BAB II TEORI DASAR II.1. Model Reservoir Rekah Alam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV SIMULASI RESERVOIR REKAH ALAM DENGAN APLIKASI MULTILATERAL WELL

PENINGKATAN PRODUKSI PADA RESERVOIR REKAH ALAM DENGAN MULTILATERAL WELL LAPANGAN X TESIS SRI FENI MAULINDANI NIM :

HALAMAN PENGESAHAN...

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin

Tinjauan Pustaka. Enhanced oil recovery adalah perolehan minyak dengan cara menginjeksikan bahanbahan yang berasal dari luar reservoir (Lake, 1989).

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR

STUDI PENINGKATAN PEROLEHAN MINYAK DI ZONA A LAPANGAN X DENGAN METODE INJEKSI AIR

ANALISA PENENTUAN KARAKTERISTIK RESERVOIR, KERUSAKAN FORMASI, DAN DELIVERABILITAS GAS PADA SUMUR AST-1

Batuan berpori merupakan media dengan struktur fisik yang tersusun atas bahan

BAB V ANALISA SENSITIVITAS MODEL SIMULASI

ANALISIS FALLOFF TEST INJECTION PADA SUMUR R LAPANGAN SP DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK ECRIN

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR GAS BERTEKANAN TINGGI

Gambar Kedudukan Air Sepanjang Jalur Arus (a) sebelum dan (b) sesudah Tembus Air Pada Sumur Produksi 3)

Perencanaan Waterflood Perencanaan waterflood didasarkan pada pertimbangan teknik dan keekonomisannya. Analisa ekonomis tergantung pada

Bab II Tinjauan Pustaka

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

BAB III ANALISA TRANSIEN TEKANAN UJI SUMUR INJEKSI

Metodologi Penelitian. Mulai. Pembuatan model fluida reservoir. Pembuatan model reservoir

Analisis Performance Sumur X Menggunakan Metode Standing Dari Data Pressure Build Up Testing

BAB III ANALISA GEOMEKANIKA DAN REKAHAN

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia Simposium Nasional IATMI 2009 Bandung, 2-5 Desember Makalah Profesional IATMI

Penentuan Absolute Open Flow Pada Akhir Periode Laju Alir Plateau Sumur Gas Estimation Absolute Open Flow Of The End Of Plateau Rate Of Gas Well

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah

KELAKUAN PRODUKSI SUMUR MINYAK PADA RESERVOIR REKAH ALAMI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

DISAIN WAKTU BUKA SUMUR UJI BACK PRESSURE PADA SUMUR MINYAK SEMBUR ALAMI UNTUK MEMBERIKAN HASIL PERMEABILITAS YANG LEBIH AKURAT

I.PENDAHULUAN 1 BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN

STUDI PENEMPATAN SUMUR HORIZONTAL UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI DAN RECOVERY

IDENTIFIKASI KEBERADAAN REKAHAN PADA FORMASI KARBONAT MELALUI REKAMAN LOG DAN BATUAN INTI

PERSAMAAN KORELASI USULAN UNTUK MERAMALKAN KINERJA LAJU ALIR MINYAK SUMUR HORIZONTAL PADA RESERVOIR TIPE REKAH ALAMI BERTENAGA DORONG GAS TERLARUT

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv KATA PENGANTAR...

Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur

Perbandingan Kinerja Reservoir Gas Konvensional dengan Coal Bed Methane (CBM) Suranto Dosen Teknik Perminyakan UPN Veteran Yogyakarta

BAB IV PEMBAHASAN. Pada lapangan XY menggunakan porositas tunggal atau single porosity.

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. Gambar I.1. Peta Lokasi Lapangan Duri dan daerah Penelitian (tanpa skala)

STUDI TENTANG PENGARUH KONDUKTIVITAS EFEKTIF REKAHAN TAK BERDIMENSI TERHADAP RADIUS INVESTIGASI PADA SUMUR REKAH VERTIKAL

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

TUGAS AKHIR. Oleh: LUSY MARYANTI PASARIBU NIM :

Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).

BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. disimpulkan beberapa hal sebagai berikut, yaitu: dibandingkan lapisan lainnya, sebesar MSTB.

Bab IV Model dan Optimalisasi Produksi Dengan Injeksi Surfaktan dan Polimer

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang dan Pembatasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation

BAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur

METODE PENENTUAN LOKASI SUMUR PENGEMBANGAN UNTUK OPTIMASI PENGEMBANGAN LAPANGAN X DENGAN MENGGUNAKAN

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB II LANDASAN TEORI UJI SUMUR DRAWDOWN DAN BUILD UP

Optimasi Produksi Lapangan X dengan Menggunakan Simulasi Reservoir

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB II TINJAUAN UMUM SUMUR

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERSEMBAHAN... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN...

Bab III Gas Metana Batubara

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iii. HALAMAN PERSEMBAHAN... iv. KATA PENGANTAR...

LAMPIRAN 1 KUISIONER. 1. Menurut anda, apakah perangkat ajar ini menarik dari segi penampilan? a. Sangat menarik b. Cukup menarik c.

Evaluasi Konektivitas Sumur Reinjeksi Terhadap Sumur Produksi Dan Pengaruhnya Berdasarkan Analisa Tritium Pada Lapangan Panasbumi X

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR... RINGKASAN...

Cadangan bahan bakar fosil dalam bentuk minyak dan gas bumi biasanya. terakumulasi dalam batuan reservoir di bawah permukaan bumi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I-1

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

ANALISA UJI TUTUP (PRESSURE BUILDUP TEST) DENGAN MENGGUNAKAN SOLUSI PERSAMAAN DIFUSI ALIRAN SATU FASE

KEASLIAN KARYA ILMIAH...

Sistem Sumur Dual Gas Lift

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

DAFTAR ISI Halaman iv vii viii xiii 9

DESAIN KONSEPTUAL OPTIMASI PRODUKSI UNTUK SUMUR HORIZONTAL YANG DIPRODUKSI DARI RESERVOIR KARBONAT DAN MEMPUNYAI MASALAH WATER CONING

ISBN

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... HALAMAN PERSEMBAHAN... RINGKASAN...

BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

Renaldy Nurdwinanto, , Semester /2011 Page 1

Gambar 11. Perbandingan hasil produksi antara data lapangan dengan metode modifikasi Boberg- Lantz pada sumur ADA#22

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:

PERENCANAAN PATTERN FULL SCALE UNTUK SECONDARY RECOVERY DENGAN INJEKSI AIR PADA LAPANGAN JAN LAPISAN X1 DAN LAPISAN X2

BAB I PENDAHULUAN. Pemodelan geologi atau lebih dikenal dengan nama geomodeling adalah peta

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Karakterisasi Reservoar Batuan Karbonat Formasi Kujung II, Sumur FEP, Lapangan Camar, Cekungan Jawa Timur Utara 1

I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: ANALISA PRESSURE BUILD UP TEST PADA SUMUR X LAPANGAN Y DENGAN METODE HORNER MANUAL DAN ECRIN 4.

Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan

Kesalahan pembulatan Kesalahan ini dapat terjadi karena adanya pembulatan angka-angka di belakang koma. Adanya pembulatan ini menjadikan hasil

PERSAMAAN USULAN UNTUK PERAMALAN KINERJA LAJU ALIR MINYAK BERDASARKAN HUBUNGAN WATER OIL RATIO DAN DECLINE EXPONENT

BAB I PENDAHULUAN. Analisa konektivitas reservoir atau RCA (Reservoir Connectivity Analysis)

OFFSHORE, Volume 1 No. 2 Desember 2017 :33 38; e -ISSN :

BAB VI KESIMPULAN. memperbesar jari-jari pengurasan sumur sehingga seakan-akan lubang

TESIS. satu syarat. Oleh NIM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV RESERVOIR KUJUNG I

Transkripsi:

BAB II TEORI DASAR Pada saat ini jenis reservoir rekah alam mulai sering ditemukan, hal ini dikarenakan semakin menipisnya reservoir batu klastik yang mengandung hidrokarbon. Fakta menunjukkan bahwa sekitar 40% cadangan terbukti minyak dan gas bumi di dunia terjebak dalam reservoir rekah alam yang bersifat sangat kompleks dan heterogen (persentase tersebut sudah termasuk reservoir karbonat). Selain di bidang minyak dan gas bumi, reservoir rekah alam ini banyak dijumpai pada reservoir panas bumi, coal beds maupun sumber air bawah tanah. Berbeda dengan reservoir batu klastik yang hanya dapat terjadi pada batuan tertentu, reservoir rekah alam ini dapat terjadi di berbagai litologi batuan, mulai dai batuan beku, konglomerat hingga lapisan shale sekalipun. II.1. Model Reservoir Rekah Alam Dalam pemodelan reservoir rekah alam ini sangat penting, karena reservoir ini memiliki sifat yang unik, yaitu memilki dua buah media aliran yang terjadi pada mekanisme produksi. Pada studi ini menggunakan model cubus atau Warren & Root model. Dimana dianggap dapat mewakili model reservoir rekah alam pada studi ini. Model ini disebut dual porosity, karena terdapat dua media aliran, yaitu matriks dan fracture. Model rectangular 3D yang digunakan oleh Warren & Root ini didasarkan pada beberapa asumsi, seperti: 1. Material yang mengandung porositas primer adalah homogen & isotropic dan terdapat array yang sistematik, identik, rectangular dan tersusun parallel. 2. Semua porositas sekunder terkandung pada system orthogonal yang kontinyu, seragam baik jarak maupun lebarnya. 3. Aliran fluida dapat terjadi antara porositas primer dan sekunder tetapi aliran ke lubang sumur hanya dapat terjadi melalui rekahan. Dan tidak ada aliran antar elemen porositas primer. 4

ACTUAL RESERVOIR MODEL RESERVOIR Vugs fractures Matrix Matrix Blokcs Gambar II.1 Warren & Root Shape Model Reservoir II.2. Klasifikasi Reservoir Rekah Alam Metode McNaughton & Garb adalah metode yang umum digunakan untuk mengklasifikasi reservoir rekah alam. Klasifikasi reservoir dengan metode McNaughton & Garb cukup mudah ditentukan berdasarkan analisa core serta interpretasi data pengujian sumur (well testing). Berikut adalah pembagian reservoir rekah alam menurut Nelson: Tipe 1: Rekahan memiliki peran penting dalam hal kapasitas penyimpanan (storage) dan permeabilitas. Tipe 2: Matriks batuan berperan penting dalam kapasitas penyimpanan sedangkan rekahan hanya memiliki peranan penting dalam hal permeabilitas. Tipe 3: Rekahan memberikan bantuan terhadap produktivitas reservoir yang memiliki matriks yang berporositas dan berpermeabilitas baik. Tipe 4: Rekahan tidak berperan dalam hal kapasitas penyimpanan maupun permeabilitas tetapi menciptakan anisotropi pada reservoir yang dapat menjadi barriers terhadap aliran fluida. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar II.2, efek rekahan sangat penting pada reservoir 5

dengan tipe I dan berkurang pada reservoir dengan tipe II begitu pula seterusnya. Gambar II.2. Skema plot persentase porositas dan permeabilitas rekahan untuk keempat tipe reservoir menurut Nelson. 3) Klasifikasi berdasarkan metode McNaughton & Garb mendeskripsikan pembagian jenis reservoir rekah alam sebagai berikut : - Type A : Reservoir dengan kapasitas simpan fluida (storage) yang tinggi di dalam batuan Matriks dan rendah pada rekahan. - Type B : Reservoir di mana batuan matriks dan rekahan memiliki kapasitas simpan fluida yang hampir sama. - Type C : Reservoir dengan kapasitas simpan fluida yang tinggi pada rekahan dan rendah pada batuan matriks. 6

Gambar II.3 Porosity distribution in fracture reservoir rock (After McNaughton and Garb) Berdasarkan klasifikasi Mc Naughton & Grab tersebut, reservoir dengan tipe A akan memiliki kapasitas penyimpanan matriks yang besar dan kontribusi porositas rekahan terhadap porositas total biasanya hanya sekitar 10%. Reservoir jenis ini sering menimbulkan problem lost circulation pada saat operasi pemboran. Selain itu reservoir jenis ini akan memiliki tingkat faktor perolehan yang kecil terutama bila permeabilitas matriksnya ketat. Sedangkan reservoir dengan tipe B menunjukkan kapasitas penyimpanan fluida pada matriks dan rekahan yang hampir seimbang. Apabila hal ini ditunjang dengan permeabilitas matriks yang tinggi maka akan menghasilkan reservoir dengan laju alir dan recovery yang tinggi. Terakhir reservoir dengan tipe C akan memiliki hampir seluruh fluidanya tersimpan dalam rekahan-rekahan. Reservoir jenis ini dapat memberikan laju alir yang tinggi pada saat awalnya, tetapi dalam waktu singkat laju aliran tersebut dapat menurun dengan sangat drastis hingga ke tingkat kritis atau sudah tidak ekonomis lagi untuk 7

diproduksikan. II.3 Statistik Faktor Perolehan Reservoir Rekah Alam Tabel II.1 menunjukkan besarnya statistik faktor perolehan untuk ketiga tipe reservoir minyak dengan berbagai jenis mekanisme gaya dorongnya. Sedangkan Tabel II.2 untuk reservoir gas. Tabel ini disusun oleh Dr. Roberto Aguilera berdasarkan pengalamannya dalam bidang reservoir rekah alam selama kurang lebih 30 tahun. Tabel II.1 Recovery Factor Reservoir Minyak Untuk Ketiga Tipe Reservoir Rekah Alam Beserta Mekanisme Gaya Dorongnya. 5) Tabel II.2 Recovery Factor Reservoir Gas Untuk Ketiga Tipe Reservoir Rekah Alam Beserta Mekanisme Gaya Dorongnya. 5) II.4 Karakterisasi Reservoir Rekah Alam Karakterisasi reservoir rekah alam sangat penting, dimana dapat menentukan type dari reservoir rekah alam dan juga lebih penting lagi dapat menentukan besarnya storage dari fluida yang terdapat di dalam reservoir tersebut. 8

II.4.1 Permeabilitas Rekahan Permeabilitas merupakan kemampuan batuan untuk mengalirkan fluida. Seperti halnya pada matriks, rekahan tentu juga akan memiliki permeabilitas pula. Hadirnya rekahanrekahan pada batuan akan mengakibatkan pertambahan permeabilitas sistem yang signifikan. Hal ini disebabkan besarnya permabilitas rekahan itu sendiri. Sehingga permeabilitas rekahan akan menjadi faktor penting dalam penentuan kualitas dan produktivitas rekahan. Persamaan Darcy tidak akan berlaku dalam merepresentasikan sistem aliran fluida dalam rekahan karena rekahan bukanlah media berpori. Oleh karena itu dalam sistem ini lebih cenderung untuk digunakan teori plat sejajar berdasarkan konsep lebar dan jarak rekahan. Penentuan permeabilitas rekahan ini dapat menggunakan data pengujian sumur seperti pressure build-up maupun dengan menggunakan persamaan Nelson & Parson (1966) yang mengasumsikan aliran fluida laminar. Persamaan Nelson & Parson ini dapat dilihat pada persamaan (2.2) sedangkan persamaan (2.1) merupakan penentuan permeabilitas rekahan dengan menggunakan data uji pressure build-up. qµ B k f = 162.6......(2.1) mh k f 2 e ρg =...(2.2) 12 µ Dimana: k f = permeabilitas rekahan q = laju alir µ = viskositas fluida h = ketebalan formasi m = gradient kemiringan plot ρ = densitas fluida e = lebar rekahan g = gaya gravitasi 9

II.4.2 Porositas Rekahan Porositas merupakan perbandingan volume pori yang ada pada batuan dengan volume total dari batuan tersebut. Berarti porositas rekahan dapat diartikan sebagai perbandingan volume pori pada rekahan dengan volume total dari sistem (batuan). Porositas rekahan ini biasanya diekspresikan dengan: e φ f = x100...(2.3) D+ e Dengan D merupakan jarak antar rekahan. Harga porositas rekahan ini kebanyakan tidak akan lebih dari 1 % dan umumnya berkisar 0.5 %. Nelson juga melakukan studi mengenai harga ini dan menyimpulkan bahwa porositas rekahan selalu kurang dari 2 % dengan pengecualian bila ada vug-fracture. II.4.3 Kompresibilitas Rekahan Kompresibilitas rekahan tentunya akan lebih besar dari kompresibilitas matriks. Mengenai penentuan kompresibilitas rekahan ini, Aguilera mengusulkan sebuah grafik kompresibilitas rekahan terhadap stress. Grafik ini dapat dilihat pada Gambar II.4. Gambar II.4 Grafik Untuk Menentukan Kompresibilitas Rekahan. 2) 10

Dengan MINER merupakan perkiraan persentase mineral sekunder pada rekahan dan RATIO adalah perbandingan porositas rekahan dengan penjumlahan porositas rekahan dan porositas vuggy yang saling berhubungan. Semakin besar kandungan mineral maka aliran fluida yang melewati rekahan akan semakin terganggu. II.4.4 Storativity Ratio Storativity ratio merupakan perbandingan fluida yang tersimpan pada rekahan dengan keseluruhan fluida yang tersimpan pada batuan. Parameter ini diekspresikan dengan: φ C ω f f = φ f Cf + φ mcm...(2.4) ω = 1 All storage in fracture (TYPE C) ω = 0.1 Storage in matrix = 9 x di fracture (TYPE A) ω = 0.01 Storage in matrix = 90% : 1 % di fracture (TYPE A) ω = 0.5 Storage in matrix = Storage di fracture (TYPE B ) Berdasarkan klasifikasi Mc Naughton & Grab, reservoir dengan tipe A memiliki nilai koefisien storativity yang kecil artinya reservoir ini memiliki kapasitas penyimpanan matriks yang besar. Kontribusi porositas rekahan terhadap porositas total biasanya hanya sekitar 10%. Reservoir jenis ini sering menimbulkan problem lost circulation pada saat operasi pemboran. Sedangkan reservoir dengan tipe B menunjukkan kapasitas penyimpanan fluida pada matriks dan rekahan yang hampir seimbang. Apabila hal ini ditunjang dengan permeabilitas matriks yang tinggi maka akan menghasilkan reservoir dengan laju alir dan recovery yang tinggi. Terakhir reservoir dengan tipe C akan memiliki harga koefisien storativity yang besar artinya hampir seluruh fluidanya tersimpan dalam rekahan-rekahan. Reservoir jenis ini dapat memberikan laju alir yang tinggi pada saat awalnya, tetapi dalam waktu singkat laju aliran tersebut dapat menurun dengan sangat drastis hingga ke tingkat kritis atau 11

sudah tidak ekonomis lagi untuk diproduksikan. II.4.5 Interporosity Flow Coeficient Merupakan perbandingan antara permeabilitas pada matriks dengan permeabilitas rekahan. Parameter ini menunjukkan derajat keheterogenan dari sistem dan diekspesikan dengan persamaaan: k λ = a k m f r 2 w...(2.5) Dengan r w merupakan jari-jari lubang sumur dan σ adalah koefisien shape factor. Harga λ ini biasanya diperoleh melalui analisa data pengujian sumur. Semakin besar harga λ berarti kehetoregenan sistem matriks-rekahan tersebut semakin kecil dan begitu pula sebaliknya. II.4.6 Partitioning Coefficient Pollard Pirson Method V fracturevolume partitioningcoefficient= totalvolume = v f v f + v m (2.6) v = 1 : All storage of fluid is in the fracture, Type C v = 0 and 1 : Fluid are storage both in matrix and fracture, Type B v = 0 : All storage of fluid is in the matrix, Type A Dalam aplikasinya harga harga parameter di atas didapat dari interpretasi dan analisa pressure transient. 12

Gambar II.5 Well Test Analysis Pada Naturally Fracture Reservoir II.5 Simulasi Reservoir Rekah Alam Simulasi Reservoir dengan menggunakan Software sehingga dapat memudahkan kita dalam menentukan karakteristik reservoir dan memprediksi performance suatu reservoir. Simulasi untuk reservoir rekah alam dilakukan dengan metode dual porosity.. Di dalam simulasi model reservoir rekah alam terdiri dari dua media yaitu matriks dan fractures. Matriks merupakan sumber dari fluida reservoir sedangkan fracture sebagai media untuk mengalirkan fluida ke lubang sumur. Faktor yang menentukan besarnya fluida mengalir yaitu fracture, dimana bila fluida sudah tidak mampu untuk mengalir lagi ini menandakan aliran dari fracture sudah menurun. Hal ini tergantung dari besarnya aliran dari matriks ke dalam fracture. Dalam pemodelan reservoir rekah alam maka semua bentuk karakterisasi dan pengujian reservoir harus terlebih dulu dilakukan, seperti analisa core, well test, transient pressure analysis, PVT, production test, model geologi yang presisi dalam interpretasinya dan informasi informasi reservoir lainnya. Tujuan dari simulasi ini adalah untuk memprediksi future production performance dari lapangan X. 13

II.6 Multilateral Well Technology Sumur sumur multilateral adalah sumur dimana terdapat sejumlah cabang cabang horizontal untuk menjaga atau meningkatkan produktivitas. Keuntungan multilateral ini adalah : - Meningkatkan produktivitas - Meningkatkan dan mempercepat perolehan minyak - Meningkatkan luas drainage reservoir - Alternatif untuk infill drilling - Mengurangi jumlah platform, biaya pembebasan lahan di permukaan Aplikasi multilateral ditujukan terutama pada : - Membatasi produksi air atau gas dengan memperlambat terjadinya coning. - Meningkatkan produktivitas dan perolehan dari sumur sumur yang telah ada dengan multilateral sidetracking - Meningkatkan perolehan dengan produksi dari beberapa reservoir terpisah secara efektif - Memproduksi dari target target seperti lensa atau reservoir yang dibatasi oleh patahan patahan konduktif Gambar II.6 Application Multilateral Well 14

- Meningkatkan efisiensi penyapuan areal dan vertikal melalui penginjeksian sumur sumur multilateral (aliran fluida yang linier). Strategi multilateral yaitu cabang cabang lateral harus didesain sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi interference dalam daerah pengurasan dan dengan demikian ditunjukkan terutama untuk bagian bagian reservoir yang masih belum terkuras oleh sumur sumur vertikal. Tanpa sumur sumur multilateral sisa minyak ini akan tetap tak terproduksi sehingga teknologi multilateral merupakan alternatif terbaik untuk infill drilling seperti penggurasan sumur sumur attic. Sistem multilateral yang ada saat ini dapat dibagi menjadi 3 atas dasar konfigurasi cabang cabang lateral yaitu : - Branched horizontal wells, luas reservoir yang dapat dikuras akan diperbesar dibandingkan dengan sumur vertikal - Stacked horizontal wells, ditunjukan terutama untuk eksploitasi reservoir berlapis. - Radial lateral wells, setiap cabang lateral dapat dipercabangkan lagi untuk memperbesar daerah pengurasan reservoir. Teknik teknik komplesi multilateral saat ini terbagi atas 3 yaitu : - Open hole : pemasangan dan penyemenan casing hanya dilakukan hingga diatas zona produktif. Cabang lateral dan lubang sumur ke bawah dibiarkan dalam bentuk open hole. Tipe ini hanya terbatas pada formasi formasi yang diyakini terkonsolidasi. Keuntungannya yaitu biaya yang rendah. Kerugiannya yang utama adalah kesulitan dalam re-entry serta ketidakmampuan untuk melakukan isolasi produksi. - Slotted Liner : tipe ini dilakukan dengan memasang slotted liner pada cabang lateral. Namum liner ini tidak diikatkan (tie-back) ke casing utama. Tipe ini kerugiannya juga pada kesulitan sewaktu re-entry ke cabang lateral dan ketidakmampuan dalam isolasi produksi. - Cased hole : untuk tipe ini, cabang lateral dipasang liner yang dihubungkan ke casing utama. Liner bisa disemen atau tidak tergantung kestabilan dinding formasi 15

cabang lateral. Isolasi zona produksi dapat dilakukan dengan ekternal casing packer dan pengaturan aliran dapat dilakukan seperti halnya pada sumur sumur biasa yaitu melalui sliding sleeves, flow nipples dll. 16