NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

Analisis Perkembangan Industri

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

1. Tinjauan Umum

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

PERKEMBANGAN TRIWULAN PEREKONOMIAN INDONESIA Keberlanjutan ditengah gejolak. Juni 2010

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

DAFTAR ISI. Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Gambar...

International Monetary Fund UNTUK SEGERA th Street, NW 15 Maret 2016 Washington, D. C USA

Kondisi Perekonomian Indonesia

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi Pendahuluan Ekonomi Global...

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

DAFTAR ISI... HALAMAN DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR BOKS... KATA PENGANTAR...

Economic and Market Watch. (February, 9 th, 2012)

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

BAB III PROSPEK EKONOMI TAHUN 2004

ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

Ringkasan Eksekutif: Mengatasi tantangan saat ini dan ke depan

LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001

Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan April 2017

LAPORAN LIAISON. Triwulan I Konsumsi rumah tangga pada triwulan I-2015 diperkirakan masih tumbuh

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iv Daftar Grafik... vi

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

Kinerja CARLISYA PRO SAFE

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2016 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

Policy Brief Outlook Penurunan BI Rate & Ekspektasi Dunia Usaha No. 01/01/2016

PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO

ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012

BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Kinerja CARLISYA PRO MIXED

CATATAN ATAS ASUMSI MAKRO DALAM RAPBN

Ringkasan eksekutif: Pertumbuhan melambat; risiko tinggi

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

BAB II PROSPEK EKONOMI TAHUN 2007

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

BAB I PENDAHULUAN. terpuruk. Konsekuensi dari terjadinya krisis di Amerika tersebut berdampak pada

Ringkasan eksekutif: Tekanan meningkat

LAPORAN PERKEMBANGAN PEREKONOMIAN bulan September 2017

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

NOTA KEUANGAN DAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005

Perekonomian Suatu Negara

Ringkasan eksekutif: Penyesuaian berlanjut

Kinerja CARLISYA PRO FIXED

Laporan Perekonomian Indonesia

Kinerja CENTURY PRO FIXED

Prospek Ekonomi Regional ASEAN ASEAN+3 Regional Economic Outlook (AREO) Ringkasan

PRUlink Quarterly Newsletter

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

Transkripsi:

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2014 REPUBLIK INDONESIA

Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Grafik... iv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makr0... 1.3 Perubahan Kebijakan APBN... 1.4 Pokok-Pokok Perubahan Postur APBN... BAB 2 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 2.1 Umum... 2.2 Perekonomian Global... 2.2.1 Perubahan Laju Pertumbuhan Ekonomi Dunia... 2.2.2 Perdagangan Dunia... 2.2.3 Harga Komoditas dan Inflasi Dunia... 2.2.4 Pasar Keuangan Global... 2.3 Perekonomian Indonesia... 2.3.1 Pertumbuhan Ekonomi... 2.3.2 Inflasi... 2.3.3 Nilai Tukar Rupiah... 2.3.4 Suku Bunga SPN 3 Bulan... 2.3.5 Harga Minyak Mentah Indoneisia... 2.4 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN Perubahan 2014... BAB 3 PERUBAHAN PENDAPATAN NEGARA 3.1 Pendahuluan... 3.2 Pendapatan Negara... 3.2.1 Penerimaan Dalam Negeri... 3.2.1.1 Penerimaan Perpajakan... 3.2.1.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak... 3.2.2 Penerimaan Hibah... 1-1 1-2 1-3 1-4 2-1 2-3 2-3 2-5 2-6 2-6 2-8 2-8 2-15 2-16 2-17 2-18 2-21 3-1 3-1 3-1 3-2 3-7 3-10 Nota Keuangan dan APBNP 2014 i

Daftar Isi Halaman BAB 4 PERUBAHAN BELANJA NEGARA 4.1 Pendahuluan... 4-1 4.2 Belanja Pemerintah Pusat... 4-2 4.2.1 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Jenis... 4-4 4.2.2 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Organisasi... 4-8 4.2.2.1 Bagian Anggaran Kementerian Negara/Lembaga... 4-9 4.2.2.2 Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara... 4-20 4.2.3 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi... 4-21 4.3 Transfer ke Daerah... 4-26 4.4 Anggaran Pendidikan... 4-29 BAB 5 PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN 5.1 Pendahuluan... 5.2 Defisit dan Pembiayaan Anggaran... 5.2.1 Pembiayaan Nonutang... 5.2.1.1 Perbankan Dalam Negeri... 5.2.1.2 Nonperbankan Dalam Negeri... 5.2.1.2.1 Dana Investasi Pemerintah... 5.2.1.2.2 Kewajiban Penjaminan... 5.2.1.2.3 Cadangan Pembiayaan untuk Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (DPPN)... 5.2.2 Pembiyaan Utang... 5.2.2.1 Surat Berharga Negara (Neto)... 5.2.2.2 Pinjaman Luar Negeri (Neto)... 5.2.2.3 Pembiayaan Siaga... 5.2.2.4 Pinjaman Dalam Negeri (Neto)... 5.3 Risiko Fiskal... 5.3.1 Risiko Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makaro... 5-1 5-1 5-2 5-2 5-2 5-3 5-7 5-8 5-8 5-9 5-10 5-11 5-12 5-12 5-12 ii Nota Keuangan dan APBNP 2014

Daftar Tabel Tabel 1.1 Asumsi Dasar Ekonomi Makro, 2014... Tabel 1.2 Ringkasan LKPP 2013, APBN 2014, dan APBNP 2014... Tabel 2.1 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi, 2013-2014... Tabel 2.2 Laju Inflasi Dunia, 2010-2014... Tabel 2.3 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Pengeluaran, 2013-2014 Tabel 2.4 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha, 2013-2014... Tabel 2.5 Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBN dan RAPBNP, 2013-2014... Tabel 3.1 Pendapatan Negara, 2013-2014... Tabel 3.2 Penerimaan Perpajakan, 2013-2014... Tabel 3.3 Penerimaan Negara Bukan Pajak, 2013-2014... Tabel 4.1 Belanja Negara, 2013-2014... Tabel 4.2 Belanja Pemerintah Pusat, 2013-2014... Tabel 4.3 Pembayaran Bunga Utang., 2013-2014... Tabel 4.4 Subsidi, 2013-2014... Tabel 4.5 Anggaran Belanja K/L Tahun 2014... Tabel 4.6 Belanja Pemerintah Pusat Menurut Fungsi, 2013-2014... Tabel 4.7 Transfer ke Daerah, 2013-2014... Tabel 5.1 Pembiayaan Nonutang, 2013-2014... Tabel 5.2 Penyesuaian Perhitungan Anggaran Kewajiban Penjaminan Pemerintah Tabel 5.3 Anggaran Kewajiban Penjaminan, 2013-2014... Tabel 5.4 Pembiayaan Utang, 2013-2014... Tabel 5.5 Rincian Penerusan Pinjaman, 2014... Tabel 5.6 Komitmen Pinjaman Siaga, 2014... Tabel 5.7 Tabel 5.8 DAFTAR TABEL Perkembangan Deviasi Antara Asumsi Dasar Ekonomi Makro dan Realisasinya, 2009-2013... Sensitivitas APBNP 2014 Terhadap Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro... Halaman 1-3 1-5 2-3 2-6 2-9 2-14 2-21 3-2 3-4 3-8 4-2 4-3 4-5 4-6 4-10 4-22 4-28 5-3 5-7 5-8 5-9 5-11 5-12 5-13 5-13 Nota Keuangan dan APBNP 2014 iii

Daftar Grafik DAFTAR GRAFIK Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Dunia... Grafik 2.2 Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia... Grafik 2.3 Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia Per Kelompok Negara... Grafik 2.4 Indeks Morgan Stanley Capital International... Grafik 2.5 Perkembangan Indeks Nilai Tukar Negara-Negara Berkembang Asia Grafik 2.6 Yield Obligasi Pemerintah... Grafik 2.7 Kepemilikan Asing Pada SBN Tradable... Grafik 2.8 Suku Bunga SPN 3 Bulan... Grafik 2.9 Perkembangan Harga Minyak Dunia... Grafik 2.10 Lifting Minyak Bumi (Ribu Barel Per Hari)... Grafik 2.11 Lifting Gas Bumi (Ribu Basrel Setara Minyak Per Hari)... Grafik 3.1 Penerimaan Perpajakan, 2013-2014... Grafik 3.2 Penerimaan PPh Migas, 2013-2014... Grafik 3.3 Penerimaan PPh Nonmigas, 2013-2014... Grafik 3.4 Penerimaan PPN, 2013-2014... Grafik 3.5 Penerimaan PBB, 2013-2014... Grafik 3.6 Penerimaan Cukai, 2013-2014... Grafik 3.7 Penerimaan Pajak Lainnya, 2013-2014... Grafik 3.8 Penerimaan Bea Masuk, 2013-2014... Grafik 3.9 Penerimaan Bea Keluar, 2013-2014... Grafik 3.10 Penerimaan SDA Migas, 2013-2014... Grafik 3.11 Penerimaan SDA Nonmigas, 2013-2014... Grafik 3.12 Pendapatan Bagian Laba BUMN, 2013-2014... Grafik 3.13 PNBP Lainnya, 2013-2014... Grafik 3.14 Pendapatan BLU, 2013-2014... Grafik 3.15 Penerimaan Hibah, 2013-2014... Grafik 5.1 Defisit dan Rasio Utang Terhadap PDB, 2013-2014... Grafik 5.2 Dana Investasi Pemerintah APBN 2014 dan APBNP 2014... Grafik 5.3 Penyertaan Modal Negara Kepada Organaisasi /LKI APBN 2014 dan APBNP 2014... Halaman 2-4 2-5 2-5 2-7 2-7 2-17 2-17 2-18 2-19 2-20 2-20 3-4 3-4 3-5 3-5 3-5 3-6 3-6 3-6 3-7 3-8 3-9 3-9 3-9 3-9 3-10 5-2 5-4 5-5 iv Nota Keuangan dan APBNP 2014

Daftar Grafik Halaman Grafik 5.4 Penyertaan Modal Negara Lainnya APBN 2014 dan APBNP 2014... 5-6 Grafik 5.5 Penerbitan Surat Berharga Negara (Neto) APBN 2014 dan APBNP 2014 5-9 Grafik 5.6 Penarikan Pinjaman Luar Negeri APBN 2014 dan APBNP 2014... 5-10 Nota Keuangan dan APBNP 2014 v

Pendahuluan Bab 1 1.1 Umum BAB 1 PENDAHULUAN Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, kondisi perekonomian nasional menunjukkan perkembangan yang berbeda dengan asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam APBN tahun 2014, terutama pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga SPN tiga bulan, lifting minyak, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Realisasi pertumbuhan ekonomi tahun 2013 mencapai 5,8 persen (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan target APBNP-nya sebesar 6,3 persen. Tekanan pada pertumbuhan ekonomi tersebut terus berlanjut pada triwulan I tahun 2014, sehingga pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan lebih rendah dari target APBN 2014 sebesar 6,0 persen. Selain itu, rata-rata lifting minyak bumi periode Desember tahun 2013 sampai dengan Juni tahun 2014 mencapai 797 ribu barel per hari, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan target dalam APBN-nya sebesar 870 ribu barel per hari. Perbedaan antara realisasi dan target tersebut diperkirakan memberikan tekanan yang sangat berat terhadap pelaksanaan APBN tahun 2014, baik dari sisi pendapatan maupun belanja negara. Pendapatan negara, khususnya penerimaan perpajakan diperkirakan turun secara signifikan. Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh perkiraan lebih rendahnya target pertumbuhan ekonomi tahun 2014 dibandingkan dengan asumsi dalam APBN-nya. Selain itu, capaian realisasi penerimaan perpajakan pada tahun 2013 yang lebih rendah dari target APBNP tahun 2013 juga berpengaruh terhadap penurunan target penerimaan perpajakan tahun 2014. Di sisi lain, penerimaan negara bukan pajak diperkirakan lebih tinggi dari target yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014, terutama disebabkan oleh meningkatnya penerimaan SDA migas sebagai akibat dari pelemahan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Di sisi belanja negara, pelaksanaan APBN tahun 2014 juga mengalami tantangan yang berat, terutama karena meningkatnya beban subsidi energi secara signifikan, sebagai akibat langsung dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp10.500 per USD menjadi sekitar Rp11.600 per USD. Selain itu, tekanan terhadap belanja negara juga berasal dari beberapa kewajiban atas kegiatan tahun 2013 yang harus dibayar pada tahun 2014, seperti subsidi BBM dan subsidi listrik, dana bagi hasil, serta kewajiban lainnya. Penurunan target pendapatan negara yang diiringi dengan peningkatan beban belanja negara, termasuk tambahan alokasi untuk anggaran pendidikan, menyebabkan defisit APBN tahun 2014 yang semula ditargetkan sebesar 1,69 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), berpotensi membengkak menjadi lebih dari 3,0 persen terhadap PDB. Hal tersebut berarti melebihi ambang batas maksimum defisit sebesar 3,0 persen dari PDB, sebagaimana tercantum dalam Pasal 12 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Untuk itu, perlu dilakukan langkah-langkah pengendalian dan pengamanan pelaksanaan APBN, dengan menjaga defisit dalam batas yang aman. Dalam rangka mengendalikan dan mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014 dan menjaga defisit APBN dalam batas yang aman, perlu dilakukan langkah-langkah konsolidasi fiskal, pada komponen-komponen utama APBN. Langkah tersebut meliputi optimalisasi penerimaan, baik Nota Keuangan dan APBNP 2014 1-1

Bab 1 Pendahuluan pajak maupun bukan pajak; efisiensi dan pengendalian belanja negara; serta peningkatan kapasitas pembiayaan anggaran. Hal ini diharapkan lebih menjamin terlaksananya APBN tahun 2014 secara lebih aman, dan menjaga kesinambungan fiskal dalam jangka panjang. Langkahlangkah pengamanan APBN tersebut dituangkan dalam pengajuan RAPBNP tahun 2014. Pengajuan RAPBNP tahun 2014 dimaksud, telah sesuai dengan dasar hukum perubahan APBN tahun 2014, yang diatur dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013, yang mengamanatkan bahwa Pemerintah dapat mengajukan RUU tentang Perubahan atas APBN Tahun Anggaran 2014 apabila terjadi (1) perkembangan indikator ekonomi makro yang tidak sesuai dengan asumsi yang digunakan dalam APBN tahun anggaran 2014; (2) perubahan pokokpokok kebijakan fiskal; (3) keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarprogram, dan/atau antarjenis belanja; dan/atau (4) keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih (SAL) tahun sebelumnya harus digunakan untuk pembiayaan anggaran yang berjalan. Penyampaian RUU APBNP tahun anggaran 2014 beserta Nota Keuangannya kepada DPR bertujuan agar langkah-langkah pengamanan pelaksanaan APBN tahun 2014 dapat segera dibahas dan ditetapkan bersama dengan DPR, serta segera dapat dilaksanakan secara efektif. 1.2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Berdasarkan realisasi indikator ekonomi makro pada triwulan I tahun 2014 Pemerintah memandang perlu melakukan perubahan terhadap asumsi dasar ekonomi makro dalam APBN tahun 2014, sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi dari 6,0 persen menjadi 5,5 persen. Koreksi ke bawah pertumbuhan ekonomi pada tahun 2014 dipengaruhi oleh faktor masih lemahnya perekonomian global dan penurunan kinerja perdagangan internasional. 2) Inflasi dari 5,5 persen menjadi 5,3 persen. Laju inflasi diperkirakan cenderung lebih rendah didukung oleh membaiknya pasokan barang kebutuhan masyarakat dan harga komoditas internasional yang cenderung turun. Selain itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil diharapkan dapat menjaga laju inflasi sepanjang tahun 2014. 3) Tingkat bunga SPN tiga bulan dari 5,5 persen menjadi 6,0 persen. Kondisi likuiditas global yang semakin ketat dan masih tingginya ketidakpastian di sektor keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat bunga obligasi pemerintah. Namun, masih tingginya permintaan obligasi pemerintah menjadi faktor positif bagi pencapaian tingkat suku bunga sesuai target yang ditetapkan. 4) Nilai tukar Rupiah dari Rp10.500 per USD menjadi Rp11.600 per USD. Isu kebijakan tapering off oleh The Fed telah menimbulkan tekanan yang sangat signifikan pada nilai tukar di berbagai kawasan termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai keseimbangan baru yang mencerminkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. Sinergi kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil diharapkan mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. 1-2 Nota Keuangan dan APBNP 2014

Pendahuluan Bab 1 5) Lifting minyak dari 870 ribu barel per hari menjadi 818 ribu barel per hari dan lifting gas dari 1.240 ribu barel setara minyak per hari menjadi 1.224 ribu barel setara minyak per hari. Dengan mempertimbangkan realisasi lifting minyak dan gas bumi pada triwulan I tahun 2014, sampai dengan akhir tahun 2014 lifting minyak dan gas bumi diperkirakan lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya target lifting tersebut antara lain: permasalahan lisensi dan lahan, kompensasi serta masalah internal perusahaan. Rincian asumsi dasar ekonomi makro tahun 2014 disajikan dalam Tabel 1.1. TABEL 1.1 ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO TAHUN 2014 Indikator Ekonomi 2013 2014 Realisasi APBN APBNP a. Pertumbuhan Ekonomi (% yoy) 5,8 6,0 5,5 b. Inflasi (% yoy) 8,4 5,5 5,3 c. Nilai tukar (Rp/USD) 10.460,0 10.500,0 11.600,0 d. Tingkat bunga SPN 3 bulan rata-rata (%) 4,5 5,5 6,0 e. Harga Minyak Mentah Indonesia (USD/barel) 106,0 105,0 105,0 f. Lifting Minyak Bumi (ribu barel per hari) 825,0 870,0 818,0 g. Lifting Gas Bumi (ribu barel setara minyak per hari) 1.213,0 1.240,0 1.224,0 Sumber: Kementerian Keuangan 1.3 Perubahan Kebijakan APBN Selain menampung perubahan asumsi dasar ekonomi makro, perubahan APBN tahun 2014 dimaksudkan untuk menampung perubahan-perubahan kebijakan dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Perubahan kebijakan fiskal dan langkah-langkah pengamanan pelaksanaan APBN tahun 2014 dilakukan baik pada sisi pendapatan negara, belanja negara, maupun pembiayaan anggaran. Di bidang pendapatan negara, langkah pengamanan dilaksanakan melalui tiga kebijakan pokok yaitu (1) extra effort penerimaan perpajakan nonmigas, (2) optimalisasi penerimaan yang berasal dari migas (penerimaan SDA Migas dan PPh Migas), serta (3) optimalisasi bagian Pemerintah atas laba BUMN. Sementara itu, di bidang belanja negara, langkah pengamanan dilaksanakan melalui beberapa kebijakan, antara lain (1) kebijakan pengendalian subsidi BBM; (2) kebijakan pengendalian subsidi listrik; dan (3) penghematan dan pemotongan belanja kementerian negara/ lembaga (K/L) secara terstruktur. Selanjutnya yang dilakukan di bidang pembiayaan anggaran, langkah pengamanan berupa tambahan penerbitan Surat Berharga Negara untuk menutup pelebaran defisit anggaran dan penambahan penarikan pinjaman program. Nota Keuangan dan APBNP 2014 1-3

Bab 1 Pendahuluan 1.4 Pokok-pokok Perubahan Postur APBN Sejalan dengan realisasi APBN tahun 2013 dan perkembangan asumsi dasar ekonomi makro sebagai dasar perhitungan dalam APBNP tahun 2014, pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp1.635.378,5 miliar, turun sebesar Rp31.762,3 miliar (1,9 persen), dari target APBN tahun 2014 sebesar Rp1.667.140,8 miliar. Penurunan tersebut berasal dari turunnya penerimaan perpajakan sebesar Rp34.282,0 miliar (2,7 persen), dari target semula sebesar Rp1.280.389,0 miliar, menjadi Rp1.246.107,0 miliar dalam APBNP tahun 2014. Di sisi lain, PNBP diperkirakan mengalami penurunan Rp1.554,7 miliar (0,4 persen) dari rencana semula Rp385.391,7 miliar, menjadi Rp386.946,4 miliar dalam APBNP tahun 2014. Selanjutnya, penerimaan hibah diperkirakan mencapai Rp2.325,1 miliar, atau meningkat sebesar Rp965,0 miliar (71,0 persen), dari target APBN tahun 2014 sebesar Rp1.360,1 miliar. Sementara itu, anggaran belanja negara dalam APBNP tahun 2014 diperkirakan mengalami perubahan dari pagu semula sebesar Rp1.842.495,3 miliar dalam APBN tahun 2014 menjadi Rp1.876.872,8 miliar, naik sebesar Rp34.377,5 miliar (1,9 persen). Perubahan anggaran belanja negara tersebut terdiri atas perubahan anggaran belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Belanja pemerintah pusat diperkirakan mengalami perubahan menjadi Rp 1.280.368,6 miliar, meningkat sebesar Rp30.425,6 miliar (2,4 persen) dari pagu APBN tahun 2014 sebesar Rp1.249.943,0 miliar, sementara transfer ke daerah diperkirakan mengalami perubahan dari Rp592.552,3 miliar dalam APBN tahun 2014 menjadi Rp596.504,2 miliar dalam APBNP tahun 2014, atau naik sebesar Rp12.815,4 miliar. Besaran belanja negara tersebut, selain dipengaruhi perkembangan asumsi dasar ekonomi makro, juga dipengaruhi oleh kebijakan yang ditempuh, antara lain: (1) upaya pengendalian subsidi energi; (2) pemotongan belanja K/L yang bersumber dari rupiah murni, di luar anggaran pendidikan dan belanja operasional; serta (3) penurunan dana bagi hasil seiring dengan penurunan pendapatan negara yang dibagihasilkan. Dengan rencana penurunan pendapatan negara sebesar Rp31.762,3 miliar yang disertai dengan peningkatan belanja negara sebesar Rp6.952,1 miliar, maka target defisit anggaran diperkirakan meningkat menjadi Rp241.494,3 miliar (2,40 persen terhadap PDB), dari target defisit sebelumnya sebesar Rp175.354,5 miliar (1,69 persen terhadap PDB). Peningkatan defisit anggaran dalam APBNP tahun 2014 direncanakan akan dibiayai dari peningkatan pembiayaan dalam negeri sebesar Rp58.673,9 miliar, dari rencana semula sebesar Rp196.258,0 miliar dalam APBN tahun 2014 menjadi sebesar Rp254.932,0 miliar. Sementara itu, pembiayaan luar negeri neto akan mengalami perubahan sebesar Rp7.465,9 miliar, dari negatif Rp20.903,5 miliar menjadi negatif Rp13.437,7 miliar. Perubahan rencana pembiayaan dalam negeri pada tahun 2014 tersebut terutama berasal dari: (1) pemanfaatan dana saldo anggaran lebih (SAL) sebesar Rp1.000,0 miliar dari semula tidak direncanakan; (2) penambahan penerbitan Surat Berharga Negara sebesar Rp59.914,9 miliar, dari sebesar Rp205.068,8 miliar menjadi Rp264.983,7 miliar; (3) Penambahan penarikan pinjaman program sebesar Rp12.999,6 miliar dari sebesar Rp3.900,0 miliar menjadi Rp16.899,6 miliar. 1-4 Nota Keuangan dan APBNP 2014

Pendahuluan Bab 1 Postur ringkas APBNP tahun 2014 disajikan pada Tabel 1.2. TABEL 1.2 RINGKASAN LKPP 2013, APBN 2014, dan APBNP 2014 (miliar rupiah) 2013 2014 Uraian LKPP Audited APBN APBNP A. Pendapatan Negara 1.438.891,1 1.667.140,8 1.635.378,5 I. Pendapatan Dalam Negeri 1.432.058,6 1.665.780,7 1.633.053,4 1. Penerimaan Perpajakan 1.077.306,7 1.280.389,0 1.246.107,0 Tax Ratio 11,45 12,35 12,38 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 354.751,9 385.391,7 386.946,4 II. Penerimaan Hibah 6.832,5 1.360,1 2.325,1 B. Belanja Negara 1.650.563,7 1.842.495,3 1.876.872,8 I. Belanja Pemerintah Pusat 1.137.162,9 1.249.943,0 1.280.368,6 II. Transfer ke daerah 513.260,4 592.552,3 596.504,2 1. Dana Perimbangan 430.354,7 487.931,0 491.882,9 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 82.905,7 104.621,3 104.621,3 C. Keseimbangan Primer (98.637,2) (54.069,0) (106.041,1) D.Surplus (Defisit) Anggaran (211.672,7) (175.354,5) (241.494,3) % Defisit terhadap PDB (2,33) (1,69) (2,40) E. Pembiayaan 237.394,6 175.354,5 241.494,3 I. Pembiayaaan Dalam Negeri 243.199,7 196.258,0 254.932,0 II. Pembiayaan Luar Negeri (5.805,2) (20.903,5) (13.437,7) Kelebihan/(kekurangan) Pembiayaan 25.721,9 - - Sumber: Kementerian Keuangan Nota Keuangan dan APBNP 2014 1-5

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab 2 2.1 Umum BAB 2 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO Perkembangan ekonomi global dalam dua tahun terakhir masih kurang menggembirakan. Pemulihan ekonomi dunia yang diharapkan dapat terjadi di tahun 2013, ternyata masih tertunda. Pada tahun tersebut, laju pertumbuhan ekonomi global mencapai 3,0 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang mencapai 3,2 persen. Perlambatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh masih lemahnya kinerja ekonomi di negara-negara maju seiring dengan pengetatan kebijakan moneter di masing-masing negara. Di samping itu, perekonomian negara berkembang, khususnya Tiongkok dan India, yang pada tahun-tahun sebelumnya menjadi penopang pertumbuhan ekonomi global, menunjukkan perlambatan yang cukup signifikan. Dalam tahun 2013, kondisi pasar keuangan global juga diwarnai gejolak, khususnya yang terjadi di beberapa negara emerging markets (EMs) akibat isu ketidakpastian kebijakan pengetatan moneter di Amerika Serikat (AS). Isu tersebut menyebabkan harga saham di negara-negara berkembang mengalami penurunan sebagai dampak berbaliknya aliran modal ke negara-negara maju. Hal ini selanjutnya mengakibatkan pelemahan nilai tukar di negara-negara berkembang. Selain itu, sentimen negatif terhadap defisit neraca berjalan karena melemahnya permintaan global, turut menjadi faktor pelemahan nilai tukar di negara-negara berkembang. Dalam rangka merespon dan memitigasi dampak gejolak eksternal tersebut, Pemerintah dan Bank Indonesia telah berkoordinasi dan bersama-sama lebih memfokuskan kebijakan untuk mengembalikan stabilitas ekonomi. Di sisi lain, kebijakan stabilisasi yang telah diterapkan membawa konsekuensi berupa perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan langkahlangkah yang diambil, perekonomian domestik diharapkan memiliki landasan yang lebih kuat untuk tumbuh secara berkelanjutan dengan stabilitas yang tetap terjaga dalam beberapa tahun ke depan. Masih lemahnya kinerja ekonomi global tahun 2013 akan berdampak pula pada outlook ekonomi dunia tahun 2014. Prospek ekonomi global tahun 2014 juga masih menghadapi tantangan dan risiko tekanan dari kebijakan tapering off yang mulai dilaksanakan oleh Bank Sentral Amerika Serikat (the Fed) pada awal 2014. Kebijakan tersebut menimbulkan gejolak nilai tukar dan arus likuiditas global yang sangat signifikan, khususnya oleh negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Gejolak-gejolak tersebut pada gilirannya menjadi risiko tersendiri bagi kinerja ekonomi mancanegara. Berdasarkan perkembangan indikator-indikator yang ada, berbagai institusi keuangan dunia telah melakukan revisi terhadap outlook kinerja ekonomi global tahun 2014. Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund-IMF) pada Juli 2013 memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2014 mencapai 3,8 persen. Angka tersebut telah menjadi acuan pertumbuhan ekonomi dunia dalam APBN 2014. Pada April 2014, IMF telah merevisi ke bawah angka pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,6 persen. Demikian halnya dengan perkiraan pertumbuhan volume perdagangan yang pada awalnya diperkirakan akan tumbuh sebesar Nota Keuangan dan APBNP 2014 2-1

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro 5,4 persen, kini direvisi menjadi hanya 4,3 persen. Perkembangan perekonomian global yang kurang menggembirakan tersebut akan berdampak pula pada perkembangan ekonomi domestik, terutama melalui transmisi perdagangan dan arus lalu lintas modal. Isu kebijakan tapering off oleh the Fed telah memberikan tekanan yang sangat signifikan pada nilai tukar di berbagai kawasan termasuk Indonesia. Isu tersebut menimbulkan perubahan aliran lalu lintas likuiditas global. Dana-dana yang dalam beberapa tahun terakhir telah bergerak ke negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mulai mengalir kembali ke Amerika Serikat. Kondisi tersebut telah menyebabkan mata uang dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya, dalam hal ini bagi Indonesia adalah pelemahan nilai tukar Rupiah. Nilai tukar Rupiah yang pada semester I 2013 bergerak pada kisaran Rp9.600 - Rp9.800 per dolar AS, kemudian melemah hingga mencapai di atas Rp12.000 per dolar AS di akhir 2013. Namun kemudian, respon kebijakan yang telah diambil mampu meredam kejatuhan Rupiah lebih dalam. Pergerakan Rupiah pada tahun 2014 mencapai titik keseimbangan baru yang diperkirakan berada di atas asumsi Rp10.500 per dolar AS yang ditetapkan dalam APBN 2014. Pergerakan arus modal dan pelemahan nilai tukar Rupiah juga membawa implikasi bagi peningkatan tingkat suku bunga di dalam negeri seiring likuiditas yang relatif mengetat. Kondisi tersebut juga diperkirakan akan mendorong peningkatan suku bunga rata-rata Surat Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan menjadi sedikit lebih tinggi dari asumsi dalam APBN 2014 yang ditetapkan sebesar 5,5 persen. Masih lemahnya kinerja ekonomi global juga berdampak pada prospek kinerja ekspor Indonesia. Ekspor diperkirakan kembali melambat di tahun 2014, antara lain bersumber pada penurunan ekspor ke Tiongkok dan juga dampak strategi pemerintah untuk menggeser peran ekspor barang mentah, khususnya bahan mineral pertambangan mentah. Pada saat yang sama, impor diperkirakan akan melemah, dipengaruhi antara lain oleh pelemahan nilai tukar Rupiah, dan menurunnya kebutuhan bahan input untuk produksi ekspor. Pertumbuhan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) diperkirakan meningkat namun masih belum cukup kuat. Peningkatan tersebut antara lain didukung oleh tren investasi langsung (Penanaman Modal Asing/PMA dan Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN) yang terus meningkat. Di sisi lain, kondisi likuiditas global yang semakin ketat dan masih tingginya ketidakpastian di sektor keuangan berdampak pada tingginya biaya kredit di dalam negeri serta melemahnya dukungan kredit bagi sektor riil. Konsumsi rumah tangga merupakan komponen pembentuk PDB dengan pertumbuhan yang masih cukup tinggi. Bonus demografi, peningkatan kelompok penduduk berpendapatan menengah, dan aktivitas pemilu legislatif dan presiden diharapkan mampu mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga di atas 5,0 persen. Perlambatan perekonomian juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan fiskal melalui penyesuaian anggaran belanja tahun 2014. Dengan faktor-faktor tersebut, laju pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya dalam APBN 2014 yang sebesar 6,0 persen. Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah potensi tidak tercapainya asumsi lifting minyak dan gas bumi. Risiko pada lifting migas tersebut antara lain disebabkan beberapa kendala teknis yang menyebabkan keterlambatan pengoperasian sumur-sumur baru. Realisasi lifting minyak dan gas bumi pada tahun 2014 diperkirakan di bawah asumsi yang ditetapkan di dalam APBN 2014. 2-2 Nota Keuangan dan APBNP 2014

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab 2 Dengan mempertimbangkan perkembangan indikator-indikator perekonomian terkini dan permasalahan tersebut, Pemerintah memandang perlu melakukan penyesuaian terhadap asumsi dasar ekonomi makro APBN 2014. Penyesuaian asumsi dasar ekonomi makro 2014 diperlukan sebagai dasar revisi besaran APBN agar menjadi lebih realistis. 2.2 Perekonomian Global 2.2.1 Perubahan Laju Pertumbuhan Ekonomi Dunia Sejak disusunnya rancangan RAPBN 2014, perkiraan pertumbuhan ekonomi global telah beberapa kali mengalami revisi mengikuti perkembangan kondisi global terakhir yang sangat dinamis. Pada April 2013, perekonomian global di tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,0 persen. Namun pada Juli 2013, pertumbuhan ekonomi global direvisi ke bawah menjadi 3,8 persen. Ketidakpastian yang terjadi pada kondisi perekonomian, baik di negaranegara maju maupun berkembang, telah mendorong angka perkiraan pertumbuhan ekonomi global terus mengalami perubahan. Berdasarkan World Economic Outlook (WEO) terbaru yang dipublikasikan oleh IMF pada April 2014, pertumbuhan ekonomi global kembali direvisi menjadi 3,6 persen, meskipun masih lebih baik bila dibandingkan dengan realisasi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 yang hanya sebesar 3,0 persen. Perkiraan tersebut lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan per Juli 2013 sebesar 3,8 persen yang digunakan sebagai acuan perkiraan pada APBN 2014. Ancaman dari krisis Ukraina dan perlambatan di negara-negara berkembang utama menjadi faktor utama dipangkasnya outlook pertumbuhan ekonomi global. Perekonomian Rusia diperkirakan akan menghadapi tekanan akibat sanksi ekonomi dari wilayah Barat dan dikhawatirkan dampaknya akan meluas ke kawasan negara-negara berkembang (lihat Tabel 2.1). Proyeksi Apr'13 Proyeksi Jul'13 Proyeksi Apr'14 Dunia 3,0 4,0 3,8 3,6 Negara Maju 1,3 2,2 2,1 2,2 AS 1,9 3,0 2,7 2,8 Eropa -0,5 1,1 0,9 1,2 Jepang 1,5 1,4 1,2 1,4 Negara Berkembang 4,7 5,7 5,4 4,9 Tiongkok 7,7 8,2 7,7 7,5 India 4,4 6,2 6,3 5,4 ASEAN-5 5,2 5,5 5,7 4,9 Sumber: WEO-IMF TABEL 2.1 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI, 2013-2014 (persen, yoy) Uraian 2013 2014 Nota Keuangan dan APBNP 2014 2-3

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Negara-negara maju diperkirakan akan tumbuh sebesar 2,2 persen di tahun 2014, lebih baik dari realisasi 2013 sebesar 1,3 persen. Kondisi tersebut juga diperkuat dengan mulai membaiknya kinerja perekonomian AS. Salah satu kemajuan penting adalah berakhirnya perseteruan politik AS atas anggaran negara tersebut. Sementara itu, kondisi Eropa juga diperkirakan mulai membaik dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi 2014 sebesar 1,2 persen. Beberapa negara yang sebelumnya mengalami tekanan krisis utang 8,0 7,0 6,0 5,0 4,0 3,0 2,0 1,0 - GRAFIK 2.1 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA (dalam persen) 7,5 Dunia Negara Maju 6,3 Negara Berkembang 5,2 3,0 seperti Yunani, Italia, Portugal, dan Spanyol mulai berhasil melakukan konsolidasi fiskal dan menekan defisit anggarannya. Jepang baru saja menerapkan kebijakan kenaikan pajak penjualan dari 5 persen menjadi 8 persen yang diperkirakan akan memberikan dampak pada daya beli masyarakat dan mempengaruhi laju pertumbuhannya. Selama tahun 2014, perekonomian Jepang diperkirakan akan tumbuh sebesar 1,4 persen, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 1,5 persen (lihat Grafik 2.1). Pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang di tahun 2014 diperkirakan mencapai 4,9 persen, sedikit meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 4,7 persen. Namun, perkiraan pertumbuhan 2014 tersebut jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan pada Juli 2013 sebesar 5,4 persen pada saat penyampaian RAPBN 2014. Penyesuaian proyeksi pertumbuhan tersebut didasarkan pada dampak tekanan ekonomi yang terjadi di Rusia dan masih rentannya ekonomi negara-negara berkembang terhadap dampak kebijakan moneter ketat yang sudah mulai diberlakukan oleh negara-negara maju. Kebijakan moneter di negara-negara maju telah berdampak pada pembalikan arus modal dan investasi ke negara-negara yang dianggap lebih aman dan tidak rentan terhadap krisis. Tiongkok sebagai motor penggerak pertumbuhan kawasan Asia diperkirakan masih mengalami perlambatan sehingga dampaknya juga dirasakan oleh negara-negara berkembang lainnya, terutama mitra dagang Tiongkok. Perlambatan perekonomian Tiongkok tersebut didorong oleh upaya pemerintahnya dalam melakukan transisi menuju pertumbuhan yang berkelanjutan dan stabil serta meredam pertumbuhan kredit korporasi, terutama yang berasal dari shadow banking, yang dikhawatirkan akan mendorong terjadinya gelembung kredit. Langkah perubahan struktural yang dilakukan Tiongkok, antara lain, urbanisasi, perbaikan tingkat upah, mendorong peran industri jasa, serta mendorong konsumsi domestik menggantikan peran ekspor sebagai mesin pertumbuhan. Sementara itu, untuk mengurangi praktik shadow banking, Tiongkok telah mulai meliberalisasi suku bunga dan mendorong perbankan agar lebih kompetitif. Tiongkok diperkirakan akan tumbuh 7,5 persen pada tahun 2014, sesuai dengan yang ditargetkan pemerintahnya. Tidak jauh berbeda dengan Tiongkok, perkembangan perekonomian India di tahun 2014 juga diperkirakan sebesar 5,4 persen atau lebih baik dari pertumbuhan ekonomi tahun 2013, namun 3,9 1,7 5,1 3,2 3,0 1,4 1,3 4,7 4,9 3,6 2,2 2010 2011 2012 2013 2014 Sumber: WEO-IMF, April 2014 2-4 Nota Keuangan dan APBNP 2014

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab 2 masih lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,3 persen (WEO, Juli 2013). Revisi tersebut antara lain dipengaruhi oleh tekanan inflasi di dalam negeri yang masih cukup tinggi. Namun, sejak awal 2014, tekanan inflasi mulai dapat diredam ke tingkat single digit. Sementara itu, kondisi ekonomi kawasan ASEAN diperkirakan masih mengalami tekanan, antara lain disebabkan oleh perlambatan perekonomian Tiongkok serta ketegangan politik yang terjadi di Thailand. Hal tersebut mendorong perkiraan pertumbuhan negara-negara ASEAN-5 tahun 2014 mencapai 4,9 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2013 sebesar 5,2 persen. Perkiraan pertumbuhan ASEAN-5 tahun 2014 tersebut juga lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan awal sebesar 5,7 persen (WEO, Juli 2013). 2.2.2 Perdagangan Dunia Seiring dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi global, laju pertumbuhan volume perdagangan dunia diperkirakan akan meningkat dari 3,0 persen di tahun 2013 menjadi 4,3 persen di tahun 2014. Namun, proyeksi pertumbuhan volume perdagangan dunia tahun 2014 masih lebih rendah dari perkiraan sebelumnya. Kondisi tersebut didorong oleh peningkatan ekspor di negara maju yang cukup signifikan dari 2,3 persen menjadi 4,2 persen. Sementara itu, ekspor di negara berkembang mengalami kenaikan moderat dari 4,4 persen menjadi 5,0 persen. Kondisi sektor perdagangan di negara-negara berkembang masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, yaitu pertumbuhan impor lebih tinggi dari ekspor, namun terjadi perlambatan pada impor negara-negara berkembang, dari 5,6 persen menjadi 5,2 persen. Sedangkan di negara-negara maju, impor meningkat dari 1,4 persen menjadi 3,5 persen (lihat Grafik 2.2 dan Grafik 2.3). Meningkatnya pertumbuhan impor negara maju yang didorong oleh sektor industri kawasan tersebut memberikan arti bahwa kebutuhan akan barang dari negara berkembang untuk keperluan industri akan meningkat sehingga negara-negara berkembang termasuk Indonesia seharusnya dapat memanfaatkan kondisi tersebut untuk meningkatkan kembali ekspor ke negara-negara maju. Namun risiko perlambatan 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 12,8 12,9 GRAFIK 2.2 PERTUMBUHAN VOLUME PERDAGANGAN DUNIA (persen) 6,2 6,3 2,9 2,7 3,1 2,9 4,5 4,2 perekonomian di Tiongkok tetap harus diwaspadai karena dapat mempengaruhi permintaan terhadap bahan mentah dari negara-negara berkembang. 12,6 6,2 2,8 3,0 Ekspor Impor Perdagangan 4,3 2010 2011 2012 2013 2014f Sum ber: WEO-IMF, April 2 014 16,0 14,0 12,0 10,0 8,0 6,0 4,0 2,0 0,0 1 3,7 GRAFIK 2.3 PERTUMBUHAN VOLUME PERDAGANGAN DUNIA PER KELOMPOK NEGARA (persen) 14,9 12,0 11,4 Sumber: WEO-IMF, April 2014 6,8 5,7 8,8 4,7 Ekspor Negara Maju Impor Negara Maju Ekspor Negara Berkembang Impor Negara Berkembang 5,8 5,6 5,2 4,2 4,4 2,1 2,3 1,1 1,4 2010 2011 2012 2013 2014f 5,0 4,2 3,5 Nota Keuangan dan APBNP 2014 2-5

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2.2.3 Harga Komoditas dan Inflasi Dunia Perkembangan sebagian besar harga komoditas internasional sepanjang tahun 2013 menunjukkan tren menurun, kecuali komoditas bahan mentah pertanian. Masih lemahnya permintaan dunia mendorong penurunan harga komoditas minyak, pangan, dan logam. Dalam tahun 2014, harga pangan dan logam diperkirakan masih mengalami tren penurunan, antara lain lebih didorong oleh perbaikan pasokan pangan dan potensi penurunan permintaan logam oleh industri di beberapa negara, khususnya Tiongkok. Namun, masih terdapat risiko peningkatan harga terkait dengan potensi gangguan pasokan dan stabilitas geopolitik. Dengan perkembangan harga-harga komoditas tersebut, inflasi dunia tahun 2014 diperkirakan akan sedikit melambat dari 3,6 persen menjadi 3,5 persen. Inflasi 2014 di negara maju diperkirakan 1,5 persen, sedangkan untuk negara berkembang berada di level 5,5 persen. Laju inflasi di negara-negara maju justru diperkirakan mengalami peningkatan meskipun tidak terlalu besar. Hal tersebut antara lain didorong oleh pemulihan ekonomi yang terjadi di kawasan tersebut serta target inflasi yang lebih tinggi yang ditetapkan oleh masing-masing negara maju sehingga kebijakan negara-negara maju tersebut tentunya akan mengarah pada target yang ingin dicapai tersebut (lihat Tabel 2.2). TABEL 2.2 LAJU INFLASI DUNIA, 2010-2014 (persen, yoy) Inflasi 2010 2011 2012 2013 2014 *) Dunia 3,6 4,9 3,9 3,6 3,5 Negara Maju 1,5 2,7 2,0 1,4 1,5 Negara Berkembang 5,9 7,3 6,0 5,8 5,5 Sumber: WEO-IMF, April 2014 *) Proyeksi 2.2.4 Pasar Keuangan Global Sebagaimana percepatan pertumbuhan yang diperkirakan akan terjadi di negara-negara maju, perekonomian di negara-negara berkembang harus siap menghadapi kebijakan moneter ketat yang diterapkan oleh negara maju. AS melalui bank sentralnya, The Fed, akan terus mengurangi stimulus moneternya yang semula senilai US$85 miliar per bulan menjadi US$55 miliar per bulan pada April 2014 yang merupakan pengurangan tahap ketiga. Di samping itu, seiring dengan pemulihan ekonomi AS, the Fed juga diperkirakan akan meningkatkan suku bunga acuan pada pertengahan 2015. Mulai diperketatnya likuiditas global akan memiliki dampak yang signifikan pada negara-negara dengan ketergantungan besar pada sektor keuangan. Pada bulan Mei 2013, isu rencana kebijakan tapering off oleh the Fed pertama kali muncul dan menimbulkan gejolak di pasar keuangan internasional. Pada periode Mei-September 2013, indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) menunjukkan bahwa indeks pasar saham negara-negara berkembang mengalami penurunan signifikan, sementara indeks pasar saham negara maju cenderung terus meningkat. Sebagai konsekuensi pembalikan arus lalu lintas modal ke negara maju, nilai tukar negara-negara berkembang Asia mengalami depresiasi. Investor 2-6 Nota Keuangan dan APBNP 2014

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab 2 cenderung lebih memilih untuk mengalihkan dananya ke instrumen investasi di negara-negara maju yang dianggap lebih aman (lihat Grafik 2.4). Pada bulan September 2013, The Fed memutuskan untuk menunda pelaksanaan kebijakan tapering off hingga tahun 2014. Saat itu, kondisi AS menghadapi tekanan akibat ketidakpastian penyelesaian krisis anggaran pemerintahnya. Hal tersebut menyebabkan aliran likuiditas ke negara-negara berkembang kembali meningkat. Peningkatan tersebut antara lain tercermin pada peningkatan indeks saham negara-negara berkembang di triwulan terakhir 2013. Seiring dengan hal tersebut, nilai tukar 1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 Jan-13 Feb-13 negara-negara berkembang Asia juga mulai menguat. Namun kondisi tersebut tidak berlangsung lama hingga The Fed kembali melakukan pertemuan pada Oktober 2013 yang membicarakan target untuk mengurangi stimulus ketika pengangguran tidak lebih dari 6,5 persen dan inflasi sekitar 2,5 persen. Hal tersebut juga didukung oleh mulai membaiknya indikator-indikator perekonomian AS. Pada Januari 2014, kebijakan tapering off pertama kali diberlakukan secara bertahap dengan pengurangan pembelian obligasi sebesar US$10 miliar. Pada Maret 2014, the Fed masih akan meneruskan tapering off dan merencanakan kenaikan suku bunga acuan, meskipun kebijakan tersebut akan mempertimbangkan perkembangan kondisi perekonomian. Namun melihat kondisi negara berkembang yang cenderung rentan terhadap pembalikan modal, maka perlu diwaspadai risiko gejolak pasar keuangan ke depan. Kondisi yang rentan tersebut antara lain ditunjukkan oleh indeks MSCI negara berkembang yang lebih fluktuatif bila dibandingkan dengan indeks MSCI negara maju, serta pergerakan nilai tukar yang relatif bergantung pada sentimen investor terhadap kondisi perekonomian global (lihat Grafik 2.5). Mar-13 Apr-13 Sumber: Bloomberg GRAFIK 2.4 INDEKS MORGAN STANLEY CAPITAL INTERNATIONAL (MSCI) GRAFIK 2.5 PERKEMBANGAN INDEKS NILAI TUKAR NEGARA-NEGARA BERKEMBANG ASIA (indeks, 01 Jan 2012=100) May-13 Jun-13 Jul-13 Aug-13 Sep-13 Oct-13 Nov-13 adv Dec-13 Jan-14 emerging Feb-14 Mar-14 Apr-14 May-14 1100 1050 1000 950 900 850 800 90 95 100 105 110 115 depresiasi Malaysia Thailand Filipina Indonesia - RHS m ulai berkembangnya isu pengurangan stimulus The Fed 30-31 Okt 2013: Rapat FOMC The Fed m embicarakan rencana pengurangan stimulus dan k enaikan suku bunga, meskipun m asih ada penundaan, indikator AS mulai terus membaik 90 95 100 105 110 115 120 125 130 Sum ber: Bloomberg Nota Keuangan dan APBNP 2014 2-7

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2.3 Perekonomian Indonesia Kinerja perekonomian Indonesia di tahun 2014 tidak terlepas dari kinerja perekonomian global. Revisi ke bawah outlook pertumbuhan ekonomi negara-negara maju oleh IMF dan World Bank turut mempengaruhi perkiraan kinerja perekonomian Indonesia, khususnya melalui jalur perdagangan dan arus modal. Perkiraan pertumbuhan ekonomi global 2014 yang masih relatif lemah, berdampak pada perlunya dilakukan penyesuaian terhadap outlook kinerja ekspor Indonesia. Pada saat yang sama, kondisi likuiditas global yang lebih ketat akan mempengaruhi likuiditas domestik dan suku bunga dalam negeri, yang pada akhirnya akan mempengaruhi aktivitas investasi. Lebih lanjut, terjadi perubahan tingkat keseimbangan nilai tukar yang akan berdampak pada pergerakan dan aktivitas usaha dan ekonomi di dalam negeri. Selain dampak perubahan kondisi perekonomian global, perkiraan kinerja perekonomian domestik tidak lepas dari realisasi kinerja perekonomian tahun lalu. Dinamika dan perkembangan ekonomi domestik yang terjadi menyebabkan adanya perubahan basis perhitungan dan perkiraan terhadap outlook variabel-variabel asumsi dasar ekonomi makro. Dengan menyadari hal-hal tersebut, maka besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro perlu disesuaikan kembali. 2.3.1 Pertumbuhan Ekonomi Dalam APBN Perubahan tahun 2014, proyeksi pertumbuhan ekonomi mengalami penyesuaian dari perkiraan sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,5 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2014 yang sebesar 6,0 persen. Penurunan perkiraan pertumbuhan ekonomi terutama disebabkan oleh tekanan pada kinerja perdagangan internasional. Sumber utama penopang pertumbuhan ekonomi tahun 2014 adalah konsumsi rumah tangga. Kuatnya kinerja konsumsi rumah tangga masih didasari pada faktor bonus demografi dan peningkatan kelompok masyarakat tingkat pendapatan menengah (middle income class). Di samping itu, pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden diharapkan menjadi faktor stimulus tambahan bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga, khususnya melalui peningkatan aliran dana terkait kegiatan kampanye. Investasi atau PMTB diperkirakan masih meningkat meskipun pada tingkat yang relatif rendah. Peningkatan tersebut antara lain didorong oleh peningkatan kinerja investasi langsung PMA dan PMDN. Namun di sisi lain, kondisi likuiditas di dalam negeri masih menghadapi tekanan, sebagai dampak masih berlangsungnya kebijakan tapering off oleh the Fed. Di samping itu, tekanan pada kegiatan investasi disebabkan pula oleh masih terdapat gejolak dan tekanan terhadap nilai tukar yang turut menyebabkan peningkatan biaya impor bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan bagi kegiatan produksi dan investasi. Sementara itu, kinerja ekspor merupakan komponen penyusun PDB yang mengalami tekanan paling berat. Di tahun 2014, ekspor barang dan jasa diperkirakan tumbuh melambat. Penurunan kinerja ekspor tersebut dipengaruhi oleh masih relatif lemahnya permintaan dari mitra dagang utama Indonesia, khususnya Tiongkok yang diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi. Di samping itu, strategi dan kebijakan hilirisasi industri dan mendorong ekspor produk dan hasil tambang olahan akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia dalam jangka pendek. Pada saat yang sama, tekanan pada ekspor juga dipengaruhi oleh pengetatan likuiditas domestik dan peningkatan suku bunga, serta dampak bauran kebijakan untuk mengatasi tekanan terhadap neraca perdagangan yang sedang terjadi. Penurunan kinerja ekspor juga diikuti oleh 2-8 Nota Keuangan dan APBNP 2014

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab 2 pelemahan kinerja impor sebagai dampak menurunnya kebutuhan bahan baku input untuk produksi serta dampak tekanan nilai tukar (lihat Tabel 2.3). TABEL 2.3 PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT PENGELUARAN 2013-2014 (persen, yoy) URAIAN 2013 APBN 2014 APBNP Konsumsi Rumah Tangga 5,3 5,3 5,3 Konsumsi Pemerintah 4,9 3,0 5,2 PMTB 4,7 7,3 5,5 Ekspor 5,3 7,2 1,4 Impor 1,2 7,1 0,2 Produk Domestik Bruto 5,8 6,0 5,5 Sumber : BPS & Kemenkeu, diolah Pada tahun 2013 pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,3 persen, sama dengan kondisi di tahun 2012. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut cukup tinggi meskipun adanya tekanan yang bersumber pada kebijakan penyesuaian harga BBM dalam negeri. Kebijakan kompensasi atas dampak kenaikan harga BBM, mampu mengurangi tekanan yang terjadi, khususnya bagi kelompok masyarakat kurang mampu. Pada saat yang sama, bauran kebijakan moneter dan fiskal mampu meredam tekanan inflasi yang terjadi sehingga daya beli masyarakat masih terjaga. Memasuki triwulan pertama 2014, pertumbuhan konsumsi rumah tangga masih meningkat. Selain hasil dari kebijakan untuk tetap menjaga laju inflasi, dampak pelaksanaan kegiatan kampanye dan pemilu legislatif di berbagai wilayah Indonesia telah memberikan dorongan tambahan bagi kegiatan konsumsi baik di akhir tahun 2013 dan awal 2014. Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tahun 2014 yang tertuang dalam APBNP 2014 diperkirakan mencapai tingkat yang sama dengan perkiraan dalam APBN 2014, yaitu 5,3 persen. Walaupun masih terdapat berbagai risiko tekanan dan kondisi yang kurang kondusif, pelaksanaan pesta demokrasi pemilu legislatif dan pemilu presiden diyakini akan mampu berdampak positif bagi daya beli masyarakat. Di samping itu, faktor bonus demografi dan tren peningkatan kelompok masyarakat berpendapatan menengah (middle income) akan memberikan landasan yang cukup kuat bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Beberapa indikator lain seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), juga memberi sinyal masih kuatnya konsumsi masyarakat. Berbagai upaya pengendalian harga akan terus dilakukan Pemerintah untuk tetap menjaga daya beli masyarakat. Di tahun 2013, komponen pertumbuhan konsumsi pemerintah meningkat signifikan sebesar 4,9 persen bila dibandingkan dengan pertumbuhan di tahun 2012 yang hanya sebesar 1,3 persen. Peningkatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh membaiknya efektivitas penyerapan anggaran dan kelanjutan program reformasi birokrasi pada kementerian/lembaga negara. Memasuki triwulan pertama 2014, konsumsi pemerintah tumbuh pada tingkat yang relatif moderat, tetapi masih lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan yang sama tahun 2013. Pertumbuhan tersebut sejalan dengan pola normal belanja pemerintah yang baru akan meningkat di semester kedua. Nota Keuangan dan APBNP 2014 2-9

Bab 2 Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Pertumbuhan konsumsi pemerintah di tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 5,2 persen, lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2014 yang sebesar 3,0 persen. Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh faktor belanja barang dan pegawai yang meningkat seiring dengan adanya rencana remunerasi beberapa K/L di tahun 2014 dan adanya upaya untuk meningkatkan efektivitas penyerapan belanja pemerintah seperti percepatan dan pemutakhiran sistem lelang proyek Pemerintah. Selain itu, belanja Pemilu juga ikut mendorong kinerja konsumsi pemerintah. Di tahun 2013, pertumbuhan PMTB menunjukkan perlambatan dan mencapai 4,7 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012. Perlambatan kinerja tersebut terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor produksi akibat perlambatan permintaan global. Selain itu, melambatnya kinerja PMTB juga disebabkan oleh menurunnya impor barang modal akibat meningkatnya biaya impor sebagai dampak pelemahan nilai tukar Rupiah. Pada triwulan pertama 2014, pertumbuhan PMTB kembali meningkat meskipun belum setinggi pertumbuhannya pada periode 2010-2012. Selain dipengaruhi oleh masih meningkatnya realisasi PMA dan PMDN, peningkatan pertumbuhan PMTB tersebut antara lain disebabkan oleh pertumbuhan impor mesin dan peralatan yang mulai tumbuh positif. Pada periode 2013, komponen tersebut mencatat pertumbuhan negatif. Namun pemerintah menyadari bahwa pertumbuhan PMTB ke depan masih dihadapkan beberapa tantangan dan risiko. Dalam APBN Perubahan tahun 2014, laju pertumbuhan PMTB tahun 2014 diperkirakan tumbuh 5,5 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsinya dalam APBN 2014 yang sebesar 7,3 persen. Revisi tersebut terutama didasarkan pada dampak pelemahan nilai tukar Rupiah yang menyebabkan kenaikan biaya impor barang modal. Di sisi lain, kebijakan tapering off oleh The Fed diperkirakan akan menyebabkan penurunan arus modal masuk ke pasar Indonesia sehingga menimbulkan tekanan likuiditas pasar domestik serta tingkat suku bunga. Kedua faktor tersebut akan berdampak negatif pada pertumbuhan investasi. Sementara itu, perlambatan perekonomian global juga akan memberi tekanan pada permintaan global yang akhirnya akan berdampak pada kinerja ekspor dan aktivitas sektor produksi. Hal tersebut akan menyebabkan berkurangnya prospek dan minat pemilik modal untuk melakukan investasi. Faktor lainnya adalah potensi sikap wait and see pelaku usaha dan investor untuk menunggu hasil pemilu dan arah kebijakan pemerintah baru. Namun, perbaikan kinerja PMA dan PMDN tahun 2014 yang diperkirakan masih terus meningkat, sehingga diharapkan mampu memperlambat penurunan PMTB lebih dalam. Masih cukup baiknya potensi kinerja PMA dan PMDN di antaranya didasarkan pada faktorfaktor besarnya pasar Indonesia, pelaksanaan program-program pembangunan infrastruktur, perbaikan iklim usaha dan iklim layanan administrasi publik, serta penerapan Undang-undang Minerba yang mewajibkan investasi berupa pembangunan smelter. Perbaikan kinerja investasi di tahun 2014 juga didukung oleh komitmen beberapa perusahaan untuk melakukan investasi dan penambahan kapasitas produksinya, baik dalam bentuk pengembangan bangunan atau pabrik maupun penambahan mesin-mesin. Peningkatan investasi juga akan didukung oleh langkah-langkah penguatan sektor keuangan melalui kebijakan financial deepening serta perbaikan intermediasi perbankan. Selain itu, kemudahan pembuatan izin memulai usaha dan akses terhadap ketersediaan listrik serta peningkatan akses terhadap kredit bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga diharapkan akan meningkatkan investasi di tahun 2014. 2-10 Nota Keuangan dan APBNP 2014

Perkembangan Asumsi Dasar Ekonomi Makro Bab 2 Di tahun 2013, kinerja neraca perdagangan Indonesia masih belum benar-benar pulih. Di sisi ekspor, pertumbuhan riil ekspor barang dan jasa mencapai 5,3 persen, meningkat bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012 sebesar 2,0 persen. Namun, laju pertumbuhan tersebut lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata dalam sepuluh tahun terakhir (8,4 persen). Perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan negara mitra dagang utama Indonesia. Selain itu, melemahnya kapasitas produksi dan lifting migas domestik menyebabkan menurunnya kinerja ekspor migas. Di sisi impor, pertumbuhan riil impor barang dan jasa tahun 2013 mencapai 1,2 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya di tahun 2012 sebesar 6,7 persen. Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya permintaan impor barang modal akibat melambatnya aktivitas produksi dalam negeri serta tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah. Pada triwulan pertama 2014, pertumbuhan ekspor dan impor telah mengalami tekanan yang berat. Ekspor pada periode tersebut telah mencatat pertumbuhan negatif. Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan ekspor Indonesia ke Tiongkok. Pemerintah Tiongkok pada saat ini tengah melakukan upaya memperlambat kinerja ekonomi serta transformasi arah kebijakan ekonomi dalam negerinya dengan mengalihkan sumber pertumbuhan dari ekspor ke permintaan domestik. Kebijakan tersebut berdampak pada penurunan impor bahan baku yang dibutuhkan bagi produksi barang-barang ekspor. Selain faktor kebijakan negara mitra dagang, perlambatan ekspor Indonesia juga dipengaruhi oleh menurunnya ekspor barang mineral mentah Indonesia yang selama ini menjadi salah satu komoditi ekspor primadona. Kebijakan pelarangan barang mineral mentah dimaksudkan untuk mendorong pasokan dalam negeri dalam rangka pengembangan industri domestik, serta menggantikan peran ekspor komoditi primer dengan produk-produk manufaktur yang memiliki nilai tambah lebih besar. Dalam jangka pendek, kebijakan tersebut akan berdampak pada penurunan ekspor Indonesia, namun dalam jangka panjang perekonomian diperkirakan akan memperoleh manfaat yang lebih besar. Pada periode tersebut, komponen impor juga kembali mencatat pertumbuhan negatif sebagaimana yang telah terjadi di triwulan terakhir 2013. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor penurunan kebutuhan impor bahan input untuk aktivitas ekonomi, serta dampak depresiasi nilai tukar Rupiah. Komponen ekspor dan impor yang dalam APBN 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 7,2 persen dan 7,1 persen, mengalami penyesuaian mendalam pada APBN Perubahan 2014 dan diperkirakan tumbuh melambat masing-masing sebesar 1,4 persen dan 0,2 persen. Kebijakan tapering off yang dilakukan oleh AS dikhawatirkan akan menekan pertumbuhan perekonomian mitra dagang sehingga menekan pertumbuhan ekspor Indonesia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat juga diperkirakan berdampak kepada kinerja ekspor mengingat besarnya peran Tiongkok sebagai tujuan ekspor Indonesia. Risiko penurunan ekspor dalam jangka pendek diperkirakan terjadi di sektor pertambangan sebagai dampak dari pemberlakuan Undangundang Minerba. Namun dalam jangka panjang, diperkirakan akan terjadi peningkatan ekspor produk minerba yang cukup signifikan. Selain itu, kebijakan tersebut dalam jangka panjang juga akan mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih besar serta mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Secara umum, kinerja sektor-sektor ekonomi dan lapangan usaha di tahun 2013 masih mencatat perkembangan yang cukup baik. Seluruh sektor ekonomi masih mencatat pertumbuhan positif, meskipun relatif lebih rendah dari kinerja tahun 2012. Pertumbuhan tertinggi masih tetap diraih oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang mampu tumbuh double digit sebesar 10,2 persen, diikuti oleh sektor keuangan dan sektor konstruksi. Dari sisi kontribusi Nota Keuangan dan APBNP 2014 2-11