PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH PADA PERBANYAKAN JATI MUNA SECARA KULTUR JARINGAN*)

dokumen-dokumen yang mirip
Kontaminasi No Perlakuan U1 U2 U3 U4 U5 U6 Total 1 B B B B B

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Lampiran 1. Persentase Data Pengamatan Kultur yang Membentuk Kalus. Ulangan I II III. Total A 0 B

PROPAGASI TIGA VARIETAS MURBEI MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN. (Propagation of Three Mulberry Varieties by means of Tissue Culture Technique)

Lampiran 1. Data Pengamatan Jumlah Muncul Tunas (Tunas) PERLAKUAN ULANGAN

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

DAFTAR LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

PENGGANDAAN TUNAS KRISAN MELALUI KULTUR JARINGAN MULTIPLICATION OF CRISAN BUD THROUGH TISSUE CULTURE. Yekti Maryani 1, Zamroni 1

BAB III METODE PENELITIAN. bersifat eksperimen karena pada penelitian menggunakan kontrol yaitu

III. METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

ORGANOGENESIS TANAMAN BAWANG MERAH (ALLIUM ASCALONICUM L.) LOKAL PALU SECARA IN VITRO PADA MEDIUM MS DENGAN PENAMBAHAN IAA DAN BAP ABSTRACT

GAHARU. Dr. Joko Prayitno MSc. Balai Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Alat dan Bahan

LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN TANAMAN

PENGARUH NAA DAN BAP TERHADAP INISIASI TUNAS MENGKUDU (Morinda citrifolia) SECARA IN VITRO ABSTRAK

RESPONS PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK (Dendrobium sp.) TERHADAP PEMBERIAN BAP DAN NAA SECARA IN VITRO

Program Studi Agronomi, Pasca Sarjana Universitas Sam Ratulangi, Kampus UNSRAT Manado korespondensi:

PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN

PENGARUH PEMBERIAN NAA DAN KINETIN TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) MELALUI TEKNIK KULTUR JARINGAN SECARA IN VITRO

Kultur Jaringan Menjadi Teknologi yang Potensial untuk Perbanyakan Vegetatif Tanaman Jambu Mete Di Masa Mendatang

BAB III METODE PENELITIAN

BAHA DA METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

Staf pengajar PS Pemuliaan Tanaman, Jurusan BDP FP USU Medan

BAHAN DAN METODE. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan

RESPON PERTUMBUHAN MERISTEM KENTANG (Solanum tuberosuml) TERHADAP PENAMBAHAN NAA DAN EKSTRAK JAGUNG MUDA PADA MEDIUM MS

Pengaruh Jenis Eksplan dan Komposisi Zat Pengatur Tumbuh Terhadap Induksi Kalus Pada Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Ten.

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Prosedur Kerja Persiapan Bibit Tumih

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan tempat 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian pendahuluan

PENGARUH PERTUMBUHAN TANAMAN ANGGREK Dendrobium phalaenopsis Fitzg TERHADAP PEMBERIAN IBA DAN KINETIN SECARA IN VITRO

UPAYA PEMBIBITAN BIJI SARANG SEMUT (Myrmecodia pendans) DENGAN KULTUR JARINGAN. Heru Sudrajad

UJI KONSENTRASI IAA (INDOLE ACETIC ACID) DAN BA (BENZYLADENINE) PADA MULTIPLIKASI PISANG VARIETAS BARANGAN SECARA IN VITRO

III. METODE PENELITIAN

Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

PERBANYAKAN IN VITRO PISANG BARANGAN (Musa paradisiaca Var. Sapientum L.) PADA MEDIA MURASHIGE DAN SKOOG DENGAN PENAMBAHAN BENZYLAMINOPURIN

PENGARUH IAA DAN BAP TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN NILAM (Pogestemon cablin Benth) IN VITRO

III. METODE PENELITIAN A.

LAPORAN BIOTEKNOLOGI KULTUR ORGAN_by. Fitman_006 LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI PERTANIAN. Kultur Organ OLEH : FITMAN D1B

Induksi Tunas Kunyit Putih (Curcuma zedoaria Roscoe) Pada Media MS Dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi BAP dan Sukrosa Secara In Vitro

LAMPIRAN K1.5 K4.5 K1.3 K3.3 K3.5 K4.4 K2.3 K4.3 K3.2 K5.2 K2.1 K5.3 K3.1 K4.1 K5.4 K1.2 K4.2 K5.5 K3.4 K5.1 K1.4 K2.5 K2.2 K1.1 K2.

Prosiding Seminar Nasional Biotik 2015 ISBN:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Riau-Pekanbaru

METODOLOGI PENELITIAN

Tugas Akhir - SB091358

Pembuatan Larutan Stok, Media Kultur Dan Sterilisasi Alat Kultur Jaringan Tumbuhan. Nikman Azmin

Pengaruh Retardan dan Aspirin dalam Menginduksi Pembentukan Umbi Mikro Kentang (Solanum tuberosum) Secara In Vitro

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

PENDAHULUAN. stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

AGROVIGOR VOLUME 7 NO. 1 MARET 2014 ISSN

Online Jurnal of Natural Science, Vol. 2 (2): ISSN: Agustus 2013

PENGARUH PEMBERIAN BAP (Benzil Amino Purin) DAN NAA (Naftalen Asam Asetat) TERHADAP MORFOGENESIS DARI KALUS SANSEVIERIA (Sansevieria cylindrica)

BAB I PENDAHULUAN. anggrek yang mendominasi pasar adalah anggrek impor, yaitu Dendrobium dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai macam tanaman hias. Pengembangan komoditi tanaman hias dilakukan

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Eksplorasi Eksplan Terubuk

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan di Indonesia merupakan sumber plasma nutfah yang sangat potensial

KAJIAN PERKECAMBAHAN BENIH MAHONI PADA BEBERAPA MEDIA SECARA IN VITRO

BAB I PENDAHULUAN. mudah diperbanyak dan jangka waktu berbuah lebih panjang. Sedangkan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Tanaman, Jurusan

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

PENGARUH KONSENTRASI BAP TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS ANTHURIUM (Anthurium andraeanum Linden) PADA BEBERAPA MEDIA DASAR SECARA IN VITRO

MULTIPLIKASI EMBRIO SOMATIS ANGGREK VANDA DENGAN MENGGUNAKAN BAP (Benzil Amino Purine) DAN TARAF KONSENTRASI GLUKOSA

PERTUMBUHAN TANAMAN BUAH NAGA (Hylocereus undatus L.) YANG DIBERIKAN BERBAGAI KONSENTRASI NAA (Napthalen Acetic Acid) SECARA IN VITRO

INDOLE ACETID ACID (IAA) VARIATION ON BARANGAN BANANA S BUD GROWTH (Musa acuminata L. AAA triploid.) IN IN VITRO CULTURE

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Pupuk Daun dan Air Kelapa Sebagai Medium Alternatif untuk Induksi Tunas Anggrek Dendrobium Whom Leng in vitro

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. Ubi kayu merupakan tanaman perdu yang berasal dari Benua Amerika, tepatnya

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium UPT BBI (Balai Benih Induk) Jl.

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tanaman karet merupakan komoditi perkebunan yang penting dalam

Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai. Varietas Anjasmoro

III. METODE PENELITIAN A.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Anggrek Tebu (Grammatophyllum speciosum) Anggrek tebu (Grammatophyllum speciosum) merupakan anggrek yang

OPTIMASI KOMBINASI NAA, BAP DAN GA 3 PADA PLANLET KENTANG SECARA IN VITRO

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Puput Perdana Widiyatmanto Dosen Pembimbing Tutik Nurhidayati S.Si., M.Si. Siti Nurfadilah, S.Si., M.Sc. Tugas Akhir (SB091358)

Membuat Larutan Stok A. Teori kepekatan jumlah larutan

Pengaruh Konsentrasi IAA dan BAP Terhadap Pertumbuhan Stek Mikro Kentang Secara In Vitro Munarti, Surti Kurniasih

TINJAUAN PUSTAKA. Dracaena adalah tanaman yang tumbuh tegak dengan bentuk batang bulat dan

PENGARUH KONSENTRASI NAA DAN KINETIN TERHADAP MULTIPLIKASI TUNAS PISANG (Musa paradisiaca L. cv. Raja Bulu ) SECARA IN VITRO

PENGGUNAAN BAP DAN NAA TERHADAP PERTUMBUHAN EKSPLAN BUAH NAGA (Hylocereus costaricensis) SECARA IN-VITRO

Pertumbuhan dan Perkembangan Cabai Keriting (Capsicum annuum L.) secara In Vitro pada beberapa Konsentrasi BAP dan IAA

Perbanyakan Tunas Mikro Pisang Rajabulu (Musa AAB Group) dengan Eksplan Anakan dan Jantung

HASIL DAN PEMBAHASAN

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI (Fragaria chiloensis dan F. Vesca) DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH SKRIPSI OLEH:

Peni Kartikasari, M. Thamrin Hidayat, Evie Ratnasari Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Surabaya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN 2,4 D UNTUK INISIASI KALUS JARINGAN NUCELLUS Mangifera odorata Griff. MELALUI BUDIDAYA JARINGAN

Transkripsi:

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Nursyamsi; Suhartati; dan Abd. Qudus T.) PENGARUH ZAT PENGATUR TUMBUH PADA PERBANYAKAN JATI MUNA SECARA KULTUR JARINGAN*) (Effect of Growth Regulator on Muna Teak Propagation bytissue Culture) Oleh/By : Nursyamsi 1), Suhartati 2), dan/and Abd. Qudus T. 1) 1) Balai Penelitian Kehutanan Makassar Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 16, Telp. (0411) 554049, Fax (0411) 554058 Makassar, e-mail : bpkup@telkom.net 2) Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat Kuok Jl. Raya Bangkinang-Kuok Km. 9 Bangkinang 28401 Kotak Pos 4/BKN Riau Telp. (0762) 7000121, Fax. (0762) 7000122 *) Diterima : 13 Juli 2004; Disetujui : 12 Juli 2007 ABSTRACT The purpose of this research was to find the optimum concentration of growth regulator BAP (Benzyl Amino Purin) for propagation of muna teak by tissue culture. The experiment was done at Tissue Culture Laboratory of Forestry Research Institute, Makassar, starting April until June 2002. The experiment used Completely Randomized Design with different consentrations of BAP, i.e. 0.5; 1.0; 1.5; 2.5; 3.0; 3.5; and 4.0 ppm on MS (media as treatments), with five times replication. Results showed the optimum BAP concentration was 2.5 ppm, it which produced between 3-5 shoots with 4.0 cm shoot length and the time for budding took about seven days. Key words : Propagation, BAP, muna teak, tissue culture ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP (Benzyl Amino Purin) yang optimum untuk perbanyakan jati muna secara kultur jaringan. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Balai Penelitian Kehutanan Makassar, yaitu mulai bulan April sampai bulan Juni 2002. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan konsentrasi BAP yaitu 0,5; 1,0; 1,5; 2,5; 3,0; 3,5; dan 4,0 ppm, pada medium MS, diulang sebanyak lima ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 2,5 ppm BAP adalah konsentrasi yang optimum, yaitu menghasilkan rata-rata 3-5 tunas dengan tinggi tunas 4,0 cm; serta waktu mulai bertunas yaitu sekitar tujuh hari. Kata kunci : Perbanyakan, BAP, jati muna, kultur jaringan I. PENDAHULUAN Jati (Tectona grandis L.) termasuk famili Verbenaceae dan salah satu spesies yang sangat potensial dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman, khususnya hutan rakyat dan hutan tanaman industri. Kayu jati umumnya sangat disenangi masyarakat karenai kualitas kayunya lebih baik dan memiliki corak yang indah, serta kegunaannya banyak, di antaranya untuk bahan bangunan, perabot rumah tangga, dan bahan baku industri. Tanaman jati merupakan spesies yang paling banyak dikembangkan di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara khususnya di Kabupaten Muna. Masyarakat menganggap bahwa kayu jati yang berasal dari Kabupaten Muna atau dikenal dengan nama jati muna, kualitas dan corak kayunya lebih baik dibanding kayu jati asal daerah lain. Menurut Rulliaty dan Lempang (2000) melaporkan bahwa berat jenis kayu jati asal Muna lebih tinggi dibanding kayu jati asal Kendari Selatan, namun keduanya masih tergolong kategori kelas kuat II. Kelestarian tanaman jati muna tersebut dapat dipertahankan melalui penyempurnaan teknologi budidaya, khususnya teknik pembibitan secara vegetatif. Pembibitan tanaman secara vegetatif memiliki kelebihan, di antaranya tanaman yang 385

Vol. IV No. 4 : 385-390, 2007 dihasilkan sama dengan induknya sehingga sifat genetiknya dapat dipertahankan, dan pengadaan bibit tidak tergantung musim buah. Pembibitan secara vegetatif dapat dilakukan dengan vegetatif makro seperti stek, dan secara vegetatif mikro atau kultur jaringan. Kultur jaringan adalah teknik pembiakan tanaman dengan menumbuhkan organ, jaringan, dan sel tanaman secara in-vitro, selanjutnya berkembang dan membentuk tanaman baru, yang dapat mencapai jumlah yang banyak pada waktu singkat, serta sifat dan kualitas sama dengan induknya (Rahardja, 1994). Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya komposisi unsur hara dan keseimbangan zat pengatur tumbuh (zpt) sebagai komponen media. Zat pengatur tumbuh adalah hormon buatan yang berfungsi mengatur proses fisiologi pada tumbuhan. Zat pengatur tumbuh yang biasa digunakan sebagai komponen media kultur jaringan adalah golongan sitokinin dan auksin. Golongan auksin sepeti NAA (Naftalena Acetic Acid) dapat berfungsi untuk aktivitas kambiun, pembentukan kalus, dan pertumbuhan akar. Golongan sitokinin seperti BAP (Benzil Amino Purin), kinetin berfungsi untuk pembelahan sel, morfogenesis, dan pertumbuhan tunas (Wetherell, 1982), selanjutnya yang paling sering digunakan sebagai komposisi media kultur jaringan adalah kinetin, zeatin, dan BAP (Hendaryono, 1994). Kedua golongan zat pengatur tumbuh tersebut dapat memacu pertumbuhan tanaman, apabila konsentrasinya seimbang antara sitokinin dan auksin. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka dilakukan perbanyakan jati muna secara kultur jaringan dalam rangka meningkatkan produksi bibit yang berkualitas baik. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi zat pengatur tumbuh BAP yang optimum sebagai komposisi media yang tepat untuk pembiakan kultur jaringan pada tanaman jati muna. II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Silvikultur Bagian Kultur Jaringan Balai Penelitian Kehutanan Makassar, di Makassar Sulawesi Selatan, yang dilakukan pada bulan April sampai bulan Juli tahun 2004. B. Bahan dan Alat Sumber eksplan diambil dari pohon induk jati muna, di Resort Pemangkuan Hutan (RPH) Tampo, Kabupaten Muna. Peralatan yang digunakan adalah seperangkat peralatan laboratorium khusus kultur jaringan, sedangkan bahan-bahan lainnya yaitu antiseptik, dithane M-45, klorox, alkohol, aquades, spritus, tween 80, agar-agar, glukosa, vitamin, arang. Media dasar Murashige dan Skoog (MS), zat pengtur tumbuh seperti Benzil Amino Purin (BAP) dan Naftalena Acetic Acid (NAA). C. Rancangan Penelitian dan Analisis Data Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan delapan perlakuan yaitu konsentrasi BAP sebagai komponen media, masing-masing perlakuan terdiri atas lima ulangan. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut : - 0,5 ppm BAP (B1) - 2,5 ppm BAP (B5) - 1,0 ppm BAP (B2) - 3,0 ppm BAP (B6) - 1,5 ppm BAP (B3) - 3,5 ppm BAP (B7) - 2,0 ppm BAP (B4) - 4,0 ppm BAP (B8) Parameter yang diamati yaitu waktu mulai bertunas, jumlah tunas, dan tinggi tunas. Data pengamatan yang berpengaruh nyata dalam sidik ragam, dilanjutkan dengan analisis uji Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey. D. Pelaksanaan Kegiatan Sumber eksplan berasal dari pohon induk jati yang sudah ditunjuk di kawasan hutan RPH Tampo, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara. Bahan eksplan tersebut 386

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Nursyamsi; Suhartati; dan Abd. Qudus T.) dipak lalu diangkut ke Makassar untuk diperbanyak secara kultur jaringan di laboratorium. Ruangan dan peralatan yang akan digunakan disterilkan. Persiapan media meliputi pembuatan stock MS (Lampiran 1) sebagai media dasar. Media dasar tersebut diramu dengan menambahkan delapan gram agar-agar per liter media, lalu ditambahkan 0,1 ppm NAA. Pemberian BAP sesuai konsentrasi yang telah ditentukan sebagai perlakuan. Bahan-bahan tersebut dimasak lalu dimasukkan ke botol kemudian disterilkan dalam autoklaf pada tekanan 15 psi selama 20 menit. Bahan eksplan berupa tunas aksilar, dan terlebih dahulu disterilkan sebelum diinduksi atau ditanam dalam media (botol). Cara sterilisasi yaitu dibersihkan dengan air, kemudian direndam dengan fungisida selama 15 menit lalu dibilas dengan aquades steril sebanyak tiga kali. Sterilisasi selanjutnya dilakukan dalam laminar air flow cabinet. Eksplan disemprot dengan alkohol 70 %, lalu direndam klorox 2,5 % kemudian ditambah tween 80 selama 15 menit, selanjutnya dibilas aquades steril, setelah itu eksplan langsung ditanam ke dalam media perlakuan. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai akhir penelitian. III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Waktu Mulai Bertunas Sidik ragam (Lampiran 2a) menunjukkan perlakuan konsentrasi zpt BAP berpengaruh sangat nyata terhadap waktu mulai bertunas pada planlet jati. Selanjutnya rata-rata waktu mulai bertunas dan hasil uji BNJ disajikan dalam Tabel 1. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi BAP, waktu mulai bertunas semakin cepat. Pada hasil uji BNJ dapat dilihat bahwa konsentrasi 4,0 ppm (B8) paling cepat bertunas, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi B7, B6, dan B5 yaitu ratarata mulai bertunas antara hari ke 6-8. Hal ini berarti pada konsentrasi 2,5 ppm, sudah terjadi keseimbangan komposisi antara garam-garam organik dan zat pengatur tumbuh dalam media kultur. Gamborg and Shylluck (1981), menyatakan bahwa salah satu penyebab keberhasilan pembiakan kultur jaringan adalah keseimbangan konsentrasi nutrisi sebagai komposisi media. Suhartati (2001), melaporkan bahwa pembiakan kultur jaringan pada spesies bitti (Vitex sp.) paling cepat bertunas pada hari kelima, pada media yang mengandung konsentrasi 1,0 ppm BAP + 0,1 ppm GA3. Zpt BAP merupakan salah satu golongan sitokinin yang dapat berfungsi mempercepat pertumbuhan tunas dan pembelahan sel. Pembentukan dan perkembangan mata tunas menjadi tunas sangat ditentukan oleh ketepatan konsentrasi sitokinin yang dapat memacu pertumbuhan tunas. Eksplan yang lebih cepat bertunas pemeliharaannya lebih singkat dan berdasarkan pengamatan, eksplan yang cepat Tabel (Table) 1. Rata-rata waktu mulai bertunas (Average time for budding) Konsentrasi BAP (Consentration of BAP) Waktu bertunas/time for budding (Hari/ Day) BNJ Tukey 0,5 ppm (B 1 ) 13,30 a 1,69 1,0 ppm (B 2 ) 12,33 a 1,5 ppm (B 3 ) 12,33 a 2,0 ppm (B 4 ) 9,33 b 2,5 ppm (B 5 ) 7,67 c 3,0 ppm (B 6 ) 6,33 c 3,5 ppm (B 7 ) 6,33 c 4,0 ppm (B 8 ) 6,00 c Keterangan (Remarks) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Figures followed by the same letters, are not significantly different at 0.05) 387

Vol. IV No. 4 : 385-390, 2007 bertunas pertumbuhannya lebih sempurna, hal ini ada keterkaitannya dengan ketersediaan unsur nutrisi dalam media. B. Jumlah Tunas Hasil sidik ragam (Lampiran 2b) menunjukkan perlakuan berbagai konsentrasi zpt BAP berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas pada planlet jati. Rata-rata jumlah tunas dan hasil uji BNJ dapat dilihat dalam Tabel 2. Uji BNJ menunjukkan konsentrasi 3,5 ppm BAP (B7) dan 4,0 ppm BAP (B8) memberikan hasil yang terbaik, namun tidak berbeda nyata dengan konsentrasi B6. Selanjutnya konsentrasi 3,0 ppm BAP (B6) juga tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 2,5 ppm BAP (B5). Dengan pertimbangan ekonomis penggunaan zat pengatur tumbuh, maka konsentrasi 2,5 ppm BAP lebih efektif ditambahkan pada media kultur untuk tujuan perbanyakan tunas. Penggunaan konsentrasi 2,5 ppm BAP memberikan hasil yang optimal, karena penggunaan konsentrasi yang lebih tinggi menghasilkan jumlah tunas tidak berbeda nyata. Hal tersebut menunjukkan penggunaan konsentarsi 2,5 ppm BAP adalah konsentrasi yang sesuai untuk pembibitan jenis tanaman jati secara kultur jaringan. Menurut Pierik (1987), bahwa pembentukan dan perkembangan mata tunas menjadi tunas sangat ditentukan oleh ketepatan konsentrasi stikokinin, dan berfungsi memacu pertumbuhan tunas. Jumlah tunas yang diperoleh pada kultur jaringan jati, sama hasil yang diperoleh pada kultur jaringan pada tanaman bitti yaitu menghasilkan 3-5 tunas dengan menggunakan media 1,0 ppm BAP + 0,1 ppm GA3 (Suhartati, 2001). Semakin banyak tunas yang dihasilkan, maka semakin banyak pula calon planlet yang dapat diperoleh sebagai bahan bibit tanaman. Zat pengatur tumbuh BAP sangat efektif merangsang penggandaan tunas, karena dapat mendorong pembentukan zeatin yang berperan efektif dalam organogenesis secara alami (George dan Sherrington, 1984). C. Tinggi Tunas Sidik ragam (Lampiran 2c) menunjukkan perlakuan berbagai konsentrasi BAP berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tunas. Rata-rata tinggi tunas pada masing-masing perlakuan dan hasil uji BNJ disajikan dalam Tabel 3. Pada Tabel 3, memperlihatkan bahwa konsentrasi 0,5 ppm BAP (B1) memberikan hasil yang terbaik yaitu mencapai tinggi tunas rata-rata 7,2 cm dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan B2 dan B3. Hal ini berarti dengan pemberian BAP dengan konsentrasi rendah, sudah dapat memacu pertumbuhan tinggi tunas pada planlet jati. Pertumbuhan tinggi tunas menujukkan ciri keberhasilan pembiakan kultur jaringan, dan semakin tinggi tunas suatu planlet maka lebih banyak ruas yang dapat diperoleh untuk dijadikan sebagai stek mikro, untuk tahap multiplikasi bibit. Tabel (Table) 2. Rata-rata jumlah tunas (Average of shoot number) Konsentrasi BAP (Concentration of BAP) Jumlah tunas (Shoot number) BNJ Tukey 0,5 ppm (B 1 ) 2,0 a 1,52 1,0 ppm (B 2 ) 2,3 ab 1,5 ppm (B 3 ) 3,0 ab 2,0 ppm (B 4 ) 3,0 ab 2,5 ppm (B 5 ) 3,7 bc 3,0 ppm (B 6 ) 5,0 cd 3,5 ppm (B 7 ) 5,3 d 4,0 ppm (B 8 ) 5,3 d Keterangan (Remarks) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Figures followed by the same letters, are not significantly different at 0.05) 388

Tabel (Tabel) 3. Rata-rata tinggi tunas (Average of shoot height) Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh (Nursyamsi; Suhartati; dan Abd. Qudus T.) Konsentrasi BAP (Concentration of BAP) Tinggi tunas/shoot of height (cm) BNJ Tukey 0,5 ppm (B 1 ) 7,2 a 1,98 1,0 ppm (B 2 ) 6,7 abc 1,5 ppm (B 3 ) 5,9 abcd 2,0 ppm (B 4 ) 5,2 cd 2,5 ppm (B 5 ) 4,8 cde 3,0 ppm (B 6 ) 4,1 de 3,5 ppm (B 7 ) 3,0 e 4,0 ppm (B 8 ) 3,0 e Keterangan (Remarks) : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada taraf uji 0,05 (Figures followed by the same letters are not significantly different at 0.05) Tinggi tunas dan jumlah tunas sangat dipengaruhi oleh konsentrasi BAP, konsentrasi yang lebih rendah menghasilkan tunas lebih panjang, sebaliknya jumlah tunas berkurang. Semakin banyak tunas yang terbentuk, maka sumber eksplan semakin banyak sehingga bibit yang diperbanyak dapat berlipat ganda. Rata-rata jumlah daun planlet jati pada semua konsentrasi yaitu 10-20 helai dan berukuran panjang antara 1-2 cm, serta lebar daun sekitar satu cm. Keberhasilan perbanyakan tanaman secara teknik kultur jaringan sangat tergantung pada media yang digunakan. Media harus mengandung unsur-unsur hara, sukrosa, asam amino, vitamin, dan zat pengatur tumbuh (Gunawan, 1988). IV. KESIMPULAN DAN SARAN Penggunaan konsentrasi 2,5 ppm BAP sebagai komponen media merupakan konsentrasi yang optimum untuk perbanyakan tanaman jati (Tectona grandis L.) secara kultur jaringan. Hasil pengamatan diperoleh jumlah tunas antara 3-5 tunas dan tinggi tunas rata-rata 4,0 cm, serta waktu mulai bertunas sekitar tujuh hari setelah penanaman. Penelitian ini sebaiknya dilanjutkan ke tahap perakaran dan aklimatisasi dengan menggunakan berbagai komposisi media dan dilakukan penelitian yang serupa pada jenis-jenis pohon komersial lainnya. DAFTAR PUSTAKA Gamborg, L. O. and J. P. Shylluck. 1981. Nutrition, Media and Characteristic of Plant Cell and Tissue Culture in Plant Tissue Culture. Method And Aplication In Agriculture. TA. Thorpe (Ed). Academic Press. New York. George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Biotechnology by Tissue Culture. Exegetics Ltd., Eversley. Gunawan, L.W. 1988. Teknik Kultur In- Vitro dalam Hortikultura. Penebar Swadaya. Jakarta. Hendaryono, D.P.S dan Ari W. 1984. Teknik Kultur Jaringan. Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif Modern. Kanisius. Yogyakarta. Pierik, R.I.M. 1987. In-Vitro Culture of Higher Plant. Marthius Niijhoff Publishers. Dordecht. p. 344. Rahardja, P.C. 1994. Kultur Jaringan. Teknik Perbanyakan Tanaman Secara modern. Penebar Swadaya. Jakarta. Rulliaty, S. dan M. Lempang. 2000. Perbandingan Anatomi dan Fisik Kayu Jati (Tectona grandis L.f) dari Sulawesi Tenggara. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian. BPK-UP Makassar. Suhartati. 2001. Perbanyakan Bitti (Vitex sp.) Secara In-Vitro pada Berbagai Kombinasi Zat Pengatur Tumbuh. Tesis Pascasarjana. UNHAS. Makassar. Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In-Vitro (terjemahan Koesnoemardyah). Avery Publishing Group Inc. Wayne, New Jersey. 389

Vol. IV No. 4 : 385-390, 2007 Lampiran (Appendix) 1. Stock media MS (0,25 liter) Stock A Gram - NH 4 NO 4 8,25 - KNO 3 9,5 - MgSO 4 1,85 - KH 2 BO 4 0,85 - H 3 BO 3 0,031 - MnSO 4 0,1115 50 ml / L - ZnSO 4 0,043 - KI 0,00425 - Na 2 MoO 2 0,00125 - CuSO 4 0,000125 - CoCl 0,000125 Stock B - CaCl 2,2 50 ml / L Stock C - Na 2 EDTA 0,187 50 ml / L - FeSO 4 0,139 Stock D - Myo Inositol 0,5 50 ml / L Stock E - Pyridoxine 0,005 - Thiamine 0,001 25 ml / L - Nicotinic acid 0,005 - Glycine 0,002 Lampiran (Appendix ) 2. a. Sidik ragam waktu mulai bertunas (Analysis of variance for time of budding) Sumber keragaman Db JK KT F. Hit. F. Tabel (F. Table) (Source of variation) (df) (SS) (MS) (F. Calc.) 0,05 0,01 Perlakuan (Treatment) 6 56,10 93,65 16,46** 2,85 4,46 Galat (Error) 14 79,68 5,69 Jumlah (Total) 20 135,78 Keterangan (Remarks) : ** Sangat nyata (Heightly significant) b. Sidik ragam jumlah tunas (Analysis of variance shoot number) Sumber keragaman Db JK KT F. Hit. F. Tabel (F. Table) (Source of variation) (df) (SS) (MS) (F. Calc.) 0,05 0,01 Perlakuan (Treatment) 6 28,18 4,69 4,59** 2,85 4,46 Galat (Error) 14 6,85 0,49 Jumlah (Total) 20 35,03 Keterangan (Remarks) : ** Sangat nyata (Heightly significant) c. Sidik ragam tinggi tunas (Analysis of variance shoot Height) Sumber keragaman Db JK KT F. Hit. F. Tabel (F. Table) (Source of variation) (df) (SS) (MS) (F. Calc.) 0,05 0,01 Perlakuan (Treatment) 6 52,28 8,71 13,20** 2,85 4,46 Galat (Error) 14 9,22 0,66 Jumlah (Total) 20 61,50 Keterangan (Remarks) : ** Sangat nyata (Heightly significant) 390