II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA Tanaman panili termasuk famili Orchidaceae, yang terdiri dari 700 genus dan species. Kedudukan tanaman ini dalam sistematika tumbuhan diklasifikasikan sebagai Divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, Kelas Monocotyledoneae, Ordo Orchidales, Famili Orchidaceae, Genus Vanilla, Species Vanilla planifolia Andrews (Ruhnayat, 2003). Panili termasuk tanaman tahunan yang merambat dan hidup secara semiepifit. Tanaman ini tidak memiliki akar tunggang (monokotil), akar keluar dari setiap buku. Akar yang berada di dalam tanah bercabang-cabang dan berbulu halus, serta tersebar di sekitar permukaan tanah. Akar tersebut berfungsi untuk menyerap unsur hara dan air (Ruhnayat, 2003). Curah hujan yang sesuai untuk tanaman panili mm/tahun yang terbagi rata selama 8-9 bulan dan diikuti bulan kering curah hujan mm/bulan selama 3-4 bulan, tanaman panili sebaiknya diusahakan di tempat yang mempunyai ketinggian antara m dpi. Tanah yang remah dengan solum yang relatif dalam dan banyak mengandung bahan organik, sangat baik untuk pertumbuhan tanaman panili dengan keasaman tanah (ph) yang sesuai sekitar 5,5-7,0 (Ruhnayat, 2003). Daerah-daerah yang dianggap sesuai untuk pertanaman panili adalah Jawa, Bali dan Lampung. Sementara demi menunjang keberhasilan ekstensifikasi panili telah disusun peta kesesuaian lahan dan iklim yang dikelompokkan menjadi 3 kategori, yakni: daerah amat sesuai, daerah sesuai, dan daerah hampir sesuai (Rosihan, 1986).

2 5 Perbanyakan tanaman panili umumnya dilakukan secara vegetatif yakni dengan stek, walaupun tanaman ini dapat dikembangkan secara generatif yaitu dengan biji. Bahan tanaman yang digunakan untuk perbanyakan diambil dari tanaman yang belum pemah berbuah dan berbimga. Stek yang berasal dari tanaman yang pemah berbimga dan berbuah pertumbuhan sulumya agak lambat, dan hasilnya kurang memuaskan bahkan kadang-kadang tidak mau berbimga atau berbuah. Hal ini disebabkan karena energi dan daya tumbuhnya sudah terkuras ketika melakukan pembungaan atau memproduksi buah (Santoso, 1988). Perbanyakan vegetatif dapat berupa perbanyakan secara in vitro yang jauh lebih efisien dan efektif Karena dengan metode in vitro akan dihasilkan tanaman yang banyak dan sifat-sifat yang dihasilkan akan sama dengan tanaman induknya (Suryowinoto, 2000). Tehnik in vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman seperti protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian tanaman (eksplan) tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman utuh kembali. Tehnik in vitro pada awalnya berupa pembuktian terhadap teori totipotensi sel yang dikemukakan oleh Schwann dan Schleiden, yang menyatakan bahwa secara teoritis tiap-tiap sel dari mana saja diambil akan mampu tumbuh menjadi tanaman sempuma kalau ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai (Gunawan, 1992). Perbanyakan vegetatif tanaman dengan tehnik kultur jaringan pada prinsipnya jauh lebih unggul dibandingkan dengan perbanyakan tanaman dengan cara konvensional karena perbanyakan dengan cara kultur jaringan dipastikan

3 6 minimal mempunyai sifat seperti dengan tanaman induknya. Bila diinginkan tehnik kultur jaringan dapat pula ditujukan untuk memperbaiki sifat-sifat dari suatu tanaman. Keimtungan kultur jaringan antara lain: penghematan tenaga, waktu dan tempat, karena dengan tehnik ini dapat dihasilkan beribu-ribu bahkan berjuta-juta tanaman baru yang berkualitas tinggi dalam waktu yang sangat singkat (Nugroho dan Sugito, 2001). Pemanfaatan tehnik kultur in vitro dalam bidang agronomi menurut Gunawan (1995) memiliki beberapa keimtungan diantaranya, (1) dapat membantu perbanyakan vegetatif tanaman dalam rangka penyediaan bibit superior, (2) membersihkan bahan tanaman dari kontaminan yang ada dalam tubuh tanaman induk, (3) membantu program pemuliaan tanaman untuk menghasilkan tanaman yang lebih baik membantu proses konservasi dan preservasi plasma nutfah tanaman serta (4) memproduksi persenyawaan kimia tertentu untuk keperluan farmasi dan pewamaan untuk industri makanan dan kosmetika. Menurut Wetherell (1982), tehnik perbanyakan tanaman secara in vitro dapat dikelompokkan menjadi tiga tahap. Tahap pertama adalah penumbuhan tunas. Kegiatan tahap pertama ini dimulai pengambilan eksplan yang berupa bagian tertentu dari tanaman untuk dikulturkan. Eksplan selanjutnya disterilkan untuk menghilangkan kontaminan yang ada dipermukaannya. Kemudian eksplan ditanam secara aseptik pada suatu media kultur yang sesuai. Hasil pertumbuhan yang diperoleh dalam tahap pertama dipakai untuk inisiasi tahap kedua yaitu tahap penggandaan yang ditujukan untuk memperbanyak tunas-tunas pada eksplan. Tahap ketiga adalah tahap pendewasaan yaitu merangsang terbentuknya akai' pada calon tanaman baru tersebut sehingga bisa dipindahkan kelapangan.

4 7 Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi beberapa faktor, meliputi media kultur (nutrisi), bahan tanaman (eksplan), keadaan lingkungan kultur dan zat pengatur tumbuh yang digimakan (Conger, 1981). Selain itu pekerjaan paling berat dalam kultur jaringan adalah menciptakan dan memelihara kondisi aseptik (Katuuk, 1989). Menurut Gunawan (1995), kontaminan dapat berasal dari eksplan (baik ekstemal maupun internal), organisme kecil yang masuk ke dalam media, botol kultur atau alat-alat yang kurang steril, lingkungan kerja dan ruang kultur kurang bersih (adanya spora di udara) serta kecerobohan dalam pelaksanaan. Gunawan (1995) menyatakan bahwa media tumbuh pada budidaya jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkan. Media tumbuh imtuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama, hanya sedikit berbeda kadamya imtuk tiap-tiap persenyawaan yang terdiri dari hara makro dan mikro, sumber karbon, vitamin, asam-asam amino, zat pengatur tumbuh (ZPT), bahan organik komplek dan pemadat media. Banyak media kultur yang digunakan dalam perbanyakan in vitro antara lain media MS (Murashige dan Skoog), WPM (Woody Plant Mediimi) dan media Vacint dan Went. Masing-masing media memiliki kespesifikan tertentu terhadap jenis tanaman. Media MS merupakan media yang umum dipalcai dalam perbanyakan tanaman sekulen (Sandra, 2003). Keberhasilan kultur jaringan tidak hanya ditentukan komposisi unsurunsur esensial dengan jimilah perbandingan yang tepat dalam media tumbuh, tetapi juga tergantung faktor-faktor lainnya. Salah diantaranya adalah penggunaan ZPT, karena tanpa penambahan ZPT eksplan akan mengalami stagnasi

5 8 (pertumbuhan terhenti). Menurut Wattimena (1991) ZPT adalah senyawa organik yang bukan hara, yang pada konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologi tumbuhan. Hal ini dikarenakan ZPT mempengaruhi asam nukleat sehingga langsung berpengaruh terhadap sintesa protein dan mengatur aktifitas enzim tertentu. Suryowinoto (1991) menyatakan bahwa penambahan ZPT ke dalam media akan mempengaruhi perkembangan eksplan menjadi planlet apabila dikombinasikan antara hormon auksin dan sitokinin. Pembelahan sel dalam kultur jaringan tanaman yang disebabkan oleh kinetin telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli. Penelitian terhadap kinetin dan laa pada tobacco pith culture telah membuktikan adanya peranan dari kedua ZPT ini terhadap pertumbuhan (Abidin, 1985). Wijayani (2000) menyatakan pertumbuhan dan perkembangan eksplan tembakau erat hubungannya dengan ZPT NAA dan BAP yang diberikan. Prihatmanti dan Mattjik (2004) juga menyatakan bahwa pemberian ZPT NAA dan BAP serta air kelapa juga dapat menginduksi organogenesis tanaman Anthurium (Anthurium andraeanum Linden Ex Andre). Auksin dan sitokinin merupakan dua golongan ZPT yang banyak digunakan dalam media kultur jaringan. ZPT dari golongan auksin yang sering digunakan adalah Indole Acetic Acid (laa), 1-Napthalena Acetic Acid (NAA), Indole 3-Butyric Acid (IBA), dan 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid (2,4-D) pemilihan jenis auksin dan konsentrasinya tergantung pada tipe dan arah pertumbuhan yang diingin, level auksin endogen dari eksplan dan golongan ZPT lain yang ditambahkan (Gunawan, 1988).

6 9 Auksin adalah istilah untuk menyebutkan kelompok senyawa yang cirinya mampu menyebabkan pemanjangan sel pada jaringan tanaman muda, pertumbuhan buah dan pembentukan akar, diantarantnya adalah IBA, NAA dan laa (Raharja, 1988) laa dan IBA dari golongan auksin merupakan ZPT yang berpengaruh sama, dimana zat tumbuh ini terdapat dalam tanaman itu sendiri (Rochiman dan Sri Setyati, 1973) selain itu Audus, 1963 menambahkan IBA baik digunakan karena dapat membantu pertumbuhan akar bila diberikan pada pangkal batang stek tanaman, laa memiliki stabillitas kimia yang tinggi dalam tanaman, sehingga mempertinggi persistensi yang bermanfaat terhadap pertumbuhan perakaran yang baik. Sitokinin merupakan turunan dari adenin yang berfungsi mendorong pembelahan sel, morfogenesis dan memperlambat degradasi klorofil. Jenis sitokinin yang sering digunakan adalah 6-Benzylaminopurine (BAP), kinetin dan 6-(3-Methyl 2-Butenylamino) purine (2 P), yang ketiganya merupakan senyawa sintetik. Pengaruh penting kinetin adalah merangsang pembelahan sel, pembesaran sel dan pembentukan tunas. Pembelahan sel meningkat secara proporsional dengan penambahan konsentrasi sitokinin dan penurunan konsentrasi auksin (Krishnamoorty, 1981).