STRATEGI PEMBERDAYAAN UMKM DI WILAYAH SURAKARTA

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK USAHA KECIL DAN MIKRO (Pengalaman Empiris di Wilayah Surakarta, Jawa Tengah)

JURNAL P ENYULUHAN KONSEP. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT UNTUK USAHA KECIL DAN MIKRO (Pengalaman Empiris di Wilayah Surakarta Jawa Tengah) Ravik Karsidi

PERAN PERGURUAN TINGGI DALAM PENGEMBANGAN SUMBERDAYA MANUSIA USAHA MIKRO KECIL MENENGAH DI ERA OTONOMI DAERAH

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

PERAN SERTA BANK INDONESIA DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) *) Oleh : Andang Setyobudi, SE **)

PERAN ASPARTAN (ASOSIASI PASAR TANI) DALAM MENDORONG BERKEMBANGNYA UMKM DI KABUPATEN SLEMAN

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian ini dikembangkan untuk mengetahui interaksi antar stakeholder dalam

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

Ketua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI

BAB I PENDAHULUAN. pasar belum tentu dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM FORUM FOR ECONOMIC DEVELOPMENT AND EMPLOYMENT PROMOTION

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. rentan terhadap pasar bebas yang mulai dibuka, serta kurang mendapat dukungan

BAB VI SASARAN, INISITIF STRATEJIK DAN PROGRAM PEMBANGUNAN KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang saat ini menghadapi banyak

BAB I PENDAHULUAN an dimana terjadi krisis ekonomi. UKM (Usaha Kecil dan Menengah) demikian UKM tidak dapat dipandang sebelah mata.

Matrik Program Pengembangan Sentra UMKM

BAB V KEMITRAAN ANTAR STAKEHOLDERS DAN ARAHAN PENINGKATANNYA DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI KECIL KERAJINAN

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

PROGRAM DALAM MENGATASI KETIMPANGAN TINGKAT PERKEMBANGAN KUBE

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh unit-unit usaha kecil. Kemampuan masyarakat

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 10 TAHUN 2004

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

HASIL SURVEY PENILAIAN IKLIM USAHA DAN BDS

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

MODUL 14 KEWIRAUSAHAAN. Oleh : Agus Supriyanto, SE

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Strategi Pengembangan UMKM dengan Mengatasi Permasalahan UMKM Dalam Mendapatkan Kredit Usaha

VII. KINERJA LEMBAGA PENUNJANG PEMASARAN DAN KEBIJAKAN PEMASARAN RUMPUT LAUT. menjalankan kegiatan budidaya rumput laut. Dengan demikian mereka dapat

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

BAB IV GAMBARAN UMUM LEMBAGA PEMBINA UMKM

BENTUK-BENTUK PEMBERDAYAAN DAN PENDAMPINGAN UMKM PEMBERDAYAAN, METODE PENDAMPINGAN UMKM DAN PERAN KKMB DALAM PEMBERDAYAAN UMKM 24/10/2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. usaha besar yang mengalami gulung tikar didera krisis. Pada saat yang bersamaan pula,

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sambutan Gubernur Bank Indonesia Karya Kreatif Indonesia Pameran Kerajinan UMKM Binaan Bank Indonesia Jakarta, 26 Agustus 2016

ITGBM PELATIHAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN UMKM PENGRAJIN BORDIR DI KECAMATAN KAWALU KOTA TASIKMALA

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR 14/ 22 /PBI/2012 TENTANG

Bab I. Pendahuluan. kategori tersebut dapat digolongkan menjadi pekerja informal. Berdasarkan data BPS

maupun sumberdaya alam akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation) serta multiplier effect lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah menunjukkan bahwa usaha Mikro, Kecil, dan. Menengah (UMKM) di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dampak Positif UMKM Perempuan Kurangi Angka Kemiskinan

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Sebenarnya masalah dan kendala yang dihadapi masih bersifat klasik yang selama

I. PENDAHULUAN. tahun keuangan mikro (international microfinance year 2005), dimana lembaga

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

STRATEGI DAN KEBIJAKAN INOVASI PENGEMBANAGAN AGROINDUSTRI ROTAN DI KALIMANTAN TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA PAREPARE NOMOR 3 TAHUN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

10. URUSAN KOPERASI DAN UKM

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN KOMUNITAS

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

Boks: Peluang, Tantangan dan Hambatan Pengembangan Ekspor DIY: Sebelum dan Setelah GempaTektonik 27 Mei 2006

BAB I PENDAHULUAN. Industri properti di Indonesia walaupun mengalami guncangan pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. domestik bruto (PBD) serta banyak menyerap tenaga kerja. Peran usaha

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak era reformasi di Indonesia, berbagai pihak termasuk pemerintah

A RA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMBERDAYAAN DAN PEMBINAAN INDUSTRI MEBEL

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 19 PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN. parah bagi perekonomian nasional. Deputi Gubernur Bank Indonesia Ronald

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

VII. EVALUASI DAN RUMUSAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KELUARGA MISKIN MELALUI KUBE DI KELURAHAN MAHARATU

BAB IV PENUTUP. di Provinsi Riau dalam mengikuti e-procurement pada tahun yaitu

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi dan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia. memiliki tempat tersendiri dalam perkembangan ekonomi Indonesia.

Tabel 1. Perkembangan Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Menurut Skala Usaha Tahun Atas Dasar Harga Konstan 2000

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi pada dasarnya dicerminkan oleh terjadinya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1995 TENTANG USAHA KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

I. PENDAHULUAN. et al. (2002), sistem agribisnis adalah rangkaian dari berbagai subsistem mulai

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

IPTEKS BAGI MASYARAKAT ( IbM ) HOME INDUSTRI NATA DE COCO ( SARI KELAPA) Setia Iriyanto. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

No. 15/35/DPAU Jakarta, 29 Agustus SURAT EDARAN Kepada SEMUA BANK UMUM DI INDONESIA

BAB I PENDUHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

Lampiran 4. Matrik Program Pengembangan Kewirausahaan dan SDM

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 5 ARAHAN PENGEMBANGAN USAHA TAPE KETAN SEBAGAI MOTOR PENGGERAK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

STRATEGI PEMBERDAYAAN UMKM DI WILAYAH SURAKARTA Disampaikan oleh: Ravik Karsidi Heru Irianto Dalam Diskusi Regional Kerjasama Bank Indonesia Solo dengan Badan Koordinasi Pembangunan Lintas Kabupaten/Kota Wilayah II Surakarta Propinsi Jawa Tengah HOTEL SAHID RAYA SOLO Kamis, 30 Juni 2005

STRATEGI PEMBERDAYAAN UMKM DI WILAYAH SURAKARTA Oleh: Ravik Karsidi 1) dan Heru Irianto 2) A. PENDAHULUAN Sejarah telah menunjukkan bahwa UMKM di Indonesia tetap eksis dan berkembang dengan adanya krisis ekonomi yang telah melanda negeri ini sejak tahun 1997, bahkan menjadi katup penyelamat bagi pemulihan ekonomi bangsa karena kemampuannya memberikan sumbangan yang cukup signifikan pada PDB maupun penyerapan tenaga kerja. Data tahun 2003 menunjukkan bahwa jumlah UMKM secara nasional ada 42,4 juta dengan memberikan sumbangan terhadap PDB mencapai Rp 1.013,5 trillun (56,7% dari total PDB) dan kemampuan penyerapan tenaga kerja sebesar 79 juta jiwa (BDS LPPM UNS, 2005) Kecenderungan kemampuan UMKM memberikan sumbangan yang signifikan terhadap perkembangan perekonomian suatu negara tidak saja terjadi di Indonesia dan negara-negara berkembang namun juga terjadi di negara-negara maju pada saat-saat negara tersebut membangun kemajuan perkonomiannya sampai sekarang. Kondisi demikian mendorong Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menetapkan tahun 2004 sebagai tahun International microfinance. Hal ini dimasudkan tidak saja untuk menunjukkan keberpihakkan badan dunia tersebut terhadap UMKM namun juga dalam kerangka mendorong negara berkembang untuk lebih memberikan perhatian pada pemberdayaan UMKM dengan cara memberikan berbagai stimulan dan fasilitasi. 1) Pembantu Rektor I UNS, Staf Pengajar dan Pengasuh Program Studi S2 Manajemen Pengembangan Masyarakat Program Pascasarjana UNS. Pernah bekerja sebagai Deputy dan Training Specialist pada Proyek Kredit Mikro Bank Indonesia, Jakarta 1996 2001. 2) Manajer BDS LPPM UNS dan Staf Pengajar Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis Fakultas Pertanian UNS 2

Sejalan dengan program PBB tersebut, pemerintah Indonesia menetapkan tahun 2005 sebagai Tahun UMKM Indonesia dengan melakukan berbagai instrumen dan program fasilitasi pemberdayaan UMKM di tingkat nasional, sedangkan untuk di daerah diharapkan dilakukan oleh pemerintah daerah. Tulisan singkat ini bermaksud menyajikan uraian tentang dinamika keterlibatan stakeholder UMKM, hubungan peran antar, konsep strategi pemberdayaan UMKM dan beberapa pengalaman empiris. B. DINAMIKA KETERLIBATAN STAKEHOLDER Dalam rangka pemberdayaan UMKM, keterlibatan stakeholder sangat menentukan keberhasilannya. Sejauh ini keterlibatan stakeholder UMKM antara lain terdiri dari instansi pemerintah, lembaga pendidikan, LSM, koperasi, perbankan dan asosiasi usaha. ini mengalami perkembangan sesuai dengan perkembangan cara pandang dan kebijakan pemerintah terhadap UMKM. Keterlibatan stakeholder UMKM diluar pelaku yang sudah dan banyak dilakukan dapat diidentikasi seperti tertera pada tabel 1 berikut : Tabel 1. Analisis Pemenuhan Kebutuhan Pemberdayaan UMKM dari berbagai Instansi terkait (Stakeholder). Kebutuhan Pembelajaran Keadaan Sekarang Instansi Spesifikasi Pelayanan 1. Kemampuan Teknologi Disperindagkop dan PKM, Perguruan Tinggi, LSM, Disnaker Sek. Kejuruan Pelatihan, Pembinaan, Pengabdian Masayarakat, Bimbingan usaha, Pelatihan, Kursus, Magang 2. Pengetahuan Disperindagkop dan PKM Pembinaan Pelatihan Permodalan 3. Pengetahuan Pemasaran Disperindagkop dan PKM, Asosiasi Usaha Pembinaan organisasi, Pendaftaran, izin, pembinaan niaga, kemitraan, pembinaan koperasi 4. Peningkatan Kreativitas - Secara khusus belum ada 5. Peningkatan Prakarsa - Secara khusus belum ada 6. Peningkatan Keuletan - Secara khusus belum ada Berusaha 7. Peningkatan Keberanian - Secara khusus belum ada Beresiko 8. Peningkatan Kewirausahaan Disperindagkop dan PKM, Perguruan Tinggi, Koperasi, Pelatihan-pelatihan LSM, Disnaker 9. Layanan Permodalan Perbankan, BUMN Promosi Pinjaman Terkait proyek (Karsidi, 2003) 3

Dari tabel 1 terlihat keterlibatan stakeholder / instansi terkait baik dinas, PT maupun LSM dan asosiasi usaha masih berkisar pada usaha peningkatan penguasaan teknologi, pengetahuan permodalan, pemasaran, dan kewirausahaan dalam bentuk pelatihan, kursus dan magang. Namun demikian sebenarnya UMKM juga membutuhkan sentuhan dalam aspek sikap dan kepribadian pelaku UMKM, karena dari perubahan sikap dan perilaku inilah yang merupakan titik awal keberhasilan suatu usaha. Di sisi lain keterlibatan yang ada masih bersikap sendiri-sendiri dan kurang intergratif antara stakeholder satu dengan yang lain. Berikut diberikan pola alternatif hubungan antar peran masing-masing stakeholder UMKM yang diharapkan mampu memberikan sumbangan yang signifikan bagi kemajuan UMKM: 1) UMKM UMKM sebagai pelaku memegang peran yang sangat kunci dalam rangka pemberdayaan mereka sendiri. Dalam memberdayakan UMKM perlu diberikan motivasi dan manfaat dari berbagai peluang dan fasilitasi yang diberikan oleh berbagai pihak (stakeholder yang lain) karena tanpa partisipasi UMKM secara individu maupun kelompok akan berakibat gagalnya usaha pemberdayaan yang dilakukan. Namun demikian perlu disadari bahwa untuk setiap program pemberdayaan harus berangkat pada pemenuhan kebutuhannya, meski kadang untuk menentukan kebutuhan tersebut membutuhkan pendampingan pula. 2) Kelompok / Koperasi Beragamnya jenis usaha dan skala usaha memang memerlukan beragam perlakuan yang berbeda. Untuk itu, perlu dilihat masalah demi masalah, apakah ada masalah yang perlu penanganan secara kelompok atau dilakukan secara individual. Masalah permodalan misalnya akan lebih mudah penanganannya dengan sistim kelompok karena dapat mengurangi resiko dan mudah dalam pembinanaannya. Kalau kelompok usaha mikro kemudian menjadi lebih besar dan teradministrasi dengan baik, maka kemudian dapat dikembangkan menjadi koperasi. Melalui koperasi diharapkan bisa memperkuat kekuatan tawar pasar baik dalam mendapatkan bahan baku maupun penjualan produk. Demikian pula 4

dengan berbagai fasilitas yang tersedia bagi lembaga koperasi dapat dinikmati oleh para anggotanya. 3) BDS (Bussines Development Services) BDS ini berperan sebagai konsultan pengembang usaha dalam berbagai aspek, seperti aspek manajemen, produksi, pasar dan pemasaran bahkan sampai fasilitasi dalam menghubungkan UMKM ke lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Idealnya jasa layanan yang diberikan BDS harus dapat ditanggung pembiayaan oleh UMKM sendiri, namun sampai saat ini belum banyak UMKM yang mampu menanggung atas jasa yang diterima. BDS dapat didirikan oleh Perguruan Tinggi, LSM maupun swasta. 4) Asosiasi Usaha Asosiasi Usaha dapat membantu UMKM dalam berbagai aspek melalui anggotanya terutama dalam hal ini kaitannya dengan pasar akan memperkuat posisi tawar dalam perdagangan, baik dalam harga maupun sistim pembayaran dan meciptakan persaingan usaha yang sehat. 5) Lembaga Keuangan (Bank dan Non Bank) Salah satu masalah klasik pemberdayaan UMKM adalah masalah kekurangan modal, namun UMKM enggan untuk datang ke bank khususnya karena terkait oleh banyaknya persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh fasilitasi kredit dari perbankan. Sebaliknya sering lembaga keuangan menghadapi masalah bagaimana memasarkan modal yang dihimpun dari masyarakat tersebut agar dapat tersalur kepada pengusaha UMKM dengan aman. Artinya ke dua belah pihak sebenarnya dapat membentuk hubungan yang saling menguntungkan. Untuk itu perlu diupayakan pendekatan baru perbankkan terhadap UMKM, salah satunya dengan pendekatan melalui kelompok simpan pinjam (KSM) maupun kelompok usaha (koperasi) dalam memberikan layanan kredit terhadap UMKM. Adanya pendekatan kelompok tidak akan efektif jika pandangan Bank terhadap UMKM masih menggunakan paragdigma lama bahwa kredit terhadap UMKM tidak ekonomis dan berisiko Untuk itu perlu menggunakan paradigma baru, dimana UMKM harus dipandang tidak saja sebagai pemanfaat kredit namun juga sebagai sumber potensial tabungan. 5

Secara lengkap perbandingan paradigma bank terhadap UMKM disajikan pada tabel 2 berikut: Tabel 2. Perbandingan Paradigma Perbankkan terhadap UMKM No. Paradigma Lama Paradigma Baru a. Mereka tidak punya potensi menabung b. Mereka akan aktif mendatangi bank c. Mereka memerlukan kredit murah d. Perlu dana murah dari pemerintah untuk kredit e. Biaya Pelayanan keuangan tinggi f. Kredit kepada mereka berisiko tinggi Mereka mempunyai potensi menabung Bank perlu aktif menjemput bola Mereka membutuhkan kemudahan memperoleh kredit/ pelayanan bank Bank perlu meningkatkan upaya mobilisasi tabungan Biaya dapat ditekan dengan pendekatan kelompok Resiko dapat ditekan dengan pendekatan kelompok Dengan pendekatan kelompok ini diharapkan memudahkan pengelolaan kredit dan dapat menekan resiko sehingga secara keseluruhan menjadi layanan kredit yang ekonomis. Selain itu, untuk membantu mengurangi resiko kredit macet bank dapat melakukan pendampingan usaha bagi kelompok UMKM yang mengambil kredit pada bank yang bersangkutan. Pendekatan ini memang butuh waktu dan pemikiran lebih, sehingga untuk meringankan resiko dapat bekerjasama dengan konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB), yaitu model konsultan keuangan yang sekarang banyak didorong untuk berkembang dalam rangka fasilitasi akses UMKM terhadap permodalan. 6) Pasar Pasar perdagangan hasil produksi UMKM dapat berupa pasar dalam negeri (domestik) maupun pasar ekspor. Hubungan baik antara pelaku UMKM dan pelaku pasar (pembeli maupun ekspotir) perlu dijaga kesinambungannya. Demikian pula dengan adanya perubahan kondisi pasar harus cepat dapat diantisipasi. Dalam hal ini dapat difasilitasi oleh pemerintah, BDS maupun Asosiasi usaha. 6

7) Pemerintah Pemerintah mempunyai peran yang dalam memfasilitasi UMKM Lembaga lain yang terkait dengan pemberdayaan UMKM seperti koperasi, Asosiasi, BDS, dan lembaga keuangan dapat digerakkan oleh pemerintah dengan kebijakan tertentu. Peran tersebut dapat diwujudkan dengan kebijakan yang berpihak terhadap pengembangan usaha maupun fasilitasinya, seperti : a) Layanan perijinan satu atap dengan harga yang wajar, b) Fasilitasi HAKI c) Penjaminan Kredit UMKM, d) Fasilitasi BDS, Asosiasi dan Koperasi untuk kemajuan UMKM Hubungan peranan antar unsur terkait di atas dapat dilukiskan seperti dalam gambar 1. Gambar 1 Hubungan Peranan antar Unsur Terkait (Stakeholder) dalam Pemberdayaan UMKM 7

C. KONSEP STRATEGI PEMBERDAYAAN UMKM Secara konseptual pemberdayaan UMKM terutama dapat dilakukan dengan sistim pemberdayaan pelaku UMKM itu sendiri. Keberhasilan pemberdayaan sangat bergantung pada partisipasi UMKM sebagai pelaku maupun stakeholder lain yang turut serta dan berperan dalam pengembangannya. Dalam hal ini lebih banyak menitikberatkan pada metode bottom up, dimana perencanaan lebih diupayakan menjawab kebutuhan UMKM dan dilakukan secara partisipatif. Dalam praktek untuk menggugah partisipasi masyarakat sasaran langkah langkah yang dapat dilakukan adalah (1) Identifikasi Potensi, (2) Analisis Kebutuhan, (3) Rencana Kerja Bersama, (4) Pelaksanaan, (5) Monitoring dan Evaluasi. Identifikasi Potensi dimaksudkan untuk mengetahui karakteristik sumber daya manusia (SDM) UMKM dan lingkungan internalnya baik lingkungan sosial, ekonomi dan sumberdaya alam (SDA) khususnya yang terkait dengan usahanya, maupun lingkungan eksternal usaha. Dengan langkah ini diharapkan setiap gerak kemajuan dapat bertumpu dan memanfaatkan kemampuan dan potensi wilayahnya masing-masing. Dalam identifikasi ini melibatkan stakeholder UMKM dan tokoh masyarakat maupun instansi terkait. Dari hasil identifikasi ditindaklanjuti dengan analisis kebutuhan. Pada tahapan ini analisis dilakukan oleh perwakilan UMKM yang dapat difasilitasi oleh Perguruan Tinggi / LSM / BDS (Bussines Development Services) maupun instansi terkait untuk memberikan fasilitasi dan pandangannya tentang berbagai kebutuhan dan kecenderungan produk dan pasar. Dengan pola analisis kebutuhan semacam ini diharapkan mampu mendorong terwujudnya manifestasi kebutuhan UMKM selaku individu pengusaha maupun sebagai anggota kelompok. Dengan demikian antara individu pengrajin maupun kelompok dapat diharapkan saling beriringan dan saling mendukung dalam mencapai tujuan kemajuan bersama. Setelah kebutuhan dapat ditentukan, langkah berikutnya adalah merumuskan/membuat program kerja bersama untuk mencapai kondisi yang 8

diinginkan berdasarkan skala prioritas yang ditetapkan bersama. Dalam tahap ini pihak luar baik BDS maupun instansi terkait berperan sebagai fasilitator. Jikalau program kerja telah disepakati maka langkah berikutnya adalah pelaksanaan program kerja. Dalam tahap ini fungsi instansi pemerintah terkait selaku fasilitator pemenuhan kebutuhan UMKM, sedangkan PT / LSM dapat bertindak selaku BDS dengan memberikan jasa konsultansi. Sebagai konsultan idealnya BDS harus mendapatkan jasa dari layanan yang diberikan kepada UMKM, karena tidak mudah untuk menarik biaya konsultasi dari UMKM maupun kelompoknya, maka yang terpenting adalah adanya keiikutsertaan pengusaha UMKM dalam bentuk kontribusi membantu pelaksanaan program kerja khususnya pelatihan-pelatihan peningkatan ketrampilan proses produksi maupun manajemen usaha UMKM. Sumber pembiayaan utama pengembangan UMKM masih mayoritas dari pihak ketiga baik pemerintah maupun swasta, namun diharapkan UMKM dalam jangka panjang sedikit demi sedikit mampu mandiri dan mampu memberikan balas jasa yang diterima dari lembaga konsultan (BDS). Kondisi ini juga perlu didukung lembaga konsultan yang professional. Untuk kondisi awal pengembangan UMKM, maka peran pemerintah seperti Deperindag dan Departemen Koperasi UKM masih sangat perlu. Kebutuhan akan permodalan UMKM salah satunya dapat dipenuhi dengan fasiltiasi BDS sebagai Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) bagi pengrajin maupun kelompok. KKMB ini lahir sebagai perubahan paradigma baru terhadap UMKM dari perbankan (lihat tabel 1), bahwa: (1) UMKM mempunyai potensi menabung; (2) bank perlu aktif menjemput Bola; (3) UMKM membutuhkan kemudahan memperoleh kredit/layanan perbankkan; (4) bank perlu memobilisasi tabungan dari UMKM; (5) biaya dapat ditekan melalui pendekatan kelompok; (6) resiko dapat ditekan melalui pendekatan kelompok. Selain bank memberikan kredit sebagai tugas utamanya, bank dapat membantu UMKM dengan memberikan pendampingan (Technical Assistant / TA) baik dilakukan oleh bank sendiri atau bekerjasama dengan PT/LSM/BDS pendamping. Dari hasil pelaksanaan program kerja dilakukan monitoring dan evaluasi, tidak saja untuk mengetahui apakah yang dikerjakan sudah sesuai 9

dengan program kerja yang telah ditetapkan, namun juga untuk membuat penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan sesuai dengan perubahan kondisi lingkungan UMKM. D. PENGALAMAN EMPIRIS 1. Pengalaman BDS LPPM UNS Mendampingi Sentra Meubel Bulakan Sukoharjo Penduduk Desa Bulakan berjumlah 6.336 jiwa, dan sebanyak + 518 jiwa diantaranya berprofesi sebagai pengrajin kayu, baik sebagai pengrajin meubel setengah jadi (mentah) maupun yang sudah sampai finishing maupun siap ekspor. Tenaga kerja yang terlibat di dalam sentra secara keseluruhan + sejumlah 2.800 tenaga kerja. Tenaga kerja ini bukan hanya berasal dari wilayah sekitar Bulakan tetapi juga berasal dari Jepara, Pacitan, Wonogiri, maupun Gunung Kidul. Begitu besar potensi yang ada di sentra Bulakan ini mendorong LPM-UNS melalui BDS untuk melakukan pendampingan dan pembinaan mulai 3 tahun yang lalu. Model pendampingan dilakukan melalui mekanisme kelembagaan dengan pembentukan Koperasi Bulakan sebagai peleburan dari 3 koperasi yang ada sebelumnya. Pendampingan dilakukan dengan cara formal maupun informal seperti mengadakan pelatihan, manajemen informasi, pertemuan rutin dan diskusi maupun secara informal melalui kegiatan kunjungan ke sentra. Untuk mendukung aspek permodalan pengrajin, BDS LPM-UNS bersama Koperasi Bulakan sebagai lembaga usaha wadah para pengrajin mengajukan dan mendapat dana dari MAP Kantor Menegkop dan UKM. Modal MAP ini belum bisa mencukupi kebutuhan modal kerja para pengrajin di Sentra Bulakan, maka pada tahun 2002 BDS LPM-UNS dan Koperasi Bulakan melakukan kerjasama dengan Bukopin untuk lebih memperkuat permodalan. Kerjasama ini diwujudkan dengan mendirikan SWAMITRA sebuah lembaga simpan pinjam khusus untuk para pengrajin di sentra Bulakan. SWAMITRA ini komposisi modalnya terdiri dari Koperasi Bulakan Rp. 15.000.000,-- ditambah model dari MAP sebesar Rp. 200.000.000,-- kemudian Bukopin mengalokasikan kredit sebesar Rp. 10

250.000.000,-- atau lebih. Keuntungan dengan mendirikan SWAMITRA adalah semakin bertambahnya modal simpan pinjam juga kuatnya manajemen. Hal ini didukung secara langsung oleh Bukopin dengan teknologi perbankan, sehingga mampu mengurangi tingkat kemacetan kredit. Model ini mungkin baru pertama dan satu-satunya di Indonesia. Perjanjian SWAMITRA dilakukan oleh tiga pihak. Pertama Koperasi Bulakan mewakili para pengrajin sekaligus menjadi sasaran pembinaan dan pendampingan. Kedua BDS LPM-UNS sebagai lembaga yang mempunyai tugas melakukan pembinaan dan pendampingan (technical assistant/ta) meliputi : - Akses layanan pola kemitraan. - Akses layanan marketing. - Layanan pengembangan Sumberdaya Manusia. - Akses layanan pengembangan teknologi. - Akses layanan peningkatan permodalan. Ketiga, Bukopin mempunyai tugas melakukan pengawasan dan pendampingan manajemen serta mencukupi kebutuhan kredit bagi para pengrajin. Setelah 5 tahun kedepan diharapkan Koperasi Bulakan diharapkan akan bisa mandiri dan mampu lepas dari Bukopin maupun BDS LPM-UNS, sehingga bisa melakukan pengelolaan sendiri seiring dengan kemampuan SDM serta modal yang dimiliki. Dalam kerangka kemandirian pengrajin, maka pada tahun 2004 dilakukan pembentukan Forum Rembug Klaster yang kepengurusannya terdiri dari semua stakeholder yang ada, yaitu pengrajin, BDS maupun instansi terkait di Kabupaten Sukoharjo. Forum rembug klaster ini setiap bulan mengadakan pertemuan membahas perkembangan kluster, pelaksanaan program kerja dan pemecahan berbagai kendala yang terjadi di lapang. Dari Forum rembug Klaster ini diharapkan dapat dilakukan analisis kebutuhan, pengembangan program berdasarkan potensi local yang ada dan menjawab tantangan usaha yang menghadang bersama. 11

2. Pengalaman BDS LPPM Mendampingi Sentra Meubel Serenan Klaten Sentra Meubel Serenan secara administrasi masuk wilayah kecamatan Juwiring Kabupaten Klaten, meskipun secara geografis terletak di sebelah barat desa Bulakan dan hanya terpisah oleh sungai Bengawan Solo. Sentra Serenan ini secara historis lebih tua dibandingkan dengan sentra Bulakan, bahkan banyak pengrajin Bulakan dulunya sebagai pekerja di sentra Serenan. Pada tahun 2001 bersama JICA Jepang, BDS LPPM UNS berpartisipasi sebagi mitra lokal untuk pemberdayaan di sentra Serenan. BDS LPPM UNS, JICA, Pemerintah Kabupaten Klaten cq. Deperindagkop beserta masyarakat pengrajin membentuk Badan Kerjasama (BKS) Serenan untuk mempermudah koordinasi dan pelaksanaan pendampingan maupun berbagai pelatihan. Pada tahun 2001 ini telah dilakukan berbagai pelatihan terkait dengan pemilihan bahan baku, proses produksi, administrasi usaha maupun kelembagaan kelompok, pameran produk dan studi banding tokoh masyarakat ke Jepang. Pada tahun 2003, JICA Jepang meninggalkan sentra Serenan dan pendampingan dilaksanakan oleh BDS LPPM UNS dan Dinas Perindagkop. Pada tahun 2003 mulai terbentuk Koperasi pengrajin kayu Manunggal Jaya. Koperasi ini bergerak dalam penyediaan bahan baku, permodalan dan pemasaran. Bahkan pada tahun 2003 itu telah berhasil melakukan penjualan ekspor dengan bekerjasama dengan salah satu eksportir. Dalam kerangka pengembangan usaha UMKM, maka pada tahun 2004 BDS LPPM UNS bekerjasama dengan BTN memberikan kredit sekaligus memberikan pelatihan manajemen bagi anggota koperasi. Dalam hal ini BDS bertindak selaku KKMB (Konsultan Keuangan Mitra Bank) sebagai channeling sekaligus bertindak memberikan technical assistant (TA). Pada tahun 2004 pula berdasarkan analisis kebutuhan terlihat bahwa masih memungkinkan pemanfaatan limbah potongan kayu yang jumlahnya cukup banyak menjadi produk yang bernilai ekonomi, tanpa harus meninggalkan pekerjaannya sebagai produsen meubel. Dari hasil analisis dan kesepakatan tersebut maka pengolahan limbah dilakukan oleh anak-anak pengrajin untuk dijadikan produk souvenir berupa miniatur 12

berbagai kendaraan dan miniatur meubel. Pada saat ini produk souvinir telah mempunyai pelanggan yang memasarkan ke berbagai daerah di luar Klaten. E. PENUTUP Dari dua pengalaman empiris tersebut pelajaran yang dapat diambil yaitu bahwa kerjasama antar stakeholder akan menghasilkan kinerja yang lebih baik untuk pengembangan UMKM. Untuk itu, maka program-program yang menyangkut pengembangan UMKM baik yang bersifat technical asistant (TA) maupun yang non TA harus diupayakan adanya koordinasi antar stakeholder agar optimal hasilnya. Implementasi kebijakan dalam rangka strategi perekonomian untuk mengembangkan UMKM tidak bisa secara parsial hanya bidang ekonomi permodalan saja, namun harus berorientasi secara keseluruhan atas kebutuhan UMKM baik secara individu maupun kelompok. Dengan melibatkan secara partisipatif dan lebih bersifat bottom up ternyata partisipasi UMKM untuk pemberdayaan diri mereka sendiri akan berhasil dan pada gilirannya secara intergral akan mampu memberikan dampak perkembangan perekonomian wilayah. F. DAFTAR PUSTAKA BDS LPPM UNS. 2005. Pasar Keuangan Mikro. Pelatihan Kredit Usaha Mikro Dan Kecil Bagi Bank Umum. Buku Laporan: Kerjasama LPPM UNS dengan BI Kediri. --------------. 2005. Pemberdayaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). Buku Laporan: Kerjasama LPPM UNS dengan BI Solo. Karsidi, Ravik. 2003. Dari Petani Ke Pengrajin Sebuah Studi Transformasi Pekerjaan. Diterbitkan atas Kerjasama LPM UNS dengan Pustaka Cakra Surakarta. 13