BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Mengacu pada hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dari 60 jumlah responden berdasarkan teori attachment menurut Bartholomew & Griffin (1994) terdapat 7 orang responden (11,7%) yang memiliki attachment secure style, 9 orang responden (15%) yang memiliki attachment preoccupied style, 21 orang responden (35%) yang memiliki attachment fearful style dan 23 orang responden (38,3%) yang memiliki attachment dismissing style. Sedangkan berdasarkan teori attachment menurut Brennan, et.al (1998) dari 60 orang responden yang diteliti terdapat 18 orang responden (30,00%) memiliki dimensi attachment anxiety, 38 orang responden (63,33%) memiliki dimensi attachment avoidance dan 4 orang responden (6,67%) memiliki dimensi attachment anxiety dan avoidance. 5.2 Diskusi Dari hasil penelitian yang didapat maka pola attachment dismissing style memiliki persentase paling besar (38,3%). Dismissing style memiliki avoidance yang tinggi dan anxiety yang rendah. Orang-orang yang memiliki pola attachment dismissing style tidak mau merasa kecewa dengan menghindari hubungan kelekatan dengan orang lain dan mempertahankan rasa kemandiriannya (Bartholomew & Horowitz, 1991). Oleh karena itu orang-orang yang memiliki pola attachment dismissing style lebih memilih berinteraksi melalui sosial media (Twitter). 45
Setelah dismissing style, urutan kedua yang memiliki persentase terbesar adalah fearful style (35%). Fearful style memiliki anxiety dan avoidance yang tinggi. Orang-orang yang memiliki pola attachment fearful style cenderung menunjukkan rasa tidak layak untuk dicintai oleh orang lain dan menganggap bahwa orang lain membenci dirinya sehingga cenderung menghindari kelekatan dengan orang lain hal ini dilakukan dengan tujuan untuk dapat mengantisipasi penolakan dari orang lain (Bartholomew & Horowitz, 1991). Oleh karena itu orang-orang yang memiliki pola attachment fearful style, lebih memilih dan merasa nyaman berinteraksi dengan orang lain melalui sosial media (Twitter). Pola attachment preoccupied style memiliki urutan ketiga dalam hasil penelitian ini (15%). Preoccupied style memiliki anxiety yang tinggi dan avoidance yang rendah. Orang-orang yang memiliki pola attachment preoccupied style cenderung merasa tidak pantas untuk dicintai oleh orang lain, namun ia masih berusaha agar dirinya dapat diterima oleh orang lain (Bartholomew & Horowitz, 1991). Mereka lebih senang berinteraksi secara langsung dengan orang lain daripada berinteraksi melalui sosial media. Dalam penelitian ini pola attachment secure style memiliki persentase paling kecil (11,7%). Secure style memiliki anxiety dan avoidance yang rendah. Dimana orang-orang dengan pola attachment secure style memiliki rasa cinta terhadap dirinya sendiri, menganggap bahwa ia pantas diterima dan dicintai oleh orang lain dan juga memiliki harapan bahwa orang lain akan menerima dan memberikan perhatian dengannya (Bartholomew & Horowitz, 1991). Dalam penelitian ini orang-orang yang memiliki akun Twitter hanya sedikit yang memiliki pola attachment secure, karena individu dengan pola attachment 46
secure style sebenarnya tetap bisa menikmati relasi interpersonal yang sehat tanpa lewat interaksi melalui Twitter. Berdasarkan teori attachment menurut Brennan, et.al (1998) berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan terdapat 18 orang responden (30,00%) yang memiliki dimensi attachment anxiety. Anxiety menurut Brennan, et.al (1998) merupakan perasaan seseorang tentang keberhargaan dirinya (self-award) berkaitan dengan seberapa tinggi individu merasa khawatir bahwa ia akan ditolak, ditinggalkan dan tidak dicintai oleh figure attachment (Collins & Feeney, 2004). Individu dengan attachment anxiety yang tinggi cenderung menggunakan strategi hyperactivating untuk memperoleh keterlibatan, kepedulian, dan dukungan dari pasangan dalam upaya untuk meminimalkan jarak fisik dan psikologis dengan orang lain. Strategi tersebut disertai dengan ketergantungan pada hubungan pasangan dan persepsi diri sendiri mengenai ketidakberdayaan dan tidak kompeten dalam mengelola stres yang dihadapi. Orang dengan attachment anxiety yang tinggi sering mencoba mencari perhatian, persetujuan dan pengakuan dari orang lain melalui internet. Individu ini akan tertarik untuk melakukan interaksi sosial yang diberikan oleh internet, namun internet tidak akan memberikan mereka rasa aman dan kepuasan yang diperlukan (dalam Debernardi, 2012). Sedangkan pada dimensi attachment avoidance terdapat 38 orang responden (63,33%). Avoidance berkaitan dengan seberapa jauh individu membatasi intimacy dan ketergantungan pada orang lain (Collins & Feeney, 2004). Individu dengan dimensi attachment avoidance cenderung banyak yang menggunakan sosial media (Twitter) untuk melakukan interaksi dengan orang lain, karena mereka menghindari orang-orang yang ada disekitarnya. 47
Penelitian ini merupakan penelitian payung mengenai perilaku dalam menggunakan media sosial Twitter. Dengan penggabungan data antar peneliti dalam penelitian payung ini didapatkan subjek sebanyak 60 subjek. Jumlah ini tidak mewakili ke seluruh wilayah Jakarta. Adanya ketidakseimbangan antara wilayah Jakarta (Barat, Utara, Pusat, Selatan, Timur) disebabkan karena ketidaksediaan subjek untuk mengisi kuesioner. Subjek dalam penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan karena subjek tidak merepresentasikan semua wilayah Jakarta secara keseluruhan. Subjek sebanyak 60 orang dalam penelitian ini ada kemungkinan tidak mewakili keseluruhan dewasa muda di Jakarta, namun merepresentasikan subjek dalam penelitian ini. Peneliti menggunakan alat ukur RSQ (Relationship Style Questionnaire) yang terdiri dari 30 item. Peneliti utama memilih alat ukur RSQ karena alat ukur ini dapat melihat attachment secara general. Pada awalnya peneliti menggunakan model no 4 dari Bartholomew dan Griffin (1994) yang terdiri dari domain secure style, preoccupied style, fearful style dan dismissing style. Setelah di lakukan uji coba sebanyak tiga kali, hasil dari reliabel model milik Bartholomew dan Griffin (1994) memiliki nilai yang rendah. Hal ini dikarenakan alat ukur tersebut atau ada dugaan konstruk attachment yang tertuang dalam alat ukur RSQ ini kurang dapat dipahami atau dibayangkan oleh para responden. Pada akhirnya peneliti melakukan interpretasi alat ukur RSQ berdasarkan domain yang disusun oleh Brennan, et.al. (1998). Alat ukur RSQ adaptasi memiliki nilai reliabel yang rendah dan pada alat ukur RSQ yang belum di adaptasi juga terdapat domain yang reliabelnya rendah. RSQ merupakan alat ukur pola attachment pada dewasa muda dalam lingkup relasi 48
interpersonal secara umum. Dugaan peneliti penyebab rendahnya nilai reliabel pada RSQ kemungkinan karena tujuan alat ukurnya terlalu umum, kurang spesifik dalam mengukur. Misalnya untuk mengukur relasi interpersonal dengan orang-orang yang dekat. Itu sebabnya setelah hasil uji coba ketiga, instruksi diubah agar responden membayangkan relasi interpersonalnya dengan orangorang yang dekat dengan dirinya (sahabat, teman, pasangan). 5.3 Saran Penulis menyadari banyaknya keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini. Maka untuk penelitian ilmiah penulis ingin menyampaikan beberapa saran bagi peneliti selanjutnya. Berikut ini adalah saran yang dianjurkan oleh peneliti yang dapat berguna untuk penelitian selanjutnya: 1. Untuk subjek perlu diperhatikan dalam jumlahnya agar lebih diperbanyak dan keterwakilan wilayah agar mewakili semua wilayah yang ada. 2. Untuk dapat mengukur attachment pada penelitian berikutnya, sebaiknya menyusun alat ukur sendiri bukan mengadaptasi alat ukur yang sudah ada. Karena alat ukur yang sudah di adaptasi masih memiki nilai reliabel yang cukup rendah. 49