BAB I PENDAHULUAN. Tekanan untuk membudayakan sustainable consumption menjadi semakin. menggema di mana-mana. Berdasarkan kenyataan tersebut, sangat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. penting oleh banyak kalangan. Banyak faktor yang dinilai menjadi penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruh terjadinya Global warming yang terjadi pada saat ini. Hal ini sangat

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan. Orang-orang mulai khawatir akan dampak global warming pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada zaman sekarang ini perkembangan dunia bisnis di Indonesia sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada disekitar manusia secara

Judul : Peran Green Trust Memediasi Green Perceived Value dan Green Perceived Risk terhadap Green Repurchase Intention (Studi Produk The Face Shop

BAB I PENDAHULUAN. beragam dimulai dari isu-isu lingkungan di bumi yang semakin merebak,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kerusakan lingkungan merupakan suatu kegiatan yang disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, aktivitas tersebut mencakup

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Belakangan ini hampir seluruh aktivis mengkampanyekan slogan Stop global

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. dalam (Sumarsono dan Giyatno, 2012). Tuntutan konsumen akan produk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Dewasa ini, proses globalisasi terjadi sangat pesat di seluruh dunia.

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan produk yang inovatif dan memilik daya saing yang tinggi. Banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat karena adanya isu-isu negatif tentang lingkungan yang marak dibicarakan oleh

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat, hal ini dapat terlihat dari adanya kekhawatiran kemungkinan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pemanasan global (global warming) adalah suatu bentuk ketidakseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. dicetuskan oleh adanya kekhawatiran terjadinya bencana yang mengancam

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sejak beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan perekonomian dan pembangunan adalah masalah pemanfaatan

sebelumnya. Hal tersebut membuat manusia mampu menemukan hal-hal baru

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Jayanti dkk. (2013) Green consumer behavior merupakan perilaku

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. kosmetik dan merupakan salah satu dari pelopor dari green marketing. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. dan bagi kelanjutan suatu perusahaan, karena jika sebuah produk dipasarkan

BAB I PENDAHULUAN. IRCC (Intergovernmental Panel on Climate Change), menggambarkan sebuah

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang semakin memburuk. Isu ini diperkuat oleh fakta bahwa saat ini

BAB I PENDAHULUAN. bumi yang diakibatkan oleh proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Isu kerusakan lingkungan yang mencuat akhir-akhir ini menimbulkan kesadaran dan

BAB I PENDAHULUAN. komponen yang aman, menggunakan kemasan yang ramah lingkungan serta dapat

BAB I PENDAHULUAN. Isu pemanasan global (global warming) mulai dikenal oleh masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. pihak (Grillo et al., 2008). Permasalahan lingkungan menjadi isu global bagi banyak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dengan pesat. Kesadaran akan lingkungan telah meningkat dalam dua dasawarsa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. usaha organisasi atau perusahaan dalam mendesain, promosi, harga dan distribusi

BAB I PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia dan keturunannya. Bukti-bukti yang ditunjukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Data Iklim Nasional NOAA (National Oceanic and Atmospheric. orang yang tinggal di Bumi akan menyumbang peran besar dalam

BAB I PENDAHULUAN. kualitas lingkungan (Han et al., 2011) karena dampak negatif yang dihasilkan dari

BAB I PENDAHULUAN. dampak pada permasalahan sosial dan lingkungan hidup. Dalam hal ini

BAB I PENDAHULUAN. ini disebabkan oleh adanya kekhawatiran masyarakat akan dampak dari kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Kepedulian serta kesadaran akan lingkungan saat ini telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi, pertanian, ekonomi dan bisnis, telah menjadi issue sentral di

BAB I PENDAHULUAN. pada pertengahan abad ke-20 yang lalu. Hal ini ditandai antara lain dengan

BAB I PENDAHULUAN. menghidupkanachanyajikabenar-benar perlu, memilihmakanan yang berasal

BAB 1 PENDAHULUAN. di bumi. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan adalah penggunaan emisi di

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan namun bahkan

BAB I PENDAHULUAN. begitu menggema di masyarakat dunia, termasuk juga di Indonesia.

2 Dalam dunia bisnis saat ini, aspek lingkungan sudah mulai dijadikan faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam melakukan aktivitas pemasaran. M

BAB I PENDAHULUAN. baik itu berdampak positif ataupun berdampak negatif. Dampak positif yang

BAB I PENDAHULUAN. pentingnya pelestarian lingkungan semakin meningkat, hal ini dikarenakan adanya

BAB I PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya lingkungan semakin

BAB I PENDAHULUAN. Bahkan, manusia menjadi salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri.

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak beberapa dekade terakhir kesadaran masyarakat dunia akan

BAB I PENDAHULUAN. membuat masyarakat menjadi lebih peduli terhadap produk-produk yang mereka

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesadaran manusia akan pentingnya menjaga kelestarian lingkungan

Seminar Nasional IENACO ISSN:

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat terhadap produk-produk hijau (green product) atau produk yang

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya bencana lingkungan hidup yang mengancam, bukan hanya kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Jika di masa lalu perusahaan berorientasi pada konsumen (customer oriented) yaitu

BAB I PENDAHULUAN. adanya kekhawatiran akan terjadinya bencana yang dapat mengancam lingkungan

ABSTRAK. Kata Kunci: green marketing, kualitas produk, perceived value, loyalitas pelanggan

BAB I PENDAHUUAN. produk yang ramah lingkungan (environment friendly). Sejak beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global (global warming) adalah suatu tahap peningkatan suhu rata-rata

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak era 80-an, permasalahan lingkungan mendapat perhatian

ABSTRAK. Kata kunci : pemasaran hijau, sikap, niat beli

BAB I PENDAHULUAN. Foto I.1.1. Wisma Atlet Fajar - Senayan. Sumber : Dokumentasi pribadi

BAB I PENDAHULUAN. perhatian yang seksama dan dicermati semua pihak tak terkecuali oleh perusahaan,

Implementasi Green Marketing Melalui Demografi Terhadap Pilihan Konsumen The Body Shop

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengujian dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat

Q1 ( Apakah konsumen pernah mendengar istilah Green Product ) Pernyataan Frekuensi % Pernah 61 61% Belum Pernah 39 39% Total %

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan merupakan tantangan serius pada saat ini. Produk-produk berbasis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Kata kunci: green brand image, green perceived value, green trust, green brand equity

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing. Mereka berusaha melakukan berbagai cara untuk tetap sehat serta

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan bisnis ritel di Indonesia dapat dikatakan cukup pesat

BAB I PENDAHULUAN. membahas tentang pelaksanaan pembangunan berkelanjutan dan. green consumerism. Green consumerism (konsumen hijau) adalah sebuah

BAB 1 PENDAHULUAN. tempatnya tinggal menjadi semakin rusak karena ulah mereka sendiri. Salah

BAB I PENDAHULUAN. perhatian masyarakat. Parahnya kerusakan lingkungan seperti pencemaran air,

BAB 1BAB I PENDAHULUAN. Kerusakan lingkungan semakin parah dalam satu abad terakhir. World Risk

BAB I PENDAHULUAN. pada peningkatan konsumsi dunia. Pengolahan dan pemanfaatan sumber daya alam

BAB I PENDAHULUAN. kanker kulit dan berpotensi mengacaukan iklim dunia serta pemanasan global,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan tentang latar belakang masalah, yang di dalamnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Banyak perusahaan yang mulai beralih untuk mendesain produk-produk hijau

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tingkat kepedulian masyarakat di seluruh dunia terhadap isu-isu

BAB I PENDAHULUAN. membuat perilaku ramah lingkungan kini menjadi tren di kalangan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. karyawan ataupun pekerjaan yang dapat mempengaruhi kehidupan keluarga

ANALISIS PENGARUH FAKTOR PRODUK, HARGA DAN PROMOSI TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN LAMPU PHILIPS. (Studi Kasus pada Masyarakat Sukoharjo)

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berdasarkan hasil Oslo Symposium pada tahun 1994, dunia saat ini dihadapkan dengan masalah pertumbuhan populasi serta konsumsi yang semakin meningkat di mana akan berdampak pada terjadinya kelangkaan. Tekanan untuk membudayakan sustainable consumption menjadi semakin menggema di mana-mana. Berdasarkan kenyataan tersebut, sangat dibutuhkan partisipasi setiap orang untuk mengelola keberlanjutan melalui sustainable consumption. Menurut laporan menteri lingkungan hidup Norwegia dalam Oslo Symposium yang dimaksud dengan sustainable consumption adalah penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan dasar dan menciptakan sebuah kualitas hidup yang lebih baik dengan cara meminimalkan penggunaan sumber daya alam yang berlebih, mengurangi pemakaian bahan baku yang mengandung racun, serta mengurangi pembuangan gas emisi dan polusi agar tidak mengancam serta membahayakan kebutuhan generasi selanjutnya. (Sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/sustainable_consumption diakses pada 8 April 2014) Bertambahnya perhatian mengenai keadaan lingkungan beserta dampaknya dalam kehidupan sosial oleh berbagai pihak mulai dari lembaga pemerintahan, pelaku usaha, organisasi masyarakat hingga lembaga-lembaga 1

peduli lingkungan, membuat isu-isu mengenai lingkungan hidup menjadi fenomena global yang penting untuk dibahas serta penting bagi mereka untuk dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya sadar lingkungan (Brown, 2008; Kilbourne and Pickett, 2008; Manaktola and Jauhari, 2007 dalam Cheah dan Phau, 2011). Oleh karena itu, perusahaan saat ini banyak yang menggunakan istilah green marketing untuk mendapatkan kesempatan baru dalam bisnis mereka. Byrne (2003) dalam Manongko (2011) mengungkapkan bahwa pemasaran hijau (green marketing) merupakan fokus baru dalam usaha bisnis, yaitu sebuah pendekatan pemasaran stratejik yang berkaitan dengan lingkungan hidup, dan mulai mencuat serta menjadi perhatian banyak pihak mulai akhir abad 20. Kondisi ini menuntut pemasar (marketer) untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan yang melibatkan lingkungan. Di masa sekarang, perusahaan yang cerdas akan melihat suatu pengembangan hijau dalam hal ini, pengembangan produk ramah lingkungan sebagai suatu peluang bisnis (Pickett-Baker and Ozaki, 2008; Polonsky and Rosenberg, 2001; Taghian and D Souza, 2008). Perhatian konsumen mengenai kesadaran lingkungan menjadi kecenderungan dalam dunia pemasaran, apabila dilihat dari perspektif pemasaran, hal ini sangatlah berguna untuk mencari tahu bagaimana konsumen membuat suatu pilihan mengenai produk ramah lingkungan. (D Souza, et al., 2006 dalam Cheah dan Phau, 2011). 2

Banyak penelitian yang mencari tahu berbagai aspek mengenai pemasaran ramah lingkungan, dan pasar saat ini telah mengalami pembaharuan minat atau kepentingan dalam isu orientasi secara ekologis dengan fokus pada penempatan konsumen di dalam pasar. Bersamaan dengan hal itu, standarisasi mengenai peraturan serta inisiatif pemerintah untuk membuat program yang berkaitan dengan lingkungan hidup telah lebih ditingkatkan. Bahkan banyak perusahaan saat ini menggunakan standar internasioanl untuk produk ramah lingkungan yang lebih dikenal dengan ISO 14000 (Manongko, 2011). Ditambah lagi adanya penyebarluasan informasi mengenai permasalahan lingkungan, bencana alam, serta kesadaran mengenai dampak dari pemanasan global secara luas melalui media yang ada (Shabecoff, 2001 dalam Cheah dan Phau, 2011). Kebanyakan studi atau penelitian mengenai segmentasi pemasaran ramah lingkungan yang telah dipublikasikan hanya terbatas pada konteks Euro-American, sehingga peneliti pada studi ini ingin mengetahui tentang efek dari pemasaran produk ramah lingkungan dalam konteks masyarakat Indonesia. Perbedaan budaya menjadi salah satu bahan evaluasi yang penting dalam penelitian ini, khususnya ketika berbicara mengenai perilaku konsumen dalam lingkup kesadaran terhadap lingkungan hidup. Menurut Cheah dan Phau (2011), dalam menguji suatu dimensi variabel kebudayaan, kebanyakan negara-negara serta budaya Euro-American terlihat secara tegas mematuhi suatu rantai perintah, dimana hal ini menggambarkan adanya high power-distance levels, serta adanya tingkat individualitas yang tinggi. Oleh 3

karenanya akan memakan waktu lama bagi pemerintah untuk memutuskan suatu kebijakan dalam hal isu-isu lingkungan hidup. Berdasarkan Hofstede Index, peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat Indonesia dikarakteristikan sebagai masyarakat yang memiliki tingkat kolektivisme tinggi. Dalam Hofstede Index tersebut, angka untuk mengukur tingkat individualisme adalah sebesar 14 poin. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat di Indonesia lebih berorientasi pada kepentingan dan tujuan kelompok daripada tujuan pribadi. Pengaruh lingkungan atau orang lain akan menjadi penentu utama pembentukan sikap seseorang. Dalam penelitian ini, tentu saja faktor orientasi nilai menjadi salah satu topik bahasan dalam mempengaruhi sikap seseorang terhadap lingkungan yang nantinya akan menentukan niat beli konsumen pada suatu produk ramah lingkungan. (Sumber: http://geert-hofstede.com/indonesia.html diakses pada 8 April 2014) Gagasan tentang green consumption saat ini semakin marak khususnya di Indonesia. Kesadaran akan pentingnya menjaga kestabilan lingkungan serta adanya ide untuk membudayakan sustainability consumption menjadi sangat penting. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh AC Nielsen Company, dalam sebuah artikel yang berjudul New Wealth, New World. How And Why We Shop Around The Globe pada tahun 2013, ditemukan bahwa sebanyak 72% konsumen Indonesia memiliki kemauan untuk merubah gaya hidupnya menjadi lebih ramah lingkungan dalam kaitannya untuk penghematan energi dan pengurangan emisi karbon. (Sumber: 4

http://www.nielsen.com/ content/ dam/ corporate/ us/ en/ reports-downloads diakses pada 8 April 2014) Namun, perusahaan di Indonesia masih menghadapi tantangan untuk bisa memasarkan produk ramah lingkungan meskipun masyarakat sangat mendukung adanya kepedulian terhadap lingkungan. Menurut Kasali (2005) dan Nugrahadi (2002) dalam Herri, et al. (2006) yang dimaksud dengan produk ramah lingkungan (green product) adalah produk yang tidak berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, tidak boros sumber daya, tidak menghasilkan sampah yang berlebihan, dan tidak melibatkan kekejaman pada binatang. Produk ramah lingkungan adalah produk yang berwawasan lingkungan dan dirancang serta diproses dengan suatu cara untuk mengurangi efek-efek yang dapat mencemari lingkungan, baik dalam produksi, pendistribusian dan pengkonsumsiannya. Oleh karena itu, biaya produksi untuk produk ramah lingkungan masih tinggi, di mana hal itu disebabkan mahalnya biaya pengembangan energi alternatif. Mahalnya harga produksi tersebut tentu saja berdampak pada mahalnya harga produk yang dihasilkan. Masalah lainnya yaitu persepsi masyarakat yang menganggap bahwa produk ramah lingkungan belum menjadi pilihan utama untuk dikonsumsi. Dalam menentukan gap sebagai akar masalah dalam penelitian ini, maka peneliti melakukan wawancara kepada 15 Mahasiswa FEB UGM yang dipilih secara acak. Peneliti mengajukan beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan sikap konsumen pada isu-isu lingkungan hidup dan niat beli 5

konsumen pada produk ramah lingkungan. Berikut ini rangkuman hasil wawancara peneliti: Tabel 1.1. Rangkuman Wawancara Awal Responden Tanggal Faktor Kutipan Responden 5 6 Januari 2014 Pengetahuan Lingkungan Responden 6 6 Januari 2014 Pengaruh Interpersonal Setahu saya, green product itu produk-produk yang diproses produksi hingga distribusinya menggunakan aspek ramah lingkungan. Ya..saya cinta dan sadar dengan lingkungan meskipun keluarga dan teman-teman saya belum begitu perhatian dengan lingkungan. Sebagai buktinya, saya suka membeli kosmetik ramah lingkungan di toko Body Shop. Dan saya yakin kalau produk-produk Body Shop memang ramah lingkungan. Responden 3 7 Januari 2014 Orientasi Nilai...Green product masih sebatas embelembel saja. Karena itu, misalnya saya diberi pilihan antara membeli lampu ramah lingkungan dengan yang tidak, saya lebih memilih yang tidak karena lebih murah dan tidak repot. Responden 3 8 Januari 2014 Sikap Ramah Lingkungan...saya masih belum bisa dikategorikan termasuk yang peduli dengan lingkungan melalui green product. Responden 1 & Responden 5 8 Januari 2014 Persepsi akan Kebutuhan Suatu Produk Ramah Lingkungan Saya berpendapat kalau produkproduk ramah lingkungan itu tidak terlalu penting dan belum dibutuhkan, soalnya masih sebatas untuk bisnis bukan diposisikan sebagai produk kebutuhan sehari-hari. 6

Responden 4 8 Januari 2014 Niat Beli Produk Ramah Lingkungan Saya beranggapan bahwa green product itu belum begitu penting karena belum bisa mengurangi pencemaran lingkungan secara signifikan. Untuk mengkonsumsi green product mungkin pernah, namun secara tidak langsung. Untuk membeli saya masih enggan. Menurut saya harganya mahal, mungkin apabila produsen dari green product bisa melakukan efisiensi sehingga produk ramah lingkungan menjadi lebih murah saya akan membelinya. Selain itu, menurut saya produk-produk ramah lingkungan masih untuk produk-produk yang tergolong eksklusif. Sumber: data primer 2014 Rangkuman tersebut merupakan sebagian hasil wawancara peneliti. Berdasarkan hasil wawancara, dari ke-15 responden yang peneliti pilih secara acak, 6 orang memiliki sikap untuk mendukung kelestarian alam dan sudah atau berniat membeli produk ramah lingkungan. Sementara 9 orang lainnya memiliki sikap mendukung untuk kelestarian alam namun masih enggan membeli produk-produk ramah lingkungan (green product). Dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang terjadi di sebagian masyarakat Indonesia terhadap produk-produk bersegmentasi ramah lingkungan yaitu adanya gap antara sikap dengan niat beli konsumen yang dapat disebabkan oleh adanya persepsi negatif konsumen terhadap produk-produk ramah lingkungan. Pada pertanyaan wawancara mengenai product perceived necessity, sebagian responden menganggap bahwa perusahaan belum 7

menerapkan konsep ramah lingkungan secara menyeluruh pada produk bersegmentasi ramah lingkungan dan masih sebatas pelengkap untuk mengikuti trend pemasaran saat ini. Pada kenyataannya produk-produk ramah lingkungan belum memberikan pengaruh signifikan pada kelestarian alam. Selain itu, responden berpendapat jika produk ramah lingkungan memiliki harga relatif mahal daripada produk bukan ramah lingkungan. Oleh karena itu, produk ramah lingkungan belum menjadi pilihan utama bagi konsumen meskipun mereka sadar pentingnya menjaga kelestarian lingkungan Berdasarkan wawancara dari enam (6) responden yang mendukung kelestarian alam, produk lampu LED paling sering mereka sebut dan menurut mereka produk itu paling mudah untuk dibeli sebagai bentuk sikap ramah lingkungan. Sehingga penulis memilih Lampu LED (Light Emitting Diode) sebagai objek dari penelitian ini. Selain itu ditemukan fakta bahwa kebutuhan energi listrik di sebagian wilayah Yogyakarta setiap tahunnya semakin meningkat. Berikut ini merupakan data kebutuhan energi listrik di Kabupaten Sleman dari tahun 2008-2012: Tabel 1.2. Permintaan Energi Listrik di Kabupaten Sleman Kecamatan Permintaan Energi (GWh) 2008 2009 2012 Cangkringan 7,6 7,9 8,8 Depok 205,5 219,0 265,7 Gamping 44,5 48,8 64,3 Godean 21,0 23,1 31,3 Mlati 56,7 63,1 87,2 Ngaglik 57,7 62,3 78,6 8

Pakem 13,5 15,0 22,2 Sleman 102,7 112,4 148,8 Tempel 31,1 35,1 50,6 Turi 8,0 8,2 9,2 Sumber : Studi Awal Kebutuhan Energi Listrik di Kabupaten Sleman oleh Setiawan, et al. (2012) Dari Tabel 1.1 tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan listrik di sebagian wilayah Yogyakarta mengalami peningkatan setiap tahunnya. Oleh karenanya, pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menghimbau agar masyarakat yang berada di Yogyakarta untuk lebih bijak dalam menggunakan energi dan mematuhi aturan penghematan listrik sesuai dengan Peraturan Kementerian ESDM No. 13 Tahun 2012 tentang Penghematan Pemakaian Tenaga Listrik (http://portal.jogjaprov.go.id/ diakses pada 20 Agustus 2014). Salah satu produk ramah lingkungan yaitu lampu LED (Light Emitting Diode). Lampu LED dapat menghemat listrik hingga 80% apabila dibandingkan dengan lampu neon biasa. Namun, harga lampu LED juga relatif mahal, 2-3 kali harga lampu neon biasa. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab kenapa masyarakat masih enggan untuk membeli produkproduk ramah lingkungan. Sementara itu, pembentukan sikap konsumen terhadap produk ramah lingkungan di Indonesia dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu ecoliteracy, interpersonal influence, dan value orientation. Pengetahuan lingkungan (ecoliteracy) dikembangkan oleh Laroche, et al. (1996) untuk mengukur kemampuan responden dalam mendefinisikan simbol, konsep, dan 9

perilaku yang berkaitan dengan isu-isu lingkungan hidup. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa ecoliteracy memiliki korelasi dengan pembentukan sikap seseorang. Namun, Maloney dan Ward (1973) dalam Laroche, et al. (2001) menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan lingkungan pada perilaku yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Sementara itu, pembentukan sikap untuk mendukung green marketing di Indonesia masih dianggap gagal karena konsumen di Indonesia masih belum begitu paham terhadap isu-isu lingkungan dan memiliki pengetahuan yang masih tergolong rendah dalam hal lingkungan hidup (Haryadi, 2009; Ardiyanti, 2008; Junaedi, 2007 dalam penelitian yang dilakukan oleh Manongko, 2011). Faktor selanjutnya yaitu pengaruh interpersonal (interpersonal influence), berdasarkan social cognitive theory, suatu proses pengaruh interpersonal didukung oleh interaksi bilateral-directional yang juga terjadi antara lingkungan dengan karakter individu (Bandura (1989) dalam Cheah dan Phau (2011)). Dalam penelitian yang dilakukan oleh Cheah dan Phau (2011) ditemukan bahwa lingkungan sosial seperti keluarga dan kelompok pertemanan (normative susceptibility) akan berpengaruh kuat pada pembentukan sikap ramah lingkungan. Proses interpersonal serta pendapat seorang pemimpin dan seorang ahli juga memiliki pengaruh kuat pada pembentukan sikap ramah lingkungan (informational susceptibility). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wijaya (2013) pada konsumen makanan organik di Indonesia ditemukan bahwa kelompok acuan 10

(misalnya keluarga atau kerabat) memiliki pengaruh kuat atas pilihan produk maupun merek bagi konsumen dan merupakan suatu model dalam berperilaku. Anggota keluarga merupakan kelompok acuan primer yang paling berpengaruh pada sikap individu. Namun berdasarkan hasil wawancara, khususnya pada responden yang memiliki kesadaran lingkungan dan telah atau berniat membeli produk ramah lingkungan (seperti pernyataan responden 6), pembentukan sikap terhadap produk ramah lingkungan berasal dari kesadaran diri sendiri bukan karena pengaruh keluarga atau orang lain. Responden yang telah memiliki kesadaran lingkungan dan bersedia membeli produk ramah lingkungan cenderung memiliki sikap positif terhadap produk ramah lingkungan. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa pengaruh interpersonal, baik yang berasal dari keluarga maupun kelompok pertemanan, belum begitu berperan dalam pembentukan sikap ramah lingkungan. Sementara itu, Triandis (1993) dalam Laroche, et al. (2001), menyebutkan bahwa ada dua nilai utama dalam mempengaruhi sikap konsumen yaitu individualisme dan kolektivisme. Individualisme menggambarkan seberapa besar perhatian seseorang terhadap kebebasan diri sendiri, sedangkan kolektivisme menggambarkan suatu kooperasi, sikap saling membantu dan saling perhatian antar individu dalam kelompok. Kedua nilai tersebut termasuk dalam variabel orientasi nilai yang sering ditemukan dalam penelitian-penelitian mengenai pembentukan sikap konsumen. Menurut Maharani (2010) orientasi nilai konsumen yang berkaitan dengan budaya masyarakat Indonesia masih belum banyak dieksplorasi. Widiyantoro 11

(2011) dalam penelitiannya mengenai pergeseran nilai dan budaya mengungkapkan bahwa arus globalisasi yang terjadi di Indonesia menyebabkan pergeseran dan perubahan nilai yang ada di masyarakat Indonesia yang semula merupakan masyarakat kolektivis menjadi lebih individualis, baik di lingkup sosial maupun ekonomi. Begitu juga dengan evaluasi pertimbangan konsumen yang berubah menjadi lebih pada konsekuensi pembelian individu atau orientasi nilai individu, misalnya kenyamanan, rasa nikmat, dan kepraktisan (Cheah dan Phau, 2011). Sebagai contoh, seperti yang dikemukakan oleh responden 3, responden lebih memilih menggunakan produk yang bukan ramah lingkungan seperti lampu neon biasa daripada lampu LED ramah lingkungan karena menurutnya lebih praktis dan lebih murah untuk menggunakan produk lampu neon biasa. Lampu neon biasa tersebut termasuk produk yang tidak ramah lingkungan karena tidak dapat terurai jika dibuang serta boros energi karena tidak bertahan lama. Ini tentu akan memberi kontribusi lingkungan yang semakin kotor. Dari penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pemilihan lampu neon berdasarkan kepraktisan dan lebih murah merupakan hasil dari orientasi individu. Orientasi nilai individu sebagai salah satu variabel yang dapat mempengaruhi sikap seorang konsumen belum memberikan kontribusi positif pada pembentukan sikap ramah lingkungan di Indonesia karena nilai individu seperti kepraktisan bertolak belakang dengan sikap ramah lingkungan. 12

1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, ketiga faktor yaitu pengetahuan lingkungan, pengaruh interpersonal, dan orientasi nilai belum sepenuhnya berpengaruh pada pembentukan sikap seseorang terhadap produk ramah lingkungan khususnya pada masyarakat Indonesia. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tingkat ecoliteracy yang masih rendah dimana masih banyak masyarakat yang belum paham mengenai isu-isu lingkungan dan memiliki sedikit pengetahuan tentang lingkungan hidup, belum efektifnya interpersonal influence dalam mempengaruhi sikap individu, serta belum ada pengaruh dari orientasi nilai (value orientation) secara individu dalam membentuk sikap positif terhadap produk ramah lingkungan. Selain itu, di dalam sebagian masyarakat Indonesia khususnya di Yogyakarta, terdapat gap antara sikap dengan niat beli konsumen mengenai produk ramah lingkungan, dimana gap tersebut dapat disebabkan oleh persepsi negatif seorang konsumen terhadap produk ramah lingkungan. Persepsi negatif berasal dari anggapan sebagian responden bahwa perusahaan yang memproduksi produk ramah lingkungan belum menerapkan konsep ramah ligkungan secara menyeluruh dan masih sebatas pelengkap untuk mengikuti trend pemasaran saat ini. Pada kenyataannya produk-produk ramah lingkungan belum memberikan pengaruh signifikan terhadap kelestarian alam. Sehingga mereka menganggap masih belum perlu untuk mengkonsumsi produk ramah lingkungan. Tentunya hal ini akan menyulitkan pemasar untuk membangun 13

niat beli atau perilaku pembelian yang positif terhadap produk ramah lingkungan. 1.3. Pertanyaan penelitian Berikut ini beberapa pertanyaan penelitian berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, diantaranya adalah: a) Apakah pengetahuan lingkungan (ecoliteracy), pengaruh interpersonal (interpersonal influence), dan orientasi nilai (value orientation) berpengaruh pada sikap ramah lingkungan? b) Apakah sikap ramah lingkungan berpengaruh pada niat membeli produk-produk ramah lingkungan? c) Apakah persepsi akan kebutuhan produk ramah lingkungan (Perceived product necessity) memoderasi hubungan antara sikap ramah lingkungan dengan niat untuk membeli produk ramah lingkungan? 1.4. Tujuan penelitian Berdasarkan latar belakang serta perumusan masalah yang ada, penelitian ini memiliki beberapa tujuan sebagai berikut: a) Menguji pengaruh pengetahuan lingkungan (ecoliteracy), pengaruh interpersonal (interpersonal influence), dan orientasi nilai (value orientation) pada sikap ramah lingkungan, b) Menguji pengaruh sikap ramah lingkungan pada niat membeli produk ramah lingkungan, c) Menguji efek moderasi dari persepsi akan kebutuhan produk ramah lingkungan (perceived product necessity) pada hubungan antara sikap 14

ramah lingkungan dengan niat beli (kemauan membeli) produk ramah lingkungan. 1.5. Kontribusi penelitian Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi atau manfaat bagi mereka yang memiliki kepentingan dengan pokok bahasan yang diangkat: 1.5.1. Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi akademisi sebagai referensi atau rujukan untuk melakukan penelitian serupa dan memiliki kaitan antara topik yang akan diteliti yaitu mengenai sikap ramah lingkungan dan niat membeli produk ramah lingkungan. 1.5.2. Bagi Praktisi Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu membantu pemasar untuk mengembangkan inisiatif-inisiatif komunikasi pemasaran yang menggaris bawahi berbagai kampanye untuk mendukung kelestarian lingkungan. Selain itu, dapat digunakan juga sebagai landasan strategi perusahaan untuk membangun strategi produk yang lebih ramah lingkungan. 15