PERBEDAAN HASIL PEMERIKSAAN PROTEIN URINE METODE REBUS YANG MENGGUNAKAN SAMPEL URINE SEGAR DAN SAMPEL URINE SIMPAN Oleh Faizal Prodi Analis Kesehatan AAKMAL Malang ABSTRAK Proteinuria adalah suatu kondisi dimana terlalu banyak protein dalam urine yang dihasilkan oleh karena adanya gangguan fungsi atau kerusakan ginjal. Pemeriksaan protein urine dilakukan bertujuan untuk mengetahui tanda awal penyakit ginjal atau penyakit sistemik yang signifikan lainnya.sampel yang seharusnya digunakan adalah urine segar,tetapi pada prakteknya hal ini sering diabaikan,sehingga pemeriksaan protein urine sering menggunakan sampel urine simpan. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional analytic design yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling terhadap 30 sampel urine yang protein urinenya positif. Setiap sampel diperiksa 2 kali dalam selisih waktu 12 jam dalam penyimpanan di suhu 2 8 ⁰C. Kemudian hasilnya dianalisis menggunakan Uji T-test dengan perhitungan statistic menggunakan program SPSS.Dari hasil analisa diperoleh rata-rata pada pemeriksaan proteinuria dengan metode rebus menggunakan sampel urine segar 1,87 dan standart deviasi 1,042 dan pada pemeriksaan protein urine dengan sampel urine simpan 1,77 dan standart deviasinya 1,104. Sedangkan hasil signifikannya 1,795 ( signifikan <0,05 ), sehingga hipotesis nol ditolak yaitu terdapat perbedaan yang signifikan. Sehingga diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan yang bermakna antara hasil pemeriksaan protein urine metode rebus dengan sampel urine segar dan dengan sampel urine simpan. Kata kunci : Proteinuria, Urine segar, Urine simpan PENDAHULUAN Urine yang disebut juga kemih atau air kencing, adalah cairan yang diekskresi oleh ginjal, disimpan dalam kandung kemih, dan dikeluarkan melalui uretra. Jumlah urine sekitar 900-1500 ml/24 jam, dengan komposisi air sekitar 96% dan bahan-bahan yang terlarut di dalamnya seperti elektrolit dan sisa metabolisme. Adanya bahan-bahan sisa metabolisme tersebut dapat memberikan informasi tentang penyakit-penyakit yang ada (Santana, 2007; Setiadi, 2007; Kee, 1997). Pemeriksaan urine lengkap di laboratorium dikenal dengan nama urinalisis. Urinalisis rutin meliputi pemeriksaan warna, kejernihan, berat jenis, ph, protein, glukosa, keton, dan pemeriksaan mikroskopis. Pemeriksaan tersebut berguna untuk mendiagnosis penyakit ginjal, infeksi saluran kemih, dan untuk mendeteksi penyakit gangguan metabolisme yang tidak berhubungan dengan ginjal (Irwin, 1972; Kee, 1997). Albumin adalah satu bentuk protein, adanya albumin dalam urine dikenal sebagai albuminuria. Ada dua jenis albuminuria : palsu dan sejati, pada albuminuria palsu, adanya albumin dapat disebabkan latihan yang berlebihan, darah dari kandung kemih, atau cairan vagina. Sedangkan pada albuminuria sejati, albumin keluar dari peredaran darah, menyusup ke dalam ginjal lalu keluar bersama urine (White dkk, 1970). Dalam praktek sehari-hari, di laboratorium daerah terpencil, di mana belum ada peralatan otomatis untuk urinalisis, maka tes protein konvensional seperti protein rebus 11
masih dipergunakan. Tidak tertutup kemungkinan suatu waktu terjadi kehabisan reagen yang menuntut pengiriman sampel urine ke laboratorium lain. Pengiriman ini memiliki prosedur standar khusus untuk menjaga kestabilan bahan-bahan yang terkandung dalam urine. Jika urine disimpan mungkin terjadi perubahan susunan oleh kuman-kuman (Gandasoebrata, 2007). Beberapa tes skrining cepat untuk protein urin (Labstix, Combistix, Albustix, Albutest) memanfaatkan prinsip protein error dari indikator ph. Sebagian besar tes lain untuk protein urin berprinsip pada presipitasi protein oleh sebab seperti panas dan asam asetat, asam nitrat, asam sulfosalisilat, dan asam trichlorasetat. Dalam larutan asam, albumin dan globulin dikoagulasi oleh panas dengan adanya garam anorganik.(white dkk, 1970). Oleh karena pemeriksaan protein mempunyai arti diagnostik yang penting untuk menegakkan diagnosa dan memantau perjalanan suatu penyakit, maka ketepatan dalam penanganan sampel harus tepat. Dari alasan tersebut penulis berusaha menganalisa perbandingan hasil pemeriksaan protein dengan metode rebus menggunakan sampel urine segar dan sampel simpan. Rancangan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional analytic design, yaitu peneliti melakukan observasi atau pengukuran variabel pada satu saat. Metode ini berarti tiap subjek hanya diobservasi satu kali saja dan pengukuran variabel subjek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut serta peneliti tidak melakukan tindak lanjut. Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang periksa protein urine dalam rentang waktu Juli sampai Agustus 2013. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua pasien yang hasil protein urine positif Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling, yaitu setiap pasien yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga jumlah pasien yang diperlukan terpenuhi (Sastroasmoro dkk, 1995). Definisi Operasional Pemeriksaan dilakukan terhadap 30 sampel yang memberikan hasil adanya proteinuria kemudian diperiksa dengan metode rebus dalam waktu < 1 jam setelah penampungan dan diperiksa ulang setelah disimpan selama 12 jam pada suhu 2 8 o C. Analisa Data HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Data hasil observasi Observasi Sampel segar Sampel simpan Sampel 1 Positif 2 Positif 2 Sampel 2 Positif 1 Positif 1 Sampel 3 Postif 1 Positif 1 Sampel 4 Positif 3 Positif 3 Sampel 5 Positif 1 Positif 1 12
Sampel 6 Positif 1 Positif 1 Sampel 7 Positif 1 Positif 1 Sampel 8 Positif 2 Positif 2 Sampel 9 Positif 1 Positif 1 Sampel 10 Positif 1 Positif 1 Sampel 11 Positif 1 Positif 1 Sampel 12 Positif 2 Positif 2 Sampel 13 Positif 2 Positif 2 Sampel 14 Positif 2 Positif 2 Sampel 15 Positif 4 Positif 4 Sampel 16 Positif 2 Positif 1 Sampel 17 Positif 2 Positif 2 Sampel 18 Positif 1 Positif 1 Sampel 19 Positif 1 Positif 1 Sampel 20 Positif 4 Positif 4 Sampel 21 Positif 3 Positif 3 Sampel 22 Positif 1 Negatif Sampel 23 Positif 2 Positif 2 Sampel 24 Positif 2 Positif 1 Sampel 25 Positif 4 Positif 4 Sampel 26 Positif 2 Positif 2 Sampel 27 Positif 4 Positif 4 Sampel 28 Positif 1 Positif 1 Sampel 29 Positif 1 Positif 1 Sampel 30 Positif 1 Positif 1 Data hasil penelitian Analisa Statistik Paired Samples Statistics Mean N Std. Deviation Std. Error Mean Pair 1 Segar 1.87 30 1.042.190 Simpan 1.77 30 1.104.202 Pada pemeriksaan proteinuria dengan metode rebus menggunakan sampel segar didapatkan hasil kepositifan rata-rata sebesar 1,87. Sedangkan pemeriksaan proteinuria dengan sampel yang telah disimpan didapatkan hasil kepositifan dengan rata-rata 1,77. 13
Paired Samples Correlations N Correlation Sig. Pair 1 segar & simpan 30.961.000 Hasil korelasi antara pemeriksaan proteinuria menggunakan sampel segar dan sampel simpan menunjukkan hasil 0,961 dengan nilai probabilitas jauh di bawah 0,05. Hal ini menyatakan bahwa korelasi hasil antara uji proteinuria metode rebus dengan sampel segar dan sampel simpan adalah terdapat perbedaan secara nyata. Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Mean Std. Deviation Std. Error Mean Interval of the Difference t df Sig. (2-tailed) Lower Upper Pair 1 segar - simpan.100.305.056 -.014.214 1.795 29.083 Pengambilan keputusan Dasar pengambilan keputusan : 1. Berdasar perbandingan t hitung dengan t tabel : - Jika statistik hitung (angka t output) > statistik tabel (tabel t), H 0 ditolak - Jika statistik hitung (angka t output) < statistik tabel (tabel t), H 0 diterima T hitung dari output adalah 1,795 Statistik tabel dapat dihitung pada tabel t, dengan cara : - Tingkat signifikansi (α) 10%, karena output untuk uji dua sisi (two tailed) maka batas kritis menerima atau menolak H 0 adalah 10% : 2 = 5% (0,05). - Df atau derajat kebebasan dicari dengan rumus : Jumlah data 30 = 29 - Uji dilakukan dua sisi karena ingin mengetahui adanya perbedaan rata-rata uji proteinuria metode rebus yang menggunakan sampel segar dengan yang menggunakan sampel simpan. Dari tabel t didapat angka 1,699. 2. Berdasarkan nilai probabilitas : - Jika probabilitas > 0,05 maka H 0 diterima - Jika probabilitas < 0,05 maka H 0 ditolak Pembahasan Berdasarkan perhitungan statistik menggunakan program SPSS, hasil pemeriksaan proteinuria metode dengan sampel segar adalah: nilai rata-rata pemeriksaan 1,87 dan standar deviasi 1,042. Nilai rata-rata pemeriksaan proteinuria metode rebus dengan menggunakan sampel simpan adalah 1,77 dan standar deviasinya 1,104. Pada tabel harga kritik dari T-test dengan taraf signifikansi 10%, interval kepercayaan 95%, dan jumlah sampel 30 menunjukkan hasil 1,795. 14
Menggunakan cara pengambilan keputusan yang telah disebutkan, dengan diketahui t hitung adalah 1,795 dengan probabilitas 0,00 (0,000 < 0,05) maka H 0 ditolak. Nilai T-test diterima apabila berada pada range -1,699 < t < 1,699 dan ditolak apabila t -1,699 atau t 1,699. Karena nilai T-test pada pemeriksaan proteinuria metode rebus menggunakan sampel segar dengan sampel simpan lebih besar dari 1,699, maka H 0 ditolak. Olah data yang dilakukan dengan menggunakan program SPSS memakai dua cara pengambilan keputusan menyatakan bahwa H 0 ditolak, sehingga dapat dikatakan bahwa pemeriksaan proteinuria metode rebus menggunakan sampel segar dengan sampel simpan mempunyai perbedaan yang bermakna. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Penelitian ini membandingkan hasil pemeriksaan proteinuria metode rebus menggunakan sampel segar dengan menggunakan sampel simpan. Data yang diperoleh diolah dengan perhitungan T-test dan didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna terhadap penggunaan sampel segar dengan sampel simpan pada pemeriksaan proteinuria menggunakan metode rebus, sehingga penanganan sampel dengan segera sangat penting untuk ketepatan hasil pemeriksaan. Saran - Melakukan pemeriksaan proteinuria dengan metode rebus dalam waktu kurang dari 1 jam setelah penampungan sampel. - Memberi penanganan sampel urine yang tepat apabila terjadi penundaan pemeriksaan proteinuria metode rebus dengan menyimpannya pada suhu 2 8 o C dan harus diperiksa dalam waktu kurang dari 12 jam. DAFTAR PUSTAKA Baron, D.N. Kapita Selekta Patologi Klinik edisi 4. EGC: Jakarta. 1995. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Praktek Laboratorium yang Benar (Good Laboratory Practice). Direktorat Laboratorium Kesehatan: Jakarta. 2004. Fleming, Rita A. Primary Care Techniques Laboratory Test in Ambulatory Facilities. The C.V. Mosby Company: Missouri. 1952. Gandasoebrata, R. Penuntun Laboratorium Klinik. Dian Rakyat: Jakarta. 2007. Kee, Joyce Lefever. Buku Saku Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik dengan Implikasi Keperawatan. EGC: Jakarta. 1997. Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Gramedia: Jakarta. 2007. 15
Sacher, Ronald A., McPherson, Richard A. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium. EGC: Jakarta. 2004. Setiadi. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Graha Ilmu: Yogyakarta. 2007. Sudoyo, Aru W.,Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid II. InternaPublishing: Jakarta. 2009. White, Wilma L., Erickson, Marilyn M., Stevens, Sue C. Chemistry for Medical Technologists. The C.V. Mosby Company: Saint Louis. 1970. Lababa, Djunaidi. Statistik Pendidikan. 2008. http://statistikpendidikanii.blogspot.com/2008/03/paired-sample-t-test-dengan-spss.html. Wirawan, R., Immanuel, S., Dharma, R. Penilaian Hasil Pemeriksaan Urin. 2009. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_penilaianhasilpemeriksaanurin.pdf/12_penilaia nhasilpemeriksaanurin.html. Zulfikar. 2010. Protein. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/kimia-kesehatan/ biomolekul/protein/. http://labkesehatan.blogspot.com/2010/02/urinalisis-1.html. Diakses 16