakan oleh dosen sangat membantu mahasiswa dalam melatihkan keterampilan berbicara. 4.4 Peningkatan Keterampilan Berbicara Melalui Model Seminar-Forum 103

Melalui penerapan model seminar didapat adanya peningkatan keterampilan mahasiswa dalam berbicara, meliputi aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. 4.4.1.1 Peningkatan keterampilan Berbicara pada Aspek Kebahasaan Peningkatan keterampilan berbicara pada aspek kebahasaan, meliputi peningkatan kemampuan menyampaikan gagasan pokok, peningkatan penguasaan ketepatan struktur dan kosa kata, serta peningkatan kelancaran tuturan. 1) Peningkatan Kemampuan Menyampaikan Gagasan Pokok Pada siklus II dan III mahasiswa mulai mencoba memperbaiki cara penyampaian gagasannya dengan membuat catatan kecil yang berisi garis besar pertanyaan dan pendapat. Usaha ini membuahkan hasil dengan tersampaikannya seluruh gagasan pokok dari maksud pembicaraannya. 2) Peningkatan Penguasaan Ketepatan Struktur dan Kosa kata Pada siklus awal mahasiswa masih sering menggunakan kosa kata tidak baku dan struktur kalimat yang kurang efektif. Pada siklus II dan III mereka telah mencoba langsung meralat kosa katanya menjadi baku. 3) Peningkatan Kelancaran Tuturan Pada umumnya mahasiswa telah bertutur dengan lancar, tetapi tidak semua dapat bertutur dengan jelas (belum terdengar dari tempat duduk paling belakang). Mahasiswa telah berusaha memperkeras volume suaranya pada siklus II dan III. 4.4.2 Peningkatan keterampilan Berbicara pada Aspek Nonkebahasaan Peningkatan aspek nonkebahasaan, meliputi keberanian menyampaikan gagasan pokok, keterlibatan pada seminar, dan penggunaan bahasa tubuh. 1) Peningkatan Keberanian Menyampaikan Pendapat Perubahan keberanian mahasiswa sudah mulai tampak pada siklus-siklus berikutnya. Pembicara telah berani menjawab pertanyaan sambil berdiri dan menatap seluruh peserta seminar. Moderator telah berusaha mengatur diskusi sambil berdiri. Demikian juga dengan peserta seminar, khususnya penanya telah berani menyampaikan pertanyaan kritis dengan berdiri. 104

Kualitas pertanyaan mahasiswa pun berkembang. Dari sekedar bertanya menjadi kritis bertanya, dari sekedar meminta penjelasan sederhana berubah menjadi meminta alasan yang kuat. 2) Peningkatan Keterlibatan pada Seminar Perubahan peningkatan keterlibatan mahasiswa dalam seminar juga tampak dari siklus I, II, dan III. Pada siklus-siklus selanjutnya, mereka telah berusaha memaksimalkan perannya dengan sebaik-baiknya. Moderator telah berani menengahi debat, dan menyimpulkan diskusi. Pembicara telah mempersiapkan diri dengan baik sehingga menguasai topik yang pada akhirnya mampu menjawab pertanyaan dengan benar dan mampu mempertahankannya. Demikian juga dengan peserta seminar, telah berani membantah namun juga mau menerima jawaban yang logis dan ilmiah. Perubahan peningkatan keterlibatan dalam seminar juga terjadi pada peserta secara umum. Peserta yang bukan penanya dari pertanyaan yang sedang didiskusikan ikut berdikusi, ada yang menyanggah jawaban pembicara, ada yang melengkapi jawaban pmbicara, ada juga yang meluruskan pertanyaan penanya. 3) Peningkatan dalam Menggunakan Bahasa Tubuh Pada awal seminar, mahasiswa masih tampak takut, kaku, grogi, dan salah tingkah. Gerakan yang menunjukkan sikap salah tingkah tidak ditemukan lagi pada siklus II dan III. 4.4.3 Peningkatan Strategi Pembelajaran dalam Penguasaan Keterampilan Berbicara Melalui pengalaman langsung mempraktikkan teori berbicara, mahasiswa akan mempunyai strategi pembelajaran berbicara. Mahasiswa menjadi peka terhadap kesalahan-kesalahan dalam berbahasa lisan khususnya pada waktu berbicara dan tentu saja pada waktu menyimak pembicaraan pihak lain. Selain itu, mahasiswa mulai terbiasa membenahi bahasanya pada waktu berbicara sehingga dari kebiasaan tersebut diharapkan mereka akan terbiasa berbicara dengan bahasa yang baik dan benar. 105

Dengan praktik seminar di kelas, mahasiswa juga menemukan strategi pembelajaran dalam berdiskusi, sehingga mahasiswa terbiasa dan terampil untuk berani berpendapat, berpikir kritis, mampu mempertahankan pendapat, mampu menyimpulkan gagasan, tepat dalam menggunakan bahasa tubuh, dan diharapkan terampil dalam memimpin diskusi. 5 Simpulan Untuk meningkatkan keterampilan berbicara, pengajar dapat mencoba menerapkan model pembelajaran, seperti model diskusi kelompok, model debat, model presentasi kelompok, dan model seminar-forum yang implementasinya disesuaikan dengan kondisi kelas yang sedang diajar. Penerapan dan pengembangan model seminar-forum pada penelitian ini berguna untuk melatihkan keterampilan mahasiswa dalam berbicara pada situasi formal dan mampu meningkatkan strategi pembelajaran mahasiswa dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Dalam penguasaan keterampilan berbicara, model ini dapat meningkatkan kepekaan mahasiswa dalam berbahasa lisan, khususnya berbicara. Selain itu, model ini juga mampu meningkatkan sikap berpikir kritis dalam diskusi. Keuntungan lain yang didapat dari penerapan model ini adalah model ini relevan dengan kebutuhan mahasiswa pada umumnya, yaitu memperoleh kesempatan praktik dan berlatih berbicara. Model ini mudah dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa karena model ini dalam implementasinya tidak menuntut segi administrasi yang rumit, model ini operasional dalam memberikan langkah-langkah pembelajarannya, dan model ini digali berdasarkan aspek-aspek kebutuhan yang nyata. 106

Daftar Pustaka Dahlan, M.D. (ed.). 1990. Model-Model Mengajar: Beberapa Alternatif Interaksi Belajar Mengajar. Bandung: Diponegoro. Puspandari, D. 2005. Pengembangan Model Seminar-Forum dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara (Penelitian Tindakan Kelas pada Mahasiswa Institut Teknologi Telkom). Tesis pada Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Program Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia. Puspandari, D. 2010. Pendidikan Etika dalam Perkuliahan Bahasa Indonesia makalah pada prosiding Seminar Internasional Hari Bahasa Ibu 2010, Balai Bahasa Bandung 19-20 Februari 2010. Fraenkel, J.R. and Norman E.W. 1993. How to Design and Evaluate Research in Education. New York: McGraw-Hill. Hidayat, K. 2001. Perencanaan Pengajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Trimitra Mandiri. Iskandarwassid. 2004. Tiga Pilar Pengajaran Sastra. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Pendidikan Bahasa Indonesia pada Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Pendidikan Indonesia, 12 Oktober 2004. Joyce, B. (et.al.). 2000. Models of Teaching, Sixth Edition. USA: A Person Education. Suparman, A.(penyunting). 1997. Model-Model Pembelajaran Interaktif. Jakarta: STIA LAN Press. Tarigan, D. dan Henry G.T. 1986. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa. Zuber-Skerritt, O. 1996. New Directions in Action Research. London: The Palmer Press. 107