BAB III ANALISA GEOMEKANIKA DAN REKAHAN
|
|
- Ivan Atmadjaja
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB III ANALISA GEOMEKANIKA DAN REKAHAN III.1 Data dan Metode Analisis Penentuan hubungan antara tegasan in-situ dengan suatu rekahan tidak terlepas dari pembuatan model geomekanika. Beberapa parameter harus dipenuhi untuk dapat membuat sebuah model geomekanika, yaitu: tegasan, tekanan pori, sifat fisik dari batuan, batuan penutup dan rekahan/patahan yang terjadi secara alamiah (Gambar III.1 & III.2). Gambar III.2 menunjukan parameter-parameter yang dibutuhkan untuk membuat sebuah model geomekanika, dari data mentah, data terproses sampai analisa. Tingkat kepercayaan sebuah model geomekanika tergantung dari parameter yang digunakan. Semakin baik kualitas setiap parameter akan memberikan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi terhadap model geomekanikanya Gambar III.1. Model Geomekanika (modifikasi dari Geomechanics International, Inc., 2000) 3.1
2 Gambar III.2. Diagram alir untuk analisisa geomekanika dan rekahan (modifikasi dari Geomechanics International, Inc., 2000) III.2 Analisa Geomekanika III.2.1 Tegasan Vertikal (Sv) Besar tegasan vertikal terutama disebabkan oleh adanya gaya gravitasi. Suatu lapisan dengan kandungan fluida di dalamnya merupakan penyebab utama dari tegasan ini, dan dikenal juga dengan instilah tegasan overburden. Besar tegasan vertikal merupakan penjumlahan seluruh tegasan yang bekerja pada arah vertikal terhadap batuan, tetapi untuk kebanyakan aplikasi geomekanika, nilai ini sebanding dengan tegasan overburden. Integrasi antara densitas batuan yang terekam pada log densitas dengan besarnya gaya gravitasi menyatakan besarnya tegasan overburden yang dialami oleh suatu lapisan pada kedalaman tertentu (Zoback dkk, 2003). Hal ini bisa dituliskan dengan persamaan : Sv = 0 z ρg dz (3.1) 3.2
3 Dimana Sv adalah tegasan vertikal, ρ adalah densitas batuan yang terekam oleh log densitas, g adalah nilai akselerasi gravitasi yang konstan, dan z adalah kedalaman dari data log densitas. III Tegasan Vertikal pada Sumur AWI 1-2 Gambar III.3. memperlihatkan hasil perhitungan tegasan vertikal pada Sumur AWI 1-2, adapun nilai densitas batuan yang digunakan berasal dari log densitas dan pengukuran conto inti pemboran / core. Dari hasil perhitungan, keduanya menunjukan tren yang sama dan tren liniar dari hasil perhitungan tegasan vertikal pada sumur ini adalah sebesar psi / ft. Gambar III.3. Tegasan Vertikal pada Sumur AWI 1-2 III Tegasan Vertikal pada Sumur AWI 2-1 Gambar III.3. memperlihatkan hasil perhitungan tegasan vertikal pada Sumur AWI 2-1, adapun nilai densitas batuan yang digunakan hanya berasal dari log densitas dan 3.3
4 tren liniar dari hasil perhitungan tegasan vertikal pada sumur ini adalah sebesar psi / ft. Gambar III.4. Tegasan Vertikal pada Sumur AWI 2-1 III.2.2 Tekanan Pori (Pp) Tekanan pori dapat ditentukan melalui pengukuran langsung seperti melalui DST, RFT, atau uji alir pada sumur yang telah di produksi. Pada lapangan awibengkok tekanan pori pada kondisi awal mempunyai gradien 0.54 psi/ft (Sugiaman, 2003; Acuna, dkk, 2008). Untuk sumur AWI 1-2 dan 2-1 tidak terdapat data tekanan pori hal ini dikarenakansumur-sumur tersebut merupakan sumur-sumur yang dibor pertama kali dalam tahap eksplorasi, sehingga data tekanan pori diambil dari sumur lain di lapangan ini. Gambar III.5. menggambarkan hasil pengukuran dan gradien liniar tekanan pori pada kondisi awal di lapangan Awibengkok. 3.4
5 Gambar 3.5. Tekanan Pori pada kondisi awal di Lapangan Awibengkok (Sugiaman, 2003) III.2.3 Tegasan Horizontal Minimum (Sh min) Metode paling efektif dalam penentuan besar tegasan horizontal minimum (Sh min) pada suatu sumur pemboran adalah dengan tes rekahan hidraulik. Sayangnya, tes ini tidak selalu dilakukan, atau kalaupun dilakukan pada casing seats hanya akan 3.5
6 didapatkan beberapa data saja. Tes leak-off konvensional tidak diciptakan untuk menentukan nilai tegasan horizontal minimum, tetapi dengan sedikit modifikasi tes ini bisa menjadi extended leak-off dan memberikan tambahan data menggenai kondisi tegasan yang terjadi. Gambar III.6. menunjukan bagaimana hubungan antara tes yang dilakukan dengan kondisi lubang sumur / batuan disekitarnya. Gambar III.6. Berbagai macam tes yang dilakukan untuk menentukan kekuatan batuan pada lubang sumur. (Geomechanics International, Inc., 2000) Pada sumur AWI 1-2 dilakukan tes extended Leak-off atau kondisi dimana tes Formation Break Down Pressure pada gambar III.6 tercapai,dan setelah digabung dengan data-data lain dari sumur-sumur sekitarnya maka didapatkan gradien liniar tegasan horizontal minimum di lapangan Awibengkok adalah sebesar 0.54 psi/ft (Sugiaman, 2003) (Gambar III.7). 3.6
7 Gambar III.7. Tegasan Horizontal Minimum pada Lapangan Awibengkok (Sugiaman, 2003) III.2.4 Tegasan Horizontal Maksimum (SH maks) III Arah Tegasan Horizontal Maksimum Pengamatan terhadap rekahan yang terbentuk akibat pemboran untuk mengetahui arah tegasan horisontal maksimum telah banyak dilakukan (Barton dkk., 1998; Castillo dkk., 2000). Rekahan yang terbentuk akibat pemboran terjadi pada batuan yang homogen dan elastik karena adanya konsentrasi tekanan di sekitar sumur pemboran yang melebihi kekuatan batuan akibat aktivitas pemboran. Rekahan ini terjadi jika tegasan vertikal merupakan salah satu bagian dari tegasan utama dan arahnya relatif sejajar dengan sumur pemboran. Kenampakan rekahan akibat pemboran dapat berupa breakout maupun rekahan induced. Arah tegasan utama dapat diperoleh dengan 3.7
8 menggunakan log kaliper, namun meskipun lengan kaliper dapat menentukan arah dari breakout, tetapi informasi yang diperoleh mengenai bentuk lubangnya sangat sedikit. Perkembangan teknologi menghadirkan pembacaan akustik atau ultrasonik dengan Borehole televiewer, sedangkan yang lainnya menggunakan alat perekam gambar secara elektrik berdasarkan perbedaan resistivitas. Ukuran rekahan induced yang dapat dibaca oleh kedua alat ini semakin kecil, selain itu bentuk breakout pun dapat terlihat dengan jelas. Kenampakan-kenampakan akan breakout, rekahan induced, washout, rekahan dan lapisan dapat dilihat pada gambar III.8. Arah breakout dan rekahan induced akan saling tegak lurus dimana breakout akan terbentuk pada arah tegasan horisontal minimum sedangkan rekahan induced akan terbentuk pada arah tegasan horisontal maksimum. (Geomechanics International, 2000) (gambar III.8). Gambar III.8. Penampakan geometri rekahan, breakout, washout, dan rekahan tensile di lubang sumur pada log gambar. (Geomechanics International, 2000) Berdasarkan pengamatan pada log gambar di Sumur AWI 1-2, penampakan brekaout tidaklah dijumpai akan tetapi rekahan induced banyak dijumpai. Hasil pengamatan dari rekahan induced, pada sumur ini umumnya berarah N 30 0 E - N 37 0 E atau Timur 3.8
9 Laut / NE tren. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut maka pada Sumur AWI 1-2 mempunyai arah tegasan horizontal maksimum Timur Laut Barat Daya (NE SW), hal ini dikarenakan rekahan induced yang terbentuk akan searah dengan arah tegasan horisontal maksimum yang ada. (Gambar III.9). Gambar III.9. Arah tegasan horisontal maksimum pada sumur AWI 1-2 Berdasarkan pengamatan pada log gambar di Sumur AWI 2-1, penampakan brekaout tidaklah dijumpai akan tetapi rekahan induced banyak dijumpai. Hasil pengamatan dari rekahan induced, pada sumur ini umumnya berarah N 35 0 E - N 47 0 E atau Timur Laut / NE tren. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut maka pada Sumur AWI 2-1 mempunyai arah tegasan horizontal maksimum Timur Laut Barat Daya (NE SW), hal ini dikarenakan rekahan induced yang terbentuk akan searah dengan arah tegasan horisontal maksimum yang ada. (Gambar III.10). Gambar III.11 menunjukan, posisi sumur AWI 1-2 dan AWI 2-1 di lapangan Awibengkok beserta arah tegasan horisontal maksimum, berdasarkan anallisa di kedua sumur tersebut di ketahui pada daerah lapangan Awibengkok arah tegasan horisontal maksimum adalah berarah Timur Laut Barat Daya (NE SW) 3.9
10 Gambar III.10. Arah tegasan horisontal maksimum pada sumur AWI 2-1 Gambar III.11. Arah tegasan horisontal maksimum pada lapangan Awibengkok 3.10
11 III Besaran Tegasan Horizontal Maksimum Berdasarkan data breakout dan rekahan induced dapat diperkirakan kekuatan batuan. Konsentrasi stress elastik di sekitar sumur pemboran ditentukan berdasarkan persamaan Kirsch. Terjadinya rekahan dipengaruhi oleh tiga tegasan (dua berarah horisontal dan satu berarah vertikal), kekuatan batuan, temperatur, tekanan pori, dan tekanan lumpur pemboran. Pada sumur pemboran vertikal dimana salah satu dari tegasan berarah vertikal, hubungan dari tegasan utama dapat dituliskan sebagai berikut: σ θθ = S h min + S H maks 2(S H maks S h min ) cos 2θ 2 P 0 ΔP σ ΔT (3.2) dimana θ adalah sudut yang diukur dari arah tegasan horisontal maksimum (SH maks). Sh min menyatakan besar tegasan horisontal minimum, P 0 adalah tekanan pori, ΔP merupakan selisih antara berat lumpur dengan tekanan pori, dan σ ΔT merupakan total dari tegasan akibat perubahan suhu karena pendinginan pada lubang pemboran sebesar Δ T (Zoback dkk., 2003). Berdasarkan persamaan di atas, harga maksimum akan didapatkan pada saat θ = 90 0, atau pada saat arahnya sejajar dengan SH maks sehingga : σ θθ max = 3 S H maks S h min 2 P 0 Δ P σ ΔT (3.3) Breakout pada sumur pemboran akan muncul pada saat konsentrasi tegasan maksimum melebihi kekuatan kompresi batuan (Zoback dkk, 2003). Sedangkan konsentrasi tegasan akan bernilai minimum pada saat θ = 0 0, atau pada saat arahnya sejajar dengan Sh min, sehingga : σ θθ min = 3 S h min S H max 2 P 0 σ ΔT (3.4) Konsentrasi tegasan kompresif terkecil akan muncul pada arah tegasan horisontal maksimum dan akan membentuk rekahan induced pada sumur dinding sumur 3.11
12 pemboran (Brudy dan Zoback, 1993). Pada saat sumbu sumur pemboran sejajar dengan salah satu tegasan utama, dinding rekahan tensile ini akan berada tegak lurus dengan arah breakout. Pada sumur yang vertikal, rekahan induced akan paralel dengan sumur pemboran dan terjadi pada arah dimana konsentrasi tegasan minimum. Gejala ini hanya terjadi pada dinding sumur pemboran dan tidak berdampak luas pada formasi batuan, kecuali jika tekanan dari lumpur pemboran melebihi tegasan utama minimum. Dari persamaan 3.4, dimana σ min θθ akan sama dengan Tekanan lumpur pada saat pengeboran / P mud, untuk saat ini σ ΔT diabaikan dan Δ T ~ 0 maka dapat ditulis persamaan dimana rekahan induced terbentuk sebagai berikut (Zoback dkk, 2003): P mud = 3 S h min S H max P 0 (3.5) Berdasarkan persamaan diatas maka apabila terjadi rekahan induced dan kita mengetahui besaran tegasan horisontal minimum, tekanan pori, dan tekanan lumpur pemboran pada kedalaman tersebut maka tegasan horisontal maksimum bisa didapat. Adapun hasil perhitungan pada sumur AWI 1-2 terplot pada gambar III.12 dengan gradien sebesar 0,93 psi / ft sedangkan pada sumur AWI 2-1 terplot pada gambar III.13 dengan gradien sebesar 0,89 psi / ft. 3.12
13 Gambar III.12. Tegasan horisontal maksimum pada sumur AWI 1-2 Gambar III.13. Tegasan horisontal maksimum pada sumur AWI
14 III.2.5. Model Geomekanika Berdasarkan hasil perhitungan dan analisa terhadap tegasan vertikal, tekanan pori, tegasan horisontal minimum, arah dan besaran tegasan horisontal maksimum pada sumur AWI 1-2 dan AWI 2-1 maka didapat lapangan awibengkok ini berdasarkan klasifikasi Anderson (1951) berada pada rezim tegasan normal dimana tegasan vertikal (Sv) > tegasan horisontal maksimum (SH max) > tegasan horisontal minimum (Sh min). (Gambar III-14, III-15, III-16). Gambar III.14. Model Geomekanika sumur AWI
15 Gambar III.15. Model Geomekanika sumur AWI 2-1 Gambar III.16. Hubungan antara rezim patahan dengan tegasan utama (Geomechanics International, 2000) 3.15
16 III.3 Analisa Rekahan Rekahan reservoir (A reservoir fracture) adalah rekahan pada reservoir yang secara maksroskopik berupa diskontinuitas planar akibat deformasi atau diagenesa fisik pada batuan. Apabila terkait dengan deformasi brittle, maka kemungkinan akan bersifat terbuka, dan terjadi setelah proses alterasi atau mineralisasi. Apabila terkait dengan deformasi ductile, maka kemungkinan akan terbentuk lapisan batuan yang tedeformasi sangat kuat. Sebagai hasilnya maka rekahan reservoir yang ada akan menimbulkan efek negatif atau positif pada aliran fluida yang ada di batuan tersebut. Definisi yang luas ini dapat menyederhanakan penjelasan terhadap anisotropi pada aliran fluida dengan kaitan mekanisme terbentuknya dan morfologi rekahan yang ada. (Nelson, 2001) Reservoir rekahan (Fractured Reservoir) didefinisikan sebagai reservoir dengan rekahan yang terbentuk secara alamiah dan telah terbukti atau diduga terdapatnya signifikan efek hubungan antara rekahan dengan aliran fluida yang ada baik meningkatnya permeabilitas reservoir dan atau meningkatnya cadangan terukur atau meningkatnya anisotropi permeabilitas. (Nelson, 2001) III.3.1 Jenis dan Arah Rekahan Ada 3 tipe rekahan yang diinterpretasikan pada sumur AWI 1-2 dan AWI 2-1 berdasarkan log image yaitu rekahan konduktif, rekahan resistif, dan rekahan induced (Gambar III.17 & III.19). Dasar pembagian rekahan konduktif dan resistif adalah berdasarkan nilai bacaan resistivitas dari alat Formation Micro Imager (FMI) atau Formation Micro Scaner (FMS) yang digunakan pada kedua sumur tersebut. Berdasarkan data tes seperti tes spinner dan analisa conto batuan induk (core) pada sumur AWI 1-2 didapatkan bahwa rekahan yang bersifat terbuka dan produktif merupakan tipe rekahan konduktif pada log image, rekahan resistif pada conto batuan induk (core) merupakan rekahan/urat-urat (vein) yang telah diisi oleh mineral, dan rekahan induced adalah rekahan yang hampir sejajar dengan lubang bor dan diakibatkan karena proses pengeboran. 3.16
17 Hasil dari interpretasi pada kedua sumur tersebut memperlihatkan bahwa baik rekahan konduktif maupun resistif mempunyai arah jurus relatif sama yaitu arah Timur Laut Barat Daya (NE SW) dengan dominasi besaran dip berkisar antara derajat berarah Barat Laut (NW) (Gambar III.18 & III.20). Rekahan resistif mempunyai jurus dan kemiringan relatif lebih acak hal ini dikarenakan oleh proses pembentukannya yang berulang kali / beberapa periode, sedangkan rekahan konduktif berdasarkan penelitian terdahulu akan terbentuk paling akhir, hal ini bisa dipahami karena apabila rekahan yang ada bersifat terbuka dan pada saat dilakukan pemboran masih terbuka maka rekahan tersebut akan diisi oleh lumpur pemboran, pada saat dilakukan pengukuran dengan alat Formation Micro Imager (FMI) atau Formation Micro Scaner (FMS) maka lumpur pemboran akan bersifat lebih konduktif dibandingkan dengan formasi batuan yang ada. Gambar III.17. Interpretasi rekahan pada sumur AWI
18 Gambar III.18. Arah jurus dan kemiringan rekahan pada sumur AWI
19 Gambar III.19. Interpretasi rekahan pada sumur AWI
20 Gambar III.20. Arah jurus dan kemiringan rekahan pada sumur AWI 2-1 Kesamaan arah jurus dari rekahan resistif dan konduktif yang berarah Timur Laut Barat daya (NE SW) dapat disimpulkan bahwa rekahan konduktif atau rekahan yang terbuka pada saat ini kemungkinan merupakan hasil reaktifasi dari rekahan resistif (urat / vein) yang ada. 3.20
21 III.3.2 Analisa Petrofisika Rekahan Analisa petrofisika pada sumur AWI 1-2 dan AWI 2-1 dilakukan untuk mengetahui parameter-parameter yang diperlukan untuk membuat model geologi dan model distribusi rekahan. Nilai porositas rekahan didefinisikan sebagai besaran volume rongga dari rekahan dibagi oleh total volume batuan yang ada (persamaan 3.6)(Gambar III.21). Фf = Volume Rongga Rekahan Total Volume Batuan (3.6) Gambar III.21 menunjukan ilustrasi porositas rekahan pada batu gamping dengan nilai porositas rekahan berkisar antara 0.1 hingga 5 % (Tiab dan Donaldson, 2004) Gambar III.21. Porositas rekahan pada batu gamping yang menunjukan hubungan antara rongga rekahan dengan volume batuan yang ada, A.) porositas rekahan 0.15%, B.) porositas rekahan 1.0%, C.) porositas rekahan 5%, D.) porositas rekahan 0.3%, E.) porositas rekahan 0.3 %. (modifikasi dari Tiab dan Donaldson, 2004) 3.21
22 Perhitungan porositas pada kedua sumur dilakukan berdasarkan data dari log porositas (NPHI), densitas (RHOB), dan sonik (dt). Perhitungan nilai porositas dari log densitas berdasarkan rumus di bawah ini (Schlumberger, 2000): Ф den = ρ ma ρ b ρ ma ρ f (3.7) dimana ρ ma adalah nilai densitas dari matrix pada formasi, ρ b adalah nilai pengukuran log, dan ρ f adalah nilai densitas dari fluida. Perhitungan nilai porositas dari log sonik berdasarkan rumus di bawah ini (Aguilera, 1995): φs = Δt Δt Δt Δt f ma ma (3.8) dimana фs adalah nilai porositas dari log sonik, Δt adalah nilai log sonik, Δt ma adalah nilai log sonik untuk matriks, dan Δtf adalah nilai log sonik untuk fluida. Nilai porositas untuk rekahan dapat dihitung berdasarkan rumus dibawah ini (Aguilera, 1995) : PHIF = PHInd PHIS (3.9) dimana PHIF adalah nilai porositas dari rekahan, PHInd adalah nilai porositas total berdasarkan log porositas dan densitas, dan PHIS adalah nilai porositas dari log sonik. Nilai permeabilitas sebuah rekahan dapat dievaluasi dengan mengangap terdapatnya sebuah rekahan yang memotong tubuh batuan atau lubang sumur (Gambar III.22). Nilai permeabilitas rekahan dapat diketahui dengan mengunakan persamaan yang diturunkan oleh Croft dan Kotyakhov dari Darcy. (Tiab dan Donaldson, 2004) 3.22
23 q = h3 w f Δp 12 μ L (3.10) Dimana q adalah besaran aliran fluida atau permeabilitas, h adalah tinggi atau tebal dari rekahan, W f adalah lebar dari rekahan, L adalah panjang dari rekahan, μ adalah viscositas fluida, dan ΔP adalah perbedaan tekanan. Gambar III.22. Model linear untuk aliran fluida pada rekahan (Tiab dan Donaldson, 2004) Nilai permeabilitas dari sebuah rekahan adalah nilai resultan dari ketiga buah nilai tensorial yaitu i, j, dan k atau yang mewakili sumbu x, y, dan z. Gambar III.23 menunjukan percobaan yang telah dilakukan di laboratorium untuk mengukur nilai tensorial permeabilitas berdasarkan data conto inti batuan dengan memperhatikan posisi dari sampel yang diambil terhadap data conto inti batuan. (Nelson, 2001). Adapun hasil dari pemodelan distribusi permeabilitas rekahan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah nilai permeabilitas pada vektor i atau ki, vektor j atau kj, dan vektor k atau kk 3.23
24 Gambar III.23. Orientasi dari permeabilitas pada percobaan berdasarkan conto batuan, dengan melihat posisi dari conto batuan terhadap posisi sebenarnya. (Nelson, 2001) Gambar III.24 adalah contoh dari analisa petrofisika pada sumur AWI 1-2, kolom pertama adalah nilai kedalaman sumur, kolom kedua adalah kolom dengan log sinar gamma, kolom ketiga adalah kolom dengan log porositas, kolom keempat adalah kolom dengan log densitas, kolom kelima adalah kolom dengan log kecepatan kompresional dann shear dari pengukuran conto batuan induk (core), kolom keenam adalah kolom dengan log kaliper, kolom ketujuh adalah kolom tadpole untuk hasil interpretasi rekahan konduktif dan kolom kedelapan adalah kolom tadpole untuk hasil interpretasi rekahan resistif. 3.24
25 Dapat dilihat pada gambar III.24 nilai porositas rata-rata adalah 10% dan nilai densitas berkisar antara g/cc. Nilai porositas baik dari log porositas (NPHI), log densitas (RHOB) dan pengukuran conto batuan induk (core) menunjukan sebuah trend yang sama, perbedaan nilai antara log porositas dengan nilai pengukuran dari conto batuan induk disebabkan karena karakteristik pengukuran log porositas tersebut mengukur indeks hidrogen yang ada di formasi sekitar lubang sumur, sedangkan pengukuran porositas pada conto batuan induk dilakukan dengan kondisi tertentu di laboratorium. Pada umumnya nilai porositas dari log akan lebih besar dibandingkan dengan nilai porositas dari pengukuran conto batuan induk. Pada sumur ini tidak dihitung porositas dari log sonik karena ketiadaan data. Gambar III.25 adalah contoh dari analisa petrofisika pada sumur AWI 2-1, kolom pertama adalah nilai kedalaman sumur, kolom kedua adalah kolom dengan log sinar gamma, kolom ketiga adalah kolom dengan log porositas, kolom keempat adalah kolom dengan log densitas, kolom kelima adalah kolom dengan log sonik, kolom keenam adalah kolom dengan log kaliper, kolom ketujuh adalah kolom tadpole untuk hasil interpretasi rekahan konduktif dan kolom kedelapan adalah kolom tadpole untuk hasil interpretasi rekahan resistif. Dapat dilihat pada gambar III.25 nilai porositas rata-rata adalah 20% dan nilai densitas berkisar antara g/cc. Zona merah yang merupakan zona irisan dari nilai porositas total atau berdasarkan log densitas dan porositas dengan nilai porositas dari log sonik (persamaan 3.8) adalah zona yang mengindikasikan rekahan, dapat dilihat dimana zona merah yang lebar maka pada zona tersebut terdapat banyak rekahan yang diinterpretasikan pada log image, adapun kehadiran zona merah tetapi tidak adanya interpretasi rekahan pada kolom tadpole hal ini disebabkan karena ketiadaan log image di daerah tersebut. 3.25
26 Gambar III.24. Analisa petrofisika pada sumur AWI
27 Gambar III.25. Analisa petrofisika pada sumur AWI
BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN
BAB IV MODEL GEOLOGI DAN DISTRIBUSI REKAHAN IV.1 Model Geologi Model geologi daerah penelitian dibuat berdasarkan data sumur, peta geologi permukaan terdahulu, dan kegempaan mikro. Untuk data lithologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk. menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Eksplorasi hidrokarbon memerlukan analisis geomekanika untuk menghindari berbagai masalah yang dapat mempengaruhi kestabilan sumur pemboran. Analisis geomekanika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah-masalah pemboran (drilling hazards) seperti lost circulation dan kick sering terjadi saat pemboran dilakukan oleh PT. Pertamina EP Asset 3 di Lapangan MRFP
Lebih terperinciBAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING
BAB VI KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 6. 1 Pendahuluan Menurut Nelson (1985), sistem rekahan khususnya spasi rekahan dipengaruhi oleh komposisi batuan, ukuran butir, porositas, ketebalan lapisan,
Lebih terperinciUntuk mengetahui klasifikasi sesar, maka kita harus mengenal unsur-unsur struktur (Gambar 2.1) sebagai berikut :
Landasan Teori Geologi Struktur Geologi struktur adalah bagian dari ilmu geologi yang mempelajari tentang bentuk (arsitektur) batuan akibat proses deformasi serta menjelaskan proses pembentukannya. Proses
Lebih terperinciIDENTIFIKASI KEBERADAAN REKAHAN PADA FORMASI KARBONAT MELALUI REKAMAN LOG DAN BATUAN INTI
IDENTIFIKASI KEBERADAAN REKAHAN PADA FORMASI KARBONAT MELALUI REKAMAN LOG DAN BATUAN INTI Gerry Gusti Nugraha, Benyamin, Ratnayu Sitaresmi Program Studi Teknik Perminyakan, Universitas Trisakti Abstrak
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM
BAB IV ANALISIS KORELASI INFORMASI GEOLOGI DENGAN VARIOGRAM Tujuan utama analisis variogram yang merupakan salah satu metode geostatistik dalam penentuan hubungan spasial terutama pada pemodelan karakterisasi
Lebih terperinciANALISA GEOMEKANIKA DAN DISTRIBUSI REKAHAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI AWIBENGKOK, PROPINSI JAWA BARAT, INDONESIA
ANALISA GEOMEKANIKA DAN DISTRIBUSI REKAHAN PADA LAPANGAN PANAS BUMI AWIBENGKOK, PROPINSI JAWA BARAT, INDONESIA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal
Lebih terperinciBAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN
BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN Untuk memperoleh keyakinan terhadap model yang akan digunakan dalam simulasi untuk menggunakan metode metode analisa uji sumur injeksi seperti
Lebih terperinciBAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR
BAB IV PEMODELAN PETROFISIKA RESERVOIR Pemodelan petrofisika reservoir meliputi pemodelan Vshale dan porositas. Pendekatan geostatistik terutama analisis variogram, simulasi sekuensial berbasis grid (Sequential
Lebih terperinciAcara Well Log Laporan Praktikum Geofisika Eksplorasi II
WELL LOG 1. Maksud dan Tujuan Maksud : agar praktikan mengetahui konsep dasar mengenai rekaman sumur pemboran Tujuan : agar praktikan mampu menginterpretasi geologi bawah permukaaan dengan metode rekaman
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR II.1. Model Reservoir Rekah Alam
BAB II TEORI DASAR Pada saat ini jenis reservoir rekah alam mulai sering ditemukan, hal ini dikarenakan semakin menipisnya reservoir batu klastik yang mengandung hidrokarbon. Fakta menunjukkan bahwa sekitar
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING
BAB V KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING 5.1 Teori Dasar 5.1.1 Mekanisme Pembentukan Rekahan Rekahan adalah suatu bidang diskontinuitas pada batuan yang diinterpretasikan sebagai hasil dari
Lebih terperinciEvaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur
Evaluasi Formasi dan Estimasi Permeabilitas Pada Reservoir Karbonat Menggunakan Carman Kozceny, Single Transformasi dan Persamaan Timur Oleh: Ari Teguh Sugiarto 1109100053 Dosen Pembimbing: Prof. Dr.rer.nat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai studi dilakukan untuk mengoptimalkan eksplorasi hidrokarbon. Pengoptimalan dilakukan karena kenyataannya cadangan hidrokarbon pada batuan reservoir dangkal
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM SUMUR
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH... iv KATA PENGANTAR...v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi RINGKASAN... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR
Lebih terperinciDAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN SARI ABSTRACT.
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR SINGKATAN SARI ABSTRACT i ii iv viii xv xvi xvii xviii xix BAB I: PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah
BAB I PENDAHULUAN Kegiatan ekplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi merupakan kegiatan yang sangat penting di dalam dunia industri perminyakan, setelah kegiatan eksplorasi dilaksanakan dan ditemukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I-1
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peningkatan kebutuhan energi di dunia akan minyak dan gas bumi sebagai bahan bakar fosil yang utama cenderung meningkat seiring dengan perubahan waktu. Kebutuhan dunia
Lebih terperinciSIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :
REKAYASA TANAH & BATUAN 1 SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Sifat fisik batuan
Lebih terperinciBAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching
BAB V ANALISIS 5.1 Penampang Hasil Curve Matching Penampang hasil pengolahan dengan perangkat lunak Ipi2win pada line 08 memperlihatkan adanya struktur antiklin. Struktur ini memiliki besar tahanan jenis
Lebih terperinciRESUME KEKAR. A. Definisi Kekar
RESUME KEKAR A. Definisi Kekar Kekar merupakan pola sistematik yang ditandai dengan blok yang saling berpisan bidang rekahan akan tetapi tidak menunjukan pergeseran terlampau berarti pada titik bagiaan
Lebih terperinciStrain, Stress, dan Diagram Mohr
TUGAS GL-2212 GEOLOGI STRUKTUR Strain, Stress, dan Diagram Mohr Oleh: Hafidha Dwi Putri Aristien NIM 12111003 Program Studi Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI DATA. batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada
BAB V INTERPRETASI DATA V.1. Penentuan Litologi Langkah awal yang dilakukan pada penelitian ini adalah menentukan litologi batuan dengan menggunakan hasil perekaman karakteristik dari batuan yang ada dibawah
Lebih terperinciBAB V ANALISA. dapat memisahkan litologi dan atau kandungan fluida pada daerah target.
BAB V ANALISA 5.1 Analisa Data Sumur Analisis sensitifitas sumur dilakukan dengan cara membuat krosplot antara dua buah log dalam sistem kartesian sumbu koordinat x dan y. Dari plot ini kita dapat memisahkan
Lebih terperinciOverpressure dan Geomekanik Daerah Deepwater pada Lapangan Verde, Selat Makassar Sarah Sausan (37322) BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN II.1. Latar Belakang Penelitian Overpressure merupakan istilah untuk mendeskripsikan tekanan fluida dalam pori-pori batuan bawah permukaan (tekanan pori) yang lebih tinggi dari normal,
Lebih terperinciBAB IV RESERVOIR KUJUNG I
BAB IV RESERVOIR KUJUNG I Studi geologi yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui geometri dan potensi reservoir, meliputi interpretasi lingkungan pengendapan dan perhitungan serta pemodelan tiga dimensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hidrokarbon merupakan salah satu sumber daya alam yang dapat meningkatkan kemajuan Bangsa Indonesia khususnya pada eksplorasi minyak dan gas bumi. Kegiatan ekplorasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Salah satu kegiatan pengumpulan data bawah permukaan pada kegiatan pengeboran sumur minyak dan atau gas bumi baik untuk sumur eksplorasi maupun untuk sumur
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur sesar yang dijumpai di daerah penelitian adalah Sesar Naik Gunungguruh, Sesar Mendatar Gunungguruh, Sesar Mendatar Cimandiri dan Sesar Mendatar
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING
BAB V KARAKTERISTIK REKAHAN PADA BATUGAMPING 5.1 Definisi dan Terminologi Rekahan Rekahan merupakan bidang diskontinuitas yang terbentuk secara alamiah akibat deformasi atau diagenesa. Karena itu dalam
Lebih terperinciSeminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN:
ANALISA DATA LOG UNTUK MENENTUKAN ZONA PRODUKTIF DAN MEMPERKIRAKAN CADANGAN AWAL PADA SUMUR R LAPANGAN Y Riza Antares, Asri Nugrahanti, Suryo Prakoso Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak
Lebih terperinciGAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR
GAYA PEMBENTUK GEOLOGI STRUKTUR Gaya a) Gaya merupakan suatu vektor yang dapat merubah gerak dan arah pergerakan suatu benda. b) Gaya dapat bekerja secara seimbang terhadap suatu benda (gaya gravitasi
Lebih terperinciEVALUASI FORMASI SUMURGJN UNTUK PENENTUAN CADANGAN GAS AWAL (OGIP) PADA LAPANGAN X
EVALUASI FORMASI SUMURGJN UNTUK PENENTUAN CADANGAN GAS AWAL (OGIP) PADA LAPANGAN X Abstrak Muhammad Fahdie, Asri Nugrahanti, Samsol Fakultas teknologi kebumian dan energi universitas trisakti Evaluasi
Lebih terperinciBAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK
BAB II PERAMBATAN GELOMBANG SEISMIK.1 Teori Perambatan Gelombang Seismik Metode seismik adalah sebuah metode yang memanfaatkan perambatan gelombang elastik dengan bumi sebagai medium rambatnya. Perambatan
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN RESERVOIR
BAB III PEMODELAN RESERVOIR Penelitian yang dilakukan pada Lapangan Rindang dilakukan dalam rangka mendefinisikan reservoir Batupasir A baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Beberapa hal yang dilakukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Gambar 1.1
I.1. I. PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Lapangan Reira telah diproduksi sejak 30 tahun yang lalu. Hingga saat ini telah lebih dari 90 sumur diproduksi di Reira. Pada awal masa eksploitasi, sumursumur
Lebih terperinciBAB IV UNIT RESERVOIR
BAB IV UNIT RESERVOIR 4.1. Batasan Zona Reservoir Dengan Non-Reservoir Batasan yang dipakai untuk menentukan zona reservoir adalah perpotongan (cross over) antara kurva Log Bulk Density (RHOB) dengan Log
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Analisis fasies dan evaluasi formasi reservoar dapat mendeskripsi sifat-sifat litologi dan fisika dari batuan reservoar, sehingga dapat dikarakterisasi dan kemudian
Lebih terperinciAnalisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin
Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Yosua Sions Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti
Lebih terperinciV. INTERPRETASI DAN ANALISIS
V. INTERPRETASI DAN ANALISIS 5.1.Penentuan Jenis Sesar Dengan Metode Gradien Interpretasi struktur geologi bawah permukaan berdasarkan anomali gayaberat akan memberikan hasil yang beragam. Oleh karena
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan
Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan
Lebih terperinciKlasifikasi Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density
JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-127 Fasies pada Reservoir Menggunakan Crossplot Data Log P-Wave dan Data Log Density Ismail Zaky Alfatih, Dwa Desa Warnana, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Kiprah dan perjalanan PT. Chevron Pacific Indonesia yang telah cukup lama ini secara perlahan diikuti oleh penurunan produksi minyak dan semakin kecilnya
Lebih terperinciGambar 3.27 Foto sayatan sampel pada sumur WR di kedalaman 1663 m yang menunjukkan kean mineral epidot (B3, C3), klorit (D4), dan mineral lempung (B4). Gambar 3.28 Perajahan temperatur pada zona mineral
Lebih terperinciBAB V ANALISA SEKATAN SESAR
BAB V ANALISA SEKATAN SESAR 5.1 Analisa Sesar Pada daerah analisa ini terdapat sebanyak 19 sesar yang diperoleh dari interpretasi seismik. Pada penelitian sebelumnya keterdapatan sesar ini sudah dipetakan,
Lebih terperinciDISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN
DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan. Ukuran pergerakan ini adalah bersifat relatif
Lebih terperinciDISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN
DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN DISKRIPSI GEOLOGI STRUKTUR SESAR DAN LIPATAN Mekanisme Sesar 1. Pengenalan a) Sesar merupakan retakan yang mempunyai pergerakan searah dengan arah retakan.
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA
BAB IV PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOFISIKA Dalam penelitian ini, penulis menggunakan 2 metode geofisika, yaitu gravitasi dan resistivitas. Dimana kedua metode tersebut saling mendukung, sehingga
Lebih terperinciBab III Pengolahan dan Analisis Data
Bab III Pengolahan dan Analisis Data Dalam bab pengolahan dan analisis data akan diuraikan berbagai hal yang dilakukan peneliti untuk mencapai tujuan penelitian yang ditetapkan. Data yang diolah dan dianalisis
Lebih terperinciBerikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar 3.18).
Gambar 3.17 Grafik silang antara porositas inti bor dan porositas log densitas. Berikut ini adalah log porositas yang dihasilkan menunjukkan pola yang sama dengan data nilai porositas pada inti bor (Gambar
Lebih terperinciBAB III DASAR TEORI. 3.1 Analisa Log. BAB III Dasar Teori
BAB III DASAR TEORI 3.1 Analisa Log Analisa log sumuran merupakan salah satu metoda yang sangat penting dan berguna dalam karakterisasi suatu reservoir. Metoda ini sangat membantu dalam penentuan litologi,
Lebih terperinciKEKAR (JOINT) Sumber : Ansyari, Isya Foto 1 Struktur Kekar
KEKAR (JOINT) A. Definisi Kekar Kekar adalah salah satu struktur geologi yang berupa rekahan pada batuan yang tidak terlalu mengalami pergeseran pada bidang rekahannya. Kekar merupakan gejala yang umum
Lebih terperinciBab 2. Teori Gelombang Elastik. sumber getar ke segala arah dengan sumber getar sebagai pusat, sehingga
Bab Teori Gelombang Elastik Metode seismik secara refleksi didasarkan pada perambatan gelombang seismik dari sumber getar ke dalam lapisan-lapisan bumi kemudian menerima kembali pantulan atau refleksi
Lebih terperinciPemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor. Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan
Pemodelan Sintetik Gaya Berat Mikro Selang Waktu Lubang Bor Menggunakan BHGM AP2009 Sebagai Studi Kelayakan Untuk Keperluan Monitoring dan Eksplorasi Hidrokarbon Oleh : Andika Perbawa 1), Indah Hermansyah
Lebih terperinciEVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO
EVALUASI PENANGGULANGAN LOST CIRCULATION PADA SUMUR M-1 DAN M-2 LAPANGAN X PHE WMO Marinna Ayudinni Nakasa Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknologi Kebumian Dan Energi E-mail: marinnaayud@gmail.com
Lebih terperinciBab III Gas Metana Batubara
BAB III GAS METANA BATUBARA 3.1. Gas Metana Batubara Gas metana batubara adalah gas metana (CH 4 ) yang terbentuk secara alami pada lapisan batubara sebagai hasil dari proses kimia dan fisika yang terjadi
Lebih terperinciBAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER
BAB IV PENGOLAHAN DAN ANALISA ANOMALI BOUGUER Tahapan pengolahan data gaya berat pada daerah Luwuk, Sulawesi Tengah dapat ditunjukkan dalam diagram alir (Gambar 4.1). Tahapan pertama yang dilakukan adalah
Lebih terperinciTRANSFER MOMENTUM FLUIDA STATIK
TRANSFER MOMENTUM FLUIDA STATIK Fluida statik adalah fluida dalam keadaan diam. Sudah kita ketahui bahwa fluida tidak mampu menahan perubahan bentuk karena tidak sanggup menahan shear stress atau gaya
Lebih terperinciAnis Berry dan Widya Utama Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika, FMIPA Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111
JURNAL FISIKA DAN APLIKASINYA VOLUME 5, NOMOR 1 JANUARI 2009 Estimasi Tekanan Formasi menggunakan Metode Tekanan Efektif dan Tekanan Minimum dengan Kalibrasi Data Log(DST, RFT, FIT dan LOT): Studi Kasus
Lebih terperinciDAFTAR ISI BAB I. PENDAHULUAN... 1
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii SARI... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi BAB I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang
Lebih terperinciMampu menentukan harga kejenuhan air pada reservoir
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan 1.1.1 Maksud 1.1.1.1 Melakukan analisis kuantitatif data log dengan menggunakan data log Gamma ray, Resistivitas, Neutron, dan Densitas. 1.1.1.2 Mengevaluasi parameter-parameter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permukaan bumi mempunyai beberapa lapisan pada bagian bawahnya, masing masing lapisan memiliki perbedaan densitas antara lapisan yang satu dengan yang lainnya, sehingga
Lebih terperinciBAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR
BAB III PEMODELAN GEOMETRI RESERVOIR III.1 ANALISIS DATA SUMUR DAN SEISMIK Analisis data sumur dilakukan dengan menginterpretasikan log pada sumur sumur di daerah penelitian untuk menentukan marker. Dari
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Pemahaman yang baik terhadap geologi bawah permukaan dari suatu lapangan minyak menjadi suatu hal yang penting dalam perencanaan strategi pengembangan lapangan tersebut.
Lebih terperinciRani Widiastuti Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut t Teknologi Sepuluh hnopember Surabaya 2010
PEMETAAN BAWAH PERMUKAAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN HIDROKARBON LAPANGAN KYRANI FORMASI CIBULAKAN ATAS CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA DENGAN METODE VOLUMETRIK Rani Widiastuti 1105 100 034 Jurusan Fisika Fakultas
Lebih terperinciJl. Raya Palembang-Prabumulih KM.32 Indralaya Sumatera Selatan, Indonesia Telp/Fax. (0711) ;
STUDI EVALUASI DATA LOGGING DAN SIFAT PETROFISIKA UNTUK MENENTUKAN ZONA HIDROKARBON PADA LAPISAN BATU PASIR FORMASI DURI LAPANGAN BALAM SOUTH, CEKUNGAN SUMATERA TENGAH STUDY EVALUATION OF DATA LOGGING
Lebih terperinciBAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI
BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI 2. 1 Gelombang Elastik Gelombang elastik adalah gelombang yang merambat pada medium elastik. Vibroseismik merupakan metoda baru dikembangkan dalam EOR maupun IOR
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN 1 BAB II. TINJAUAN UMUM LAPANGAN
HALAMAN JUDUL ------------------------------------------------------------------- i HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ------------------------- ii HALAMAN PENGESAHAN -------------------------------------------------------
Lebih terperinciEvaluasi Cadangan Minyak Zona A dan B, Lapangan Ramses, Blok D Melalui Pemodelan Geologi Berdasarkan Data Petrofisika
Evaluasi Cadangan Minyak Zona A dan B, Lapangan Ramses, Blok D Melalui Pemodelan Geologi Berdasarkan Data Petrofisika a Prahara Iqbal, b Undang Mardiana a UPT Loka Uji Teknik Penambangan dan Mitigasi Bencana,
Lebih terperinciSalah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di. Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku
1. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Salah satu reservoir utama di beberapa lapangan minyak dan gas di Cekungan Sumatra Selatan berasal dari batuan metamorf, metasedimen, atau beku berumur Paleozoic-Mesozoic
Lebih terperinciPorositas Efektif
Gambar 4.2.3. Histogram frekuensi porositas total seluruh sumur. 4.2.3. Porositas Efektif Porositas efektif adalah porositas total yang tidak terisi oleh shale. Porositas efektif ditentukan berdasarkan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI
BAB IV ANALISIS STRUKTUR GEOLOGI 4.1 Struktur Sesar Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian terdiri dari sesar sesar anjak berarah WNW - ESE, sesar-sesar geser berarah NE - SW. Bukti-bukti
Lebih terperinciPENENTUAN CEMENTATION EXPONENT (m) TANPA ADANYA CLEAN ZONE DAN WATER BEARING PADA RESERVOAR KARBONAT
PEETUA CEMETATIO EXPOET (m) TAPA ADAYA CLEA ZOE DA WATER BEARIG PADA RESERVOAR KARBOAT Oleh : Widya Utama, Puguh Hiskia, Benny ugroho Ardhiansyah, Septa Erik Prabawa Program Studi Geofisika Jurusan Fisika,
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING
BAB V KARAKTERISASI REKAHAN DI FASIES BATUGAMPING 5.1 Pendahuluan Rekahan dapat menjadi faktor utama dalam penyebaran porositas dalam batugamping. Rekahan di batugamping dapat ditemui dalam jenjang skala
Lebih terperinciHALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR HALAMAN PERSEMBAHAN SARI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii HALAMAN PERSEMBAHAN... iv SARI... v DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR TABEL & GRAFIK... xii BAB I PENDAHULUAN... 1
Lebih terperinciBAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam
BAB III TEORI DASAR 3.1 Seismik Refleksi Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam eksplorasi hidrokarbon. Telah diketahui bahwa dalam eksplorasi geofisika, metode seismik
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Shale merupakan jenis batuan yang mendominasi batuan sedimen di dunia, yakni sekitar 50-70 %, sedangkan sisanya berupa sandstone dan sedikit limestone (Jonas and McBride,
Lebih terperinciANALISIS GEOMEKANIKA PADA BATUAN DASAR, DI AREA JS-1 RIDGE BAGIAN SELATAN, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA
BULLETIN OF GEOLOGY Scientific Group of Geology, Faculty of Earth Sciences and Technology Institut Teknologi Bandung (ITB) ANALISIS GEOMEKANIKA PADA BATUAN DASAR, DI AREA JS-1 RIDGE BAGIAN SELATAN, CEKUNGAN
Lebih terperinciBAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN
BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN 6. 1 Hilang Panas Alamiah Dalam penentuan potensi panas bumi disuatu daerah diperlukan perhitungan kehilangan panas alamiah. Hal ini perlu dilakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di Indonesia semakin banyak ditemukan minyak dan gas yang terdapat pada reservoir karbonat, mulai dari ukuran kecil hingga besar. Penemuan hidrokarbon dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri perminyakan adalah salah satu industri strategis yang memegang peranan sangat penting saat ini, karena merupakan penyuplai terbesar bagi kebutuhan
Lebih terperinciBAB IV INTERPRETASI SEISMIK
BAB IV INTERPRETASI SEISMIK Analisa dan interpretasi struktur dengan menggunakan data seismik pada dasarnya adalah menginterpretasi keberadaan struktur sesar pada penampang seismik dengan menggunakan bantuan
Lebih terperinciBAB III TEORI FISIKA BATUAN. Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh
BAB III TEORI FISIA BATUAN III.1. Teori Elastisitas Proses perambatan gelombang yang terjadi didalam lapisan batuan dikontrol oleh sifat elastisitas batuan, yang berarti bahwa bagaimana suatu batuan terdeformasi
Lebih terperinciANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN
Analisis Petrofisika dan... ANALISIS PETROFISIKA DAN PERHITUNGAN CADANGAN GAS ALAM LAPANGAN KAPRASIDA FORMASI BATURAJA CEKUNGAN SUMATERA SELATAN M. Iqbal Maulana, Widya Utama, Anik Hilyah Jurusan Teknik
Lebih terperinciBAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C
BAB 4 ANALISIS FASIES SEDIMENTASI DAN DISTRIBUSI BATUPASIR C 4.1. Analisis Litofasies dan Fasies Sedimentasi 4.1.1. Analisis Litofasies berdasarkan Data Batuan inti Litofasies adalah suatu tubuh batuan
Lebih terperinciBAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN
BAB IV. ANALISIS KARAKETERISASI ZONA PATAHAN IV.1. Kapasitas Seal Pada Zona Patán Analisis karakter sifat zona patahan yang dilakukan dalam penelitian ini pada hakikatnya terdiri atas beberapa tahapan
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA
BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisa Data Litologi dan Stratigrafi Pada sumur Terbanggi 001, data litologi (Tabel 4.1) dan stratigrafi (Tabel 4.2) yang digunakan untuk melakukan pemodelan diperoleh
Lebih terperinciINTERPRETASI LOG SONIK UNTUK DETEKSI REKAHAN. Tugas Akhir. Oleh: WAHISH ABDALLAH IMAN NIM
INTERPRETASI LOG SONIK UNTUK DETEKSI REKAHAN Tugas Akhir Oleh: WAHISH ABDALLAH IMAN NIM 12204013 Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan
Lebih terperinciBAB VI KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING
BAB VI KARAKTERISASI REKAHAN PADA FASIES BATUGAMPING 6.1 Pendahuluan Batugamping di daerah penelitian terdiri atas beberapa fasies yang berbeda dan kehadiran rekahan pada fasies batugamping yang berbeda
Lebih terperinciSistem Sumur Dual Gas Lift
Bab 2 Sistem Sumur Dual Gas Lift 2.1 Metode Pengangkatan Buatan (Artificial Lift Penurunan tekanan reservoir akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur minyak, serta menurunkan laju produksi sumur.
Lebih terperinciBAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS
BAB V INTERPRETASI HASIL PENGUKURAN RESISTIVITAS Metode resistivitas atau metode geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang digunakan untuk mengetahui sifat fisik batuan, yaitu dengan melakukan
Lebih terperinciBAB II TEORI DASAR. Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k)
BAB II TEORI DASAR.1 Permeabilitas Di dalam ilmu kebumian, permeabilitas (biasanya bersimbol κ atau k) merupakan kemampuan suatu material (khususnya batuan) untuk melewatkan fluida. Besaran ini dapat diperoleh
Lebih terperinciBAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN. Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau
BAB IV INTERPRETASI KUANTITATIF ANOMALI SP MODEL LEMPENGAN Bagian terpenting dalam eksplorasi yaitu pengidentifikasian atau pengasumsian bentuk dan kedalaman benda yang tertimbun. Berbagai macam metode
Lebih terperinciSTRIKE-SLIP FAULTS. Pemodelan Moody dan Hill (1956)
Novia Dian Sundari STRIKE-SLIP FAULTS 12/39585 Sesar mendatar (Strike slip fault atau Transcurent fault atau Wrench fault) adalah sesar yang pembentukannya dipengaruhi oleh tegasan kompresi. Posisi tegasan
Lebih terperinciSeminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: EVALUASI PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR GAS BERTEKANAN TINGGI
EVALUASI PEREKAHAN HIDROLIK PADA SUMUR GAS BERTEKANAN TINGGI Imam Kurniawan Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Jurusan Teknik Perminyakan Universitas Trisakti Abstrak Penelitian ini mengevaluasi perekahan
Lebih terperinciDAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvi INTISARI... xviii ABSTRACT...
Lebih terperinciGEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK )
GEOPHYSICAL WELL LOGGING (PENLOGAN SUMUR GEOFISIK ) Kuncoro bbkuncoro_sda@yahoo.com 08122953788 Jurusan Teknik Geologi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta Apa itu geophysical well
Lebih terperinciBAB IV TEKANAN FORMASI
Petroskill BAB IV TEKANAN FORMASI Pori-pori formasi yang di bor memiliki tekanan yang disebut dengan tekanan formasi (Formation Pressure). Pada perencanaan dan pelaksanaan operasi pemboran, tekanan formasi
Lebih terperinci